Kebijakan Stabilisasi terhadap P pmy enganggu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keputusan dan arah kebijakan pemerintah memiliki peran yang penting dalam menekan tingkat pengangguran. Dalam diskur- sus kebijakan pengangguran, tipologi kebijakan tersebut sangat berkaitan dengann teori ekonomi yang dijadikan landasan (underly-

ing theories). 1 Hubungan tripartit antara pemerintah, pengu- saha/perusahaan, dan pekerja dalam hal ini menjadi kerangka yang

kemudian sulit untuk dilepaskan. Mereka inilah tiga aktor dalam episode terkait pasar pekerja 2

Hubungan tripartit yang dinamis ini nampaknya tumbuh seir- ing kelahiran peradaban dan pengenalan manusia pada aktivitas ekonomi. Sebelumnya, aktivitas barter dan perdagangan dapat dikatakan tanpa melibatkan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pihak yang berkuasa. Namun kecenderungan berkuasa dan keperlu- an kepemimpinan menarik peran regulator ke dalam hubungan ter- sebut.

Maka dalam sejarah ditemukan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah tertentu terkait kasus-kasus ekonomi. Data-data terkait sejarah pemerintahan Abbasiyah, misalnya menyebut adanya krisis

1 Lihat misalnya: Stefano Scarpetta, “Assesing the Role of Labour Mar- ket Policies and Institutional Settings on Unemployment: A Cross-Country Stud-

ies,” OECD Economic Studies, no. 26 (1996): 1-56; Dennis J. Snower & Guillermo de la Dahesa, ed.,Unemployment Policy: Government Options for the Labour Market. (Cambridge: Cambridge University Press, 1997); Gary Burtless, “Can Supply-Side Policies Reduce Unemployment?: Lesson from North Ameri- ca,” Center for Economic Policy Research Discussion Paper, ANU. No. 440 (November, 2001); T. Boeri, R. Layad, and S.Nickell, “Welfare-to Work and the Fight Against Long Term Unemployment,” Report to Prime Minister Blair & D’Alema (2000): 1-36; Jochen Kluve, et. al., Active Labour Market in Europe: Performance and Perspective (Berlin: Springer, 2007).

2 George J. Borjas, Labor Economics, 3th Edition (New York: McGraw- Hill Irwin, 2005), 3.

ekonomi yang disebabkan oleh tidak sehatnya manajemen ekonomi pemerintahan al-Ami>n. Kasus ini menarik untuk dilihat karena

pada pemerintahan al-Ma’mu>n, krisis ini dapat diatasi. 3 Yang menjadi pertanyaan adalah: teori apa dan siapa yang menjadi lan-

dasan kebijakan al-Ma’mu>n untuk mengatasi krisis. Penelitian ini, sebagaimana nanti disampaikan, mengungkap adanya keterkaitan buku karya Muh}ammad ibn al-H{asan al- Shayba>ni> dengan kebijakan pemerintah al-Ma’mu>n, khususnya dalam mengatasi problematika pengangguran. Namun, sudah seki- tar 12 abad berlalu, sejak Muh}ammad ibn al-H{asan al- Shayba>ni> menulis karyanya, al-Kasb atau kadang disebut al-

Iktisa>b fi> al-Rizq al-Mustat}a>b. 4 Literatur ini dapat dianggap sebagai gagasan awal –dalam literatur muslim—yang dianggap

berbicara mengenai ekonomi mikro. Selama beberapa kurun men- jadi salah satu rujukan utama, pada akhir abad kedelapanbelas, bu- ku ini kemudian relatif dianggap minor karena berada di ‘wilayah samar’ antara sekian arus pemikiran ekonomi dunia, sementara gairah keilmuan dan kondisi sosial-kemasyarakatan masyarakat muslim mengalami apa yang disebut sebagian pengamat sebagai fase ‘kejumudan’. Joseph Schumpeter dalam History of Economic

3 Salah satu indikator pengentasan krisis ekonomi yang dicapai oleh al- Ma’mu>n yaitu kas negara yang mencapai angka 390.855.000 Dirham atau

setara dengan sekitar 25.014.720.000.000 Rupiah setelah sebelumnya “habis” karena manajemen buruk pemerintahan al-Ami>n (Lihat misalnya keterangan Abu> al-Fida> al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Rusul wa al-Mulu>k, vol. 2 [Beirut: Da>r al-Fikr, 1991] 20-22; Ah}mad ibn ‘Abd Alla>h al-Qalaqshandi>, Maa>thir al-Ina>qah fi> MA’a>lim al-Khila>fah, vol. 1 [Kuwait: Mat}bA’ah Da>r al- H{uku>mah, 1985], 93; Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 3 [Cairo: ], 142, Ibn Khaldu>n, Ta>rikh ibn Khaldu>n vol. 1 (Beirut: al-‘A<la>m al- ‘Arabi>, t.t.), 151; Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Ta>ri>kh al-Khulafa>’ [Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.], 276-284).

4 Meski lebih memilih nama al-Kasb, penulis berpendapat bahwa nama defenitif karya al-Shayba>ni> itu memang masih kontroversial. Ini misalnya

terlihat ketika filolog Mahmud ‘Arnus, menyebut dalam pengantar analitisnya terhadap al-Iktisa>b, bahwa buku asli karya al-Shayba>ni> memang berjudul al- Iktisa>b fi> al-Rizq al-Mustat}a>b, berdasarkan pada keterangan murid al- Shayba>ni> dalam mukadimah monolog tersebut (al-Shayba>ni>, al-Iktisa>b fi al-Rizq al-Mustat}a>b, ed. Mah}mu>d ‘Arnu>s [Beirut, Da>r al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 1989], 5). Namun dalam mukadimah manuskrif dari Mu>sa> Ka>z}im (no. 1152 /1348 H.), tertulis bahwa karya al-Shayba>ni> itu justru berjudul al- Kasb.

Analysis, 5 misalnya, tidak menyebutkan kontribusi al-Shayba>ni>, meski ia sempat setidaknya menyebut dua kali nama Ibn Khaldu>n,

pada catatan kaki. 6 Padahal kontribusi ilmiah al-Shayba>ni> cukup signifikan.

Dalam diskursus hukum internasional yang dianggap sebagai teks penting, misalnya, beberapa pemikir hukum cukup intens dengan pemikiran al-Shayba>ni>. Judge Christopher G. Werremantry da-

lam Justice Without Frontiers: Furthering Human Rights, 7 misal- nya, menyebut nilai otoritatif ide hubungan internasional al-

Shaybani. Demikian halnya dengan Jurnal Silsilat Da‘wat al- H{aqq 8 yang melansir kontribusi al-Shayba>ni> dalam ranah per-

janjian internasional. Secara lebih spesifik, J. Kelsay 9 , mempub- likasi kontribusi pemikiran etik al-Shayba>ni> mengenai pepe-

rangan. 10 Kajian terhadap buku al-Iktisa>b atau al-Kasb lebih banyak

dikemukakan oleh peneliti Timur atau lebih spesifik, Timur Ten- gah. Beberapa literatur akademis lain, misalnya yang ditulis oleh Suhayl Zakka>r memberi pengantar analitis terhadap buku al-

Shayba>ni>, al-Kasb. Kemudian Rif‘at al-‘Iwad}i> 11 melakukan hal yang relatif senada atas karya ekonomi al-Shayba>ni> itu.

Setelah itu ada pula yang memproyeksikan al-Shayba>ni> dalam kerangka pemikiran tokoh ekonomi islam, seperti yang dilakukan

5 Lihat: Joseph A. Schumpeter, History of Economic Analysis, ed. Eliza- beth B. Schumpeter (London: Routledge, 2006).

6 Bandingkan dengan pengantar Yassine Essid yang mensinyalir cukup sulitnya ilmuan barat dalam memahami pemikiran ekonomi muslim-arab, seperti

Ibn Khaldun (Yassine Essid, a Critique of the Origins of Islamic Economic Thought (Leiden: Brill, 1995), 3.

7 Lihat: Judge Christopher G. Weeramantry, Justice Without Frontiers: Furthering Human Rights (Leiden: Brill Publishers, 1997), 59.

8 Uthma>n ibn Jumu’a D{umairiyah, “al-Mu‘a>hada>t al-Dauliyah fi> Fiqh al-Ima>m Muh}ammad ibn al-H{asan al-Shayba>ni>,” Silsilat Da‘wat al-

Haq 177 (1997). 9 John Kelsay, "Al-Shayba>ni> and the Islamic Law of War,” Journal of

Military Ethics, no.1 (2003) : 63–75. 10 Buku al-Shayba>ni> yang secara khusus berbicara tentang hukum dan

tata laksana pemerintahan dikenal dengan, al-Siyar. Ma>jid Khadu>ri> mener- jemahkan buku ini ke bahasa Inggris dan memberinya judul: the Islamic Law of Nations. Terjemah ini diterbitkan oleh the John Hopkins Press pada tahun 1966.

11 Rif‘at Al-‘Iwad}i>, Min al-Tura>th al-Iqtis}a>di> li al-Muslimi>n (Jeddah: Moslem World League, 1983).

oleh 12 Shawqi> Ah}mad Dunya>, Ja>sim Muh}ammad Shiha>b 13 dan Ah}mad

Sulayma>n

Mah}mu>d Kha-

wa>s}i>na>. 15 Dari akademisi Barat, tercatat Michael Bonner yang secara khusus membedah buku al-Shayba>ni> tersebut. Kemudian

ada Ahmed el-Ashker dan Rodney Wilson 16 yang secara singkat menjelaskan ide-ide ekonomi al-Shayba>ni>.

Beberapa literatur di atas dapat dikatakan relatif sedikit bila dibandingkan dengan kajian terhadap beberapa tokoh lain selain al- Shayba>ni>. Padahal seperti disebut oleh Mohammad Nejatullah Sidiiqi bahwa berkurangnya antusias kajian akademis terkait dengan ‘isu ekonomi’ di tingkat pasca-sarjana terhadap sejarah

dekade-dekade awal Islam, sebagai salah satu dari enam kendala 17 majunya penelitian dalam ekonomi Islam. Selanjutnya kemandegan

ini tentunya akan berpengaruh terhadap kontribusi pemikiran ekonomi islam yang dianggap saat ini cukup berkembang di dunia. Jangan sampai Islamic Finance malah seperti macan ompong, ka- rena tidak tangkas dalam menyikapi problematika ekonomi kon- temporer.

Oleh karena itu, studi ekonomi yang menggali khazanah pemikiran ekonomi yang bernuansa ke-Islaman nampaknya perlu terus dilakukan. Pendekatan sejarah secara umum tentu saja lumrah dilakukan. Namun akan sangat relevan bila teks-teks sejarah dan

12 Shawqi> Ah}mad Dunya>, Silsilat A‘ala>m al-Iqtis}a>d al-Isla>mi> (Mekka: Maktabat al-Khirri>ji>, 1984).

13 Ja>sim Muhammad Shiha>b al-Bija>ri>, Dira>sa>t fi> al-Fikr al- Iqtis}a>di> al-‘Arabi> al-Isla>mi> (Mosul: Shirkat Mat}ba‘at al-Jumhu>r,

1990). 14 Ah}mad Sulayma>n Mah}mu>d Khawa>s}i>na>, al-Fikr al-

Iqtis}a>di> ‘inda al-Ima>m Muh}ammad ibn al-H{asan al-Shayba>ni> (Yar- mouk, Yarmouk University,1997).

15 Bonner, Michael, “The Kitab al-kasb attributed to al-Shayba>ni>: pov- erty, surplus, and the circulation of wealth,” the Journal of the American Orien-

tal Society 121, no. 3 (2001) : 410-427. 16 Ahmed A. F. Al-Ashker dan Rodney Wilson, Islamic Economics a

Short History (Leiden: Brill, 2006), 197-205. 17 Lima kendala lainnya adalah: kurangnya studi empiris; kurangnya

dukungan kelembagaan; kurang disiplin dalam etika dan norma penelitian dan publikasi; kelemahan dalam visi dan kegagalan dalam membedakan antara yang bersifat ilahi dan manusiawi dalam warisan Islam (Lihat: Mohammad Nejatullah Siddiqi, “Obstacles of Research in Islamic Economics” dalam Islamic Econom- ics Journal, no. 2, vol. 21, (2008) : 83-85.

pemikiran yang tentu memiliki realitas kompleks ini didekati me- lalui kajian yang inter-disipliner. Maka sembari merespon tawaran

Shamim A. Siddiqi, 18 tesis ini akan mendekati al-Shayba>ni> se- bagai salah seorang pemikir ekonomi 19 -hukum Islam setidaknya

dengan dua pendekatan utama: ekonomi-politik dan historiograpi ekonomi.

Menurut M. Bonner, Khilafah Abbasiyah pada masa al- Shayba>ni> 20 mengalami economic sphere. Sejarawan al-

Ya‘qu>bi> menggambarkan kondisi di mana saat itu masyarakat mendapatkan kesejahteraan melalui pengembangan dan ekspansi ekonomi. Namun ini disinyalir, seperti dicatat oleh S. D. Goitein membawa pada tumbuhnya borjuasi arab pertama dalam sejarah

Islam. 21

Meski masih ada perdebatan tentang catatan Goitein, yang menarik dari setting sejarah seperti itu, bahwa al-Shayba>ni> ma- lah mendiktekan al-Kasb yang notabene berisi pesan mengenai

18 Shamim Ahmad Siddiqi, “a Suggested Methodology for the Political Economy of Islam” King Abdul Aziz University Journal: Islamic Economics, no.

22 (2009) : 101-142. Secara defenitif, Shamim tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang dia maksudkan dengan pendekatan pluralistik. Namun, nampaknya penekanan yang dibuatnya terletak pada ‘tidak menolak mentah-mentah apa yang ditawarkan oleh ekonomi barat.’

19 Tanpa argumentasi, M. Bonner dalam “the Kita>b al-Kasb Attributed to al-Shayba>ni>: poverty, surplus, and the circulation of wealth” dalam the Jour-

nal of the American Oriental Society, no. 3, vol. 121, (2001) : 410, mengklaim ilmu ekonomi dalam tradisi Islam-Arab diistilahkan dengan “’Ilm Tadbi>r al- Manzil,” padahal penyebutan ini terbatas dalam konteks pekerjaan perempuan dalam mengurus rumah tangga (Lihat misalnya: Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Ghaza>li>, Ih}ya> Ulu>m al-Di>n,vol. 1 [ t.t.p], 388; ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn H{abi>b al-Ma>wardi>, A<da>b al-Dunya> wa al-Di>n [Beirut: Da>r al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987]).

20 Lihat: keterangan M Bonner, “the Kita>b al-Kasb Attributed to al- Shayba>ni>: poverty, surplus, and the circulation of wealth” dalam the Journal

of the American Oriental Society 121 no. 3 (2001) : 412; United Nations, Euro- pean Commission, International Monetary Fund, Organisation for Economic Co- operation and Development, World Bank , 2005, Handbook of National Account- ing: Integrated Environmental and Economic Accounting 2003, Studies in Meth- ods, Series F, No. 61, Rev. 1, Glossary, United Nations, New York, paragraf. 3, 79.

21 S. D. Goitein, “the Rise of the Middle-Eastern Bourgeoise in Early Is- lamic Times,” Cahiers d’histoire mondiale, III (1957); Edisi revisi dalam Studies

in Islam and Islamic Institutions (1966): 217.

produktivitas dan kinerja. Secara implisit, ini dapat dibaca dengan dua pandangan: (1) respon al-Shayba>ni> terhadap kondisi sosial kemasyarakatan yang terjadi; dan (2) pandangan futuristik al- Shaiba>ni> terhadap gejala-gejala sosial yang akan terjadi di masa akan datang.

Namun bila melihat sedikit informasi yang dapat digali dari beberapa literatur, al-Kasb malah dibuat karena permintaan teman- teman al-Shayba>ni> yang memerlukan nasehat “gaya hidup” darinya. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dikatakan sendiri oleh al-Shayba>ni> dalam pembukaan al-Kasb sebagaimana keterangan

al-Sarakhsi> (w. 1175 M./571 H.). 22 Namun tentu saja, masih ter- dapat ruang interpretasi lain yang dapat melengkapi pengakuan ter-

sebut yaitu informasi lain yang sifatnya lebih umum dan terjadi pa-

da saat itu. Pencarian latar belakang ini sangat relevan bila dikait- kan dengan isi pandangan al-Shayba>ni> dalam al-Kasb yang san-

gat erat terkait empat hal 23 : (1) produktivitas dan pembagian kerja; (2) distribusi kekayaan; (3) kemiskinan; dan (4) konsumsi.

Empat hal di atas secara normatif biasanya dilihat dari per- spektif fikih. Namun sesungguhnya perspektif ekonomi dapat melihatnya sebagai bentuk paling sederhana terkait analisis ekonomi makro. Dalam hal ini, secara lebih khusus, produktivitas sangat terkait dengan produksi; semantara distribusi sangat berkai- tan dengan akumulasi kekayaan dan konsumsi adalah aktivitas penggunaan barang dan jasa. Dalam bahasa statistik, tiga ini menempati posisi utama dalam komponen National Account Sys-

tem (NAS) 24 yang merupakan kerangka konseptual lengkap dan konsisten untuk mengukur aktivitas ekonomi sebuah Negara. Se-

mentara kemiskinan juga mendapatkan titik tekan yang cukup sen-

22 Muh}ammad ibn Muh}ammad Rad}i> al-Di>n Al-Sarakhsi>, al- Mabsu>t}, vol. 12 (Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1331), 11.

19 Muh}ammad ibn al-H{asan Al-Shayba>ni>, al-Kasb (Manuskrif Mu>sa> Ka>z}im, no. 1153, Jami‘at Umm al-Qura>, Maktabat al-Malik ‘Abd

Alla>h bin ‘Abd al-‘Azi>z), 63-65. 20 J. Steven Lendefeld, Eugene P. Seskin, dan Barbara M. Fraumeni,

“Taking the Pulse of the Economy: Measuring GDP,” Journal of Economic Per- spectives

: 193-216; lihat: http://unstats.un.org/unsd/sna1993/toclev8.asp?L1=1&L2=2. Diakses 20 Oktober 2010.

22, no.

2 (Spring

mikro, tidak cukup tepat dalam klaimnya. 25 Implikasinya, asumsi bahwa penulisan al-Kasb secara kental dipengaruhi oleh setting

ekonomi Negara Abbasiyah mendapatkan pembenaran. Namun demikian, al-Shayba>ni> sebetulnya juga mengintro- duksi hal lain yang berkaitan dengan kekhawatirannya terhadap problematika pengangguran yang terjadi pada kelas bawah masyarakat. Hal utama yang dapat dijadikan argumentasi adalah bahwa keadaan Negara Abbasiah saat itu mengalami ekspansi ekonomi yang cukup luas yang berimplikasi pada kemakmuran dan

peran internasional yang luar biasa. 26 Namun, seperti secara implisit ditemukan dari keterangan al-Khati>b al-Baghda>di> (w. 1072

M./463 H.), kemakmuran itu lebih terpusat di ibukota pemerinta- han, Baghdad. Dalam pengertian terbatas, telah terjadi sentralisasi modal yang membentuk hubungan antar produksi, kepemilikan, dan tingkat konsumsi.

Maka terjadilah apa yang disebut belakangan sebagai kelas ekonomi pada struktur masyarakat saat itu. Philip K. Hitti 27 menu-

lis bahwa kelas atas masyarakat saat itu dihuni oleh para aristokrat, selanjutnya kelas tingkat dua terdiri atas para penulis sastra, orang terpelajar, seniman, pengusaha, pengrajin, dan pekerja profesional. Sementara kelas bawah yang merupakan masyarakat mayoritas terdiri atas petani, pengembala, dan penduduk sipil yang menjadi penduduk asli dan berstatus sebagai dhimmi>. Celakanya, kelas- kelas ini nampaknya membentuk polarisasi pada rentang antara pertengahan abad ketiga dan pertengahan abad keempat. Kelas penguasa dengan membebankan pajak yang tinggi dan regulasi

25 Di antaranya yang mengklaim hal ini yaitu Ahmed el-Ashker dan Rod- ney Wilson dalam Islamic Economics: a Short History (Leiden: Brill, 2006),

197. 26 Lihat: Ah}mad ibn ‘Alyy ibn Tha>bit al-Baghdadi>>, Ta>ri>kh Bagh-

da>d, vol. 1 (Cairo: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>, 2001), 119. 27 Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the

Present, 7 th Edition (New York: Palgrave Macmillan, 1974), 341.

yang tidak mendukung pada bidang pertanian dan industri rumah tangga. Para penguasa semakin kaya, rakyat justru makin miskin. 28

Tapi tentu saja proses kemiskinan ini secara bertahap terjadi dan menimbulkan implikasi-implikasi ekonomis di antaranya pengangguran. Betul bahwa kemiskinan amat terkait dengan level pendidikan, ukuran keluarga, usia, dan seterusnya (Zhang dan Wei, 1999). Namun, kita harus melihat faktor lain yang mempengaruhi kemiskinan seperti pengangguran. Studi kontemporer melihat bah- wa memang ada keterkaitan timbal-balik antara kemiskinan dan

pengangguran. R. K. Bohare 29 , misalnya, menilai terdapat hub- ungan saling terkait antara pengangguran pedesaan dan kemiski-

nan. El-Aynaoui mengungkapkan bahwa estimasi ekonometrik mengindikasikan, secara cateris paribus, pengangguran secara sig-

nifikan meningkatkan probabilitas jatuh miskin. 30 Analisis regresi yang dilakukan oleh Jinjun Xue dan Wei Zhong 31 menyimpulkan

bahwa ada hubungan yang kuat antara kemiskinan dan penganggu- ran perkotaan. Sementara Pierre-Richard Agénor, Alejandro Izquierdo, dan Henning Tarp Jensen, dalam batas tertentu menga- takan bahwa fokus mengurangi kemiskinan pada negara-negara berpenghasilan kecil, adalah dengan upaya dalam menekan

pengangguran. 32 Dengan merujuk pada beberapa kajian di atas, cukup

beralasan bila kita mengatakan secara hipotesis bahwa penganggu- ran telah terjadi di masa Abbasiah, meski tanpa terlebih dulu me- nyebut angka yang pasti karena terbatasnya data sejarah-dan statis- tik. Seperti disebutkan Philip K. Hitti, tidak banyak sumber yang membincang terkait kehidupan keseharian masyarakat Baghdad

28 Lihat misalya keterangan Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the Present (New York: Palgrave Macmillan, 1974), 618.

29 Bohare, R.K., Rural Poverty and Unemployment in India (Delhi: Nothern Book Centre, 1995), 26

30 Lihat: El Aynaoui, Karim J. P., Poverty and the Segmented Urban La- bor Market in Morocco: A New Approach, Ph.D Dissertation (University of Bor-

deaux, 1998). 31 Dalam Unemployment, Poverty, and Income Disparity in Urban China,

ed. Shi Li, dan Sati Hiroshi (New York: Routledge, 2006), 43-64. 32 Pierre-Richard Agénor, Alejandro Izquierdo, & Henning Tarp Jensen,

Adjustment Policies, Poverty, and Unemployment: the IMMPA Framework (Malden: Blackwell Publishing, 2007), 101.

secara umum, dan hal-hal yang dirasakan oleh orang kebanyakan, kecuali dari karya-karya puitis seorang sufi, Abu> al-

‘At}a>hiyah 33 . Sayangnya, karya sufi ini tidak dielaborasi lebih jauh oleh Philip K. Hitti.

Namun demikian, beberapa informasi sejarah yang terbatas 34 menyebutkan terma pengangguran/tidak bekerja/libur atau al-

bat}a>lah dalam literatur sejarah arab pertengahan cukup familiar. Dalam hal ini, al-bat}a>lah secara umum berkonotasi negatif kare-

na dianggap sikap yang kurang berguna. 35 Ungkapan lain yang rel- evan dengan pengangguran adalah ta’at}t}ala yang juga cukup fa-

miliar dalam literatur sejarah abad pertengahan. Terlepas dari semua itu, sejarawan Peter S. Scales mencatat bahwa hunian ku- muh serta gelandangan yang notabene pengangguran merupakan pemandangan yang relatif mudah didapati di kota-kota abad

pertengahan Islam seperti Baghdad. 36 Dapat dipahami bila sejara- wan Mosul, Ibn al-T{aqtaq}i> (w. 1309 M./709 H.) dengan nada

keras mencela rezim Abbasiyah yang menurutnya penuh tipu mus- lihat, licik, dan penipu sehingga potensi kekuatan Negara terkikis, terutama pada masa akhir. Inilah yang kemudian disebutnya tinda-

kan menganggurkan kekuatan. 37 Beberapa sketsa di atas, mengindikasikan bahwa memang te-

lah terjadi pengangguran di masa Abbasiah. Tinggal pertanyaann- ya, kapan persisnya itu terjadi. Untuk menjawab hal ini, pertama- tama perlu kiranya kita memaparkan secara kronologis masa-masa keemasan dan kemunduran hingga keruntuhan rezim Abbasiyah. Secara umum, sejarawan menilai bahwa rezim Abbasiyah mendapatkan masa kejayaannya pada delapan periode pertama yai-

33 Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the Present, 7 th Edition (New York: Palgrave Macmillan, 1974), 304.

34 Di antaranya keterangan al-Khati>b al-Baghda>di> (w. 1072 M./463 H.) dalam Ta>ri>kh Baghda>d saat menyebut hari raya, penduduk menganggur

(Ta>ri>kh Baghda>d, vol. 6 [Cairo: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>, 2001], 83). 35 Lihat: Muh}ammad ibn ‘Ali> al-Dimashqi> Ibn T{u>lu>n, (w. 1546

M./953 H.) dalam Mufa>kaha>t al-Khilla>n fi Hawa>dith al-Zama>n, vol. 1 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,1998), 12.

36 Peter C. Scales, The Fall of Caliphate of Cordova Berbers & Andalus in Conflict (Leiden: E.J. Brill, 1994), 59.

37 Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn T{aba>t}aba> Ibn al- T{aqtaqi>, al-Fakhri> fi> al-A<da>b al-Sult}a>niyyah (Cairo: t.p., 1922), 54.

tu antara tahun 775-842 M. Dalam bahasa ekonomi, tingkat per- tumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat saat itu dapat dinilai relatif baik. Pada masa Ha>ru>n al-Rashi>d (w. 786 M.) dan anaknya al-Ma’mu>n (w. 813 M.), Philip K. Hitti menulis bahwa

tingkat kepuasan publik kepada pemerintah relatif tinggi. 38 Tapi sungguh sulit memverifikasi klaim Hitti karena memang dia tidak

menyertakan sumber data yang dapat dirujuk. Padahal justru gejala yang lebih kuat adalah masyarakat kelas bawah yang notabene-nya merupakan mayoritas dan tinggal di luar Baghdad mengalami semacam diskriminasi, baik secara ekonomi atau politik. Ini ditandai dengan besarnya pajak tanah (al-khara>j) yang merupa-

kan pemasukan terbesar pemerintah 39 dan mewahnya gaya hidup masyarakat kelas atas Baghdad. 40 Sehingga kuat dugaan, penilaian

publik sifatnya bukan masyarakat luas, namun masyarakat terbatas. Jadi seperti disebut sebelumnya, adanya kelas ekonomi dalam masyarakat saat itu menyebabkan munculnya kelas masyarakat miskin yang rendah tingkat pendapatan dan rentan terhadap pengangguran. Relasi kelas sosial dengan tumbuhnya penganggu-

ran juga ditemukan oleh beberapa peneliti sosial-ekonomi. 41 Dengan demikian, al-Kasb dapat disebut sebagai respon al-

Shayba>ni> terhadap masalah pengangguran yang terjadi pada

38 Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the Present, 7 th Edition (New York: Palgrave Macmillan, 1974), 297.

39 Lihat: al-Ma>wardi>, al-Ah}ka>m al-Sult}a>niyyah, 366; Ibn Khal- du>n, Ta>ri>kh ibn Khaldu>n, 150-151.

40 Lihat: Muh}ammad ibn Ish}a>q al-Washa>, Kita>b al-Muwashsha> (Cairo: Maktabat al-Khanji>, 1953), 1, 12, 13, 37, 124-125, 129-131, 142;

bandingkan dengan keterangan al-Mas’u>di>, Muru>j al-Dhahab wa Ma‘a>din al-Jawhar , vol. 8 (Cairo: Da>r al-T{iba>‘ah al-‘A<mirah, 1283 H.), 298-299; dan al-Is}faha>ni> dalam al-Agha>ni>, vol. 9 (Cairo: Mat}bA’at al-Taqaddum, 1916), 83; Ibn al-Athi>r, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh, vol. 6 (Beirut: Da>r al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987), 279; al-Tha‘a>labi> dalam Lat}a>if al-Z{urafa>, ed. Adna>n Kari>m Rajab ({Beirut: al-Da>r al-‘Arabiyyah li al-Mawsu>’a>t, 1999), 73-74; Ibn Khaldu>n, Ta>rikh ibn Khaldu>n (Beirut: al-‘Ala>m al-‘Arabi>, t.t.), 144-145.

41 Lihat misalnya: Christoper T. Whelan, Social Class, Unemployment, and Psychological Distress (ESRI, 1991), 1; Lydia Morris, Dangerous Classes:

the Underclass and Social Citizenship (London: Routledge, 1994), 109; Hans- Peter Blossfeld, Melinda Mills, & Fabrizio Bernardi, Globalization, Uncertainty, and Men's Careers: an International Comparison (Cheltenham: Edward Edgar Publishing, 2006), 474.

masanya, terutama pada masyarakat kelas bawah. Hal ini diperkuat oleh pembahasan al-Shayba>ni dalam al-Kasb terkait tema per-

tanian 42 yang pada umumnya kurang begitu disukai oleh orang Ar-

ab karena anggapan bahwa dirinya terlalu mulia untuk jenis peker- jaan ini. 43 Di samping itu judul al-Kasb juga menyiratkan pesan

agar giat bekerja dan meninggalkan sikap kontra-produktif. Dengan bahasa lain, ini berarti bahwa ‘obyek pemasaran’ utama al-Kasb setidaknya adalah dua pihak: pertama kelas ekonomi rendah yang terdiri atas para petani, industri rumahan, dan para penganggur. Sementara pembahasan yang terkait akumulasi modal, distribusi modal, konsumsi, dan penanggulangan kemiskinan, lebih ditujukan kepada masyarakat ekonomi kelas menengah dan atas.

Maka implikasi dari hipotesis di atas ialah bahwa karya al- Kasb dapat dianalisis melalui pendekatan dua sisi: analisis politik ekonomi lebih tepatnya kebijakan ekonomi, di samping bahwa latar belakang sejarah akan dipaparkan dengan gaya penuturan historio- grafi ekonomi.

B. Permasalahan

1. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Dari Judul dan latar belakang yang dikemukakan, dapat diiden- tifikasi beberapa permasalahan yaitu:

a. Bagaimana konstruk umum sejarah pemikiran ekonomi abad ke-9 M?

b. Bagaimana sejarah kajian ekonomi pada komunitas muslim Timur Tengah abad ke-9 M?

c. Bagaimana posisi keilmuan al-Shayba>ni> pada masa lalu dan masa kini?

d. Bagaimana peran al-Shayba>ni> dalam konteks sosial- politik?

e. Apakah pemikiran al-Shayba>ni> dalam beberapa karyanya dapat dikategorikan sebagai pemikiran ekonomi?

42 Muh}ammad ibn al-H{asan Al-Shayba>ni>, al-Kasb ; Ahmed el- Ashker dan Rodney Wilson dalam Islamic Economics: a Short History (Leiden:

Brill, 2006), 202. 43 Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the

Present (New York: Palgrave Macmillan, 1974), 441.

f. Bagaimana jadinya konstruk pemikiran itu bila didekati me- lalui pendekatan ekonomi politik dan pendekatan sejarah?

g. Apakah pada umumnya metodologi penelitian ekonomi is- lam terkait ekonomi politik (political economy) telah tepat?

h. Apa dan bagaimana relevansi pemikiran ekonomi al- Shaybani dengan konteks kekinian?

Dari identifikasi obyek masalah yang cakupannya cukup lu- as, maka akan dibatasi pada beberapa hal berikut ini:

1) Bagaimana konstruk ekonomi dalam perspektif al- Shayba>ni> bila didekati dengan pendekatan political economy (ekonomi politik), terutama bila dilihat dari per- spektif demand dan supply, melihat dari struktur adat, in-

formasi, struktur legal (hukum) dan pemerintah saat itu? 44

2) Bagaimana hasil dan proses analisis sejarah terhadap hal di atas bila dilakukan melalui pendekatan sejarah pemikiran ekonomi?

3) Apa dan bagaimana relevansi dan kontribusi pemikiran ekonomi al-Shaybani dengan konteks kekinian?

2. Perumusan Masalah

Sebagai sebuah penelitian pada konsentrasi bidang studi Ekonomi Islam, penelitian ini akan mengkaji sejarah pemikiran ekonomi islam, khususnya pada abad ke-9 M., dengan kasus pemikiran ekonomi Muh}ammad ibn al-H{asan al-Shayba>ni> yang diteliti melalui karya-karyanya. Hal yang menarik, se- bagaimana disinggung di atas, adalah menguak labirin relasi antara penulisan al-Kasb dengan latar belakang masyarakat saat itu. Hipotesis sementara yang didapatkan bahwa al-Kasb ditulis di- latarbelakangi oleh problematika pengangguran. Karya ini akan dianalisis dengan pendekatan supply dan demand solutions, se- hingga akan didapati garis merah problem pengangguran yang semoga saja dapat aktual untuk konteks saat ini.

44 Lihat pendekatan yang dipakai dalam antologi hasil editan Alain Mar- ciano dan Jean-Michel Josselin yang berjudul Law and the State: A Political

Economy Approach (Cheltenham: Edward Elgar, 2005).

Selain itu, kita juga tidak bisa menapikan suasana politis dalam kehidupan al-Shayba>ni> juga menjadikan penelitian ini cukup menarik. Karena nyatanya, setelah kemangkatan Tuan Kadi sebe- lumnya, Abu> Yu>suf yaitu sekitar dua tahun, ia menjadi Tuan Kadi di bawah pemerintahan Abbasiyah saat itu. Dengan demikian, tidak hanya melalui pendekatan sejarah pemikiran ekonomi, namun pemikiran al-Shayba>ni> juga akan sangat relevan jika didekati melalui pendekatan ekonomi-politik.

C. Perbedaan dengan Studi-studi sebelumnya

Secara khusus dan dalam konteks pengentasan pengangguran, tesis ini akan berbeda dari empat kutub besar pendekatan terhadap solusi pengangguran: (1) pendekatan demand; dan (2) pendekatan supply; (3) pendekatan instiusional; dan (4) pendekatan kon- traktual; (5) pendekatan laissez-faire.

Melalui hasil telaah literatur, dapat ditulis di sini beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya di antaranya oleh Ghazi

Farooq & Yaw Ofosu 45 yang meneliti terkait hubungan antara pop- ulasi, angkatan kerja dan pekerjaan. Dalam hal ini salah satu kes-

impulannya relatif senada dengan tesis ini, bahwa: “Effective and lasting solutions to the employment problem require the adoption of an approach which handles the various supply and demand as- pects in an integrated manner.” Namun demikian, penelitian kedua orang ini menggunakan pendekatan ekonometrik dan studi statistik. Sementara tesis ini, menggunakan pendekatan inter-disiplin dengan dua muara utama: historiografi ekonomi dan ekonomi politik.

Lalu pada tahun 2003, Stephen W. Swith 46 dengan kesimpulan yang relatif senada telah meneliti fenomena pengangguran yang

dalam hal ini dianalisis dari pendekatan pasar. Artinya, Smith melihat penganggur laiknya barang yang sangat terkait dengan agregat dan mekanisme permintaan pasar. Tentu saja, kerangka penelitian ini menjadi distingtif dengan cakupan yang cukup kom- prehensif dan cita rasa empiris-nya yang cukup kental. Hal ini sedikit berbeda dengan tesis yang digarap ini dari segi pendekatan,

45 Ghazi Farooq & Yaw Ofosu, Population, Labour force, and Employment: Concept, Trends and Policy Issues (Geneva: ILO, 1992), 75.

46 Stephen W. Smith, Labour Market, 2th Edition (London: Routledge, 2003), 374.

kemudian cakupan bahasan yang hanya fokus pada “penanggulan- gan dan sikap dalam menghadapi penangguran”.

Sementara Sami>r M. Qantaqji> menganggap solusi ekonomi konvensional terhadap masalah pengangguran masih belum me- nyentuh akar masalah. Dalam bukunya, ia menawarkan pendekatan “fiqh-integral”: (1) membentuk masyarakat ‘bunya>n mars}us}’ (ber-struktur solid); (2) membangun jiwa kerja dan menyiapkan

kesempatan kerja; dan (3) memfasilitasi sumber daya keuangan. 47 Apa yang ditawarkan oleh Qantaqji> tidak dikerangkakan dalam

pendekatan ekonomi konvensional yang notabene telah mendunia, sehingga nampak kehilangan konteks dan menyendiri di menara gading. Nah, tesis yang coba ditulis ini sebaliknya, akan melakukan kontekstualisasi pemikiran ekonomi al-Shayba>ni> dalam kerang- ka pemikiran ekonomi kontemporer. Hal senada dengan Qantaqji> juga dilakukan oleh Husayn Shah}h}a>tah. Dengan konteks ekonomi berkembang, dia menawarkan “strategi ekonomi-islami” terhadap problem pengangguran yang beracuan pada beberapa pro- gram kerja: (1) menyiapkan SDM baik secara mental-spiritual dan skill, (2) mengembangkan pembiayaan dengan skim-islami; (3) proteksi pemerintah terhadap proyek-proyek pertumbuhan con- tohnya dengan mengkaji ulang regulasi perpajakan; dan (4) peran

aktif NGO masyarakat madani terkait sektor mikro ekonomi. 48 Terhadap beberapa penelitian dan tulisan di atas, penulis sei-

rama dalam kesimpulan tapi berbeda dalam metodologi. Dengan kata lain, solusi terhadap pengangguran yang ditawarkan memang dalam hal ini sejalan: bahwa pengangguran harus ditangani dengan pendekatan integral yang mengkombinasikan dua pendekatan baik sisi supply atau sisi demand.

Adapun kutub kedua dan ketiga lainnya yaitu kutub yang hanya menekankan salah satu dari sisi demand atau sisi supply saja, dapat dikemukakan diantaranya dengan penelitian Fahim Khan yang menitikberatkan pada penanggulangan pengangguran dengan wa- wasan wirausaha (entrepreneurship oriented), yang berarti men-

47 Samir M. Qantaqji>, Mushkilat al-Bat}a>lah wa ‘Ila>juha> fi> al- Isla>m (H{ama>h: Markaz Abh}a>th Fiqh al-Mu’a>mala>t al-Isla>miyyah,

2004). 48 Lihat: Husayn Shah}h}a>tah, “al-Manhaj al-Isla>mi> li ‘Ila>j Mushkilat

al-Bat}a>lah,” al-’A<lamiyyah, vol. 18 (2006).

jadikan sisi supply sebagai fokus. Secara senada, Johansson (2000), Hurst, dan Lusardi, (2004) yang menekankan bahwa pengangguran yang tinggi dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat kemandiri-

an. 49 Adapun beberapa penelitian yang lebih menekankan sisi sup- ply, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Audretsch (1995);

Audretsch, Thurik, Verheul dan Wennekers (2002) yang menyim- pulkan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi berkorelasi dengan stagnan-nya pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada sedikitnya

peluang kewirausahaan. 50 Terhadap penelitian-penelitian yang lebih menekankan sisi

supply atau demand an sich ini, penulis tidak senada lebih karena pendekatan terhadap penangguran sejatinya tidak simplistis. Na- mun sejatinya integral dan sistematis. Dari sisi metodologi, penelitian-penelitian di atas lebih mengedepankan pendekatan ekonometrik dan statistik, sementara penelitian saya lebih men- gutamakan pendekatan sejarah ekonomi dan ekonomi politik.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengelaborasi sejarah pemikiran ekonomi abad ke-8 M dan merekonrtuksi sejarah tersebut. Namun dapat disampaikan bahwa secara lebih spesifik, penelitian ini bertujuan:

1. Membangun konsepsi wacana pemikiran ekonomi islam berdasarkan kajian tokoh tertentu;

2. Menguji pemikiran ekonomi Muh}ammad ibn al-H{asan al-Shayba>ni> melalui pisau analisis ekonomi politik dan sejarah pemikiran ekonomi.

3. Menjelaskan posisi al-Shayba>ni> dalam sejarah peta pemikiran ekonom dunia.

E. Manfaat Penelitian

49 A. Roy Thurik, Martin A. Carree, André van Stel, David B. Audretsch, “Does Self-Employment Reduce Unemployment?” Jena Economic Research

Papers (2007) : 6 -18. 50 D. B. Audretsch, A. R. Thurik, I. Verheul. and A. R. M. Wennekers (eds.),

Entrepreneurship: Determinants and Policy in a European-US Comparison (Boston/Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 2002).

Penelitian ini selain akan menambah wawasan yang relatif baru karena juga menggunakan pendekatan yang berbeda, diharapkan akan bermanfaat dalam pengembangan literatur ekonomi islam. Karya dan pemikiran ekonomi al-Shayba>ni> nampaknya merupa- kan dialektika ilmu dan sikap agamis terhadap realitas sosio-politik saat itu. Jadi secara praktis, hasil penelitian terhadap pemikiran ekonomi al-Shayba>ni> dapat dimanfaatkan dalam industri keu- angan saat ini. Selain itu, karena merupakan kajian lanjutan dari kajian-kajian sebelumnya mengenai al-Shayba>ni>, sehingga kajian ini lebih bersifat examiner-complementer.

F. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Sumber data utama (primary resources) dalam penelitian ini adalah dua karya utama al-Shayba>ni>, yaitu: al-Kasb atau al- Iktisa>b fi> al-Rizq al-Mustat}a>b, dan al-Mabsu>t}. Beberapa karya ini dibagi kepada dua klasifikasi, sesuai dengan kualitas

transmisinya kepada dua: (1) z}a>hir al-riwa>yah 51 yaitu buku al- Ashl atau yang lebih dikenal dengan al-Mabsu>t} yang dianggap

karya utama dan paling otoritatif. Buku ini akan dijadikan rujukan utama seandainya dalam al-Kasb ditemukan adanya pernyataan yang bertolak belakang dengan apa yang tertera di dalam al-

Mabsu>t}. (2) Ghayr z}a>hir al-riwa>yah, 52 yaitu al-Kasb atau al- Iktisa>b fi> al-Rizq al-Mustat}a>b. Kedua buku ini akan dianalisis

dengan pendekatan ekonomi politik dan pendekatan sejarah pemikiran ekonomi.

Dua sumber ini dipilih, di antara sekitar 16 buah karya yang disandarkan kepada al-Shayba>ni> 53 dikarenakan buku al-Kasb

51 Lihat klasifikasi karya al-Shayba>ni> ini dalam karya Muhammad ibn Isha>q ibn Nadi>m, al-Fihris, vol. 1 (Beirut, Da>r al-Ma‘a>rif, 1978), 204;

Muh}ammad Abu> Zahra>’, Abu> H{ani>fah: Haya>tuhu> wa ‘Ashruhu>, A<ra>uhu> wa Fiqhuhu>, vol. 2 (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1947), 27; Ibn ‘A<shûr, “Kutub Zha>hir al-Riwa>yah,” dalam Majjalat al-Azhar, vol. 36 (1965): 907-908.

52 Yaitu buku yang sumber transmisinya tidak seakurat dan semasyhur Zahir al-riwa>yah. Lihat: Ibn ‘A<shu>r, “Kutub Zha>hir al-Riwa>yah,” Maj-

jalat al-Az}har, vol. 36 (1965) : 907-908. 53 Al-Iktisa>b fi> al-Rizq al-Mustat}a>b atau al-Kasb; al-Siyar al-

Kabi>r; al-Siyar al-Shagi>r, al-Makha>rij fi> al-H{iyal; Kita>b al-H{ujjah Kabi>r; al-Siyar al-Shagi>r, al-Makha>rij fi> al-H{iyal; Kita>b al-H{ujjah

Adapun sumber kedua (secondary resources) penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan pustaka ilmiah, baik berbentuk fisik sebagai buku maupun digital yang berkaitan dengan hal-hal teoritis dan pendekatan ilmiah dan lain-lain.

Sebagai acuan yang menjadi sumber dalam pendekatan ekonomi politik adalah dua karya J. S. Mill, Princip of Political Economy with Some of Their Applications to Social Philosopy, ed. Stephen Nathanson (Indianapolis, Hackett Publishing Company, 2004); “On the Definition and Method of Political Economy” da- lam The Philosophy of Economics; an Anthology, ed. D. Hausman (Cambridge: Cambridge University Press, 2008); karya Leland B. Yeager yaitu Ethics as Social Sceince: The Moral Philosophy of Social Cooperation, New Thinking in Political Economy, Chelten- ham, Edward Elgar, 2001; antologi Marciano, Alain, dan Josselin, Jean-Michel, Law and the State: A Political Economy Approach, Cheltenham, Edward Elgar, 2005; Mehmet Asutay, “a Political Economy Approach to Islamic Economics: Systemic Understand- ing for An Alternative Economic System”, Kyoto Bulletin of Islam- ic Area Studies 1-2 (2007); dan tulisan Dimitris Milonakis dan Ben Fine, From Political Economy to Economics: Method, the Social

‘ala> Ahl al-Madi>nah; Kita>b al-As}l al-Ma’ru>f bi al Mabsu>t}; al-Ja>mi’ al-S{aghi>r, al-Ja>mi’ al-Kabi>r, Kita>b al-Ziya>da>t, Kita>b al-A<tha>r, Kita>b Ziya>da>t al-Ziya>da>t, Kita>b al-Nawa>dir, Kita>b al-Ruqiyya>t, Kita>b al-Kaisa>niyya>t, Kita>b al-Jurja>niyya>t, Kita>b al-Ha>ru>niyya>t (Muh}ammad ibn Ish}a>q Ibn al-Nadi>m, al-Fihris, vol. 1 [Beirut, Da>r al- MA’a>rif, 1978], 204).

and the Historical in the Evolution of Economic Theory (Oxon: Routledge, 2009).

Sementara untuk pendekatan sejarah pemikiran ekonomi, sum- ber yang dipakai adalah karya Husein Ghanim, al-Madkhal li Di- ra>sat al-Ta>ri>kh al-Iqtisha>di> wa al-Had}a>ri>: Ru‘yah Is- la>miyyah (Manshura: Da>r al-Wafa>, 1990); F. A. Hayek dalam the Trend of Economic Thinking (London: Routledge, 1991); Jo- seph A. Schumpeter yang berjudul History of Economic Analyis (London, Routledge, 2006); S. M. Ghazanfar, Medieval Islamic Economic Thought Filling the Great Gap in European Economics (London, Routledge Curzon, 2003); dan karya Ernesto Screpanti dan Stefano Zamagni, An Outline of the History of Economic Thought (New York, Oxford University Press, 2005).

Untuk pendekatan sejarah hidup al-Shayba>ni, digunakan be- berapa sumber di antaranya sebagaimana berikut: tiga karya Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Uthma>n al-Dhahabi>, Mana>qib al-Ima>m Abi> Hani>fah wa S}a>hibayhi Abi> Yu>suf wa Muh}ammad ibn al-H{asan, ed. Muh}ammad Za>hid al-Kauthari> dan Abu al-Wafa> al-Afgha>ni>, cet. IV (Hayderabad: Lajnat Ih}ya> al-Ma’a>rif al-Nu’ma>niyah, 1419 H.); dan Siyar A‘ala>m al-Nubala>, ed. Shu‘aib al-Arna>u>th, dkk., cet. III (Cairo: Muas- sasat al-Risa>lah, 1985); dan Ta>ri>kh al-Isla>m wa Wafaya>t al-Masyha>hi>r wa al-A‘ala>m, ed. Umar Abd al-Sala>m Tad- mu>ri (Beirut: Da>r al-Kita>b al-Arabi>, 1988); kemudian karya al-Baghda>di> (Ah}mad ibn Ali> Abu Bakr al-Khati>b), Ta>ri>kh Baghda>d (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt); dan karya Ibn al-Jawzi> (Abd al-Rahman ibn Ali), al-Muntaz}am fi> Ta>ri>kh al-Mulu>k wa al-Umam, ed. Muhammad Abd al-Qa>dir ‘At}a’> dan Must}afa> Abd al-Qa>dir ‘At}a>’ (Beirut: Da>r al- Kutub al-‘Ilmiyah, 1992).

Selain sumber-sumber itu, literatur-literatur lain yang terkait dengan sejarah masyakarat Arab abad ke-8 Masehi, biografi Muh}ammad ibn al-H{asan al-Shayba>ni>, literatur metodologi pemikiran sejarah dan literatur ekonomi politik juga akan digunakan.

2. Metodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu menjelaskan, menggam- barkan dan menguji melalui studi kasus, maka model atau jenis penelitian yang lazim akan digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Namun demikian, diperlukan pendekatan yang berbeda dalam membaca pemikiran tokoh tertentu. Dalam ruang yang lebih besar, tren Islamic studies dua dasawarsa yang lalu, dapat dikatakan didominasi pendekatan sejarah. Sementara tren yang saat ini cukup diminati adalah pendekatan interdisipliner ilmu-ilmu sosial baik melalui pendekatan semantik atau antropologis. Namun dalam persfektif ekonomi politik Islam, Shamim Ahmad Siddiqi (2009) menawarkan pendekatan pluralistik. Alasan utama penggunaan pendekatan ini adalah perlunya pembacaan yang khusus terhadap litertur ekonomi neo klasik yang utamanya lebih bersifat positivis- tik. Hal ini dikarenakan seringkali kritik ekonom muslim— pengusung ekonomi islam—terhadap ekonomi neo-klasik malah

tidak tepat sasaran. 54 Berkaitan dengan itu, tesis ini akan menggunakan pendekatan

analisis sejarah dan pendekatan ekonomi politik. Adapun dalam analisis sejarah yang dipakai terdiri atas historiograpi ekonomi (his-

toriography of economics). 55 Terkait dengan pendekatan ini, ditawarkan empat pola dalam

membangun sejarah pemikiran ekonomi.

1) Rekonstruksi sejarah (historical reconstruction) yang berdasar- kan pada restitusi sistem teoritis dari ilmuan terdahulu, dimulai dari postulat yang mereka bangun—sesuai dengan kreteria teor- itis dan epistemologis. Namun ada ketidakleluasaan dalam pen- dekatan ini sebagaimana disebutkan oleh Quentin Skinner: Tid- ak ada perantara yang secara cepat dapat dikatakan memiliki ar- ti atau melakukan sesuatu di mana ia sama sekali tidak dapat dibawa untuk diterima sebagai sebuah deskripsi tepat atas apa

54 Lihat: Shamim Ahmad Siddiqi, “a Suggested Methodology for the Po- litical Economy of Islam,” (2009), 101-142. Secara defenitif, Shamim tidak men-

jelaskan lebih lanjut apa yang dia maksudkan dengan pendekatan pluralistik. Namun, nampaknya penekanan yang dibuatnya terletak pada ‘tidak menolak mentah-mentah apa yang ditawarkan oleh ekonomi barat’.

55 Sebagaimana ditulis oleh Annie L. Cot dan Jérôme Lallement dalam the Historiography of Economics, a Methodological Approach (Joseph A. Schum-

peter, Historian of Economics Perpectives on the History of Economic Thought [London: Routledge, 1996], 44-62 ) peter, Historian of Economics Perpectives on the History of Economic Thought [London: Routledge, 1996], 44-62 )

2) Sebaliknya, genre kedua yaitu rekonstruksi rasional (rational reconstruction). Gaya ini membincang ilmuan dahulu se- bagaimana bila teori mereka pernah sejaman dan mendiskusikannya dengan bahasa yang modern, sembari (be- rusaha) menemukan kesalahan, kemudian untuk menggaris- bawahi kemajuan ilmiah, yang dalam konteks ini, memberi pengertian yang jelas terkait sejarah pemikiran apapun. Konsekuensinya, akan banyak sebagaimana banyaknya rekon- struksi rasional yang mendaku menemukan kebenaran yang signifikan. Dalam karya hebat seorang filosof yang telah wafat, sebagaimana sangat penting adanya konteks yang berbeda di mana karya-karyanya itu dapat ditempatkan.

3) Geistesgeschichte—sejarah

Secara khas, mendeskripsikan filosuf dalam kaitan dengan seluruh karyanya ketimbang argument-argumen termasyhurnya (Rorty 1984, 57).

intelektual.

4) Dexography, yang bertujuan untuk mendemonstrasikan daya tahan pertanyaan-pertanyaan teoritis tertentu guna menjatuhkan problematika ortodoksi modern pada suatu aturan yang disiap- kan tanpa mengacu pada problematika itu sendiri.

Secara teknis, melalui pendekatan inter-koneksi antar empat po- la tersebut, nantinya akan ditemukan bagaimana keseluruhan situasi

sosial 56 yang berinteraksi secara sinergis. Sementara untuk sosok al-Shayba>ni>, nantinya akan diposisikan secara bertingkat dengan

mengadopsi pendekatan yang ditawarkan Mark Skousen (2001), yaitu pendekatan tiang Totem. 57

Dalam pendekatan ekonomi politik, penulis tidak terpaku dengan salah satu school of economic thought seperti ekonomi poli-

56 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet. 4 (Bandung: Alpabeta, 2008), 207.

57 Patung ukiran yang merupakan lambang suku Indian. Mark Skousen menawarkan pendekatan ini dalam bukunya the Making of Modern Economics.

Secara analogis, bila gol ekonomi yang dituju adalah apakah ekonom itu me- maksimalkan kebebasan ekonomi dan standar hidup layak, maka ekonom itu mesti diletakkan di bagian teratas. Kemudian pada posisi berikutnya diletakkan mereka yang dianggap mengadvokasi sedikit kebebasan dan standar hidup layak

tik Marxis 59 atau ideologi-ideologi lain dalam paham ekonomi. Hal ini dikarenakan metodologi dalam hal ini dianggap sebagai alat

bantu analisis pemikiran ekonomi sehingga ia merupakan materi implisit-integral dalam tulisan. Namun yang jelas, kerangka ana- lisis ekonomi-politik akan difokuskan pada hubungan pemikiran ekonomi al-Shayba>ni>—di samping aktivitas ekonomi jaman itu—dengan tiga domain: (1) adat; (2) hukum; dan (3) pemerintah.

Situasi-situasi sosial ini secara umum akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif.

G. Sistematika penulisan

Tesis ini disusun dalam enam bab: pada bab pertama yang merupakan pendahuluan dibahas latar belakang, identifikasi masa- lah, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan dan manfaat serta metodologi penelitian, juga sistematika dan acuan penelitian.

Adapun Bab Kedua akan menguraikan landasan teori berbagai pendekatan dalam penanganan penangguran yang sangat terkait dengan abu-abunya definisi pengangguran, penyebab penganggu- ran dan ideologi pemikir ekonomi terkait. Dalam hal ini dikemuka- kan beberapa tipologi kebijakan ekonomi.

Pada Bab Ketiga, dibahas proyeksi makroekonomi Abbasiyah yang akan menentukan bagaimana latarbelakang pengambilan keputusan ekonomi. Bab ini juga memuat adanya indikator ekonomi rezim Abbasiyah pada tiga masa: al-Rashi>d, al-Ami>n dan al-Ma’mu>n. Tidak lupa, arah perekonomian dan alternatif ke- bijakan pemerintah.

Pada Bab Keempat, akan diketengahkan uraian terkait full em- ployment dan dinamikanya dalam konteks negara Abbasiyah fase

58 Lihat: Arnot, R. Page, A Marx House Syllabus, An Introduction to Po- litical Economy, (London: Lawrence & Wishart, t.t); bahwa objek ekonomi poli-

tik Marxisme disebut bahwa objek politik ekonomi adalah relasi-relasi produksi (George C. Wang, ed., Fundamentals of Political Economy terj. Cheng-Chih ching Chi HsÜeh chi Ch’u chih-shih [New York: M.E. Sharpe Inc. Publisher, 1977], 3-9.)

59 Seperti dalam versi Islami. Ekonomi Politik Islami (EPI) yang ditawar- kan oleh al-Fanjari. Olehnya, prinsip utama EPI diletakkan pada prinsip kom-