Teknik Pengumpulan Data : tartrazine. Pengawet, seperti : asam benzoat, asam propionat, asam Penyedap Rasa dan Aroma, seperti : monosodium glutamat.

Pangan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan b. Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur tikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan Hukum Tertier m, kamus bahasa Indonesia. litian ini adalah memusatkan perhatian pada data sekunder aka pengumpulan data utama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan en-dokumen, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut Konsumen. Bahan Hukum Sekunder bahan bacaan berupa buku, ar komentar atas putusan pengadilan. c. Bahan Bahan-bahan yang bersifat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus huku

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat pene m dan studi dokum : a. Menginventarisir dan menilai peraturan perundang-undangan yang terkait dan relevan dengan penulisan tesis ini. b. Menginventarisir dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, bulletin yang menunjang dan memperkaya penulisan tesis ini. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009

4. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan mengimplementasikan data menurut jenisnya berdasarkan masalah pokok. Karena datanya mengarah pada kajian yang ersifat teoritis mengenai konsepsi, doktrin-doktrin dan norma-norma atau kaidah ukum, maka analisi data dilakukan dengan cara normatif kualitatif, artinya penulis erusaha menggambarkan keadaan yang ada dengan berdasarkan kepada data-data ang diperoleh melalui studi pustaka bahan sekunder. Kemudian data dianalisis engan dihubungkan kepada pendapat para ahli dan teori-teori yang mendudkung alam pembahasan sehingga dapat ditarik kesimpulan secara indikatif yang penarikan esimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus menuju kepada hal yang bersifat umum. b h b y d d k Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009

BAB II KETENTUAN DAN STANDAR MUTU SUATU PRODUK MAKANAN

G BAHAN-BAHAN BERBAHAYA Yang Mengandung Bahan-Bahan Berbahaya ntuk menyatukan persepsi dalam pembahasan maka perlu diberikan pembat ejenisnya akan tetapi bukan obat”. 43 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180Men.KesPerIV85 DIGOLONGKAN KEPADA MAKANAN YANG MENGANDUN

A. Peraturan Perundang-undangan Yang Mengatur Tentang Produk Makanan

U asan pengertian tentang makanan dan pangan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men.KesPerXII76 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan, Makanan adalah: “Barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan s Tentang Makanan Daluarsa, Makanan adalah: “Barang yang diwadahi dan diberikan Makanan. 43 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men.KesPerXII76 Tentang Produksi dan Peredaran Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 label da tentang dimaka digunakan pada produk baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan bahan baku pangan, dan bahan lain digunakan dalam proses penyiapan, tu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup. Dengan demikian, pengad n yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia akan tetapi bukan obat”. 44 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382Men.KesPerIV89 Pendaftaran Makanan, Makanan adalah: “Barang yang dimaksudkan untuk n atau diminum oleh manusia serta semua bahan yang si makanan dan minuman”. 45 Pengertian pangan dapat dilihat pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan pada Pasal 1 ayat 1 menyatakan : 46 “1 Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari : sumber hayati dan air, dan minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan, pengelolaan, dan atau pembuatan makanan atau minuman”. Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan makanan yang aman, bermu aan dan pendistribusiannya pun harus dilakukan secara jujur dan bertanggungjawab sehingga tersedia makanan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berkaitan dengan pengadaan makanan dimaksud, tidak tertutup kemungkinan beredarnyan makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan: aman, 44 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180Men.KesPerIV85 Tentang Makanan Daluarsa. sPerIV89 Tentang Pendafta 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 45 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382Men.Ke ran Makanan 46 Pasal 1 ayat Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 bermutu, dan bergizi, seperti tersebut di atas sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. 47 Sebagai antisipasi para konsumen dituntut untuk bersikap kritis dan cerdas dalam mencermati makanan-makanan yang dihadapi. Selain itu pula, masih ada beberapa penjelasan mengenai berbagai kesalahan penanganan, perlakuan, serta pengolahan makanan yang sering terjadi sehingga mengakibatkan bahan tambahan makanan yang semula tidak berbahaya justru menjadi berbahaya bagi konsumen. Bahan-Bahan tersebut diatas kemudian dikenal dengan istilah Bahan Tambahan Makanan BTM atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan BTP. 48 Bahan tambahan makanan BTM adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetap dosis maksimum penggunaannya juga telah tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya i sertifikat aman. kan, ada beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan BTM ini, 49 Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian ditetapkan. Ketiga, Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang zat pewarna yang sudah dilengkap ngan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 20 47 Janus Sidabalok, Hukum Perlindu 06, hlm. 122. 48 Nurheti Yuliarti, Op. Cit, hlm. 7. 49 Ibid. hlm. 7. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 Agar konsumen dapat memilih bahan tambahan makanan yang akan tambahan makanan Makanan BPOM, diantaranya : 50 sorbat, natrium benzoat,

2. : tartrazine.

Pe digunakan, ada baiknya konsumen mengenal beberapa bahan yang aman digunakan, yakni yang telah diizinkan oleh Badan Pengawasan obat dan

1. Pengawet, seperti : asam benzoat, asam propionat, asam

dan nisin. Pewarna, seperti 3. manis, seperti : aspartam, sakarin, dan siklamat.

4. Penyedap Rasa dan Aroma, seperti : monosodium glutamat.

5. Antikempal, seperti : alumunium silikat, magnesium karbonat, dan trikalsium fosfat. 6. Antioksidan, seperti : asam askorbat, dan alfa tokoferol. 7. Pengemulsi, pemantap, dan pengental, seperti : lesitin, sodium laktat, dan potasium laktat. Sangat disayangkan, banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan atau bukan merupakan bahan tambahan makanan yang justru ditambahkan ke dalam makanan. Hal ini tentu saja sangat membahayakan konsumen. Mengapa hal ini terjadi? Banyak hal yang ingin dicapai, di antaranya pedagang ingin makanannya menjadi awet, sementara ia tidak mempunyai pengetahuan mengenai cara pengawetan makanan yang benar. Selain itu, mungkin 50 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722Men.KesPer88 Tentang Bahan Tambahan Makanan yang aman digunakan. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 saja ia mengetahuinya bahwa suatu pengawet formalin berbahaya untuk ditambahkan ke dalam makanan, tetapi tetap saja dilakukan mengingat harganya yang sangat murah. Di samping itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada. Terlebih lagi konsumen tidak bisa membedakan ciri-ciri makanan yang mengandung bahan berbahaya sehingga bahan- bahan tersebut makin sering ditambahkan ke dalam makanan. 51 Hal lain yang menyebabkan produsen menambahkan bahan berbahaya adalah tingkah laku konsumen itu sendiri. Sejumlah konsumen ingin makanan dengan warna mencolok sehingga produsen terdorong menambahkan pewarna tekstil untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, mengingat pewarna makanan hanya memberikan warna yang lebih lembut, tidak semencolok pewarna tekstil ataupun kertas. Sejumlah produsen atau bakso yang dijualnya. 52 Dengan kenyataan ini anya konsumen, melainkan juga para pedagang menambahkan bahan berbahaya untuk makanan yang n? Karena dengan berkembangnya berbagai isu ikut tidak laku seperti halnya barang dagangan n bahan berbahaya ke dalam makanan yang pelaku usaha juga ingin bakso kenyal yang tahan berhari-hari sehingga produsen menambahkan formalin ke dalam sebenarnya yang dirugikan tidak h yang bersih, yaitu yang tidak mereka jual. Mengapa turut merugika yang ada maka dagangan mereka pedagang nakal yang menambahka mereka jual. 53 Ibid, hlm. 8. 51 Nurheti Yuliarti, 52 Ibid, hlm. 9. 53 Ibid, hlm. 10. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 Beberapa bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan dalam makanan, di ; 2. For fenikol, kalium klorat; 6. Asa 7. Rho 8. Methanyl yellow pewarna kuning; asal 10: 1 Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses ayat 1; Dalam Pasal 11 juga disebutkan: antaranya adalah : 54 1. Natrium Tetraboraks boraks malin formaldehid; 3. Minyak nabati yang dibrominasi; 4. Kloram 5. Nitrofurazoa, dietilpilokarbonat; m salisilat beserta garamnya; damin B pewarna merah; 9. Kalsium bromat pengeras; Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan juga diatur tentang bahan-bahan tambahan panganmakanan, antara lain: P menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan 2 Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam 55 54 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168Men.KesPer1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan yang dilarang. 55 Pasal 10 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 “...Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum keamananya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah....”. 56 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men-KesXII1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan Pasal 1 angka 6 menyatakan ketentuan yang berkenaan dengan standar mutu makananminuman: “standar mutu adalah suatu ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan mengenai nama, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, komposisi, wadah, pembungkus serta ketentuan lain untuk pengujian tiap jenis makananminuman”. Bagi produsen atau pelaku usaha makananminuman yang melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men-KesXII1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan dikenakan penindakan. Pasal 34 menyatakan: “pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 2, 10, 21, 22, dan 23 peraturan ini yang berhubungan dengan perbuatan pidana dihukum berda “terhadap makanan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan 57 sarkan Pasal 204, 205, 212 KUH Pidana dan Pasal 386 KUH Perdata”. 58 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382Men- KesPerVI1989 Tentang Pendaftaran Makanan dalam Pasal 19 menyatakan: 56 Pasal 11 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 57 Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men-KesXII1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan 58 Pasal 34 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329Men-KesXII1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan menyatakan “pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetap 205, 212 KUH Pidana dan Pasal 386 KUH Perdata. kan dalam pasal 2, 10, 21, 22, dan 23 peraturan ini yang berhubungan dengan perbuatan pidana dihukum berdasarkan Pasal 204, Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 penil atau makanan yang diproduksi atau diedarkan ternyata membahayakan atau peredaran dan melaporkan pelaksanaannya kepada Direktur Jenderal atau 2. Jika dalam waktu 2 dua bulan produsen atau importir tidak melaksanakan nomor pendaftaran atau hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan 3. Keputusan tentang sanksi tersebut di atas diumumkan kepada masyarakat luas; Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180Men-KesVI1985 Tentang Makanan Daluarsa Pasal 3 menyatakan: “makanan yang rusak, baik sebelum maupun sesudah tanggal daluarsa dinyatakan sebagai bahan berbahaya”. Dalam Pasal 5 ayat 1 dinyatakan: “pelanggaran terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi hukum lainnya sesuai dengan keten Penca lam Pasal 5 menyatakan: aian kembali apabila berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi ditemukan hal-hal yang tidak sesuai”. 59 Pasal 20 juga menyatakan: 60 1. Perusahaan atau importir yang melanggar Pasal 19 atau Pasal 51 peraturan ini, mengganggu kesehatan, wajib menarik makanan yang bersangkutan dari pejabat yang ditunjuk menggunakan formulir M6; sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan dikenakan pencabutan perundang-undangan yang berlaku; 61 62 tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 82Men-KesKSI1996 Tentang ntuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan da 63 59 Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382Men-KesPerVI1989 Tentang Pendaftaran Makanan. Makanan. 60 Pasal 20 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382Men-KesPerVI1989 Tentang Pendaftaran 61 Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180Men-KesVI1985 Tentang Makanan Daluarsa 62 Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180Men-KesVI1985 Tentang Makanan Daluarsa 63 Pasal 5 Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 82Men-KesKSI1996 Tentang Pencantuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 “Produsen atau importir yang mencantumkan tulisan “halal” harus bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut”. Pasal 16 juga menyatakan: 64 1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan sanksi dan atau KUH Pidana; Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, pelanggaran terhadap Mengandung Bahan-Bahan Berbahaya Perusahaan makanan dan minuman kemasan di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa banyak sekali makanan kemasan yang diproduksi hanya mementingkan aspek selera konsumen tanpa mengindahkan aspek kesehatan. Makanan kemasan memang sangat menolong bagi konsumen yang memliki kesibukan sangat padat. Dengan makanan kemasan pula konsumen tidak lagi merasakan repotnya membuat mie goreng atau rebus, mengingat saat ini telah ada mie instan yang dapat disajikan dengan cepat dan rasanya pun tak kalah dengan mie tradisional. Makanan kemasan yang siap saji dan instan itu dikenal dengan istilah Junk Food. Junk Food adalah kata lain untuk makanan yang jumlah kandungan nutrisinya terbatas. Umumnya yang termasuk dalam golongan junk food pidana berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 2. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam KUH Pidana dan atau Undang- ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif;

B. Lembaga Yang Berwenang Mengatur Produk Makanan Yang

“Halal” Pada Label Makanan 64 Pasal 16 Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 82Men-KesKSI1996 Tentang Pencantuman Tulisan Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 adalah makanan yang kandungan garam, gula, lemak dan kalorinya tinggi, tetapi kandungan gizinya sedikit. 65 Peranan bahan tambahan makanan BTM atau yang sering disebut pula bahan tambahan pangan BTP sangatlah besar untuk menghasilkan produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan BTM bertujuan membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, dengan rasa dan tekstur lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan tambahan makanan BTM yang telah terbukti aman sebenarnya tidak membahayakan kesehatan. Namun demikian, penggunaannya dalam dosis yang terlalu tinggi atau melebihi ambang yang diizinkan mungkin akan menimbulkan problem kesehatan yang serius. Hal yang menjadi permasalahan berat di negeri ini adalah banyak sekali kebohongan publik yang dilakukan oleh produsen makanan kemasan. Seringkali produsen atau pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar dari produk yang mereka hasilkan, misalnya memberikan label komposisi yang berbeda dengan kandungan yang sebenarnya, baik itu jumlah maupun jensi bahan yang ditambahkan, membuat iklan-iklan yang terlalu melebih- lebihkan produk mereka, misalnya sejumlah minuman yang berkhasiat untuk kesehatan padahal sebenarnya minuman tersebut hanya sekedar pelepas dahaga tanpa khasiat yang luar biasa bagi kesehatan. 66 Semakin meningkatnya jumlah kasus keracunan makanan disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih 65 Reni Wulan Sari, Bahaya Makanan Cepat saji dan Gaya Hidup Sehat, Yogyakarta: Penerbit O2, 2008, hlm. 111. 66 Ibid, hlm. 62. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 cenderung untuk menyukai makanan siap santap yang disediakan oleh katering atau rumah makan, makin meningkatnya jumlah manusia yang rentan terhadap penyakit karena faktor umur, kondisi kesehatan dan pola hidup, sistem komunikasi yang lebih maju, dan kepedulian yang semakin meningkat terhadap keamanan pangan. Dari data yang ada, ternyata kasus keracunan yang muncul pada umumnya terjadi pada makanan siap santap yang diolah secara massal. Makanan ini ternyata lebih berpeluang untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen . Dari berbagai kasus keracunan tersebut, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya kebersihan individu maupun sanitasi lingkungan. 67 Keracunan dapat terjadi karena beberapa hal, di antaranya aktivitas mikroorganisme. Keracunan akibat mikroorganisme ini dapat dibedakan menjadi food intoxication dan food infection. Food intoxication adalah keracunan yang terjadi karena tercemarinya makanan oleh toksin yang ada dalam makanan. Kasus ini bisa disebabkan oleh tercemarnya makanan tersebut oleh eksotoksin yang dihasilkan Clostridium botulinum maupun enterotoksin yang dihasilkan staphylococci. Adapun food infection terjadi karena makanan terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen penyebab sakit seperti Salmonella, Proteus, Escherchia, dan Pseudomonas yang ada dalam makanan tersebut. Lebih lanjut, untuk menghindari keracunan makanan akibat pencemaran mikroorganisme, diharapkan mengkonsumsi 67 narno, Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 228. F.G. Wi Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 makanan yang telah dimasak atau diolah secara sempurna. Pemasakan secara sempurna mampu mengatasi terjadinya kontaminasi bakteri ataupun toksin di atas. 68 Kasus keracunan makanan dapat pula disebabkan oleh bahan kimia. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua bahan kimia adalah beracun. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia ini akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Contoh zat kimia beracun ini adalah senyawa merkuri yang dapat menimbulkan kelainan genetik atau keracunan. Adapun senyawa organik yang mengandung cincin benzena, senyawa nikel, dan chrom dapat bersifat karsinogenik atau menyebabkan terjadinya kanker, sakit kepala, gangguan pencernaan. dll. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis an me d nyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Berbagai jenis zat dapat menjadi racun bagi konsumen. Berbagai senyawa kimia lain juga bukan merupakan bahan tambahan makanan, tetapi sering digunakan di Indonesia, di antaranya Dulsin Nitrofurazon, Asam Salisilat, Diethylpyrocarbonate DEPC, serta Pottasium Bromat. Manifestasi keracunan makanan dapat bersifat akut maupun kronis. Keracunan yang bersifat akut antara lain diare, muntah, dan penyakit gastrointestinal lain, sementara yang bersifat kronis dapat mengakibatkan gangguan syaraf sampai kanker. 69 Terhadap hal-hal di atas pemerintah segera membentuk suatu 68 Ibid. 69 Ibid, hlm. 229. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 lembaga-lembaga yang bertugas sebagai pengawas sekaligus mengatur tentang bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam produk makanan tersebut, antara lain: aan ke lokasi industri. Selama industri berjalan eroperasi dilakukan pengawasan dan pemeriksaan melalui laporan berkala yang harus disampaikan oleh pengusaha dan melalui pemeriksaan ke lokasi industri secara

1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan DEPERINDAG