miliki. Selanjutya, orangutan hasil sitaan tersebut memiliki potensi untuk dilepasliarkan kembali.
Pelestarian terpadu primata orangutan, yang dikenal juga dengan istilah reintroduksi orangutan merupakan usaha pelestarian secara terpadu dan sistematis
mulai dari tindakan karantina, proses sosialisasi dan latihan di hutan singgah sampai pelepasliaran di habitat asli Harsono, 2000.
2.6 Ekowisata di Bukit Lawang
Kegiatan pariwisata dalam bentuk ekowisata berpotensi memberikan kontribusi untuk kepentingan konservasi maupun tujuan pembangunan daerah. Apabila kawasan
pariwisata dikelola dengan benar akan menjadi usaha yang paling menjanjikan Sherman Dixon, 1991; Honey, 1999; Walpole Goodwin, 2001. Kawasan wisata
Bukit Lawang juga dapat menjadi bagian dari penduduk setempat, karena kelangsungan hidup masyarakat sebagian besar bergantung pada kegiatan wisata di
daerah ini dengan modal pengetahuan mengenai alam dan lingkungan budaya, yang hampir setiap orang dapat memanfaatkannya Dellatore, 2007.
Ekowisata merupakan suatu bentuk upaya penyelamatan untuk satwa liar karena dapat menjadi industri potensial yang layak dan tidak tergantung pada sumber
daya fisik Orams, 2002. Meningkatkan kesadaran konservasi juga dapat berperan sebagai alat utama untuk menghasilkan suatu momentum yang dapat meyakinkan para
pejabat pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap penyelamatan satwa liar Van Schaik et al, 2001 dan yang paling penting dapat membantu mengubah sikap
masyarakat lokal untuk lebih menghargai nilai lingkungan mereka, dengan demikian mereka turut bekerja untuk konservasi tanah mereka sendiri Krueger, 2005.
Sepanjang waktu proyek reintroduksi berjalan, Bukit Lawang merupakan tuan rumah industri ekowisata satwa liar yang berpusat pada orangutan yang banyak
diminati oleh wisatawan asing maupun lokal. Banyaknya pengunjung dan sering terlalu dekat dan berinteraksi dengan orangutan yang sedang dalam tahap reintroduksi,
Universitas Sumatera Utara
menjadi salah satu alasan mengapa maka proyek ini dihentikan, karena diduga dapat menyebabkan gagalnya program ini.
Meskipun tidak ada lagi pusat reintroduksi, kawasan Bukit Lawang masih menyelenggarakan industri ekowisata orangutan
berdasarkan populasi yang tersisa. Data resmi yang diperoleh dari departemen kehutanan Indonesia 206.963 wisatawan mancanegara mengunjungi Bukit Lawang
dari periode 1985-2003, dengan rata-rata 10.893 per tahun. Dengan demikian, jumlah pengunjung ke daerah itu dalam 18 tahun adalah 288.165. Data ini tidak termasuk
setiap pengunjung yang tidak terdaftar, pada kenyataannya mungkin lebih dari dua kali lipat dari angka resmi yang tercatat Rijksen dan Meijaard, 1999. Dari tahun
2007 hingga 2009 tercatat sebanyak 1.310 wisatawan lokal dan 16.771 wisatawan mancanegara mengunjungi Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera PPOS, Bukit
Lawang Seksi Konservasi Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, 2010.
Data dari dampak pariwisata pada perilaku orangutan telah tercatat. Data ini didapat melalui berbagai pencatatan perilaku yang ditimbulkan melalui kehadiran
manusia di hutan. Perilaku orangutan mendekati manusia di hutan dalam upaya untuk mendapatkan makanan telah tercatat sebagai peristiwa yang sering terjadi. Data juga
diambil untuk jumlah wisatawan yang ditemui per hari seiring dengan jumlah kelompok wisatawan berbeda yang mengikuti individu orangutan data yang tercatat
tidak termasuk pemandu turis yang menemani kelompok turis group, 1 kelompok biasanya terdiri dari satu sampai sepuluh orang turis. Banyak dari pemandu membuat
panggilan yang bertujuan untuk memancing orangutan. Panggilan ini dibuat dari sistem jalur utama dan sering berhasil membuat orangutan mendatangi jalur tempat
wisatawan berada. Panggilan bisa didengar hampir setiap sampai kira-kira jarak 300 meter Dellatore, 2007.
2.7 Perilaku Harian Anak Orangutan