a. Diantara korbankonsumen disatu pihak dan produsen dilain pihak beban
kerugian resiko seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksimengeluarkan barang-barang di pasaran;
b. Dengan menerapkanmengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen
menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bila mana terbukti tidak demikian maka produsen harus bertanggung jawab;
c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak produsen yang
melakukan kesalahan dapat dituntut melalui proses tuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pedagang eceran kepada grosir, grosir kepada
distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang cukup panjang ini;
D. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Produk Makanan Yang Me
an pengawasan meliputi :
108
produksi; n;
ngandung Bahan-Bahan Berbahaya
Untuk memenuhi tujuan dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, perlu dilakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap terselenggaranya perlindungan konsumen secara memadai. Oleh karena itu, pembinaan d
1. Diri pelaku usaha;
2. Sarana dan prasarana
3. Iklim usaha secara keseluruha
108
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
4. Konsumen.
Dengan pembinaaan dan pengawasan ini diharapkan pemenuhan hak-hak konsumen dapat terjamin dan sebaliknya pemenuhan kewajiban-kewajiban pelaku
usaha sebagai produsen dapat dipastikan. Tanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
secara keseluruhan berada di tangan pemerintah Pasal 29 Undang-Undang No. 8 nggaraan
1. Me
n yang mengurusi kesejahteraan rakyat; asal 29 ayat 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
onsumen disebutkan bahwa pembinaan penyelenggaraan
1. Ter
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sehubungan dengan penyele perlindungan konsumen, maka menteri-menteri yang terkait bertugas untuk
menyelenggarakan pembinaan ini adalah :
109
nteri Perindustrian dan Perdagangan; 2.
Menteri Kesehatan; 3.
Menteri Lingkungan Hidup; 4.
Menteri-menteri lai Dalam P
Perlindungan K perlindungan konsumen dimaksudkan untuk :
110
ciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
2. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
109
Pasal 29 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
110
Pasal 29 ayat 4 Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang Perlindungan Konsumen
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
3. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen; Menurut Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan perlind
da dengan pembinaan, maka dalam pelaksanaan tugas pengawasan selain
t melakukan penelitian, pengujian, danatau pensurveian terhadap barang-barang
ang resiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan an peraturan
engawasan di atas berlaku untuk seluruh kegiatan usaha yang memproduksi dan mengedarkan barang dan jasa, untuk produk
pangan makanan ada peraturan khusus yang berlaku, yaitu Undang-Undang No. 7 ungan konsumen serta penerapan pelaksanaan ketentuan perundang-undangan
dilaksanakan oleh :
111
1. Pemerintah;
2. Masyarakat;
3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
Berbe dibebankan kepada pemerintah, juga dilimpahkan kepada masyarakat, baik
berupa kelompok, perorangan, maupun lembaga swadaya masyarakat. Masyarakat dapa
yang beredar di pasar. Aspek pengawasan yang dilakukan masyarakat ini meliputi : pemuatan informasi tent
label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentu perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
Kalau ketentuan pembinaan dan p
Tahun 1996 Tentang Pangan, Ketentuan tentang pembinaan terdapat dalam Bab VII
Perlindungan Konsumen
111
Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Pasal 4
dan pengawasan pangan adalah
at kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau
ang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan menyebutkan
115
dan pelatihan, terutama usaha kecil;
an usaha kecil, pen
9,
112
dan ketentuan tentang pengawasan terdapat dalam Bab IX Pasal 53 dan Pasal 54.
113
Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan disebutkan bahwa, “Tujuan pengaturan, pembinaan
:
114
1. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi
kesehatan manusia; 2.
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; 3.
Terwujudnya tingk sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
Pasal 49 Undang-Und bahwa, pemerintah melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya :
a. Pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan
pendidilan b.
Untuk mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kemampu
yuluhan dibidang pangan, serta penganekaragaman pangan; c.
Untuk mendorong dan mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi dibidang pangan;
Pangan
113
Bab IX Tentang Pengawasan Pangan Pasal 53 dan 54 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
112
Bab VII Tentang Pembinaan Pangan Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang
114
Pasal 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.
115
Lihat Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
d. Untuk mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan atau pengembangan
teknologi bidang pangan; e.
Penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan dibidang pangan f.
Pembinaan kerja sama internasional di bidang pangan, sesuai dengan kepentingan nasional;
g. Untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan penganekaragaman pangan yang
dikonsumsi masyarakat serta pemantap mutu pangan tradisional; Pembinaan yang dimaksud dalam praktiknya dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Depar
san ini, tugas pengawasan dilakukan oleh Balai Pengawasan di tiap-tiap provinsi sebagai bagian dari Direktorat
anan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelangg
pengawasan dilakukan oleh Balai POM, kedua-duanya adalah bagian dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
temen Kesehatan Republik Indonesia. Pasal 53 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan mengatakan bahwa yang berwenang melakukan pengawasan
atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan pangan ini adalah pemerintah.
116
Dalam rangka pengawa Obat dan Makanan Balai POM
Jenderal Pengawasan Obat dan Mak yang berwenang dalam melakukan
aran hukum di bidang pangan ayat 1. Jadi, perlu diperhatikan bahwa tugas pembinaan di bidang pangan dilakukan oleh Dinas Kesehatan, sedangkan tugas
116
Lihat Pasal 53 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Perlindungan hukum terhadap konsumen didasarkan pada pemahaman umum masyarakat tentang kepentingan mereka sebagai konsumen, maka bahasan tentang
kepenti
osial ekonomi;
k konsumen; gan konsumen sebagaimana telah disepakati bersama oleh
tan Bangsa-Bangsa dalam Resolusi tentang Pedoman memerlukan prasarana dan sarana hukum
ndonesia YLKI mengelompokkan hak konsumen
. ngan konsumen ini dilakukan dengan menggunakan pengelompokan yaitu :
117
a. Kepentingan fisik;
b. Kepentingan s
c. Kepentingan hukum konsumen
d. Kepentingan fisi
Berbagai kepentin semua anggota Perserika
Perlindungan Konsumen Resolusi 39248 untuk dapat diwujudkan bagi kepentingan rakyat.
118
Yayasan Lembaga Konsumen I kepentingan hukum konsumen tercermin dalam bentuk berbagai
sebagai berikut : a.
Hak atas keamanan dan keselamatan; b.
Hak Informasi; c.
Hak untuk memilih; d
Hak Untuk di dengar; e.
Hak atas lingkungan hidup yang baik;
dalam hal ini konsumen dari beban kewajiban pembuktian, dengan demikian konsumen hanya hlm.664.
117
Selain itu juga prinsip strict liability bertujuan untuk membebaskan penggugat yang mengungkapkan faktanya saja, sementara produsen yang membuktikan bahwa produksinya aman pada
saat dipasarkan pada konsumen, Page Keeton, Case Materialis on Fort on Accident Law, USA, 1989,
118
AZ. Nasution, op.cit, hlm. 61.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan pada kepentingan konsumen dapat terjadi karena :
a. Terjadinya gangguan atas fisik, jiwa, atau harta benda konsumen;
sumebr ekonomi
c.
kon atau
kon ”mi
atau ant
;
levels and bargaining power”. Karena kelemahan-kelemahan itu, m
konsumen. Bahkan karena ”mi
ngan perlindungan pada kepentingan b.
Tidak diperolehnya keuntungan optimum dari penggunaan konsumen antara lain gaji, upah, honor dan sebagainya dalam perolehan
barangjasa kebutuhan konsumen; Seharusnya hukum yang melindungi konsumen;
Gangguan kepentingan konsumen tersebut dapat menimbulkan kerugian pada sumen, baik dalam bentuk kerugian harta, gangguan pada kesehatan tubuh dan
ancaman atas keamanankesehatan jiwa konsumen. Gangguan pada kepentingan sumen ini, secara langsung atau tidak langsung, terpengaruh pula oleh
skinnya” hukum yang dapat dimanfaatkan konsumen untuk mengakkan hak dan melindungi kepentingannya. Penyebab gangguan atas kepentingan konsumen itu
ara lain adalah : a. Kelemahan yang melekat didiri konsumen penyebab intern
Kelemahan konsumen adalah dari segi pendidikan, kemampuan ekonomis atau daya tawar dan juga dari segi organisasinya. Resolusi PBB 39284 memberikan
gambaran kelemahan tersebut sebagai ”imbalances in economic terms, educational
konsumen sering berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dala hubungannya dengan para penyedia barang dan jasa
skinnya hukum indonesia” berkenaan de
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
konsumen ini, tidak jarang konsumen yang dirugikan tanpa kesalahan pada
dik dan atau mengakkan hak-haknya.
ri pemerintah. Resolusi PBB tentang
gan yang merugikan konsumen;
yang tidak sehat, sehingga pilihan konsumen dipersempit dan
aratan kredit yang tidak adil. en yang lebih rinci termuat dalam Resolusi PBB 39248
er Protection, bagian II General pihaknya dalam berhubungan dengan penyedia barang atau jasa, hampir dapat
atakan ”tidak mampu” menuntut ganti rugi b. Sesuatu bentuk praktek niaga tertentu penyebab ekstern;
Praktek-praktek niaga yang merugikan konsumen perilaku bisnis niaga negatif memerlukan pengaturan dan perlindungan da
Perlindungan Konsumen antara lain menyebutkan butir 14 sd 19, Resolusi PBB 39248 :
119
1. Perbuatan-perbuatan yang tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan; 2.
Praktek perdagan 3.
Pertanggungjawaban produsen yang tidak jelas; 4. Persaingan
dengan harga yang menjadi tidak murah; 5.
Tidak tersedianya suku cadang dan pelayanan purna jual; 6.
Kontrak baku sepihak dan penghilangan hak-hak essensial dari konsumen dan 7.
Persy Kepentingan konsum
tahun 1985. Dalam Guidlines for Consum
119
Lihat Butir 14 sd 19 Resolusi PBB 39248.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Principles, angka 3, digariskan kepentingan konsumen legitimate needs yang dimaksudkan, yaitu :
120
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
kea
rele kut kepentingan mereka.
men seperti Undang-undang
ai cabang dan bidang hukum lain, karena rdapat pihak yang berprediket
manannya; b.
Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen; c.
Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan
pribadi; d.
Pendidikan konsumen; e.
Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; f.
Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang van dan memberikan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang
menyang Ruang lingkup perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan
ampungnya dalam satu jenis perundang-undangan Perlindungan Konsumen UUPK. Hukum perlindungan konsumen selalu
berhubungan dan berinteraksi dengan berbag pada setiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa te
sebagai “konsumen”. Keperluan adanya hukum untuk memberikan perlkindungan
120
Lihat Resolusi PBB 39248 Tahun 1985. Dalam Guidlines for Consumer Protection, bagian II General Principles, angka 3.
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
konsumen Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional kita, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
n konsumen yang mengandung unsur keterbukaan aks
pastian hukum;
pelaku usaha; c.
Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; praktik usaha yang menipu dan
menyesatkan; e.
Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang- bidang lain;
Adapun norma-norma perlindungan terhadap konsumen dalam UUPK dapat kita jumpai dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 Angka 1 menyebutkan :
122
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
emberikan perlindungan kepada konsumen”. Menurut Nurmardjito, bahwa pengaturan perlindungan konsumen dilakukan
dengan:
121
a. Menciptakan sistem perlindunga es dan informasi, serta menjamin ke
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari
untuk m
121
Husni Syawali dan Neni Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan Pertama,
Bandun at Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsum g: Mandar Maju, 2000, hlm. 7.
122
Lih en
Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009
Pasal 2 menyebutkan :
123
“Perl dan kesel
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN ATAU PELAKU USAHA