Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi telah membuat narkoba menjadi bagian dari yang tadinya merupakan perangkat medis, kini narkoba mulai tenar sebagai alat pemuas dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang digunakan secara berlebihan dapat berdampak buruk bagi diri kita, apalagi penggunaan narkoba diluar jalur medis dan ditambah melebihi dosis yang berlebihan maka akan berdampak sangat buruk bagi tubuh kita, dan dampak yang paling buruk yaitu dapat mengakibatkan kematian. Lebih lanjut lagi, masuknya narkoba ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi vital organ tubuh, yaitu jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak susunan saraf pusat. Hal ini menyebabkan kerja otak berubah bisa meningkat atau menurun. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut dengan sistem limbus. Pusat kenikmatan pada otak Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter BNN, Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan. Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan 1 2 menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata . Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh BKKBN, dari 3924 orang yang saat ini hidup dengan HIVAIDS di Indonesia yaitu sebanyak 816 orang hampir 21 berada dalam kelompok usia 15 – 29 tahun, dan sebanyak 846 orang lebih dari 21 tertular melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik bersama Injecting Drug Use dan sebanyak 2011 orang 51 melalui hubungan seks. Penggunaan napza juga menjadi penyebab dari berbagai risiko lain : risiko fisik penyakit Hepatitis B dan C, IMS, kematian akibat over dosis, dll, risiko psikologis paranoid, depresi, agresif, dll, maupun risiko sosial kekerasan, kriminalitas, dll dalam masyarakat kita BKKBN, 2003. Penelitian Hawari 1997 membuktikan bahwa penyalahgunaan Napza menimbulkan dampak antara lain; merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktifitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak kekerasana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif. Menurut data dari BNN 2008, dari total populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2007 yang berjumlah 222.718 jiwa, yang tidak menggunakan narkoba 204,2 juta 91,7, yang pernah menyalahgunakan narkoba dalam hidupnya 18,5 juta 8,3, yang menjadi penyalahguna narkoba dalam setahun terakhir 118,8 juta 5,3, pecandu yang IDU Injecting Drugs user 252 ribu 0,11, pecandu 3 1,69 juta 0,76, dan yang menjadi penyalahguna teratur pakai dan pecandu 3,6 juta 1,6. Sedangkan menurut riset yang dilakukan oleh YCAB, pada tahun 2003 prevalensi kecendrungan mencoba-coba narkoba 3,54, yang kemudian naik menjadi 5,30 pada tahun 2006, dan turun menjadi 1,66 sama halnya seperti riset yang telah dilakukan oleh BNN menunjukan kecendrungan yang sama terjadi di Indonesia pada tahun 2003, prevalansi mencoba-coba setahun terakhir 3,90 naik menjadi 5,3 pada tahun 2006, dan turun menjadi 4,70 pada 2009 Media Indonesia 2010. Badan Narkotika Nasional BNN mendata sebanyak 3,2 juta orang atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya NAPZA. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Universitas Indonesia tahun 2006, sebanyak 800 ribu orang menggunakan jarum suntik. Dari pengguna jarum suntik itu, 60 persennya terjangkit HIVAIDS. Selain itu, sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal setiap tahunnya karena pengaruh Napza http:nasional.kompas.com. Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerja sama dengan Puslitkes UI pada tahun 2008 memperoleh hasil bahwa jumlah penyalahguna Narkoba di Indonesia diperkirakan sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau sekitar 1,99 dari total seluruh penduduk Indonesia yang beresiko terkena Narkoba di tahun 2008 usia 10-59 tahun atau dengan nilai tengah sebanyak 3.362.527 orang. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26 coba pakai, 27 teratur pakai, 40 pecandu bukan suntik dan 7 pecandu suntik BNN Puslitkes UI, 2008. 4 Masalah penanggulangan napza pada umumnya, dan panti rehabilitasi pada khususnya bukanlah sesuatu yang baru. Sudah cukup lama diusahakan dibanyak negara. Pemakaipecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Karena itu rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan pemakai seperti semula, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Namun hal ini tidak menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba, kenyataan ini dapat dilihat pada penelitian yang diadakan oleh YCAB, dimana hasil yang diperoleh ialah angka relapse yang mencapai 90 yang dinyatakan telah pulih, kemudian kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10 yang berhasil mempertahankan kesembuhannya abstinence Media Indonesia 2010. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen, dimana mayoritas dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun dan mereka sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, namun setelah keluar dari rehabilitasi mereka kembali masuk dikarnakan relapse. Program rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri dari upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional, sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar BNN, 2004. 5 BNN Badan Narkotika Nasional merupakan sebuah lembaga yang menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yang dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif. Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase Entry Unit yang merupakan tahap lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat” bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung selama ± dua minggu, tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah Primary Program yaitu tahap awal Primary Stage program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community TC dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya, dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun indikator keberhasilan Therapeutic Community di BNN meliputi dua aspek, yaitu indikator keberhasilan program dan indikator keberhasilan residen. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai program rehabilitasi ini berhasil atau gagal, yakni: angka drop-out pada setiap tahapan; angka residen yang kabur; angka kekambuhan; adanya peningkatan status kehidupan residen 6 yang lebih baik selama dan setelah mengikuti program yang dinilai dari pelasanaan pekerjaan, sekolah, dan perilaku sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial lainnya. Indikator keberhasilan yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan residen di BNN, yakni Pertama, residen dalam keadaan bebas zat abstinence. Kedua, residen dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat BNN R.I. Departemen Sosial R.I. 2004. Metode treatment yang diberikan di BNN adalah metode Therepeutic Community TC, yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang merupakan sebuah “keluarga” dan terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama serta memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif kearah tingkah laku yang positif Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward penghargaanpenguatan dan punishment hukuman dalam mengubah suatu peilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu prilaku Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya BNN, 2009. 7 Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsipandangan alam the renewal of wordview dan penemuan diri self discovery yang mendorong pertumbuhan dan perubahan growth and change Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Kegiatan dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan Napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan. Program Therapeutic Community berlandaskan pada filosofi dan slogan- slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis unwritten philosophy. Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis unwritten philosophy adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep Thehrapeutic Community adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang sangat memerlukan bantuan dari pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu 8 dalam proses pengubahan perilaku tersebut, Therapeutic Community dianggap sebagai keluarga besar BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Konsep Therapeutic Community pada umumnya menerapkan pendekatan self-help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelola kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, membersihkan fasilitas Therapeutic Community, memperbaiki gedung dan sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian keterampilan. Dalam hal ini setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab mengubah tingkah laku, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community antara lain ialah Morning Meeting, kegiatan yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengawali kegiatan-kegiatan selanjutnya dan diikuti oleh semua residen, selanjutnya ialah Encounter Group, group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi prilaku agar menjadi lebih disiplin. Kegiatan Static Group, ialah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community, kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Kegiatan PAGE Peer Accountability Group Evaluation adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Selanjutnya kegiatan Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada residen yang 9 melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi berupa teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan peringatan serta nasihat pada forum morning meeting. Kegiatan Wrap up adalah kegiatan yang membahas kegiatan yang telah selama 1 hari, selanjutnya ialah kegiatan Learning Experiences adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada residen setelah menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Kegiatan seminar yaitu kegiatan berupa pemberian materi yang berkaitan dengan Therapeutic Community, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Function merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar, dan masih banyak kegiatan yang lainnya BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004. Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan- kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen menpersepsikan kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana persepsi residen tersebut terhadap kelompoknya orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap 10 Napza, selain itu dari survei yang telah dilakukan peneliti pada waktu mengadakan seminar “harapan” di salah satu panti rehabilitasi, terlihat bahwa sebanyak 24 residen menyatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk stay clean dan sober dan mendapatkan kepercayaan orang tua dan keluarga kembali setelah mereka menjalani proses rehabilitasi. Karena itulah mengapa peneliti menjadi tertarik untuk mengambil judul tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Hubungan antara kekuatan karakter dengan resiliensi residen narkoba di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitas badan narkotika nasioanl lido

7 46 139

Metode Theapeutic community bagi residen narkotika di unit terapi dan rehabilitasi badan narkotika Nasional Lido-Bogor

1 21 109

Dimensi religiusitas dan resiliensi pada residen narkoba di Bnn Lido

5 31 228

Faktor-faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth pada recovering addict di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitasi BNN lido

2 27 333

Hubungan antara adversity quotient dengan intensi untuk pulih dari ketergantungan napza pada residen badan narkotika nasional BNN

4 25 84

Pola komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotik Nasional (BNN) Lido

7 46 94

Interaksi Sosial Antar Pasien Napza Pada Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta

1 7 219

Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

0 3 168

PENGARUH PERILAKU APARATUR BIROKRASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN TERAPI DAN REHABILITASI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN).

0 0 2

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Kecerdasan Emosi dengan Efikasi Diri pada Residen yang Menjalani Program Therapeutic Community di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido - UNS Institutional Repository

0 0 18