didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok Merton, 1965 : 285-286. Lebih tegas Merton membedakan konsep kelompok dengan konsep kolektiva yang
didefinisikan bahwa kriteria yang ditonjolkan dalam kelompok ialah adanya sejumlah orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya
rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan.
II.2.1 Klasifikasi Kelompok
a. Kelompok Formal
Ditandai dengan peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan pembagian tugas yang jelas. Contoh : Partai Politik, Koperasi
b. Kelompok Informal
Tidak didukung oleh peraturananggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang ada. Sifatnya berdasarkan kekeluargaan dengan perasaan simpatik. Contoh :
Kelompok Arisan
c. Kelompok Terbuka
Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan
d. Kelompok Tertutup
Universitas Sumatera Utara
Adalah suatu kelompok yang kecil kemungkinannya untuk menerima perubahan dan pembaharuan atau memiliki kecenderungan untuk tetap
menjaga kestabilan yang telah ada. e.
Kelompok Primer Kelompok Primer Merupakan kelompok sosial dimana interaksi sosial
terjadi yg anggotanya saling mengenal dekat dan memiiki hubungan yg erat dalam kehidupan Contoh : keluarga, rukun tetangga, kelompok diskusi,
kelompok agama dan lain-lain f.
Kelompok Sekunder Terjadi apabila interaksi sosial dilakukan secara tidak langsung,
berjauhan dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan sifatnya lebih objektif. Contoh: Partai politik, Himpunan serikat pekerja, dll
II.2.2 Fungsi Kelompok
Kelompok sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap anggota- anggotanya. Empat aspek dari kelompok yang memainkan peran kunci, yakni peran,
status, norma, dan kohesivitas. a.
PERAN: Diferensiasi fungsi di dalam kelompok Peran merupakan suatu set prilaku yang diharapkan dilakukan oleh
individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok Robert A Baron Donn Byrne, 2005 : 177. Peran dapat membantu memperjelas
tanggung jawab dan kewajiban anggota-anggotanya, maka peran sangat berguna. Orang-orang yang berbeda melakukan tugas-tugas yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
dan diharapkan dapat mencapai hal-hal yang berbeda demi kelompok. Dan setiap anggota dalam kelompok akan memainkan peran yang berbeda.
b. STATUS: Hierarki dalam kelompok
Status adalah posisi atau tingkatan di dalam suatu kelompok. Peran atau posisi yang berbeda dalam kelompok sering dihubungkan dengan tingkat
status yang berbeda. Orang-orang sering kali sensitif pada status, karena status terkait dengan begitu banyak hasil akhir yang diharapkan. Untuk alasan
ini, kelompok sering menggunakan status sebagai alat dalam mempengaruhi perilaku anggotanya. Hanya anggota yang “baik”, yang mengikuti peraturan
kelompok yang menerima status tinggi. c.
NORMA: Peraturan Permainan Faktor ketiga yang menyebabkan kelompok memiliki dampak yang
kuat terhadap anggota-anggotanya adalah norma. Norma merupakan peraturan yang diciptakan oleh kelompok untuk memberi tahu anggotanya bagaimana
mereka seharusnya bertingkah laku. Norma sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap perilaku. Kepatuhan pada norma sering kali merupakan kondisi
yang diperlukan untuk mendapatkan status dan penghargaan lain yang dikontrol oleh kelompok Robert A Baron Donn Byrne, 2005 : 179.
d. KOHESIVITAS: Kekuatan yang mengikat
Kohesivitas merupakan segala kekuatan faktor-faktor yang menyebabkan anggota bertahan dalam kelompok. Sepeti kesukaan pada
anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok yang tepat
Universitas Sumatera Utara
Festinger dkk, 1950. Kohesivitas meliputi depersonalized attraction yang berarti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok yang muncul dari fakta
bahwa mereka adalah anggota dari kelompok tersebut dan mereka menunjukan atau merepresentasikan karakteristik-karakteristik kunci
kelompok yang cukup berbeda dari trait mereka sebagai individu Hogg Haines, 1966.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas, antara lain; o
Status di dalam kelompok. Kohesivitas sering kali lebih tinggi pada diri anggota dengan status yang tinggi daripada yang
rendah. o
Usaha yang dibutuhkan untuk masuk kedalam kelompok. Makin besar usaha yang dilakukan, makin tinggi kohesivitas.
o Keberadaan ancaman eksternal atau kompetisi yang kuat.
Ancaman seperti itu meningkatkan ketertarikan dan komitmen anggota pada kelompok.
o Ukuran. Kelompok kecil cenderung untuk lebih kohesif
daripada yang besar.
II.2.3 KOORDINASI DALAM KELOMPOK
Pertolongan bersifat timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak, pola seperti ini dikenal dengan kerja sama coorperation. Dalam kerjasama
melibatkan situasi dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Kerja sama dapat menjadi sangat menguntungkan,
Universitas Sumatera Utara
bahkan, melalui proses ini, kelompok dapat memperoleh hasil yang tidak pernah mereka harap dapat dicapai sendirian Robert A Baron Donn Byrne, 2005 : 188.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja sama adalah, timbal balik, orientasi pribadi dan komunikasi. Timbal balik reciprocity adalah faktor yang paling pasti
diantara ketiganya. Karena ketika seseorang bekerja sama dengan orang lain dan mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya seseorang tersebut akan
melakukan hal yang sama sebagai balasannya. Sebaliknya, jika mereka tidak bersikap baik dan memaksakan kepentingan sendiri, seseorang akan melakukan hal yang sama
Kerr Kaufman-Gilliland, 1944. Faktor kedua yang memiliki efek kuat terhadap kerjasama adalah orientasi
pribadi pada prilaku seperti itu. Secara spesifik, temuan penelitian memperlihatkan bahwa individu dapat memiliki satu dari tiga orientasi yang berbeda terhadap situasi
yang meliputi dilemma sosial, yaitu : 1.
Orientasi kooperatif, di mana mereka memilih untuk memaksimalkan hasil akhirbersama yang diterima oleh semua orang yang terlibat.
2. Orientasi individualistic, di mana fokus utamanya adalah untuk
memaksimalkan hasil mereka sendiri. 3.
Orientasi kompetitif, di mana fokus utamanya adalah untuk mengalahkan orang lain DeDreu McCusker, 1997; Van Lange Kuhlman, 1994.
Orientasi ini memiliki dampak besar pada bagaimana orang bertindak di banyak situasi, jadi hal tersebut merupakan factor penting sehubungan dengan
tercipta atau tidak terciptanya kerjasama.
Universitas Sumatera Utara
Faktor ketiga yang mempengaruhi kerja sama adalah komunikasi. Penalaran umum menunjukan bahwa jika individu dapat mendiskusikan situasi dengan
orang lain, mereka mungkin akan segera menyimpulkan bahwa pilihan yang terbaik untuk setiap orang adalah bekerja sama, karena hal ini akan bermanfaat
bagi semua yang terlibat. Secara spesifik, dampak yang menguntungkan dapat dan memang terjadi jika
anggota kelompok membuat komitmen pribadi untuk bekerja sama satu sama lain dan jika komitmen ini didukung oleh norma pribadi yang kuat untuk
menghargainya Robert A Baron Donn Byrne, 2005 : 192.
II.3 Pengertian Anak