4. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau yang
dip
en untuk menguji, danatau mencoba bar
u penggantian atas kerugian akibat pen
dagangkan; rang
penanggung jawab dan pertanggung jawaban. erdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang
berlaku; 5.
Memberikan kesempatan kepada konsum ang danatau jasa tertentu serta memberikan jaminan danatau garansi atas
barang yang dibuat danatau diperdagangkan; 6.
Memberikan kompensasi, ganti rugi danata ggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang
diper 7.
Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila ba danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan;
C. Tanggung Jawab Produsen atau Pelaku Usaha
Tanggung jawab terdiri dari kata tanggung dan jawab, yang kemudian terbentuk beberapa kata seperti bertanggung jawab, mempertanggung jawabkan,
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau terjadi sesuatu boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.
133
Selanjutnya dari kata tanggung jawab tersebut diturunkan kata-kata sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab berarti kewajiban memegang, memikul tanggung jawab;
b. Mempertanggung jawabkan berarti memberi jawab dan menanggung segala
akibatnya kalau ada kesalahan;
134
Dari penggunaan sehari-hari kata tanggung jawab cenderung menerangkan kewajiban. Kecenderungan ini terlihat pada penggunaan kata “pertanggungjawaban”
sebuah kata bentukan yang berasal dari kata dasar tanggung jawab. Dalam ilmu hukum ada dikenal dua macam tanggung jawab, yang pertama adalah tanggung jawab
dalam arti sempit, yaitu tanggung jawab tanpa sanksi, dan yang kedua tanggung jawab dalam arti luas, yaitu tanggung jawab dengan sanksi.
Finer menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman dikenal adanya dua jenis tanggung jawab moral
moral responsibility dan tanggung jawab politik political responsibility. Istilah
Product Liability Tanggung Jawab Produsen baru dikenal sekitar tahun 60-an yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya
produksi bahan makanan secara besar-besaran, baik kalangan produsen producer and
135
136
133
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hlm.899.
134
Ibid, hlm.901.
135
Harun Al Rasjid, Hubungan antara Presiden dan Majelis Permusyawaratan, Jakarta: Balai Pu
of Modern Eura Per and Raw, Newyork: Publisher, tt, hlm.2. staka, 1996, hlm.9.
136
Finer, The Convewmen
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
manufacture maupun penjual seller, distributor mengasuransikan barang- barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk makanan yang
menimbulkan kerugian terhadap
Tentang pengertian product liablity dapat dikemukakan defenisi sebagai berikut:
137
Menurut Hursh : Product Liability ”adalah suatu tanggungjawab secara hukum dari produsen yang menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak
dalam proses untuk menghasilkan suatu produk, atau orangbadan yang menjual produk tersebut”.
Perkins Coie menyatakan: Product Liability ”adalah tanggungjawab hukum dari produsen atau orang-orang yang terlibat dalam distribusi suatu produk kepada para
pemakai produk yang terluka karena menggunakan produk tersebut”. Konvensi mengenai penerapan hukum terhadap tanggungjawab produk
Konvensi Hague, Pasal 3 menyatakan : 1.
Produsen pelaku usaha membuat pembuat jadi atau produk jadi atau produk kom
mengandung bahan-bahan berbahaya yang konsumen.
ponenbagian; 2.
Penghasil produk alam; 3.
Penyalur produk; 4.
Orang lain, termasuk orang yang memperbaiki dan orang yang bertugas di gudang, yang terkait dalam rangkaian komersial yang mempersiapkan distribusi
suatu produk, tanggung jawab produk juga berlaku kepada agen atau para pekerja;
137
Ibid, Saefullah, hlm. 46.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggungjawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk
produer, manufacturer atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk processor, assembler atau orang atau badan yang
enjua
egiatan pengusaha itu akan mubazir apabila tidak ada konsumen ng m
yang menegaskan bahwa konsumen adalah emba
m l atau mendistribusikan produk tersebut.
Konsumen dan pengusaha adalah ibarat sekeping mata uang dengan dua sisinya yang berbeda. Konsumen membutuhkan produk barangjasa hasil kegiatan
pengusaha, tetapi k ya
enyerapmembeli hasil usahanya. Karena itu keseimbangan dalam segala segi, menyangkut kepentingan dari kedua pihak merupakan hal yang ideal dan harus
diperhitungkan. Ketidakseimbangan atau gangguan pada kepentingan konsumen lambat atau
cepat akan berpengaruh pula kepada kepentingan-kepentingan pihak lainnya. Pendapat para pakar ekonomi Indonesia
”l ga ekonomi yang sangat penting dalam proses ekonomi”. Hal ini karena
proses ekonomi dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa terangkai dalam kegiatan- kegiatan investasi, produksi, distribusi, dan konsumsi.
Bila salah satu pelaku kegiatan dalam proses ekonomi itu tidak ada atau karena satu dan lain tidak menjalankan atau menunda kegiatannya, maka prestasi para
pelaku unsur lainnya akan menjadi sia-sia dengan segala akibatnya, seperti gagal memanfaatkan kesempatan berusaha, hilangnya kesempatan kerja pengangguran.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Proses produksi barang kebutuhan masyarakat yang kini berkembang karena kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, diikuti oleh teknik promosi
yang makin canggih dan pola distribusi produk yang meluas sampai ke seluruh
keadaan ini menguntungkan masyarakat karena tersedianya pi dari sisi lain menyangkut mutu, syarat-syarat
penju
h tangg
engan itu, tentunya konsumen sama sekali tidak turut atau tidak
i yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan dan usaha produsen yang
produk yang cacad menurut tahap-tahap produksinya sebagai
berikut pelosok tanah air.
Pada sisi lain barangjasa kebutuhan mereka, teta
alan, dan pelayanan kondisi purna jual dari barang atau jasa konsumen yang pada umumnya lemah. Sehingga mau tidak mau konsumen ”menggantungkan nasib
dan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha”. Keadaan ini menimbulkan masala ungjawab produk oleh perusahaan.
Mengenai mutu produk misalnya, produsenlah yang semata-mata megetahui bahan-bahan baku atau bahan penolong dan bahan tambahan apa yang digunakan
dalam pembuatannya. Bagaimana susunankomposisi produk serta segala sesuatu yang berkaitan d
mungkin menentukan apa-apa. Apabila suatu produk dinyatakan berkualitas ekspor, atau telah memenuhi standarisas
Perindustrian, sepenuhnya terpulang kepada peng bersangkutan.
Berkaitan dengan tanggung jawab produk dikategorikan dan berbahaya, dapat diklasifikasikan
: a.
Kerusakan produksi;
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
b. Kerusakan desain;
c. Informasi yang tidak memadai;
Untuk menghindari kemungkinan adanya produk yang cacad atau berbahaya, maka
al dan persyaratan keamanan. Dengan standarisasi akan diperoleh manfaat sebaga
cara ekonomi, perbaikan mutu, penurunan ongkos produksi
tracting;
i membantu menjembatani kepentingan
n aspirasi kedua belah pihak. Dengan perlu ditetapkan standarisasi minimal yang harus dipedomani dalam
berproduksi untuk menghasilkan makanan yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Standarisasi adalah proses penyusunan dan penerangan peraturan dalam
pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan kondisi
fungsion i berikut :
a. Pemakaian bahan se
dan penyerahan yang cepat; b.
Penyederhanaan pengiriman dan penanganan barang; c.
Perdagangan yang adil, peningkatan kepuasan langganan; d.
Interchangeability komponen memungkinkan subcon e.
Keselamatan kehidupan dan harta; Dengan demikian standarisas
konsumen dan produsen dengan menetapkan standar produk yang tepat yang dapat memenuhi kepentingan dengan mencerminka
adanya standarisasi produk ini akan memberi manfaat optimum pada konsumen dan produsen, tanpa mengurangi hak memilih dari konsumen.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Standarisasi ini berkaitan erat dengan keamanan dan keselamatan konsumen, yang berkaitan dengan kelayakan suatu produk untuk dipakai atau dikonsumsi.
Barang
produk adalah : a.
Terminologi dan definisi yang dapat dipakai sebagai bahasa yang sama-sama
kan tingkat minimal bagi keselamatan yang ditetapkan secara ahli yan
sumen dan juga
dan prosedur yang lengkap bagi
darisasi ini maka kepada produk yang sudah memenuhi standar diberikan sertifikat produk Certification Marking yang dibuat
yang tidak memenuhi syarat mutu, khususnya makanan, dapat menimbulkan malapetaka bagi konsumen, selain merugikan konsumen dari segi finansial dapat pula
mengancam keamanan dan keselamatan mereka dan bahkan keselamatan masyarakat umum.
Untuk mencapai tujuan standarisasi itu, maka yang perlu dimasukkan dalam standar
dimengerti oleh produsen, penjual distributor dan konsumen; b.
Perlu ditetap g memperhitungkan resiko yang dapat diterima;
c. Perlu ditetapkan cara dan produsen untuk menentukan apah memenuhi
persyaratan keselamatan minimum; d.
Perlu diusahakan kemungkinana dipertukarkan baik bagi produk secara keseluruhan maupun bagi komponennya;
e. Perlu ditetapkan kategori atau deret ukur yang cocok bagi kon
kemungkinan produsen untuk menghilangkan ragam produk yang tidak perlu; f.
Perlu dikembangkan seperangkat cara pengukuran kemampuan dan mutu;
Sebagai implementasi dari stan
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
dengan tanda SNI yang dapat ditempatkan pada produk, kemasan atau dokumennya. Tanda ini dibubuhkan oleh produsen pada barang produknya setelah mendapat izin
dari M
ab produsen terhadap konsumen adalah : 1.
Neg ard of
demi perlindungan anggota
dalah adanya perbuatan kurang cermat yang merugikan orang lain, yang semestinya punyai duty of care. Untuk dapat menggunakan
neglige
adalah bahwa tergugat produsen lalai dalam duty of care te
sebenarnya penyebab nyata ”proximate cause” dari kerugian
r wapadalah pembeli yang berlaku sebelumnya, dimana pembelilah yang
enteri Perindustrian sesuai dengan SK Menteri Perindustrian No. 210 Tahun 1979.
Dasar pembebanan tanggungjaw ligence
Adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan kelakuan stand conduct yang ditetapkan oleh undang-undang
masyarakat terhadap resiko yang tidak rasional. Yang dimaksudkan dalam hal ini a
seorang penjual atau produsen mem nce sebagai dasar gugatan harus memenuhi syarat-syarat :
138
a. Adanya suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian yang tidak sesuai
dengan sikap hati-hati yang normal; b.
Yang dibuktikan rhadap penggugat konsumen;
c. Kelakuan itu
yang timbul; Adanya duty of care pada produsen mengalahkan asas caveat empto
ar, op.cit, hlm. 7.
138
Agnes M. To
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
menanggung resiko yang dideritanya karena mengkonsumsi memakai produk yang dibelin
kurang cermatnya produsen;
eri jaminan bahwa produknya dapat memenuhi keinigi
ya secara tidak hati-hati. Pembuktian adanya negligence mencakup pembuktian atas :
139
a. Kerugian yang dideritanya ditimbulkan oleh cacad yang ada pada produk;
b. Bahwa cacad tersebut telah ada pada pernyataan;
c. Bahwa cacad pada produksi disebabkan oleh
2. Warranty Breach of warranty
Gugatan dari konsumen terhadap produsen berdasarkan breach of warranty pelanggaran janji, jaminan ini didasarkan pada suatu hubungan kontrak. Produsen
secara tegas atau diam-diam memb nankebutuhan.
Pada umumnya warranty janji, jaminan itu dpat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu :
140
a. Express warranty, janji, jaminan yang dinyatakan secara tegas eksplisit;
b. Implied warranty, janji, jaminan yang dinyatakan secara diam-diam implisist;
3. Strict Liability tanggung jawab mutlak;
Berkaitan dengan negligence dan warranty, pembelikonsumen akan mengalami kesulitan yang besar dalam mengajukan gugatannya, yang ternyata sulit
dilakukan dalil-dalil gugatannya, yang ternyata sulit dilakukan dengan cara yang
139
Ibid, hlm. 14.
140
Ibid, hlm. 7
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
memuaskan karena konsumen yang tidak dapat memperoleh bukti-bukti alat bukti dan tidak memahami liku-liku proses produksi.
buta kelalaian yang menimbulkan kerugian baginya. Sebaliknya akan lebih mudah mengajukan bukti lawan yang dengan segera
ab atas kerugian yang ditimbulkan
si barang dengan menunjukkan langkah-langkah pengamanan yang telah dilakukannya sudah
me Gugatan berdasarkan negligence, meskipun tampak sederhana teapi bagi
konsumen sulit menunjukkan dengan tepat dimana dan kapan produsen telah melakukan mem
produsen mematahkan tuntutan konsumen.
141
Karena kesulitan-kesulitan itu, maka praktek peradilan case-law, dalam perkembangannya menemukan saluran lain yang dengan membebankan
tanggungjawab mutlak pada produsen yang disebut dengan strict liability. Menurut ketentuan ini produsen langsung bertanggungjaw
oleh produknya yang cacat tanpa konsumen-penggugat terlebih dahulu membuktikan kesalahan produsen-tergugat. Artinya beban penggugat untuk membuktikan
kesalahan tergugat dihapuskan, sehingga gugatan cukup hanya membuktikan bahwa ia telah menderita kerugian karena memakaimengkonsumsi barang dari tergugat.
Produsen dibebani pembuktian, artinya produsen sebagai tergugatlah yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah dalam hal memproduk
menuhi ketentuan yang berlaku.
141
Ibid, hlm. 23.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Bila dicermati lebih lanjut tanggung jawab produsen industri panganmakanan
1 B
perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya
terhadap kesehatan orang lain yang mengonsumsi makanan tersebut. yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengonsumsi pangan olahan
atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat 3
Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan yang dikonsumsi kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau
wajib mengganti kerugian yang secara nyata ditimbulkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal
perseorangan dalam badan usaha tidak wajib menggati kerugian. sebesar Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah untuk setiap orang yang
Pasal 43 : secara jelas di dalam Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996 dinyatakan dalam
beberapa pasal : Pasal 41 :
adan Usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang usaha tersebut bertanggungjawab atas keamanan pangan yang diproduksinya
2 Orang Perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang
yang diedarkan berjah mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan 1
tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan orang perseorangan dalam badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1
4 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dalam hal badan usaha
tersebut bukan diakibatkan kesalahannya, maka badan usaha dan atau orang 5
Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 setinggi-tingginya dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.
142
142
Pasal 41 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
1 Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang
gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasa besar dan atau korban yang tidak sedikit, pemerintah berwenang mengajukan
l 41 ayat 2. 2
Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diajukan untuk k
ta oleh seseorang karena wanprestasi atau perbuatan melawan hukum
atan melawan hukum, misalny
ang, sedangkan yang k
epentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.
143
Dalam hal perikatan, khususnya hukum perjanjian, ganti rugi umumnya terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi dan bunga. Dalam setiap kasus tidak selamanya
ketiga unsur itu selalu ada, akan tetapi adakalanya hanya terdiri dari dua unsur saja. Sedangkan dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum, umumnya ganti rugi
terdiri dari unsur rugi dan bunga atau sering disebut dengan keuntungan yang hilang. Kerugian yang dideri
itu dapat dibedakan lagi antara kerugian ekonomis dan kerugian fisik economic loss dan phisical harm. Economic loos yaitu kerugian berupa hilangnya
atau berkurangnya sejumlah harta kekayaan sebagai akibat wanprestasi atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan orang lain. Phisical harm berupa
berkurangnya kesehatan seseorang karena akibat dari perbu a luka-luka atau sakit.
Kedua jenis kerugian ini sangat berbeda, dimana kerugian yang itu dapat dihitung secara matematis dan diwujudkan dalam bentuk sejumlah u
edua sulit dinilai dengan uang. Untuk menentukan jumlah kerugian yang berkaitan dengan phisical harm, misalnya luka-luka, maka orang terpaksa
memperbandingkan dua hal yang tidak sama macamnya, dan satu-satunya cara ialah
143
Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
menaksir nilai harga dari keganjilan itu dengan suatu ukuran yang mungkin terpakai, yaitu dengan memperhitungkan dengan sejumlah uang.
144
Hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian pada tuntutan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum, menunjukkan sejauhmana kerugian yang
dapat dituntut dari pelaku perbuatan melawan hukum. Pada dasarnya, bentuk ganti rugi y
utlak atas kerugian yang diderita konsumen, isalnya gangguan kesehatan atau kematian yang disebabkan oleh mengkonsumsi
tidak dapat mem
baik berupa kerugian material maupun immaterial.
gian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salah
perbu si
atas kerugiannya itu. Tetapi untuk mendapatkan hak ganti rugi tersebut undang- ang lazim dipergunakan ialah uang. Oleh para ahli hukum maupun
jurisprudensi dianggap paling praktis dan paling sedikit menimbulkan selisih dalam menyelesaikan sengketa. Bentuk lain dalam penggantian kerugian yaitu benda dengan
benda in natura.
145
Produsen bertanggungjawab m m
produk pangan yang beracun atau berbahaya. Apabila produsen buktikan bahwa produk mereka tidak tercemar, maka produsen wajib membayar
ganti rugi Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa “tiap perbuatan melanggar
hukum, yang menimbulkan keru nya menertibkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
146
Kesimpulan dari pasal ini adalah setiap orang yang dirugikan oleh peristiwa atankelalaian, kurang hati-hati, berhak mendapatkan ganti rugi kompensa
144
Wiryono Projodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Sumur, 1990, hlm. 39.
145
BPHN, op.cit, hlm. 30.
146
Pasal 1365 KUHPerdata
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
undan kepad
pemb kesul
bentu nggungjwaban perbuatan tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi
yag dimaksud dalam Pasal 1365 bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang
ntuk kerugian yang disebabkan karena
ng jawab yang dikenal,
gung jawab atas dasar kesalahan the based on fault, liability based g membebankan pembuktian kesalahan orang lain dalam peristiwa tersebut
a mereka yang menggugat ganti rugi. Adanya pengakuan terhadap beban uktian terbalik akan menguntungkan kepada konsumen, terutama mengenai
itan dalam membuktikan bahwa produsen telah melakukan kesalahan dalam k memproduksimenjual makanan yang mengandung bahan berbahaya.
Perta juga karena kelalaian atau kurang hati-hati seperti
KUHPerdata “Setiap orang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga u
kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
147
D. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Produsen Dalam Ilmu Hukum