Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
a. Debitur berhak untuk mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak
bank sebagai kreditur apabila barang jaminan tersebut akan dijual oleh pihak bank.
b. Debitur berhak untuk mendapatkan kelebihan pendapatan atas penjualan
barang jaminan setelah dikurangi dengan jumlah utang yang harus dilunasi oleh debitur.
c. Debitur berhak mendapatkan kembali barang yang dijadikan jaminan
tersebut ketika perjanjian kredit berakhir dalam hal debitur telah melunasi seluruh utangnya kepada bank.
Sama halnya dengan pihak bank sebagai kreditur, pihak debitur dalam perjanjian kredit dan pengikatan benda tak bergerak sebagai obyek
jaminannya juga memiliki kewajiban-kewajiban yang meliputi: a.
Debitur berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit tersebut kepada bank sebagai pemberi kredit sejak
perjanjian kredit dan pengikatan barang jaminan tersebut ditandatangani kedua belah pihak.
b. Debitur bertanggungjawab atas pelunasan utangnya terutama dalam hal
penjualan barang yang dijadikan jaminan. Adapun kedua belah pihak terikat kepada perjanjian yang telah mereka sepakati
bersama dan mereka wajib melaksanakan apa yang menjadi kewajiban bagi para pihak sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan sebelumnya.
D. Fungsi Jaminan Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
Kredit yang bermasalah atau non performing loan merupakan resiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Resiko tersebut berupa
keadaan dimana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah atau non performing loan di perbankan dapat disebabkan oleh
berbagai factor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor
lain seperti faktor makro ekonomi. Dalam praktiknya, kredit bermasalah atau kemacetan suatu kredit
disebabkan oleh dua unsur sebagai berikut: 1.
Dari pihak perbankan Artinya dalam melakukan ananlisisnya, pihak analis kurang teliti, sehingga
apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak
analis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subyektif dan akal-akalan.
2. Dari pihak nasabah
Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat terjadi akibat dua hal, yaitu: a.
Adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang
diberikan macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar, walaupun sebenarnya nasabah mampu.
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
b. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya si debitur mau membayar akan tetapi
tidak mampu. Contohnya kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, hama, kebanjiran, dan sebagainya, sehingga kemampuan
untuk membayar atau melakukan pelunasan kredit tidak ada.
47
Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non performing loan NPL tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat
kolektibilitas kurang lancar, macet, atau diragukan. Untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat nonstruktural pada umumnya dapat diatasi dengan
langkah-langkah restrukturisasi berupa penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan
tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, danatau konversi kredit menjadi penyertaan sementara.
48
Dalam menyelesaikan kredit bermasalah atau non performing loan itu dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian
kredit. Penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelasaian kredit bermasalah Untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya
tidak dapat diselesaikan dengan restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah ang bersifat nonstruktural, melainkan harus diberikan pengurangan pokok kredit
haircut sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Bank Indonesia No. 72PBI2005 agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu
untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
47
Kasmir, S.E, M.M, Dasar-Dasar Perbankan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 129
48
Hermansyah, S.H, M. Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana,
Jakarta, hal 75
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah peminjam sebagai debitur. Sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah
penyelamatan kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Dalam hal ini lembaga hukum tersebut adalah Panitia Urusan Piutang Negara PUPN dan Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJPLN, melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 264BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang
pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan
kembali rescheduling, persyaratan kembali reconditioning, dan penataan kembali restructuring.
49
a. Melalui rescheduling penjadwalan kembali, yaitu suatu upaya hukum untuk
melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembalijangka waktu kredit termasuk
tenggang grace period dan juga perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.
Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah
sebagai berikut:
b. Melalui reconditioning persyaratan kembali, yaitu melakukan perubahan
atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian yang tidak terbatas hanya
49
Ibid, hal 76
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
kepada perubahan jumlah angsuran, danatau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa
melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
c. Restructuring penataan kembali, yaitu upaya berupa melakukan perubahan
syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan,
yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling danatau reconditioning. Mengenai penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan
langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 264BPPP yang
berupa restrukturisasi tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum memang memerlukan
waktu yang relatif lama, dan bila melalui badan peradilan maka kepastian hukumnya baru ada setelah putusan pengadilan itu memperoleh kekuatan hukum
yang tetap inkracht van bewijs. Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan membutuhkan waktu yang relatif lama, maka penyelesaian kredit bermasalah itu
dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit bermasalah. Kehadiran lembaga-lembaga lain itu
dimaksudkan dapat mewakili kepentingan kreditur dan debitur dalam penanganan kredit macet.
Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah khusus untuk
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
menyelesaikan utang-utang kepada negara atau utang kepada badan-badan, baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai negara. Tujuan utama
dibentuknya lembaga ini adalah untuk mempercepat, mempersingkat, dan mengefektifkan penagihan piutang negara. Mekanisme penyelesaian piutang
negara melalui lembaga terdapat beberapa tahapan, yaitu: 1.
Setelah dirundingkan oleh panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah utangnya yang masih harus dibayar, termasuk
bunga uang, denda, serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang ini, maka oleh ketua panitia dan penanggung utang atau penjamin utang dibuat
suatu pernyataan bersama yang memuat jumlah tersebut dan memuat kewajiban penanggung utang untuk melunasinya.
2. Pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan
hakim yang telah berkekuatan hukum yang tetap. 3.
Pelaksanaan dilakukan oleh ketua panitia dengan suatu surat paksa, melalui cara penyitaan, pelelangan barang-barang kekayaan penanggung utang atau
penjamin utang dan penyanderaan terhadap penanggung utang dan pernyataan lunas piutang Negara.
50
Penyelesaian kredit bermasalah melalui Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara telah memposisikan kedua
lembaga tersebut sebagai lembaga mediator antara bank sebagai kreditur dengan debitur, walaupun sebenarnya menurut undang-undang lembaga ini memiliki
kewenangan sebagai eksekutor. Lembaga Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang
50
Ibid, hal 78
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
Negara oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk melakukan penetapan Surat Paksa, Sita Jaminan, Pelelangan Jaminan Kredit sampai pencekalan ke luar
negeri bahkan dapat melakukan penyanderaan gijzeling terhadap para penanggung.
Penyelesaian kredit bermasalah dapat pula dilakukan secara litigasi atau melalui badan peradilan. Melalui mekanisme ini apabila debitur tidak memenuhi
kewajibannya, maka setiap kreditur dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menyelesaikan dan menangani kredit
bermasalah adalah badan peradilan umum melalui gugatan perdata, dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan.
Dalam hal penyelesaian kredit bermasalah ini, barang yang menjadi jaminan dalam perjanjian kredit tersebut memegang peranan penting. Barang
jaminan tersebut dalam konteks ini berupa benda tidak bergerak dapat dieksekusi sebagai suatu langkah dalam penyelesaian kredit bermasalah. Namun
hal tersebut baru dapat dilaksanakan setelah melaksanakan prosedur penyelesaian kredit bermasalah baik melalui Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara maupun secara litigasi atau melalui proses peradilan yang berupa putusan pengadilan mengenai penyelesaian kredit
bermasalah tersebut. Selain penyelesaian kredit bermasalah dilakukan melalui Panitia Urusan
Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, dan melalui badan peradilan, kredit yang bermasalah juga dapat diselesaikan dengan melalui
badan arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa. Hal ini berpedoman
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian melalui arbitrase dapat dijalankan apabila
dalam perjanjian kredit dimuat klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase sendiri yang dibuat para pihak setelah timbulnya kredit bermasalah tersebut. Cara
penyelesaian ini dilakukan oleh lembaga arbitrase, yaitu suatu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu. Intinya, kredit bermasalah tersebut dapat diselesaikan dan pada dasarnya yang menjadi obyek dalam penyelesaian kredit bermasalah tersebut adalah barang
yang dijadikan sebagai jaminan.
Yessy Susanna Tarigan : Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, 2008.
USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan