Perilaku Makan Perilaku Harian Anak Orangutan Pongo abelii di PPOS Bukit Lawang Secara Spesifik

Gambar 4.6 Aktivitas Move Bridging pada Anak Orangutan Wati Anak orangutan jantan dan betina yang umur 0-4 tahun biasanya berpegang pada induknya saat bergelantungan di pohon dan masih menyusui pada induknya, sedangkan pada umur 4-7 tahun anak orangutan akan berpindah bersama induk dari satu pohon ke pohon lainnya tetapi sudah mulai terlepas dari induk saat berpindah dan benar-benar akan bebas dari induk pada umur 7-12 tahun walaupun kadang-kadang akan bergerak pindah juga bersama induk dalam satuan lain betina Galdikas, 1986.

4.2.2 Perilaku Makan

Perilaku makan merupakan elemen perilaku yang sangat penting bagi kehidupan orangutan. Perilaku makan orangutan dimulai dengan menemukan, memproses dan memakan makanan, sehingga jadwal kehidupan mereka sehari-hari mudah disimpulkan: makan dan berjalan, berjalan dan makan. Untuk anak orangutan yang masih bayi menyusui juga merupakan suatu kebutuhan makan utama. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap anak orangutan didapatkan keragaman jenis pakan orangutan seperti terlihat pada Tabel 4.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Keragaman Jenis Pakan Anak Orangutan di PPOS Bukit Lawang Jenis Pakan Sumi Wati Buah 8,33 40,23 Daun Muda 5,55 26,24 Semua Daun 3 Daging Buah 8,33 11,30 Semua Buah 1 Biji 2 Kulit Kayu 6 Serangga 2 Minum Air 8 Makanan Lain sampah berupa kulit buah 8,33 1 Menyusui 69,44 0,39 Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa frekuensi aktivitas menyusui yang dilakukan oleh anak orangutan Sumi adalah 69,44, sedangkan frekuensi aktivitas mengkonsumsi jenis pakan lain selain Air Susu Ibu ASI tergolong sedikit, seperti daging buah 8,33, buah serta makanan lain sebesar 8,33 dan daging buah sebesar 5,55, keadaan ini disebabkan karena orangutan Sumi masih tergolong bayi 4 bulan yang masih tergantung pada ASI induknya, sedangkan anak orangutan Wati, persentase jenis pakan tertinggi adalah buah yaitu 40,23, diikuti daun muda sebesar 26,24, daging buah yaitu 11,30, minum air yaitu 8 dan kulit kayu sebesar 6. Untuk beberapa jenis pakan lain persentasenya relatif kecil, yaitu semua daun sebesar 3, serangga dan biji sebesar 2, semua buah dan makanan lain sampah yaitu 1 dan yang terkecil adalah menyusu yaitu 0,39, hal ini menunjukkan bahwa anak orangutan Wati termasuk anak orangutan yang telah mulai mandiri. Dari uji Mann-Whitney didapat perbedaan yang sangat nyata P = 0,000 untuk jenis pakan buah, daun muda dan minum air. Perbedaan nyata didapat untuk konsumsi serangga dan semua daun P = 0,035. Uji Mann-Whitney untuk tidak adanya perbedaan nyata didapat pada jenis pakan daging buah P = 0,125, semua bagian buah P = 0,317, biji P = 0,317, kulit kayu P = 0,073 dan makanan lain seperti sampah ataupun tanah P = 0,701 serta menyusu P = 0,061. Wati yang hampir berusia 4 tahun sudah dapat mencari makanannya sendiri. Sehingga keanekaragaman pakannya lebih tinggi daripada Sumi yang masih berusia ± 4 bulan. Menurut Galdikas 1986, bahwa semakin berkembang umur anak maka akan Universitas Sumatera Utara semakin sering anak mengambil makanan seperti daun dan buah dari lingkungan di sekitarnya. Sangat tingginya persentase pemilihan pakan buah untuk Wati jika dibandingkan dengan Sumi disebabkan karena individu Wati sudah dapat mencari makanan sendiri, tidak lagi begitu tergantung dengan induknya. Hal ini juga sesuai dengan persentase menyusu kedua anak orangutan tersebut yang teramati selama penelitian. Persentase menyusui Wati jauh lebih rendah dibandingkan dengan Sumi. Namun demikian, Wati belum 100 berhenti menyusu walaupun persentasenya sangat kecil. Hal ini membuktikan bahwa menyusu masih menjadi kebutuhan bagi anak orangutan yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini juga dinyatakan oleh Maple 1980, pada anak orangutan, menyusu merupakan bagian dari aktivitas makan. Menyusu merupakan salah satu bentuk pemenuhan air berupa protein dan kalori yang secara langsung diperoleh dari induknya Mitchell, 1979; Maple, 1980, meskipun persentasenya akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur anak orangutan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Rijksen 1978 bahwa masa intensif induk dalam menyusui anak akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur anak. Gambar 4.7 Aktivitas Menyusui Anak Orangutan Rumapea Yuliarta, 2008 Tingginya tingkat produksi buah di hutan mungkin juga menjadi faktor paling utama mengapa pemilihan pakan buah sangat tinggi. Biasanya buah yang paling Universitas Sumatera Utara banyak dikonsumsi orangutan adalah dari jenis ficus. Menurut Meijard, et al 2001 buah ficus merupakan buah yang disukai orangutan, yaitu buah berdaging lembek dan berbiji. Ditambahkan lagi oleh Milton 1981, buah masak merupakan sumber karbohidrat terbesar bagi orangutan. Aktivitas makan buah anak oranutan dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Aktivitas Makan Buah Anak Orangutan Sumi Cukup tingginya persentase pemilihan pakan daun, terutama daun muda mungkin merupakan strategi yang dilakukan orangutan untuk menenuhi kebutuhan energi pada tubuhnya apabila produksi atau ketersediaan buah berkurang. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Meijard et al 2001 bahwa ketika buah-buah menjadi lebih jarang, konsumsi daun akan meningkat. Bahkan dalam habitat yang berkualitas baik, selama musim buah orangutan menggunakan 11-20 waktu makannya setiap hari untuk memakan dedaunan. Ditambahkan lagi bahwa di tempat tertentu, daun dan tangkai merupakan makanan bagi orangutan untuk bertahan hidup ketika ketersediaan buah rendah. Untuk anak orangutan, khususnya yang sudah memasuki tahap usia kanak- kanak dan sudah jarang menyusu dari induknya, serangga juga menjadi pakan pilihan yang kaya akan protein. Jenis serangga yang banyak dikonsumsi oleh anak orangutan pada umumnya adalah rayap dan semut. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 3 jenis rayap yang dimakan oleh beberapa jenis primata di Suaka Margasatwa Pleihari Kalimantan Selatan diketahui terdapat kandungan unsur protein dan mineral yang Universitas Sumatera Utara dibutuhkan oleh tubuh Bismark, 1984. Untuk lebih jelasnya mengenai aktivitas makan serangga dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut ini. Gambar 4.9 Aktivitas Makan Serangga pada Anak dan Induk Orangutan Selain memakan daun dan serangga, orangutan juga memakan kulit kayu apabila ketersediaan buah berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya persentase pemilihan pakan kulit kayu Wati, yaitu sebanyak 6. Menurut MacKinnon 1972, Rijksen 1978 dan Galdikas 1984 pada kehidupan orangutan liar, dimana saat ketersediaan buah di hutan sangat minim orangutan lebih banyak mengkonsumsi tipe makanan seperti daun, umbut ataupun kulit kayu. Orangutan makan kulit kayu dengan menggerogoti langsung pada kulit tipis dari pohon di batang atau dahan, atau mengupas kulit kayu dari ujung cabang. Kulit tersebut dikunyah atau dihisap hingga hancur kemudian dibuang Rodman, 1987. Ditambahkan oleh Milton 1981, penggunaan kulit kayu sebagai sumber pakan karena bagian tumbuhan tersebut banyak sekali mengandung protein, mineral dan serat yang diperlukan tubuh. Selain berasal dari buah dan menyusu pada induk, anak orangutan juga memenuhi kebutuhan airnya dengan minum air pada genangan-genangan air di lubang pohon, di tanah ataupun langsung dari sungai dan keran untuk yang terakhir hanya terjadi pada orangutan di Bukit Lawang. Menurut Linburg 1977 dalam Bismark 1984, bahwa air juga merupakan faktor yang menentukan pola pergerakan pada Universitas Sumatera Utara primata. Rendahnya konsumsi air dari alam mungkin disebabkan karena tingginya konsumsi buah. Dari hasil penelitian juga didapat bahwa Sumi dan Wati beberapa kali memakan kulit buah yang didapat dan dimakan induknya seperti kulit pisang, kulit jeruk, kulit markisah dan lain-lain. Apabila pengunjung datang dan melakukan aktivitas tracking, mereka sering kali membawa berbagai macam buah-buahan dengan tujuan untuk dimakan sendiri ataupun digunakan untuk memancing orangutan agar datang dan mendekati pengunjung. Namun apabila mereka tidak menemukan individu orangutan, maka buah-buahan tersebut dimakan sendiri dan kulitnya ditinggalkan begitu saja. Jika ditemukan oleh individu orangutan, maka kulit buah yang dikategorikan sebagai sampah tersebut akan dimakan oleh individu orangutan. Sampah berupa kulit buah yang ditinggalkan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini. Gambar 4.10 Sampah Berupa Kulit Buah yang Ditinggalkan Pengunjung Kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi seperti kulit buah yang dibuang turis, tas yang diambil dari wisatawan dan membongkar tempat sampah yang terdapat di kawasan penelitian dapat mengambil peran dalam penularan penyakit Woodford et al, 2002; Dellatore, 2007. Aktivitas ketika orangutan mengutip sampah berupa kulit buah yang ditinggalkan pengunjung lalu memakannya dapat dilihat pada Gambar 4.11. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.11 Induk Wati Pesek Mengutip Sisa Kulit Buah yang Ditinggalkan Pengunjung Sumber pakan orangutan di Bukit Lawang dapat berasal dari alam, feeding platform Tempat Pemberian Makan TPM, sampah ataupun dari orang lain seperti guide dan pengunjung. Keragaman sumber pakannya adapat dilihat dari Table 4.4 berikut: Tabel 4.4 Persentase Sumber Pakan Anak Orangutan di PPOS Bukit Lawang Sumber Pakan Sumi Wati Pakan Alam 57,14 85,82 Pakan Feeding Platform TPM 34,48 8,04 Pakan dari Orang 3 6 Pakan Sampah 6,90 1 Sumber pakan tertinggi yang didapatkan anak orangutan Sumi adalah yang berasal dari alam yaitu 57,14, diikuti dengan pakan dari platform yaitu 34,48 dan pakan sampah yaitu 7,14, sedangkan untuk pakan dari orang adalah 3. Untuk Wati, sumber pakan tertinggi adalah pakan dari alam yaitu 85,82, diikuti pakan dari feeding platform yaitu 8,04, pakan dari orang yaitu 6. Pakan dari sampah untuk Wati adalah 1. Berdasarkan uji Mann-Whitney, didapat hasil berupa tidak adanya perbedaan P = 0,058 untuk pemilihan pakan dari platform dan pemilihan pemilihan pakan dari orang P = 0,035 serta pemilihan pakan dari sampah P = 0,438. Sedangkan untuk pemilihan pakan dari alam didapat perbedaan yang sangat nyata P = 0,000. Universitas Sumatera Utara Mendominasinya pemilihan pakan dari alam seperti yang terlihat pada tabel di atas mungkin disebabkan tingginya tingkat produksi buah di hutan pada awal penelitian Oktober sampai Desember 2009. Hal ini menyebabkan orangutan cenderung jarang datang ke feeding platform. Selain buah, pakan dari alam juga dapat berupa semua material yang terdapat dan tersedia di alam dan dapat dimakan oleh individu orangutan seperti hewan, air ataupun tanah. Kemampuan orangutan eks- rehabilitasi yang terdapat di Bukit Lawang untuk memahami adanya sumber pakan di luar feeding platform ditunjukkan dengan tingginya penggunaan sumber pakan alami yang terdapat di alam. Kemampuan orangutan dalam memahami ketersediaan sumber pakan dijelaskan oleh Rijksen 1978 sebagai bentuk belajar orangutan dan menunjukkan bahwa orangutan adalah kera yang mempunyai kecerdasan tinggi. Pakan dari feeding platform yang didapat untuk Wati dan Sumi juga cukup tinggi. Tingginya persentase tersebut mungkin disebabkan karena induk kedua anak orangutan ini sering mengunjungi feeding platform saat aktivitas makan dilakukan. Buah yang diberikan selama aktivitas feeding dapat berupa pisang Musa sp., nenas Ananas comosus dan pepaya Carica papaya. Selain buah, susu juga diberikan pada saat feeding time. Aktivitas pemberian makan di feeding platform dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut ini. Gambar 4.12 Aktivitas Makan Orangutan di Platform TPM oleh Petugas Tingginya persentase Sumi untuk pemilihan pakan feeding platform mungkin disebabkan karena belum mampunya ia mencari pakan sendiri karena masih tergolong Universitas Sumatera Utara bayi. Wati sudah mampu mencari pakan sendiri dengan jarak yang tidak jauh dari jangkauan sang induk, bahkan lebih sering berada di pohon pakan yang sama. Pada anak yang berumur lebih tua akan mencari makanannya sendiri yang jaraknya agak jauh dari induknya, walaupun terkadang masih dalam jarak pandang induknya Lubis, 1995. Ditambahkan oleh Galdikas 1986, bahwa semakin berkembang umur anak maka akan semakin sering anak mengambil makanan seperti daun dan buah dari lingkungan di sekitarnya. Selain dari feeding platform dan alam, sumber pakan orangutan juga bisa berasal dari orang, misalnya pengunjung ataupun guide selama aktivitas tracking berlangsung. Untuk penerimaan pakan dari orang persentase Sumi adalah 3 dan Wati 6. Ketika aktivitas tracking berlangsung, pengunjung dapat berada pada jarak yang sangat dekat dengan orangutan bahkan dapat memberikan makan secara langsung. Makanan yang diberikan dapat berupa jeruk Citrus sp., pisang Musa sp., semangka Citrulus vulgaris, markisa Passiflora sp. ataupun nenas Ananas comosus. Rendahnya persentase Sumi dalam menerima pakan dari orang pengunjung atau guide dimungkinkan karena ia selalu berada dalam gendongan induknya. Usianya yang masih di bawah 1 tahun juga menyebabkan ia senantiasa lebih dilindungi oleh sang induk dan sedikit takut dengan manusia. Hal ini sangat berbeda dengan Wati yang sudah berani menerima pakan dari orang di sekitar PPOS Bukit Lawang. Wati yang sudah berusia 4 tahun lebih mandiri dan tidak lagi digendong oleh induknya sehingga aktivitasnya lebih tinggi. Tingginya aktivitas ini juga mempengaruhi kebutuhannya akan kalori, sehingga interaksinya dengan manusia berupa menerima pemberian makan dimungkinkan juga disebabkan oleh kebutuhannya akan makanan. Proses pemberian makan oleh guide kepada orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.13 Pemberian Pakan untuk Orangutan oleh Manusia Pengunjung Guide Menurut Yuliarta 2008, pada saat orangutan tidak mudah untuk dijumpai pada saat pencarian, pemandu wisata memanggil orangutan dengan menirukan long calls orangutan jantan. Cara ini dilakukan untuk memanggil dan menarik perhatian orangutan, dan cara ini sering berhasil. Sebagian besar dari pemandu wisata juga menggunakan buah ataupun makanan lain yang mereka bawa untuk memancing orangutan mendekati wisatawan. Meskipun dilarang menyentuh, memberi pakan, atau mengganggu orangutan, praktek-praktek tersebut selalu saja terjadi Singleton dan Aprianto, 2001 dan masih terus terjadi di hutan demi kepuasan para wisatawan. Ditambahkan lagi oleh Dellatore 2007, banyak operator wisata membawa ransel penuh buah ke dalam hutan yang kemudian diberikan kepada orangutan. Selain sumber pakan yang sudah disebutkan di atas, anak orangutan di Bukit Lawang juga memakan sisa makanan yang ditinggalkan pengunjung di sekitar areal hutan seperti kulit buah. Ranjer seringkali mengingatkan pengunjung dan guide agar tidak meninggalkan sampah di hutan, baik organik maupun anorganik. Persentase Wati untuk sumber pakan sampah adalah 1, berbeda dengan Sumi yang persentasenya adalah 7,14. Hal ini mungkin disebabkan induk Sumi sering mengutip sisa makanan yang ditinggalkan pengunjung lalu memakannya ataupun memberikannya pada Sumi, keadaan ini jelas dapat menggangu kesehatannya. Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk Wati, aktivitas makan dari sampah kemungkinan disebabkan meniru sikap induknya yang juga mengambil pakan dari sampah. Pemilihan pakan sampah yang dilakukan orangutan dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut ini. Gambar 4.14 Pemilihan Pakan Sampah oleh Orangutan Menurut Rumapea 2009, aktivitas manusia di dalam kawasan populasi orangutan Bukit Lawang menghasilkan sampah berupa sisa-sisa kulit buah yang digunakan induk orangutan sebagai sumber pakan. Sisa kulit buah tersebut merupakan sisa makanan pengunjung ataupun sisa buah yang diberikan kepada orangutan baik individu induk orangutan maupun orangutan lain dimana daging buah telah dimakan dan kulitnya dibuang, akan tetapi beberapa saat setelah melakukan beberapa aktivitas bergerak, istirahat, sosial dan bersarang kulit buah dimakan kembali oleh individu induk orangutan.

4.2.3 Perilaku Sosial

Dokumen yang terkait

Pendugaan Produktivitas Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang

1 40 84

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

2 43 101

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Perilaku Harian Ibu Dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Di Ekowisata Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

2 32 71

Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara

0 37 81

PREFERENSI PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII LESSON) PADA WAKTU TIDAK MUSIM BUAH DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA (PPOS) BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA.

6 33 20

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 28

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 18

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 11