Harapan Untuk Pulih Dari Napza Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy opium Kerangka Berpikir

29 3. Pemikiran tentang agency pribadi dan seberapa efektif seseorang dalam mengikuti jalur atau menjalankan cara menuju pencapaian tujuan. Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan berdasarkan situasipengalaman masa lalu dan berkembang melalui dua cara, yaitu: 1. Pemikiran tentang jalur atau cara menuju pencapaian tujuan berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan korelasi dan kausalitas. 2. Pemikiran tentang agency berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan diri sendiri sebagai pelaku atau diri sendiri dalam hubungan sebab akibat dari berbagai pengalamannya.

2.2 Pulih Dari Napza

2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza

Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza

Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma- norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut. 30

2.4 Persepsi

2.4.1 Pengertian Persepsi

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu Leavitt, dalam Sobur 2003. Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Robbins mendefinisikan persepsi sebagai berikut: Perception is a process by which individuals organize and interpret their sensory impression in order to give meaning to their envionmen. Robbins: 2001. Definisi Robbins menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. Morgan 1986 mendefinisikan persepsi sebagai: Perception refer to the way the world looks, sounds, feels, tester, or smell in other word percepstion can be defined as whatever is experienced by a person. Yakni, persepsi berhubungan mengenali dunia melalui indera penglihatan, pendengaran, perasa atau penciuman atau dengan kata lain persepsi bisa didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman manusia. 31 Selain itu menurut Rice 1998 persepsi adalah interpretasi dan organisasi dari informasi yang diteruskan ke otak oleh indera. Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif. Setelah melakukan proses interpretasi, individu kemudian melakukan proses organisasi dimana ia memilah-milah informasi baru dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi serupa yang telah disimpan di long-term memory. Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya oleh individu yang bersangkutan Rice, 1998.

2.4.2 Proses Persepsi

Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan. Menurut rumusan ini, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan stimulus-respons, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Sub proses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran Sobur, 2003. 32 Penalaran Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan Perasaan Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Sudah tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus S-R dikemukakan di sini karena telah diterima secara luas oleh oleh para psikolog dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial lainnya Hennessy, dalam Sobur 2003.

2.4.3 Komponen Persepsi

Menurut Sobur 2003 dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu: 1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. 33 3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Robbin 2001 diantara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu : 1. Orang yang melakukan persepsi, adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: a. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. b. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada di dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. c. Interest atau ketertarikan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu. d. Harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang tersebut. 2. Target atau objek persepsi, karakteristik atau objek persepsi yang dipersepsikan bisa mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu karakteristik personal sikap maupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap perceiver, karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain. 34 3. Faktor situasi yaitu situasi saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain: a. Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan lingkungan sosialnya. b. Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan. c. Waktu, pada saat kapan objek persepsi tersebut dipersepsikan.

2.5 Therapeutic Community TC

2.5.1 Filosofi

Program Therapeutic Community berlandaskan pada folosofi dan slogan- slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis unwritten philosophy. Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis unwritten philosophy adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004.

2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community yang tertulis The Creed

Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam Therapeutic Community. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berpikir dalam program 35 Therapeutic Community yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. THE CREED I am Here, Because There Is No Refuge Finally From My Self Until I Confront My Self In The Eyes And Heart Of Others I am Running Until Suffer Them To Share My Secrets I Have No Safety From Them Afraid To Be Known I Can Know Neither My Self Nor Any Other Where Else But In Our Common Ground Can I Find Such A Mirror Here Together I Can At Last Appear Clearly To My Self Not As A Giant Of My Dreams Nor The Drawf Of My Fears But As A Pearson Part Of The Whole With My Share In Its Purpose In This Ground I Can Take Root And Grows Not Alone Anymore As In Death But A Live To My Self And To other 36 “Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya dimata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Di mana lagi kalau bukan disini, dapatkah saya melihat cermin diri ini? Di sinilah, akhirnya, saya melihat cermin diri ini. Disinilah akhirnya saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil didalam ketakutannya. Tetapi seperti seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”

2.5.1.2 Filosofi Tidak Tertulis Unwritten Philosophy

Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk perilaku baru yang sesuai dengan Unwritten Philosophy BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Filosofi-filosofi dibawah ini tidak mengenal hirarki, dalam arti tidak ada yang lebih penting dari yang lain, melainkan merupakan nilai-nilai kehidupan yang seluruhnya diterapkan dalam aktivitas keseharian para residen di panti rehabilitasi facility BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. 37 Act as it You can’t keep it unless You give it away To be Aware is To be alive Do Your things right everything else will follow Understanding is rather Than to be Understood Compensation is valid Be careful what You ask for, You Might just get it Blind Faith No free lunch Trust your enviorentmen Honesty Personal growth before vested status What goes around shall comes around

2.5.2 Pengertian Therapeutic Community TC

Therapeutic Community TC adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika. Therapeutic Community TC adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi 38 masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri BNN.

2.5.3 Konsep Therapeutic Community TC

Menurut Winanti, konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri sendiri, dapat dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa: a. Setiap orang bisa berubah. b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah. c. Setiap individu harus bertanggung jawab. d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan. e. Adanya partisipasi aktif.

2.5.4 Komponen Therapeutic Community

Dalam menjalankan metode Therapeutic Community, tidak cukup hanya menerapkan filosofi tertulis dan tidak tertulis saja. Masih ada komponen lain yang disebut sebagai empat struktur dan lima pilar four structures and five pillars BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004.

2.5.4.1 Kategori Empat struktur 1. Behavior Management Shaping pembentukan tingkah laku

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat. 39

2. Emotional and Psychological pengendalian emosi dan psikologi

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup, cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif.

3. Intelectual and Spiritual pengembangan pemikiran dan kerohanian

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral dan sosial.

4. Vocational and Survival keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi

serta bertahan hidup Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya.

2.5.4.2 Kategori Lima Pilar 5 tonggak dalam program 1. Family Milieu Concept Konsep Kekeluargaan

Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses dan pelaksanaannya.

2. Peer Pressure Tekanan Rekan Sebaya

Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku.

3. Therapeutic Session Sesi Terapi

Yaitu suatu metode yang menggunakan pertemuan sebagai media penyembuh. 40

4. Religious Session Sesi Agama

Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen.

5. Role Modeling Ketauladanan

Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan.

2.5.5 Cardinal Rules

Di luar filosofi tertulis, tidak tertulis, empat struktur dan lima pilar, ada hal yang dianggap tabu untuk dilakukan pada sebuah fasilitas TC. Hal-hal ini disebut juga sebagai peraturan-peraturan utamaBNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Cardinal Rules merupakan peraturan utama yang harus dipahami dan ditaati dalam program Therapeutic Community, yaitu: - No Drugs tidak diperkenankan menggunakan narkoba - No Sex tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam bentuk apapun - No Violence tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik

2.5.6 Tahapan Program

2.5.6.1 Proses penerimaan Intake Process

Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk memasuki tahapan Primary BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. 41

2.5.6.2 Tahap Awal Primary Stage

Primary Stage adalah tahapan program rehabilitasi sosial melalui pendekatan Therapeutic Community, dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi residensi berikutnya. Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen. Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan kurang lebih selama 3 sampai 6 bulan. Primary terbagi dalam beberapa tahap, yaitu: a. Younger Member Pada tahap ini residen mulai mengikuti program dengan proaktif, artinya ia telah dengan aktif mengikuti program yang telah ditetapkan oleh lembaga. Residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan kesalahan diberi sanksi tetapi masih diberikan pula toleransi-toleransi dengan batasan-batasan tertentu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk lebih mengenal peraturan-peraturan, filosofi, proses atau prosedur dan terminologi istilah- istilah yang digunakan dalam Therapeutic Community. b. Middle Peer Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional pantilembaga, membimbing younger member dan induction residen yang masih dalam proses orientasi, menerima telefon tanpa pendamping, meninggalkan panti bersama didampingi orang tua dan senior Day With Companion secara bertahap mulai 4 jam sampai dengan 12 jam. 42 Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, komunitas, dan panti sosiallembaga, dan untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. c. Older Member Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada staf dan lebih bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional panti dan bertanggung jawab terhadap residen yunior. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, seluruh komunitas, dan terhadap operasional panti. Untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri residen terhadap lingkungan luar yaitu: keluarga peer group dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan kelompok yang ada dalam tahap ini adalah:

a. Morning Meeting

Morning meeting adalah komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen. Morning meeting merupakan satu forum untuk membangun nilai-nilai sistem pada kehidupan yang baru berdasarkan Written Phylosophy, Honesty, Trust Environment, Responsibility, dan Comitment. Tujuan morning meeting: 1. Mengawali hari agar menjadi lebih baik. 2. Image Breaking membangkitkan kepercayaan diri. 43 3. Melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain. 4. Mengidentifikasi perasaan 5. Membalas Issue keseluruhan rumah yang harus diselesaikan oleh kemunitas.

2.5.6.3 Encounter Group

Group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi perilaku agar menjadikan lebih disiplin. Tujuan Encounter Group yaitu: 1. Kehidupan komunitas yang sehat. 2. Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab. 3. Berani mengungkapkan perasaan. 4. Membangun kedisiplinan. 5. Meningkatkan tanggung jawab.

2.5.6.4 Static Group

Static Group adalah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community. Kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Tujuan Static Group yaitu: 1. Membangun kepercayaan antara sesama residen dan konselor. 2. Image Breaking membangkitkan rasa percaya diri. 3. Menjadikan satu tanggung jawab moril atas permasalahan temannya. 4. Mencari solusi atau masalah. 44

2.5.6.5 PAGE Peer Accountability Group Evaluation

PAGE adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan kepekaan terhadap prilaku komunitas. Tujuan PAGE yaitu: 1. Residen mendapatkan masukan sehingga dapat mengubah perilakunya 2. Menyadari akan kekurangannya. 3. Membangkitkan akan rasa percaya diri. 4. Membangun komunitas yang sehat.

2.5.6.6 Haircut

Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada reisden yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi talking to teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan pull up peringatan dan nasihat yang disampaikan pada forum morning meeting. Tujuan Haircut yaitu: a. Mengubah tingkah laku negatif residen yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang. b. Untuk memberikan shock therapy. c. Untuk melibatkan residen yang senior agar berperan serta dalam mengubah tingkah laku residen yang lain. 45

2.5.6.7 Wrap Up

Wrap up adalah suatu kegiatan yang membahas perjalanan kehidupan selama 1 hari. Tujuan wrap up yaitu: a. Meningkatkan kejujuran antara sesama residen dan staf. b. Image Breaking membangkitkan kepercayaan diri.

2.5.6.8 Learning Experinces

Learning Experiences adalah bentuk-bentuk sanksi yang diberikan setelah menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Tujuannya agar residen belajar dari pengalamannya untuk dapat mengubah perilaku behavior shapping.

2.5.7 Tahap Lanjutan Re-Entry Stage

Re-entry Stage adalah suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer dengan tujuan mengembalikan residen kedalan kehidupan masyarakat resosialisasi pada umumnya BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan. Tahap ini meliputi :

1. Orientasi

Yaitu tahap adaptasi terhadap lingkungan re-entry pengenalan program. Di dalam orientasi residen didampingi oleh buddy dengan syarat sudah lepas dari orientasi yang ditunjuk oleh staf. Selama orientasi, residen tidak boleh meninggalkan facility. 46 Tahap ini dilaksanakan selama 2 minggu. Residen belum mendapatkan uang jajan, tidak boleh bertemu orang tua, dan sanksi atas pelanggaran berupa tugas-tugas rumah task. Tujuan : Agar residen mengetahui dan memahami program-program yang ada dalam tahap lanjutan.

2. Fase A

Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa: uang jajan setiap minggu; dapat dikunjungi orang tua setiap waktu; diberikan ijin pulang menginap 1 malam 2 minggu sekali pada malam minggu tergantung performance dan request kepada stafkonselor. Residen juga boleh mempunyai aktifitas di luar panti bersama residen lain misalnya Narcotic Anonymous Meeting, Sport Out Doors, acara ulang tahun salah satu residen tetapi harus bersama residen lain. Tujuan : a Meningkatkan kemampuan residen dalam menghadapi dan memecahkan masalah dalam keluarga. b Melatih kemampuan residen untuk mengelola waktu dan uang.

3. Fase B

Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa : boleh melakukan aktifitas di luar seperti les, kuliah, bekerja : boleh meminta tambahan uang saku sesuai dengan kebutuhan; memperoleh ijin pulang menginap 2 malam 2 minggu 47 sekali hari Jumat, Sabtu, Minggu. Hal-hal lain seperti pada Fase A. Pada setiap residen datang dari luar panti harus dilakukan spot check pemeriksaan. Tujuan : Agar residen mulai dapat mengimplementasikan rencana yang dibuat pada Fase A untuk mencapai karir dan tujuan-tujuan kehidupan.

4. Fase C

Pada fase ini residen memiliki hak yang sama seperti pada Fase A dan B yang berbeda pada home leave ijin pulang tergantung request dan keputusan staf, misalnya hari Senin, Selasa, Rabu hari biasa dengan tujuan agar residen dapat mengantisipasi apabila di rumah tidak ada orang tua. Tahap berikutnya residen boleh pulang sampai dengan satu minggu tinggal di rumah tergantung penilaian staf, datang ke panti hanya apabila mengikuti kegiatan kelompok tertentu. Apabila residen sudah melewati Fase A, B, C dengan baik, residen akan mendapatkan konseling perorangan untuk menentukan apakah residen dapar resosialisasi ke masyarakat atau tidak. Dalam fase ini juga dilakukan family counseling yaitu konseling yang dilaksanakan antara konselor dengan orang tua membahas isu-isu yang ada di keluarga, apakah sudah diselesaikan atau belum, apakah orang tua siap menerima anaknya atau belum. Kemudian dilakukan pula final counseling konseling akhir yang diikuti oleh staf, residen dan orang tua untuk mempersiapkan residen kembali ke rumah dan orang tua kembali menerima anaknya dan membuat komitmen-komitmen dari isu-isu yang ada. Tujuan : a Meningkatkan kemandirian residen. b Menstabilkan perubahan yang terjadi dalam diri residen dan keluarganya. 48 c Sosialisasi. d Melatih untuk dapat menghadapi dan mengatasi tekanan dari luar secara langsung. Group yang ada di Re-entry : 1 The Circle 2 Male awarenes 3 Crakel Barel 4 Seminar 5 Religious Session 6 Morning Comitment 7 Morning Meeting 8 Turn Over Meeting 9 Extended 10 Static Group 11 Dynamic Group

2.5.8 Aftercare Program Bimbingan Lanjut

Program yang ditujukan bagi eks residenalumni program ini dilaksanakan di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah supervisi dari staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama. Tujuan: Agar mereka alumni Therapeutic Community mempunyai tempatkelompok yang sehat dan mengerti tentang dirinya serta mempunyai lingkungan hidup yang positif. 49

2.6 NAPZA

2.6.1 Pengertian

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya BKKBN, 2003. Narkotika: zat-zat alamiah maupun buatan sintetik dari bahan candukokaina atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis atau disalahgunakan – yang mempunyai efek psikoaktif BKKBN, 2003. Alkohol : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat BKKBN, 2003. Psikotropika : adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat otak dan sumsum tulang belakang. Menurut UU no.51997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, shabu-shabu, LSD, obat penenangtidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara Psikoaktiva adalah istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran BKKBN, 2003. Zat Adiktif lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia aseton, thinner cat, lem. Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin tembakau dan kafein kopi BKKBN, 2003. 50

2.6.2 Jenis-jenis Napza

Jenis Napza dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat pemakai, yaitu:

1. Depresan , Menekan Sistem Syaraf Pusat

Depresan adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Obat jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri. Napza yang termasuk jenis depresan adalah:

1. OpiodaOpiat, yaitu zat baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik

yang diambil dari pohon poppy papaver somniferum. Opiat narkotika merupakan kelompok obat yang bersifat menenangkan saraf dan mengurangi rasa sakit. Turunan Opiodaopiat adalah:

a. Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan

ditumbuk menjadi serbuk bubuk berwarna putih.

b. Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy opium

dengan bahan kimia lain. Jadi semi sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat ini dipakai untuk mengurangi rasa sakit. Morfin digunakan dalam pengobatan medis karena dapat menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan tekanan darah, dapat menimbulkan efek tidur. Morfin juga menghilangkan rasa cemas dan takut.

c. Heroin diambil dari morfin melalui suatu proses kimiawi. Heroin biasa

berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan. Turunan heroin yang sekarang banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan 51 ketergantungan sangat berat bagi pemakainya. Heroin Putauw: Heroin adalah obat yang sangat keras dengan zat adiktif yang tinggiberbentuk serbuk, tepung, atau cairan. Heroin “menjerat” pemakainya dengan cepat, baik secara fisik maupun mental, sehingga usaha mengurangi pemakaiannya menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang luar biasa. d. Kodein dan berbagai turunan morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia kedokteran antara lain untuk menekan batuk antitusif dan penghilang rasa sakit analgetik. Karena efeknya bisa mengakibatkan ketergantungan maka penggunaan obat-obatan ini masih diawasi oleh lembaga-lembaga kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika, dengan kekuatan seperti morfin, tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin, sehingga metadon digunakan dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat lainnya.

2. Alkohol, adalah cairan yang mengandung zat Ethylalkohol. Alkohol

digolongkan sebagai napza karena mempunyai sifat menenangkan sistem syaraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan, walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alcohol tidak sama pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan lingkungan.

3. Sedativa atau sedatif-hipnotik merupakan zat yang dapat mengurangi fungsi

sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menimbulkan rasa santai dan menyebabkan ngantuk sering disebut obat tidur. Biasanya sedativa 52 digunakan untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan ketergantungan fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada putus obat dengan opiat.

4. Trankuiliser atau obat penenang mula-mula dibuat untuk menenangkan

orang tanpa membuat orang tidur, sebagai pengganti berbiturat yang dianggap menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-hari obat ini disebut sebagai obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa menimbulkan rasa ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati orang sakit jiwa agar dapat menenangkan contoh : largactil, serenal, laponex, stelazine .

2. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat

Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang syaraf pusat dan meningkatkan kegairahan segar dan bersemangat dan kesadaran. Zat yang termasuk stimulan adalah:

1. Kafein, zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda

seperti coca cola. Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan dapat menyegarkan. Tetapi dalam dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula dalam darah, koordinasi hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian dan individunya. 53

2. Kokain, adalah zat perangsang berupa bubuk kristal putih yang disuling dari

daun coca Erythroxylon coca yang tumbuh di pegunungan Amerika Tengah dan Selatan. Karena efek yang timbul relatif singkat, dan setelah perasaan bergelora hilang, orang akan menggunakannya lagi untuk menghilangkan rasa tidak enak.

3. Amphetamin, adalah zat sintetik yang menyerupai kokain, berbentuk pil,

kapsul atau tepung. Amphetamin adalah zat perangsang yang digunakan untuk mengubah suasana hati, meningkatkan semangat, mengurangi kelelahan dan rasa ngantuk, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengurangi berat badan.

4. MDMA Methylene Dioxy Meth Amphetamine yang terkenal dengan

sebutan Ecstasy sangat popular di kalangan anak muda. Akibat jangka panjang penyalahgunaan MDMA adalah kerusakan otak, gangguan jiwa psychiatric seperti : gelisah, paranoid, tidak bisa tidur, dan gangguan daya ingat.

5. Methamphetamine, adalah stimulan yang sangat kuat mempengaruhi sistem

syaraf pusat. Obat ini dikelompokkan sebagai psycho-stimulan seperti amphetamin dan kokain yang sering disalahgunakan. Obat ini dibuat dari berbagai zat sintetis dalam bentuk serbuk putih, bening dan tak berbau yang dihirup dan disuntikan. 6. Tembakau berasal dari tanaman Nicotania tabacum. Nikotin bersifat merangsang jantung dan sistem saraf. Pada saat tembakau diisap, detak jantung bertambah dan tekanan darah naik akibat nikotin itu. Tetapi bagi para perokok berat, merokok dapat bersifat menenangkan. 54

3. Halusinogen, Menimbulkan Kesan Palsu atau Halusinasi

Halusinogen merupakan obat alamiah maupun sintetik yang mengubah persepsi dan pikiran seseorang halusinasi. Termasuk disini adalah obat-obatan seperti LSD, meskalina kaktus, psilosibina dan psilosina jamur, pala, kecubung, dan berbagai tanaman khas lainnya yang terdapat di seluruh dunia. Ciri-ciri halusinogen adalah hilangnya kesadaran akan ruang dan waktu, adanya waham merasa curiga, serta halusinasi yang ringan maupun berat. Halusinogen bisa dipakai melalui cara dimakan dan bisa juga disuntikkan. BKKBN, 2003.

2.6.3 Faktor Penyalahgunaan Napza

1. Faktor pertama adalah Individu. Individulah yang paling berperan

menentukan apakah ia akan atau tidak akan menjadi pengguna napza. Keputusannya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam maupun luar dirinya. Dorongan dari dalam biasanya menyangkut kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang yang membuatnya mampu atau tidak mampu melindungi dirinya dari penyalahgunaan napza. Dorongan atau motivasi merupakan predisposisi untuk menggunakan obat, misalnya ingin mencobacoba, pendapat bahwa napza bisa menyelesaikan masalahnya, dst. Dorongan memakai napza bisa disebabkan adanya masalah pribadi seperti stress, tidak percaya diri, takut, ketidakmampuan mengendalikan diri, tekanan mental dan psikologis menghadapi berbagai persoalan, dan masih banyak lagi yang menyangkut diri atau kepribadian seseorang. Kepribadian tidak begitu saja terbentuk dari dalam individu melainkan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam 55 sejak kecil melalui proses enkulturasi dan sosialisai baik dari keluarga maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan membentuk konsep diri self concept, sistem nilai yang teguh sejak kecil, dan kestabilan emosi merupakan beberapa ciri kepribadian yang bisa membantu seseorang untuk tidak mudah terpengaruh atau terdorong menggunakan napza. Faktor-faktor individual penyebab penyalahgunan Napza antara lain: a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya. b. Keinginan untuk mencoba-coba karena “penasaran”. c. Keinginan untuk bersenang-senang just for fun. d. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya fashionable. e. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok konformitas. f. Lari dari kebosanan, masalah atau kegetiran hidup. g. Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan. h. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan napza. i. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA SAY NO TO DRUGS

2. Faktor kedua adalah masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak

mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan napza, bahkan membuka kesempatan pemakaian napza. Yang dimaksud dengan faktor kesempatan di sini adalah tersedianya situasi-situasi “permisif” 56 memungkinkan untuk memakai napza di waktu luang, di tempat rekreasi seperti diskostik, pesta dll,. Lingkungan pergaulan dan lingkungan sebaya merupakan salah satu pendorong kuat untuk menggunakan napza. Keinginan untuk menganut nilai-nilai yang sama dalam kelompok konformitas, diakui solidaritas, dan tidak dapat menolak tekanan kelompok peer pressure merupakan hal-hal yang mendorong penggunaan napza. Dorongan dari luar adalah ajakan, rayuan, tekanan dan paksaan terhadap individu untuk memakai napza sementara individu tidak dapat menolaknya. Dorongan luar juga bisa disebabkan pengaruh media massa yang memperlihatkan gaya hidup dan berbagai rangsangan lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong pemakaian napza. Di lain pihak, masyarakat pula yang tidak mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan dan peredaran napza, misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan obat-obatan secara bebas, bisnis narkotika yang terorganisir. Napza semakin mudah diperoleh dimanamana dengan harga terjangkau. Berbagai kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan Napza memudahkan terjadinya penggunaan dan penyalahgunaan Napza.

3. Faktor ketiga adalah zat-zat di dalam Napza.

Ketika seseorang sudah terbiasa menggunakan Napza, maka secara fisik dan psikologis sugesti orang tersebut tidak dapat lagi hidup normal tanpa ada zat-zat Napza di dalam tubuhnya. Secara fisik ia akan merasa kesakitan dan sangat tidak nyaman bila tidak ada zat yang biasanya ada dalam tubuhnya. Kesakitan dan 57 penderitaannya hanya akan berhenti ketika zat-zat tersebut kembali berada dalam tubuhnya. Secara psikologis, ia membutuhkan rasa nikmat yang biasa ia rasakan ketika zat-zat tersebut bereaksi dalam tubuhnya dalam bentuk perubahan perasaan dan pikiran. Ketika kenikmatan itu tidak ada, pikiran dan perasaannya hanya terfokus pada kebutuhan tersebut. Pikiran dan perasaannya kembali tenang ketika zat tersebut kembali ada dalam tubuhnya. Zat-zat yang memberikan “kenikmatan” bagi pemakainya mendorong terjadinya pemakaian berulang, pemakaian berkepanjangan, dan ketergantungan karena peningkatan dosis pemakaian yang terus bertambah toleransi. Lingkaran setan seperti inilah yang menyebabkan ketergantungan. Pendek kata, mekanisme penyalahgunaan napza adalah interaksi dari berbagai faktor tersebut di atas: Predisposisi kepribadian, kecemasan; Kontribusi kondisi keluarga, lingkungan masyarakat; dan faktor pencetus pemakaian yaitu pengaruh teman sebaya dan daya tarik zat napza itu sendiri.

2.6.4 Dampak penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan napza menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat, senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek napza habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada napza inilah yang mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik, psikologis maupun social BKKBN, 2003. 58

1. Dampak Fisik

Efek napza bagi tubuh tergantung pada jenis napza, jumlah dan frekuensi pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat lain, faktor psikologis kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai dan faktor biologis berat badan, kecenderungan alergi, dll. Secara fisik organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat yaitu otak dan sum- sum tulang belakang, organ-organ otonom jantung, paru, hati, ginjal dan panca indera karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat. Pada dasarnya penyalahgunaan napza akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh, yaitu : 1 Gangguan pada sistem syaraf neurologis seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. 2 Gangguan pada jantung dan pembuluh darah kardiovaskuler seperti infeksi akut otot jantung, ganguan peredaran darah. 3 Gangguan pada kulit dermatologis seperti: pernanahan, bekas suntikan, alergi. 4 Gangguan pada paru-paru seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang terhirup. 5 Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu. 6 Gangguan pencernaan gastrointestinal: mencret, radang lambung kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati. 59 7 Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat bawaan pada janin yang dikandung. 8 Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot akibat alkohol. 9 Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran HIVAIDS yang pesat, terjadimelalui pertukaran jarum suntik di kalangan pengguna Napza suntik Injecting Drug Users. 10 Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian Napza, terutama karena pemakaian berlebih over dosis dan kematian karena AIDS dan penyakit lainnya.

2. Dampak psikologis atau kejiwaan

Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan pada napza menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada Napza yang semakin tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap 60 compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan dorongan untuk menggunakan Napza. Dorongan psikologis memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan. Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai napza dan penyalahgunaan napza menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. Napza tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna napza. Gejala-gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna Napza adalah : 1 Intoksikasi keracunan, adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai, misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi Napza. 2 Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang. 3 Gejala Putus Obat withdrawal syndrome adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan 61 akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zatobat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai. 4 Ketergantungan dependensi, adalah keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan zatobat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zatobat-obatan tersebut.

3. Dampak Sosial dan Ekonomi

Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan Napza yang semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb BKKBN, 2003. a. Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian Napza sudah pasti menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi penyalahgunaan Napza tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian Napza melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIVAIDS di masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C. 62 b. Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan Napza cenderung mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan Napza. c. Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan penyalahgunaan napza. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian, perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh penggunaan napza. d. Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan Napza sudah sangat nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan produktif untuk membangun negara. Para pemakai Napza tidak membantu, tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan Napza. Perawatan dan penanganan para pemakai napza tidaklah murah. Biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian Napza.

2.7 Kerangka Berpikir

Therapeutic Community TC adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah 63 “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika. Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya BNN, Walking paper. Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsipandangan alam the renewal of wordview dan penemuan diri self discovery yang mendorong pertumbuhan dan perubahan growth and change. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang, sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan. Bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan hubungan mereka dengan orang-orang yang sama yaitu orang-orang yang memiliki latar belakang narkoba, berkumpul untuk melakukan kegiatan saling membantu menguatkan, untuk bisa bertahan dan pulih dari napza. Bagaimana persepsi terhadap kegiatan itu positif atau negatif ditentukan oleh harapan mereka 64 untuk pulih dari Napza, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan. Harapan meliputi dua komponen utama, yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halanganrintanganhambatan pathwayswaypower dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut agencywillpower Snyder, 1994. Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan Snyder, 1994. Berdasarkan hasil penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut Snyder, 1994. Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju tujuan tersebut Snyder, 1994. Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif Rice, 1998. 65 Semakin positif para residen mempersepsikan tentang Therapeutic Community maka akan tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari Napza, jika persepsi mereka tentang Therapeutic Community negatif maka harapan mereka untuk pulih rendah. Dari pemaparan diatas dapat digambarkan skema variabel sebagi berikut: Independent Dependent harapan untuk pulih dari Napza tinggi Persepsi tentang Therapeutic Community Harapan untuk pulih dari Napza rendah

2.8 Hipotesis

Dokumen yang terkait

Hubungan antara kekuatan karakter dengan resiliensi residen narkoba di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitas badan narkotika nasioanl lido

7 46 139

Metode Theapeutic community bagi residen narkotika di unit terapi dan rehabilitasi badan narkotika Nasional Lido-Bogor

1 21 109

Dimensi religiusitas dan resiliensi pada residen narkoba di Bnn Lido

5 31 228

Faktor-faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth pada recovering addict di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitasi BNN lido

2 27 333

Hubungan antara adversity quotient dengan intensi untuk pulih dari ketergantungan napza pada residen badan narkotika nasional BNN

4 25 84

Pola komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotik Nasional (BNN) Lido

7 46 94

Interaksi Sosial Antar Pasien Napza Pada Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta

1 7 219

Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

0 3 168

PENGARUH PERILAKU APARATUR BIROKRASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN TERAPI DAN REHABILITASI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN).

0 0 2

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Kecerdasan Emosi dengan Efikasi Diri pada Residen yang Menjalani Program Therapeutic Community di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido - UNS Institutional Repository

0 0 18