Tren Perekonomian dan Kebijakan Alternatif

E. Tren Perekonomian dan Kebijakan Alternatif

Di sinilah tantangannya. Perubahan-perubahan yang sangat dinamis tersebut seringkali menimbulkan salah kalkulasi. Secara struktural, tentu diperlukan keselarasan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja serta alokasi sumber daya pekerja dari po- sisi dan wilayahnya.

Sejumlah ciri pertumbuhan ekonomi yang ada mengonfirmasi adanya pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, tren berku- rangnya pendapatan Negara Abbasiyah mengisyaratkan bahwa full employment (yang mendekati 0 persen) dalam jangka panjang sulit dipertahankan. Hal ini disebabkan kemampuan memperbesar inves- tasi sulit diraih. Maka sejatinya diperlukan adanya tingkat pendapa- tan yang terjamin, atau dalam kerangka Harrod-Domar, disebut

warranted rate of growth. 155 Menurut Domar, sisi penawaran agre- gat ditunjukkan lewat jumlah netto potensi output perekonomian

yang dirumuskan sebagai:

dY = Iv

(Dimana dY adalah kenaikan output; I adalah investasi; dan v ada-

lah rasio kapital-output). 156

154 Lihat: Ah}mad ibn ‘Abd Alla>h al-Qalaqshandi>, Maa>thir al-Ina>qah fi> Ma‘a>lim al-Khila>fah, vol. 1 (Kuwait: Mat}ba‘ah Da>r al-H{uku>mah,

1985), 93. 155 R. F. Harrod, “Harrod after Twenty-One Years: A Comment,” The Eco-

nomic Journal, vol. 80, no. 319 (1970): 737-741.

Jamee K. Moudud, “State Policies and the Warranted Growth Rate,” Levy Economics Institute Working Paper, no. 349 (2002): 1-11; Anwar M.

Tren angka pengangguran yang meningkat dapat saja disebut sebagai “hystereris” meskipun sesungguhnya hipotesis ini perlu dibuktikan dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dan Phil- lips Perron (PP) untuk menemukan indikator berupa pergerakan data yang cenderung mendekati nilai tengah (stasioner/mean-

reverting). 157 Taruhlah bila dapat dianggap hysteresis, sisi kerugian yang dirasakan oleh pekerja adalah berupa kehilangan ritme dan

keahlian. Dari sisi kerugian makroekonomi, kerugian terkait dengan hilangnya keahlian pekerja sehingga perusahaan tidak mau menanggung resiko. Kondisi inilah yang menuntun perusahaan un- tuk menaikkan upah setiap pekerja, daripada merekrut dan melatih

tenaga kerja yang lama menganggur. 158 Pertanyaan bersifat hipotesis lain yang dapat dikemukakan

adalah apakah terjadi patahan struktural (structural break)? Ter- lebih dengan dukungan fakta krisis ekonomi pada masa perang al- Ami>n versus al-Ma’mu>n. Meski data-data menunjukkan indikasi itu, tapi lagi-lagi, dalam konsepsi model linier dinamik, diperlukan uji akar-akar unit statistik.

Yang jelas dari rekonstruksi historiografi sebelumnya, agaknya perlu dibedakan antara isu-isu ekonomi Abbasiyah yang berifat jangka pendek dengan isu yang berkembang dalam jangka panjang

(long-run issues). 159 Pengangguran yang terjadi pada masa Abbas- iyah pertama mendapat “konfirmasi” dengan adanya krisis politik

di antara al-Amin dan al-Ma’mun yang berlangsung sekitar 5 tahun (809-813 M.). Pada tahun 814, negara Abbasiyah mengalami kem- bali ekspansi ekonomi yang cukup mengesankan. Pada masa al- Ami>n, negara mengalami kontraksi ekonomi sehingga menyebab- kan kurangnya kepercayaan (confidence) baik dari para konsumen atau lembaga usaha. Akibatnya, penyimpanan modal (savings) meningkat secara dramatis dan investasi lembaga-lembaga usaha

Shaikh, “Economic Policy in A Growth Context: A Classical Synthesis of Keynes and Harrod,” Metroeconomica, vol. 60 (2009): 445-494.

157 Luca Gambetti & Barbara Pistoresi, “Policy Matters: the Long Effects of Aggregate Demand and Mark-Up Shocks on the Italian Unemployment Rate,”

Empirical Economics, 29 (2004): 209-226. 158 Olivier J. Blanchard & Katz L., “What we Know about the Natural Rate

of Unemployment,” NBER Working Paper Series, no. 5822 (1997).

Gregory Mankiw, Principles of Economics, (New York: Prentice-Hall, Inc., 2001), 580.

Sementara kebijakan fiskal yang ekspansif, dalam kasus ini, ju-

ga berkekuatan amat terbatas karena itu sama saja mengakibatkan defisit anggaran yang tidak diinginkan. Meski demikian, al- Ma’mu>n tetap melakukan sejumlah kebijakan fiskal. Inilah yang nampaknya turut menyebabkan makin menipisnya cadangan devisa negara Abbasiyah.

Instrumen yang perlu juga dioptimalkan adalah kebijakan moneter untuk jangka pendek. Bilamana kebijakan moneter ini dapat diputuskan dengan tepat maka hal ini tidak hanya akan men- jaga performa ekspor yang kuat, namun dapat menjadi semacam “recovery” untuk sektor investasi yang diharapkan akan menjaga performa konsumsi. Namun demikian, pertanyaannya adalah: se- jauh mana proses recovery ini dapat mendahului pasar pekerja yang akan berubah lebih ketat, ketika tekanan inflasi terjadi.