Pengangguran Abad Pertengahan

D. Pengangguran Abad Pertengahan

Dengan asumsi angkatan kerja sekitar 40 juta orang, jumlah pengangguran pada jaman al-Rashi>d, dengan data sumber terbatas, 127 dapat diperkirakan mencapai paling tidak 150 ribu orang

atau sekitar 0,37 persen. Sementara pada fase pemerintahan al-Ami>n, dari data yang “sangat terbatas”, diperkirakan jumlah pengangguran mencapai hingga 927 ribu orang atau 92,7% dari keseluruhan populasi Bagh- dad atau 2,43 persen dari asumsi 40 juta orang angkatan kerja penduduk negara Abbasiyah.

125 Syair ratapan ini belum diketahui persis siapa yang mengatakannya. Be- berapa informasi hanya menyatakan bahwa ini dikatakan oleh sebagian pemuda

yang berada di Baghdad. Lihat: Muh}ammad ibn Jari>r al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Umam wa al-Mulu>k, vol. 5, 81; Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 3, 134).

126 Usa>mah ‘Anu>ti>, Abu> al-‘Ata>hiyah Ra>id al-Zuhd fi> al-Shi’r al- ‘Arabi>, c.

George Zayda>n, Ta>ri>kh al-Tamaddun al-Isla>mi>, vol. 5, cet. 3 (Cairo: Da>r al-Hila>l, 1921), 52) Nominal 170 ribu sebagai jumlah asumtif ini berdasarkan kalkulasi penulis pada jumlah ‘ayya>ru>n (penganggur; pemalas) yang tercatat pada jaman al-Ma’mu>n yaitu 50 ribu orang (al-Mas’u>di>, Muru>j al-Dhahab wa Ma‘a>din al-Jawhar, vol. 2, 218). Ibn al-Athi>r men- catat bahwa jumlah fakir miskin (sha‘a>li>lk) yang dimiliki salah satu elit pada masa pemerintahan Haru>n al-Rashi>d dan al-Ma’mu>n bernama Abi> Dilf al- ‘Ajli> [w. 226 H./840 M.] mencapai 20 ribu orang (Ibn al-Athi>r, Usd al- Gha>bah, vol. 7, 69; al-Zirikli>, al-A‘ala>m, vol. 5, 719). Sementara jumlah pekerja ekspatriat dari orang berkulit hitam (al-zinj), yang rentan mengalami pemutusan kerja dan minim hak, mencapai ratusan ribu orang (George Zayda>n, Ta>ri>kh al-Tamaddun al-Isla>mi>, vol. 5, 55).

Estimasi angka 927 ribu ini didapat dari pengurangan populasi Baghdad yang mencapai 1 juta orang 128 dengan jumlah pegawai dan

keluarga kerajaan (sekitar 33 ribu orang) 129 dan prajurit (40 ribu orang) 130 sehingga jumlah orang yang bekerja tetap dan menjabat

“abdi dalem” di lingkungan pemerintah sekitar 73 ribu orang. Se- mentara digambarkan oleh sebagian sejarawan bahwa saat krisis politik dan perang terjadi antara al-Ami>n dan al-Ma’mun, teruta- ma saat Baghdad diembargo oleh pasukan al-Ma’mu>n, kondisi

mayoritas masyarakat Baghdad sangat buruk. 131 Ini boleh berarti bahwa kelaparan ini lebih dikarenakan situasi Baghdad yang tidak

menentu, sehingga pengusaha dan pemerintah tidak berani melakukan spending. Bahkan dalam keadaan seperti ini, pemerintah al-Ami>n di Baghdad masih memungut “potong-

an/ya’shuru” kekayaan para pedagang Baghdad 132 Dengan kata lain, realitas ini menunjukkan bahwa kurva agregat demand semakin

bergeser ke dalam (inward), hingga kemudian menyebabkan resesi dan pengangguran tingkat tinggi. Namun menariknya, ini juga diir- ingi oleh stagflasi yaitu inflasi yang terjadi saat perekonomian ber-

jalan stagnan atau mengalami resesi 133 karena efek embargo ekonomi yang luar biasa. 134

Pada masa pemerintahan al-Ma’mu>n, diperkirakan setidaknya jumlah pengangguran mencapai 170 ribu orang yang terdiri atas 150 ribu orang pengangguran friksional (al-‘ayya>ru>n dan al- zinji>yyu>n), 20 ribu penganggur struktural (al-s}a’a>lik). Se-

128 George Zaydan, Ta>ri>kh al-Tamaddun al-Isla>mi>, vol. 2, 119. 129 Keluarga kerajaan (awla>d al-‘Abba>s) ini disensus pada pemerinta-

han al-Ma’mu>n, tepatnya tahun 200 H./815 M. atau dua tahun setelah ter- bunuhnya Khali>fah al-Ami>n. (Lihat: al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Rusul wa al- Mulu>k, vol. 5, 139; Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Ta>ri>kh al-Khulafa>’, vol.

40 ribu orang pasukan adalah jumlah mereka yang dikirim oleh al- Ami>n untuk menyerang al-Ma’mu>n pada tahun 195 H./810. (Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Ta>ri>kh al-Khulafa>’, vol. 1, 122).

131 Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 3, 136; Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Ta>ri>kh al-Khulafa>’, vol. 1, 122.

Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>rikh, vol. 3, 134; al-Dhahabi>, Ta>ri>kh al-Isla>m, vol. 3, 440.

133 William J. Baumol & Alan S. Blinder, Economics: Principles and Pol- icy, 12 th Edition, 479.

134 Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>rikh, vol. 3, 135.

hingga jumlah pengangguran adalah 170 ribu orang atau sekitar 0,42 persen. Hasil persentase ini adalah hasil kalkulasi dari rumus

umum yang digunakan untuk mengukur angka pengangguran yaitu: 100

Nu Lf

Dimana Nu adalah jumlah pengangguran. Sementara Lf adalah jumlah angkatan kerja yang mencakup jumlah keseluruhan pekerja

baik yang sedang bekerja ataupun tidak. 135 Maka dengan kata lain, pada masa al-Ma’mu>n jumlah pekerja secara umum mencapai

39.830.000 orang. Nominal ini setidaknya menunjukkan bahwa ra- sio pekerja jauh lebih banyak dari masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan.

Gambar 2. Ilustrasi pergerakan angka estimasi pengangguran pada

masa al-Rashi>d (w. 809 M./193 H.), al-Ami>n (w. 813 M./198 H.), dan al-Ma’mu>n (w. 833 M./218 H.)

Namun, kesulitannya adalah menentukan apakah jumlah ini adalah persis (precisely) faktual. Bilapun dianggap faktual, maka

135 Gregory Mankiw, Principles of Economics, (New York: Prentice-Hall, Inc., 2001), 582; George J. Borjas, Labor Economics, 3th Edition (New York:

McGraw-Hill Irwin, 2005), 23.

tingkat pengangguran pada pemerintahan al-Ma’mu>n relatif sedi- kit. Namun demikian—meminjam istilah S. Pamuk dan Maya Shatzmiller—dalam terma komparatif, kualitas dan kuantitas data dalam studi ini lebih banyak (greater), detail (more detailed), dan berlimpah (abundant) ketimbang data yang digunakan untuk studi

masyarakat abad pertengahan lain. 136 Lalu pertanyaan turunannya adalah bagaimana memetakan pa-

ra penganggur tersebut dalam konteks kekinian?

1. Karakter Pengangguran Abad Pertengahan

Untuk menjawab hal ini, maka informasi sejarah yang dapat di- pegang menunjukkan bahwa terdapat beberapa kategori yang disampaikan. Al-Mas‘u>di> misalnya, menulis terma “‘ay- ya>ru>n” pada masa al-Ma’mu>n yang mencapai angka 50 ribu

orang. 137 Kata “‘ayya>r” yang merupakan bentuk tunggal kata di atas

secara etimologi berarti “yang sering datang dan pergi”. 138 Beberapa narasi sejarah yang lain menunjukkan bahwa “‘ayyarun” identik

dengan orang-orang kuat dan berani dan kedatangannya menakutkan, seperti singa yang buas. Orang semacam ini akan ter- us bolak-balik sampai keinginannya terwujud. Terkadang orang ini

dapat dipesan untuk kepentingan tertentu. 139 Beberapa keterangan di atas dapat menunjukkan bahwa mereka yang disebut sebagai “’ay-

ya>r” cenderung mencari pekerjaan yang sesuai dengan selera dan skil mereka. Bila tidak dapat disebut penganggur terbuka, jenis

Komparasi dapat dillakukan pada studi lain yang menggunakan data- data terbatas seperti terkait Dinasti Byzantium oleh Morrison & Cheynet (2002), Laiou dan Morison (2007), dan Millanovich (2006). Demikian pula dengan studi terkait Dinasti Romawi yang dihasilkan oleh Goldsmith (1984), Scheidel & Frie- sen (2009), Lo Cascio & Malanmia (Şevket Pamuk and Maya Shatzmiller, “Real Wages and GDP per Capita in Medieval Islamic Middle East in Comparative Perspective, 700-1500,” Paper presented at the 9 th Conference of the European Histrorical Economics Society (September 2011): 5.

137 Al-Mas’u>di>, Muru>j al-Dhahab wa MA’a>din al-Jawhar, vol. 2, 218.

138 Muh}ammad ibn Makram ibn Manz}ur, Lisa>n al-‘Arab, vol. 4 (Bei- rut: Da>r al-S{a>dir, t.t.), 620; Ibn Durayd, Jamharat al-Lughah, 429; al-

Jawhari>, al-Shih}a>h} fi> al-Lughah, vol. 2, 8.

Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 3, 276; al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Rusul wa al-Mulu>k, vol. 5, 397.

but ”preman” abad pertengahan. Sematan “preman” itu diperkuat oleh beberapa narasi yang menunjukkan sisi kelam “’ayya>r” sebagai tentara bayaran dalam perselisihan berdarah antara al-Ami>n dan al-Ma’mu>n. Ketika al- Ami>n diembargo sekitar setahun lebih di kota Baghdad, ia merasa kekuatan militer di belakangnya tidak dapat lagi diandalkan. Kon- disi inilah yang kemudian menyebabkan al-Ami>n menarik ka- langan “‘ayya>r” ini sebagai tentara bayarannya. Jumlah yang direkrut juga tidak sedikit: sekitar 50 ribu orang dan dilatih kemilit- eran sedemikian rupa dan juga dibekali benda-benda bernuansa

mistis. 141 Dalam perjalanannya, para ‘preman abad pertengahan’ ini

justru kian kuat dan terorganisir. Hal ini dapat dilihat misalnya dari dua fakta: (1) kejadian ketika kejadian embargo Baghdad yang kedua pada tahun 251 H., di mana al-Musta‘i>n bi Alla>h kembali menggunakan jasa preman untuk melawan serangan militer dari al- Mu’tazz bi Alla>h; (2) seiring menguatnya pengaruh dan pen- dukungnya, “ayya>run” ini akhirnya dapat menguasai kota Bagh- dad pada sekitar abad ke-5 Hijriah dan bahkan tumbuh di beberapa kota lain. Bahkan digambarkan, bahwa mereka berlagak seperti polisi; dapat seenaknya mengambil upeti dari orang-orang kaya dan pedagang di Baghdad.

Barangkali preman-preman inilah yang menjadi embrio lahirn- ya kalangan lain yang disebut dalam narasi-narasi sejarah sebagai

“al-shat}t}a>r”. 142 Secara sederhana mereka dapat dibedakan dari penampilan yang unik dan gerakan organisasi yang lebih kuat

ketimbang kalangan preman “‘ayya>r”. Bagi mereka, kriminalitas ini sudah menjadi profesi harian yang dianggap sah-sah saja. Maka tak heran bila pada umumnya aktivitas kalangan ini adalah

140 Gregory Mankiw, Principles of Economics, (New York: Prentice-Hall, Inc., 2001), 587.

141 Bandingkan dengan keterangan Ayatullah Muh}ammad al-Husayni> da- lam “Min al-Tamaddun al-Isla>mi>,” 197-188.

142 Tanpa menyebut tahun persisnya, al-Husayni> menyebut bahwa gerakan “al-Shat}t}a>r” ini muncul pertama kali di Andalus (al-Shi>ra>zi>, Min al-

Tamaddun al-Isla>mi>, 197).

merampok dan berbuat kekacauan, dengan organisasi yang lebih rapi dan kuat.

Sayangnya jumlah mereka yang berprofesi merampok, mencuri dan sejenisnya ini tidak diketahui secara persis. Ibnu Bat}u>t}ah, misalnya, menyebut bahwa pada abad ke-8 Hijriyah gerakan mere- ka ini telah tersebar di beberapa daerah seperti Irak dan Khuras-

sa>n. 143 Pemerintah sendiri tidak tutup mata dari sindikat kriminal ini. Justru pemerintah memanfaatkan tenaga dari informan-

informan yang bertobat dari kalangan mereka ini yang sering dise- but “al-tawwa>bu>n”. Informan-informan ini “ditugaskan” pemerintah untuk menggali informasi terkait kasus perampokan dan pencurian.

Dalam narasi sejarah juga terdapat penyebutan s}a‘a>lik yang berarti orang-orang yang tidak mampu dan berkecukupan, termasuk di dalamnya adalah orang yang tidak mempunyai skill memadai

dalam bekerja, orang-orang tua, dan orang-orang cacat. 144 Sebutan lain adalah al-zawa>qi>l, yaitu orang-orang penganggur dan

miskin di kawasan pinggiran al-Jazi>rah (kawasan Suriah saat ini) yang muncul secara terorganisir pada abad ke-2 H atau tepatnya

pada tahun 196 H. 145 Mereka ini ditenggarai mencapai jumlah ratu- san ribu orang dan berkembang pesat pada sekitar abad ke-6 Hi-

jriah. 146 Dengan karakter seperti ini, maka mereka ini dapat disebut sebagai pengangguran struktural. 147

Dapat juga disebut kalangan budak yang biasanya berasal dari daerah benua hitam (al-zinji>) 148 dan Turki (mama>lik atra>k)

143 Muh}ammad ibn ‘Abd Alla>h ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m, Rih}lat Ibn Bat}u>t}ah, vol. 1, 190.

Mah}mu>d ibn ‘Amr ibn Ah}mad al-Zamakhshari>, Asa>s al- Bala>ghah, vol. 2, 4; Al-S{a>h}ib ibn ‘Abba>d, al-Muh}i>t} fi> al-Lughah, vol. 1, 135.

145 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, vol. 11, 305;

Ayatulla>h al-Shi>ra>zi>, Min al-Tamaddun al-Isla>mi>, 189; al- Dhahabi>, Ta>ri>kh al-Isla>m wa Wafaya>t al-Masha>hi>r wa al-A‘ala>m, vol. 12, 238, 941; vol. 15, 131.

Pengangguran struktural biasanya muncul saat penganggur tidak mem- iliki keahlian, pengalaman, atau preferensi geografis yang ditawarkan pada suatu perekonomian.

148 Bandingkan dengan: Anggus Maddison, Countours of World Economy, 1-2030 AD: Essays in Macro-Economic History (New York: Oxford University

Press, 2007), 193.

yang pada umumnya bekerja pada sektor-sektor kasar dengan upah yang tidak cukup memadai. Namun agak sulit menyebut seberapa besar jumlah mereka ini terutama pada masa al-Rashid, al-Ami>n dan al-Ma’mu>n.

Di sisi lain, jumlah pengangguran yang tidak begitu signifikan pada masa al-Rashi>d yaitu sekitar 0,37 persen menandai bahwa pengangguran ini, secara umumnya, nyaris tidak tercium oleh nara- si-narasi sejarah. Dalam kaitannya dengan kontekstualisasi al- Iktisa>b, maka problematika pengangguran pada masa al-Rashi>d, menjadi tidak terlalu urgen—kecuali hanya alasan-alasan subyektif al-Shayba>ni> dan/atau ibn Samma>‘ah. Alasan subyektif itu berupa penegasan bahwa pengangguran, meskipun jumlahnya seki- tar 0,37 persen, tetap merupakan sesuatu yang harus diperhatikan dan dicermati.

Sungguh pun pengangguran yang relatif sedikit ini dapat dikatakan tidak terlalu penting, banyak ekonom percaya bahwa ini merupakan salah satu bentuk dari pengangguran tersembunyi yang merupakan Zero Marginal Revenue (ZMR) dalam produktivitas pekerja. Pengangguran jenis ini menjadi endemis pada wilayah- wilayah yang pembangunannya rendah, terutama pada pekerja per- tanian. Meski ada yang percaya bahwa menarik unit pekerja dari sektor pertanian ini tidaklah menurunkan output. Pengangguran tersembunyi (disguised unemployment) sendiri adalah istilah yang digunakan untuk pertama kali ketika terjadi Great Depression di Amerika Serikat untuk menggambarkan para pekerja di wilayah- wilayah pembangunan yang mendapat pekerjaan rendahan (inferi- or) akibat diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya.

Pengangguran yang juga dapat dikatakan “tersembunyi” adalah pengangguran yang terjadi pada masa rezim al-Ami>n yang nyatanya nyaris menyentuh angka 1 juta orang. Tersembunyinya angka pengangguran pada masa ini tidak lain disebabkan oleh faktor utama yaitu kondisi politik yang berpengaruh terhadap iklim dokumentasi sejarah dan realtif singkatnya masa pemerintahannya.

Namun demikian krisis ekonomi pada masa al-Ami>n sangat terasa. Hal ini setidaknya disebabkan oleh (1) terkurasnya kas pribadi al-Ami>n dan kas negara—bahkan dalam beberapa narasi Namun demikian krisis ekonomi pada masa al-Ami>n sangat terasa. Hal ini setidaknya disebabkan oleh (1) terkurasnya kas pribadi al-Ami>n dan kas negara—bahkan dalam beberapa narasi

al-Ma’mu>n, (3) instabilitas keamanan dan ekonomi rakyat karena adanya perebutan kekuasaan. 150 Meski penulis tidak menemukan

narasi sejarah gamblang yang dapat menguatkan hipotesis bahwa angka pengangguran memang meningkat pada waktu al-Ami>n. Namun indikator terjadinya pengangguran dapat ditemukan yaitu di antaranya adalah: tingginya angka deflasi mata uang. Uang dengan nominal 6 Dinar saja dianggap sangat besar nilainya (ma>lan

‘az}i>man). 151 Ini berarti bahwa terjadi penurunan harga yang san- gat luar biasa atau dikarenakan tidak banyaknya jumlah uang

beredar (passive circulation) di masyarakat. Dalam suatu kesempatan, al-Ami>n sendiri mengakui secara jujur bahwa dia kurang menyukai urusan pemerintah seperti memproduk kebijakan-kebijakan solutif. Justru kehidupan santai seperti minum-minum, bertelekan, dan aktivitas non pemerintahan

lain yang dia sukai. 152 Hal ini kemudian diperparah oleh korupnya birokrat di sekitar al-Ami>n, seperti wazir, amir, dan pen-

asehat. 153 Maka tidak heran jika terdapat beberapa catatan sejarah yang menunjukkan bahwa selama perang antara pasukan al-Ami>n

dan al-Ma’mu>n banyak kota-kota yang kemudian—baik secara paksa atau sukarela—dikuasai oleh pasukan al-Ma’mu>n. Nam- paknya ini dilatarbelakangi oleh memuncaknya ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinan al-Ami>n akibat kepemimpi-

Hal ini terutama disebabkan oleh adanya keperluan finansial dari ka- langan militernya sendiri; biaya perang; dan gaya manajemen dan hidup pribadi al-Ami>n (Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Ta>ri>kh al-Khulafa>’, 277).

150 Lihat keterangan Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 3, 136. 151 Al-T{abari, Ta>rikh al-Rusul wa al-Mulu>k, vol. 5, 129. 152 Ibn al-Jawzi, al-Muntaz}am, vol. 9, 196.

(Lihat: ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa’>, ed. Muh}ammad Muh}y al-Di>n ‘Abd al-H{ami>d (Cairo: Maktabat al- Sa‘a>dah, 1952), 261.

nannya yang cenderung boros dan berpoya-poya. 154 Tak heran, set- ting ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan berubah. Masyarakat

pun banyak yang kecewa terhadap rezim Baghdad. Maka dengan struktur penganggur dan kondisi politik yang sangat dinamis, di mana informasi sangat terbatas, kesempatan ker- ja beragam, pergeseran penduduk, maka tingkat pengangguran zero tidak akan tercapai. Dalam perspektif lain, pengangguran justru secara sukarela dijadikan cara oleh individu tertentu untuk mening- katkan pendapatan.