Mengindentifikasi Pengangguran

B. Mengindentifikasi Pengangguran

Dalam perspektif pasar, harga identik dengan upah. Oleh kare- nanya dalam pandangan ini, analisis yang dihasilkan adalah bahwa penyebab pengangguran adalah tidak fleksibelnya upah dalam me- nyesuaikan kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Maka solusi yang ditawarkan adalah (a) menurunkan upah; (b) mening- katkan permintaan (demand) tenaga kerja, atau (c) mengurangi

penawaran (supply) tenaga kerja. 7 Pada tataran fiskal, pandangan ini dapat diwakili misalnya oleh kebijakan kontrol belanja dan pajak

dengan tujuan menaikkan agregat permintaan dengan harapan out- put dan ketenagakerjaan meningkat. Contoh yang lain adalah pada tataran moneter, yakni kebijakan untuk menaikkan suplai uang agar agregat demand meningkat. Secara umum pandangan ini dapat disebut sebagai analisis pengangguran dari sisi permintaan ekonomi.

6 http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=newsarchive&sid=ajz1hV_afu SQ. Diakses pada 3 Nopember 2011.

7 Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus, Economics, 18 th Edition, 655-656.

Pandangan berikutnya adalah analisis yang memandang pengangguran sebagai problem ketidakseimbangan pada pasar ker- ja. Peter B. Doeringer dan Michael J. Piore menyebut pandangan ini menekankan pada program yang dapat menyeimbangkan pasar seperti pelatihan dan relokasi. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dan kebu-

tuhan pasar. 8 Ketidaksesuaian ini misalnya perubahan pada pola produksi dalam industri, kompetisi SDM, alih teknologi, dan lain-

lain. Dengan hubungannya dengan dua pandangan besar ini, pada akhir tahun 2010, Nobel Ekonomi diberikan kepada tiga orang peneliti prestisius sekaligus begawan dalam “fenomena penganggu- ran”. Salah satu dari mereka, yang bernama Peter Diamond paling tidak menitikberatkan kerangka teoritis penelitiannya terkait fe- nomena pengangguran pada tiga outline utama : pasar retail, arus

pasar pekerja, dan kurva Beveridge. 9 Sementara rekannya, yang juga pemenang Nobel Ekonomi pa-

da tahun yang sama, Christoper A. Pissarides membangun pen- dekatan terkait fenomena pengangguran pada model equilibrium terkait tawaran upah dan penciptaan lapangan kerja. Pissarides menawarkan “peta jalan”: (a) peranan berbagai institusi, (b) pengembangan teori lengketnya upah—sejauh mana dan mengapa, (c) pasar modal yang tidak sempurna, (d) ekspektasi dan ilmu ekonomi yang tidak sempurna, dan (e) pengintegrasian dua pasar:

pasar keuangan dan pasar pekerja/buruh. 10 Kedua nobelis ini, secara umum, dapat dikatakan sebagai pengikut aliran kedua yang meni-

tikberatkan teorama mereka pada adanya keseimbangan (equilibri- um) dalam pasar, meskipun tidak juga menapikan faktor upah.

Ringkasnya, studi kontemporer terkait pengangguran sebenarnya berkolerasi dengan upah, pekerjaan, dan “aturan pasar pekerja” yang lazim disebut sebagai ekonomi pekerja “labour eco- nomics”. Inovasi dalam studi modern terkait ini berubah dari tren

8 Peter B. Doeringer & Michael J. Piore, ‘Unemployment and the Dual La- bor Market” dalam Readings in Labor Economics and Labor Relations, 4 th Edi-

tion, ed. Llyod G. Reynold (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1982), 244. 9 Peter Diamond,”Unemployment, Vacancies, Wages,” Nobel Lecture (8

Desember 2010): 1-10. 10 Christopher A. Pissarides, “Equilibrium in the Labour Market with

Search Frictions,” Nobel Lecture (8 Desember 2010): 1-13.

sebelumnya yang cenderung menggunakan pendekatan institusion- al kepada pendekatan yang terkait dengan setting analitis. 11

Pada kasus al-Ami>n, pengangangguran nampaknya cender- ung disebabkan oleh menurunnya permintaan pekerja disebabkan oleh kondisi sosial-politik. Terkait dengan upah, kesulitan keu- angan al-Ami>n justru membuat upah prajurit tidak lancar. Ini be- rarti bahwa tingkat upah cenderung turun. Hal ini yang nampaknya turut memperparah jumlah penganggur.

Syukurnya perbaikan upah hingga sesuai dengan taraf hidup nampaknya dilakukan oleh rezim al-Ma’mu>n. Fleksibelitas upah juga terjadi, ini terlihat dari adanya insentif-insentif tertentu yang dikucurkan pemerintah. Di sisi lain, karakter penganggur saat itu— seperti akan disampaikan—didominasi oleh orang yang tidak mem- iliki keahlian yang dibutuhkan oleh pasar, sehingga program pelatihan juga diperlukan. Oleh karena itulah kebijakan yang diam- bil oleh al-Ma’mu>n adalah upaya untuk meningkatkan kembali agregat permintaan terhadap pekerja, di samping juga melakukan upaya menyeimbangkan pasar melalui peningkatan sektor pendidi- kan dan pelatihan.

Dengan demikian, dalam persfektif kebijakan pasar, sesungguhnya kebijakan terhadap pengangguran ala al-Ma’mu>n sebetulnya bersifat konvergentif. Kebijakan inisiatif al-Shayba>ni> ini sesungguhnya melihat realitas pengangguran baik dari sisi fleksibelitas upah dan pentingnya kesesuaian pekerjaan dengan kebutuhan pasar.

Penciptaan

Lowongan pekerjaan

11 Pendekatan institusional maksudnya adalah elaborasi terkait teori pilihan rasional, yang sebelumnya fokus pada pilihan periode “point-in-time-one” kepa-

da pilihan jangka panjang yang menembus jalan hidup (life cycle). Sementara pendekatan dengan latar analistis ialah terkait dengan datangnya skala-besar satuan data ekonomi mikro, keberadaan perangkat analisis berbasis gadget. Hal ini menyediakan uji coba lebih maksimal dan rangkaian eksplorasi terhadap teori baru. Dalam hal ini, setidaknya ada dua macam pola penelahaan masalah pengangguran. Pola ini merepresentasikan dua kelompok besar cara bekerja mencari rezeki. Pertama, bekerja pada pihak lain dengan menerima upah atau gaji secara rutin. Kedua, bekerja produktif secara mandiri menghasilkan barang Kurva Beveridge dan jasa. (S. W. Polachek dan W. S. Siebert, The Economics of Earnings [Cam- θ bridge: Cambridge University Press, 2003], xv).

Pengangguran 104

Gambar 1. Kurva keseimbangan antara lowongan kerja dan pengangguran 12

Secara lebih elaboratif, dari sisi kebijakan pemerintah dewasa ini, pasar pekerja dapat dilihat dalam dua kacamata: aktif dan pasif. Kebijakan aktif—yang pada garis besarnya disusun untuk mening- katkan respon terhadap angka pengangguran tingkat tinggi yang terjadi pada negara berkembang selama tahun 1980-an—terdiri atas berbagai aksi intervensi terhadap pasar pasar pekerja dengan tujuan menekan pengangguran atau kenon-aktifan. Sementara kebijakan pasif. terhadap pasar pekerja melibatkan adanya pembayaran dana kepada penganggur dan pensiunan untuk tujuan yang berorientasi

pasar pekerja. 13 Dalam konteks ini, gagasan al-Shayba>ni>--yang akan disampaikan—dan berwawasan sisi supply dan sisi demand

dalam pasar pekerja—secara lebih khusus juga dapat dilihat dalam kacamata kebijakan aktif terhadap pengangguran. Hal ini dalam bahasa lebih populer, dapat disebut: “Active Labour Market Pro-

grammes” 14 (ALMPs).

12 Christopher A. Pissarides, Equilibrium Unemployment Theory, 2th Edi- ton (Cambridge, MIT Press, 2000), 20.

13 Bandingkan dengan: David N. F. Bell & David G. Glanchflower, What Should be Done about Rising Unemployment in the UK? (Stirling: University of

Stirling, 2009), 41. 14 Lihat: Rafael Lalive, Jan C. van Ours & Josef Z., “The Impact of Active

Labor Market Programs on the Duration of Unemployment,” IERE Working Pa-

Maka dalam kerangka pandangan yang melihat pengangguran sebagai problem dari dua pandangan di atas, agaknya cukup rele- van inisiasi dari profesor emeritus London School of Economics, Richard Layard yang mengungkapkan empat strategi untuk mengu- rangi pengangguran yang secara keseluruhan dimaksudkan dalam rangka menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, yaitu: (1) menciptakan lapangan kerja, (2) memberi training, (3) kebijakan income, dan (4) pertahanan keuangan. 15