22
2.9. Etiologi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak
Secara garis besar terdapat beberapa penyebab timbulnya nyeri tenggorok dan suara serak, yaitu
35
: 1. Trauma pada mukosa
Tindakan laringoskopi, pemasangan pipa nasogastrikatau suctioning yang bersifat traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring.
2. Iskemik pada mukosa Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea
sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea 3. Mukosa dehidrasi
Pemakaian obat – obat golongan antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering.
Demikian pula pemakaian gas – gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya, karena gas yang kurang kelembabannya dapat
mengakibatkan keringnya mukosa 4. Inflamasi
Segala penyebab diatas dapat mengakibatkan inflamasi yang akhirnya dapat menimbulkan nyeri tenggorok dan suara serak
2.10. Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak
Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak adalah : 1. Faktor dari pasien :
a. Jenis kelamin Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar
dari pada laki laki. Hal ini disebabkan wanita memiliki mukosa yang lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edem. Selain itu juga
kemungkinan wanita lebih sering diintubasi dengan pipa endotrakeal yang sedikit lebih besar.
15,35
b. Umur Semakin bertambahnya umur kemungkinan timbulnya kelainan atau
penurunan fungsi organ tubuh makin meningkat, seperti adanya
Universitas Sumatera Utara
23
diabetes mellitus atau penyakit vaskuler. Insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada usia yang lebih tua 60 tahun daripada usia di
bawahnya 18-60 tahun.
15,35
c. Pasien dengan penyakit kronis yang berat Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada
pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi nekrosis dan ulserasi jaringan.
15,35
d. Kebiasaan merokok Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada
pasien akibat operasi. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anestesi yang baik area komplikasi pada jalan nafas atas, dimana
diketahui angka kekerapannya enam kali dibandingkan dengan yang tidak merokok.
15,20,35
e. Pasien dengan perkiraan kesulitan intubasi. Penatalaksaan jalan nafas menjadi lebih sulit sehingga lebih mudah
terjadi ciderajalan nafas yang menyebabkan nyeri teggorok pasca operasi.
2
2. Faktor anestesi a. Besar ukuran peralatan airway
Penggunaan ETT yang lebih kecil secara terus menerus telah dibuktikan dapat menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak
tanpa ada masalah pada ventilasi pada pasien. Penelitian mencatat pengunaan ETT 6,5 mm untuk wanita dan 7,0 mm ETT untuk laki –
laki yang menghasilkan rata – rata nyeri tenggorok da suara serak yang rendah dibandingkan dengan ukuran ETT yang lebih besar.
Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa insiden tertinggi pada wanita dilaporkan mengalami nyeri tenggorok langsung dihubungkan
dengan ketatnya ETT dibanding dengan laki – laki. Grup penelitian pertama menerima pilihan dalam ukuran ETT tidak sepenuhnya sesuai
dengan anatomi pasien mereka menggunakan 8.0 mm untuk laki laki dan 7,5 mm untuk wanita dan menyarankan bahwa 7.0 mm ETT
Universitas Sumatera Utara
24
sebagai alternatif yang lebih baik untuk wanita. Kenyataannya, beberapa penelitian sepertinya mendukung ukuran ETT mm untuk
pasien wanita dan 7,5 mm untuk pria.
2,35
b. Tinginya tekanan kaf Banyak bukti yang mendukung bahwa tekanan kaf ETT yang terbatas
akan menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak. Bahkan kaf dengan volume tinggi, tekanan rendah yang umumnya digunakan
bila diberikan secara over inflasi dapat meningkatkan tekanan yang menyebabkan iskemia mukosa dan nyeri tenggorok. Beberapa
penelitian menyarankan penggunaan manometri untuk monitor dan pemeliharaan tekanan intrakaf kurang dari 30 cmH
2
O, tetapi manometer kemungkinan tidak tersedia di semua institusi. Hal ini
penting untuk menentukan inisial poin kaf seal setelah intubasi trakea dan untuk mengukur secara terus menerus dan menyesuaikan tekanan
kaf minimum yang dibutuhkan untuk seal yang adekuat.
35
c. Pengunaan anestesi spray atau pelumas Pemakain lidokain spray sangat berhubungan dengan terjadinya nyeri
tenggorok. Lidokain spray yang mengandung etanol dan menthol dan polyethilenglikol yang mengiritasi mukosa dan bisa menyebabkan
nyeri tenggorok.
2
Walaupun jeli anestesi lokal memiliki sifat lumbrikatif yang dapat mengurangi cidera trakea namun perannya
dalam mencegah nyeri tenggorok pasca operasi tidak konsisten bahkan tidak ada karena anestesi lokal tidak memiliki kemampuan
sebagai anti inflamasi intrinsik.
2,21,35
d. Trauma Trauma merupakan faktor paling sering menyebabkan nyeri tenggorok
maupun suara serak. Ini dapat disebabkan oleh orang yang melakukan intubasi kurang berpengalaman atau terlalu kasar. Trauma dapat
disebabkan oleh laringoskop, pipa endotrakeal, stilet, pipa orofaring, pipa nasofaring, pipa nasogastrik, tampon faring, penghisap lendir dan
sebagainya.
2
Universitas Sumatera Utara
25
3. Faktor pembedahan Christensen melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar setelah
operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar daripipa endotrakeal dalam trakea.
2,15
2.11.Komplikasi Intubasi Endotrakea
Komplikasi tindakan intubasi endotrakea ini dapat terjadi pada waktu intubasi, selama pemeliharaan anestesi atau pasca anestesi. Dari penyelidikan
patologi anatomi pada penderita yang meninggal sesudah pembedahan didapatkan hampir separuhnya menunjukkan berbagai tingkat perubahan morfologis yang
disebabkan oleh intubasi. Secara makroskopis dan mikroskopis didapatkan pendarahan, peradangan, ulserasi, eksudasi dan pembentukan serta pemisahan
pseudomembran. Tampaknya semua perubahan ini disebabkan oleh trauma. Oleh karena itu harus diingat pada setiap penderita dapat terjadi komplikasi ini walau
dengan trauma ringan sekalipun. Komplikasi yang terjadi pasca intubasi endotrakea dapat berupa laringitis trakeitis, karena trauma oleh tekanan pipa
endotrakeal yang berlebihan antara pipa terhadap laring yang kemudian berkembang menjadi laringitis.
21,22
Baron dan Khalmogh, dua orang ahli THT dari San Fransisco california pada tahun 1951 mendapatkan berbagai kemerahan di kartilago aritenoid pada
sebagian besar penderita yang diintubasi yang menderita berbagai tingkat perubahan suara mulai afonia lengkap sampai berbagai derajat suara serak. Edema
laring atau edem subglotis dapat timbul ½ sampai 1 jam pasca intubasi akibat reaksi berlebihan pada mukosa laring yang diakibatkan oleh trauma sehingga
dapat timbul penyempitan edem lumen laring yang akhirnya menjadi obstruksi jalan nafas.
21,22
Snow dari Boston Universitas School of Medicine berpendapat edem laring ini berkembang akibat infeksi superimposed akut pada trauma laring yang
disebabkan intubasi. Batuk pasca intubasi, suara serak, stridor ekspirasi, adanya edema dapat berkembang menjadi obstruksi jalan nafas. Blanc dkk dari canada
mengemukakan bahwa ulkus laring dapat terjadi di daerah prosesus vokalis
Universitas Sumatera Utara
26
aritenoid atau pada pita suara sesudah trauma. Ulkus ini dapat menjadi kronis akibat trauma yang berulang dan infeksi super imposed yang berkembang menjadi
granuloma jika tidak diberikan pengobatan yang adekuat pada stadium dini. Granuloma ini timbul dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala
klinis granuloma ialah suara serak dan disfagia.
22,22
Stenosis trakea merupakan komplikasi yang gawat dan disebabkan intubasi yang lama. Gejala dimulai dengan batuk kering selanjutnya semakin berat
sampai timbul gejala obstruksi jalan nafas.
21,22
2.12.Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak
Mekanisme terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi masih belum jelas. Nyeri tenggorok merupakan keluhan paling sering pasca
intubasi dengan pipa endotrakeal. Lesi yang terjadi yaitu abrasi fokal, perdarahan, ulkus, granuloma, laserasi laring biasanya jarang terjadi. Penyulit paling berat
yaitu pseudomembran laringotrakeitis, bila tidak mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang cepat biasanya dapat menimbulkan kematian mendadak. Ini
tidak hanya merupakan akibat trauma tetapi justru akibat adanya infeksi saluran nafas atas yang tidak terditeksi sebelum anestesi.
36
Lesi paling ringan yaitu kerusakan epitel vokal dan vestibular folds, biasanya lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki – laki. Ini
disebabkan karena epitel vestibular folds false cord pada perempuan lebih tipis kira – kira 85 um untuk vokal fold sedangkan laki – laki 95 um. Untuk vokal fold
true cord kira – kira 59 um dan 97 um dan subglotik sekitar 70 dan 80 um. Lesi laring paling sering terjadi di daerah posterior subglotis. Perdarahan dan reaksi
radang dapat dideteksi 3 jam pasca ekstubasi.
21,26
Derajat trauma tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran, bentuk dan elastisitas pipa endotrakeal, lama
intubasi, posisi kepala dan keahlian dari dokter spesialis anestesiologi yang melakukan intubasi.
21,26
Suara serak terjadi biasanya akibat paresis pita suara dimana dapat terjadi paresis unilateral atau bilateral. Paresis uniateral umumnya menimbulkan
keluhan suara serak ringan dan biasanya akan sembuh dengan sendirinya.
Universitas Sumatera Utara
27
Penyebabnya dapat karena trauma karena kesulitan intubasi, posisi kepala hiperekstensi atau mungkin karena tekanan kaf pipa endotrakeal. Saraf rekuren
laring letaknya tidak terlindung kira – kira 0,5 – 1 cm dibawah pita suara sehingga bagian ini merupakan bagian rawan dan mudah tertekan oleh kaf pipa endotrakeal
bila kaf pipa endotrakeal waktu intubasi letaknya pada daerah tersebut. Sebaiknya jarak kaf sekitar 1,5 cm dibawah pita suara sehingga tidak terjadi penekanan saraf
rekuren laring. Paresis bilateral lebih jarang terjadi. Gejalanya yaitu timbul keluhan sesak nafas mendadak segera sesudah ekstubasi diikuti stridor dan
takipnoe. Biasanya diperlukan tindakan intubasi ulang dan akan sembuh dalam beberapa bulan.
21,26
Penyebab suara serak pasca intubasi lainnya adalah perdarahan submukosa, ulkus karena lamanya kontak dengan kaf, subglotik edem, laringitis
dan sebagainya. Pipa nasogastrik dapat juga menyebabkan suara serak, diduga terjadi gangguan pada cabang posterior saraf rekuren laring.
21,26
2.12.1. Inflamasi
Inflamasi adalah sekumpulan perubahan yang terjadi dalam jaringan sebagai reaksi dari kerusakan jaringan. Pada awalnya semata – mata peristiwa
lokal, dengan manifestasi nyeri, pembengkakan atau keduanya, dan menimbulkan rasa panas dan berdenyut pada bagian yang luka. Pada tempat inflamasi timbul
kemerahan dan licin, meradang dan nyeri, bila disentuh sebagai hasil perubahan pembuluh darah lokal dan limfatik. Jaringan dapat kembali normal atau menjadi
jaringan parut.
34,37,38
Karakteristik inflamasi adalah : 1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal dengan konsekuensi peningkatan aliran darah lokal. 2 Peningkatan
permeabilitas kapiler disertai kebocoran sejumlah cairan menuju rongga interstisial. 3 terjadi bekuan cairan dirongga intertisial disebabkan fibrinogen
yang berlebihan dan kebocoran protein – protein lain dari kapiler. 4 migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit dalam jaringan dan 5 pembengkakan sel
sel jaringan.
34,37,38
Universitas Sumatera Utara
28
Inflamasi umumnya dibagi dalam 3 fase : akut, respon imun, dan kronis.
34,37,38
1. Inflamasi akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autokoid histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin,
leukotrien yang biasanya melalui respon imun. 2. Respon imun terjadi bila sel yang memiliki kemampuan imunologik
diaktifasi untuk menimbulkan respon terhadap organisme asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama respon inflamasi akut atau kronis.
3. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut seperti interleukin 1,2,3, granulosit
macrophaq-colony stimulating factor GM-CSF , tumor nekrosis factor alpha TNF alpha , interferon, platelet derived growt factor PDGF.
Pengobatan penderita inflamasi meliputi 2 sasarn utama : 1 menghilangkan rasa sakit dan 2 perlambatan mengistirahatkan proses
kerusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat – obat anti inflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode yang
bermakna.
2.12.2. Prostaglandin
Prostaglandin ada di jaringan dan cairan tubuh, dan memiliki efek yang bermacam – macam terhadap pembuluh darah, ujung syaraf nerve ending dan
terhadap sel yang terlibat dalam infamasi. Pada vaskular otot polos arteriol manusia direlaksasi oleh PGE2 dan PGI2. Prostaglandin ini memudahkan
vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilsiklase. Pada jalan nafas, otot polos pernafasan direlaksasi oleh PGF1, PGE2 dan PGI2 serta dikontraksi oleh TXA2
dan PGF alfa. Pada kondisi demam, PGE1 dan PGE2 meningkatkan suhu tubuh. Pirogen melepaskan interleukin 1 yang memacu sintesis dan pelepasan PGF 2.
Senyawa PGE2 menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung ujung syaraf simpatis, kemudian obat – obat antiinflamasi nonsteroid meningkatkan pelepasan
norepinefrin. Vasokonstriksi yang terjadi setelah pengobatan dengan penghambat
Universitas Sumatera Utara
29
siklooksigenase disebabkan peningkatan dari norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator endotel PGE2 dan PGI2.
34,37
Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur
siklooksigenase serta
leukotrien dan
asam hidroperoksieikosatetraenoat
dihasilkan melalui jalur lipooksigenase. Reaksi siklooksigenase dihambat oleh obat – obat anti inflamasi non steroid, terdapat 2 siklooksigenase COX 1 dan
COX 2.
34,37
Benzydamine HCl menghambat pembentukan prostaglandin E
2.
F
2
, D
2
dan produk NMDA non prostaglandin.
2.13. PencegahanNyeri Tengorok dan Suara Serak
Pencegahan terhadap terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi merupakan langkah yang sudah seharusnya dipertimbangkan sebelum kita
melakukan intubasi. Hal ini penting karena akan menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi sehingga pasien akan merasa lebih
nyaman. Langkah yang harus dipertimbangkan adalah : 1. Pemakaian obat premedikasi golongan antikolinergik sebaiknya dihindari,
karena obat – obat tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula
pemakaian gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya karena gas yang kurang lembab dapat mengakibatkan keringnya mukosa.
21
2. Pemakaian pelumpuh otot seperti golongan suksametonium, walaupun sampai saat ini masih kontroversial perlu juga diperhatikan. Ada yang
mengatakan bahwa nyeri tenggorok dapat terjadi pada penggunaan obat tersebut sedang peneliti lain mengatakan tidak ada perbedan angka
kekerapan nyeri
tenggorok pada
pemakaian suksametoniumdan
pankuronium.
21
3. Demikian pula mengenai pemakaian lumbrikan jeli maupun semprot dengan tujuan untuk mengurangi trauma saat intubasi. Beberapa peneliti
menganjurkan sebaiknya dihindari pemakaian lumbrikasi jeli maupun semprot yang mengandung lidokain karena zat tersebut dapat mengiritasi
Universitas Sumatera Utara
30
mukosa tenggorok. Christine menganjurkan untuk mengurangi kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak sebaiknya tidak digunakan lumbrikan.
21
4. Trauma yang terjadi saat intubasi, selama pipa endotrakeal terpasang maupun waktu ekstubasi sebaiknya dihindarkan, karena faktor ini akan
menambah kekerapan nyeri tenggorok maupu suara serak.Perlu diperhatikan pemakaian alat alat untuk intubasi. Dan sebagainya.
Laringoskop yang terlalu besar dapat mengakibatkan traumadi daerah orofaring. Stilet yang tidak sesuai dengan panjang pipa endotrakeal
sehingga ujung stilet terlalu menonjol keluar juga mengakibatkan trauma pada
mukosa. Intubasi
setelah relaksasi
penuh, suctioning
orofaringdengan hati – hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar – benar kempis Penggunaan
orofaring nasofaring, pipa nasogastrik tampon nasofaring dapat merangsang mukosa orofaring. Ukuran pipa endotrakeal, tekanan dan
volume kaf juga harus diperhatikan karena memegang peranan penting terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak.
21
2.14.Obat Kumur
Cara kerja obat kumur melalui kontak dengan mukosa di daerah oral, hipofaring, dan nasofaring. Penyerapan melalui mukosa umumnya efisien karena
epidermidis stratum corneum yang merupakan hambatan utama penyerapan obat di kulit tidak ditemukan di mukosa. Mukosa kaya akan pembuluh darah dan cepat
masuk dalam sirkulasi darah. Faktor yang mempengaruhi penyebaran obat di mukosa antara lain konsentrasi, waktu kontak dengan mukosa, pembuluh darah di
daerah mukosa, derajat ionisasi obat dan pH tempat penyerapan, ukuran molekul obat dan relatif kelarutan lipid. Keuntungan penggunaan obat kumur diantaranya
efek obat lebih cepat, kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari, mudah dan nyaman dalam
penggunaannya.
20
Universitas Sumatera Utara
31
Karena mulut adalah tempat masuknya makanan dan juga merupakan bagian dari saluran pernafasan membran mukosa mulut diinervasi secara padat
sehingga membran mukosa dapat memonitor semua materi yang masuk. Inervasi yang sangat memadai juga berfungsi untuk inisiasi dan juga memelihara berbagai
macam aktivitas voluntari dan aktivitas reflek yang terlibat dalam mastikasi, salivasi, menelan, gagging, dan berbicara.
39
Terdapat supai darah yang banyak pada oral mukosa yang didapat dari arteri yang berjalan paralel ke permukaan submukosa. Aliran darah pada mukosa
mulut paling banyak pada ginggiva. Tidak seperti pada kulit, oral mukosa manusia kekurangan arteriovenous, tetapi memiliki anastomosis yang banyak dari
arteriol dan kapiler. Hal ini menyebabkan penyembuhan jaringan di oral mukosa akan lebih cepat daripada di kulit.
39
Proses penyembuhan adalah suatu proses perbaikan jaringan yang merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis. Penyembuhan jaringan
terdiri dari rangkaian reaksi inflamasi dan perbaikan jaringan yang berlanjut dimana terjadi infiltrasi dan interaksi antara sel epitel, sel endotel, sel radang,
trombosit dan sel fibroblastsecara perlahan untuk kembali berfungsi normal.
40
Terdapat dua fase pada tahap inflamasi, Yang pertama adalah fase vaskular yang dimulai dengan vasokonstriksi pembuluh darah akibat dari normal
vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injuri dan menyebabkan koagulasi darah. Dalam beberapa menit mediator radang seperti
histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, sehingga
plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan intertisial.
41
Fase yang kedua adalah fase selular. Pada fase ini leukosit bermigrasi ke jaringan intertisial yang meradang. Kemudian leukosit yang bermigrasi tersebut
mengalami pergerakan yang terarah mengikuti berbagai agen yang dapat memberikan signal kemotaksis untuk menarik leukosit.
41
Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh.
Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur siklooksigenase serta leukotrien dan asam hidro peroksi eikosa tetraenoat dihasilkan melalui jalur lipooksigenase.
Universitas Sumatera Utara
Ketamin Benzydamine HCl
Universitas Sumatera Utara
33
Benzydamine HCl
merupakan nama
dari 1-benzyl-3-3-
dimetihylaminoproposy-H-indazole hdrochloride. Berbeda dengan NSAID lainnya, Benzydamine HCl bersifat basa.
18,19
Benzydamine HCL pertama sekali di sintesa di Italia pada tahun 1966, yang merupakan obat dengan struktur yang berbeda sama sekali dengan obat lain..
Benzydamine HCl awalnya digunakan secara sistemik memiliki kemampuan anti inflamasi selektif terhadap proses lokal dari inflamasi. Selektifitas inilah yang
menyebabkan Benzydamine HCl disebut sebagai obat anti inflamasi primer, yang berarti berkemampuan menghambat proses inflamasi tanpa mempengaruhi proses
reaksi fisiologi dari jaringan dan tanpa menimbulkan efek samping seperti yang timbul pada penggunaan kortikosteroid dan aspirin. Saat ini Benzydamine HCl
telah digunakan secara topikal dengan hasil yang memuaskan.
18,19
Penelitian farmakologi menunjukkan bahwa Benzydamine HCl memiliki berbagai aktifitas meliputi analgesik, anti inflamasi, antipiretik, anestesi lokal dan
aktifitas anti bakterial. Benzydamine HCl secara spesifik berpengaruh pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Aktifitasnya terutama terhadap nyeri,
edema dan granuloma yang terjadi pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Berbeda dengan obat sejenis, Benzydamine HCl tidak bersifat ulserogenik dan
timolisis. Pada pemberian sistemik maupun topikal, Benzydamine HCl akan berada dalam konsentrasi yang tinggi di jaringan yang mengalami inflamasi
sedangkan pada jaringan normal konsentrasinya sangat rendah, dengan demikian pemberian topikal akan meningkatkan efektifitasnya.
18
Mekanisme Kerja Benzydamine HCl Pengaruh pada sintesa prostaglandin.
Salah satu kemampuan obat anti inflamasi adalah menghambat sitesa prostaglandin. Benzydamine HCl diteliti bersama dengan obat lain yaitu
meclofenamic acid, indometasin, naproksen, ibuprofen, fenilbutason, asam asetil salisilat dan aminopirin. Keempat obat pertama menghambat pembentukan
prostaglandin E
2.
F
2
, D
2
dan produk NMDA non prostaglandin. Benzydamine HCl dan fenilbutason memiliki sifat tertentuyang tidak khas dimana IC 50 dari
Universitas Sumatera Utara
34
benzydamine HCl untuk PGE 3 kali lebih tinggi dari 3 produk lain bahkan biosintesa PGE 2 akan meningkat menjadi 150 pada pemberian dosis untuk IC
50 pada 3 produk lainnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan kenapa Benzydamine HCl tidak memiliki efek ulserogenik.
18,19
Dalam menghambat sintesa PGF2, Benzydamine HCl sebanding dengan fenilbutason,2 kali lebih kuat dari naproksen dan 2 kali lemah dari ibuprofen.
Pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapi, Benzydamine HCl lebih selektif efektifitas penghambatannya pada tromboksan dari pada endoperoksida yaitu IC
50 masing – masing 100 dan 250 ug ml.
18
Pengaruh pada dekarboksilase asam amino
NSAID menghambat satu atau lebih dekarboksilase asam amino yaitu dekarboksilase ornitin, lisin, histidin, arginin, dan tirosin.
18
Pengaruh pada reaktifitas grup S-H
Benzydamine HCl tidak aktif pada grup sulphydryl dari protein serum.
18
Pengaruh pada tombosit dan agresgasi trombosit
Pada konsentrasi 1,1
-4
dan 5.10
-6
Benzydamine HCl menghambat 50 – 60 agregasi trombosit yang dipicu oleh ADP, trombin dan kompleks imun, juga
agregasi yang dipicu oleh asam arakhidonat. Pada dosis 2 – 5 x 10
-4
Benzydamine HCl menghambat agregasi trombosit yang dipicu oleh fibrinogen, dekstran dan gelatin.
18
Stabilisasi membran eritrosit dan lisosom
Benzydamine HCl memiliki afinitas yang nyata pada membran eritrosit dan membran lisosom, hepar. Hal ini menyebabkan stabilisasi membran tersebut.
18
Universitas Sumatera Utara
35
Stabilisasi membran sel dan menghambat beberapa sel radang.
Benzydamine HCl menghambat pengeluaran enzim granul dari netrofil yang merupakan cara kerja utamanya dalam aktifitas anti inflamasi dan kunci
selektifitasnya terhadap jaringan yang mengalami inflamasi. Pada konsentrasi 1 – 10 ug ml, Benzydamine HCl akan menghambat pengeluaran granul enzim dari
netrofil, menghambat agregasi trombosit, stabilisasi membran sel. Pada konsentrasi yang lebih tinggi 35 – 100 ugml Benzydamine HCl akan
menghambat produksi superokside dan sintesa tromboksan. Konsentrasi ini dapat dicapai dengan pemberian topikal dalam bentuk krim.
18
Farmakokinetik Farmakodinamik Benzydamine HCl Absorbsi
Benzydamine HCl diabsorbsi dengan baik di kulit dan mukosa, hal ini menguntungkan karena disamping pengaruh sistemik yang tidak diharapkan
menjadi kecil, juga efek pengobatan di jaringan lokal menjadi lebih baik.
18
Distribusi jaringan
Dalam hal disribusi obat, hal terpenting dari Benzydamine HCl adalah kecenderungannya untuk terkonsentrasi pada jaringan yang mengalami inflamasi.
Pada penelitian yang membandingkan pemberian Benzydamine HCl dengan topikal didapat bukti bahwa konsentrasi obat di jaringan yang mengalami
inflamasi lebih tinggi setelah pemberian topikal dan tidak terdapat Benzydamine HCl pada jaringan yang normal. Waktu paruh Benzydamine HCl pada pemberian
oral, intra vena maupun kumur adalah 9.4 + 2.9 jam. Konsentrasi plasma tertinggi pada pemberian Benzydamine HCl 100 mg adalah 37 ngml yang terjadi 3 jam
setelah pemberian.
18
Metabolisme
Benzydamine HCl akan dipecah melalui jalur oksidatif dan dealkalasi. Metabolitnya akan terditeksi di urinsetelah 24 jam.
18
Universitas Sumatera Utara
36
Ekskresi
Pada pemberian oral sistemik , Benzydamine HCl akan dieksresi oleh ginjal, sedangkan pada pemberian topikal tidak didapatkan kadar Benzydamine
HCl di urin. Benzydamine HCl akan terditeksi di urin bila diberikan 5 g kg Benzydamine HCl krim 3 setelah 24 jam. Pada manusia setelah pemberian
Benzydamine HCl topikal kadar Benzydamine HCl dalam urin sangan kecil.
18
Toksikologi
Berdasarkan data penelitian pada binatang, pemberian Benzydamine HCl topikal tidak memberikan resiko intoleransi yang tinggi, namun demikian kontak dengan
mata harus dihindari.
18
Sediaan Benzydamine HCl
Ada beberapa bentuk sediaan Benzydamine HCl yaitu topikal gel, spray, vaginal douch, tablet hisap dan obat kumur. Di Indonesia ada tiga bentuk sediaan
Benzydamine HCl yaitu krim 5 , tablet hisap 3 mg dan obat kumur dengan kandungan 7.5 mg tiap 5 ml. Penggunaannya tanpa diencerkan, berkumur
sebanyak 15 ml selama 60 detik. Obat kumur Benzydamine HCl memiliki aktifitas klinis seperti pada sediaan tablet hisap sebagai anti inflamasi yang
memiliki aktifitas analgetik dan dekongestan yang cepat, efek analgetik tersebut terjadi 10 menit setelah pemberian dan lama kerjanya sampai 2,5 jam. Efek
anastesi lokal bersama dengan aktifitas analgesik menyebabkan berkurangnya rasa sakit. Benzydamine HCl juga memiliki efek anti bakterial yang dapat mencegah
berkembangnya bakteri patogen. Aktifitas anti inflamasi dari Benzydamine HCl dilihat dari 2 hal yaitu hiperemis dan edema. Dari penelitian yang ada
menunjukkan bahwa secara statistik Benzydamine HCl memiliki pengaruh yang signifikan pada pengobatan sore throat baik dalam hal hiperemis maupun edema
mukosa.
18
Agar tidak mengurangi efektifitas kerja dari obat Benzydamine HCl, maka konsentrasi obat yang dipakai pada penelitian ini adalah 0,15 atau 22,5
mg dalam 15 ml.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
mengandung pengawet benzetonium klorida. Molekul ketamin mengandung atom karbon asimetrik sehingga mengakibatkan adanya 2 isomer optikal yaitu S+ dan
R- isomer dalam jumlah yang seimbang dan saling berhubungan dengan rangsangan yang spesifik. Isometri yang S+ menghasilkan analgesia yang 2 – 3
kali lebih poten, kesadaran lebih cepat, dan lebih rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan isomer R-. Kedua isometri ketamin mampu
menghalangi pengambilan
kembali katekolamin
ke saraf
simpatik postganglion.
2,15,38
Gambar 8. Isomer Ketamin
Farmakokinetik
Pada pemberian intravena, mulai masa kerja adalah dilihat dalam 30 detik, 1- 5 menit jika disuntikkan intramuskuler, 5 – 10 menit per nasal dan 10 – 15
menit per oral. Masa kerja ketamin biasanya berlangsung 30 – 45 menit bila diberi intravena, per nasal 45 – 60 menit, dan 1 – 2 jam akibat pemberian peroral.
Ikatan ketamin dengan protein plasma tidak bermakna dan dengan cepat meninggalkan darah untuk didistribusikan ke jaringan. Pada awalnya ketamin
didistribusikan ke jaringan dengan perfusi yang tinggi seperti otak, dengan konsentrasi puncaknya sekitar 4 – 5kali konsentrasi dalam darah. Ketamin
diredistribusi dari otak dan jaringan dengan tingkat perfusi tinggi ke jaringan dengan perfusi yang rendah seperti otot dan lemak. Metabolisme ketamin di hepar
secara ekstensif oleh enzim sitokrom P-450 melalui proses demetilasi membentuk norketamin. Metabolit ini mempunyai potensi 13-15 ketamin dan dapat
menyebabkan pemanjangan efek ketamin terutama bila diberikan secara dosis bolus berulang atau infus kontinu. Ketamin mempunyai rasio pengambilan obat
Universitas Sumatera Utara
39
oleh hepar yang tinggi 1 Lmenit dan volume distribusi yang besar 3 LkgBB yang menyebabkan waktu paruh yang singkat 2 – 3 jam, sehingga perubahan aliran
darah hepar dapat mempengaruhi kecepatan bersihan ketamin. Produk hidroksinorketamin terkonjugasi dengan derivat glukoroid menjadi senyawa yang
tidak aktif dan larut dalam air selanjutnya diekskresikan melalui ginjal.
2,15,38
Mekanisme Kerja
Ketamin berinteraksi dengan reseptorN-methyl-D-aspartate NMDA , menghambat aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat sehingga terjadi penurunan
pengeluaran glutamat di presinaptik. Ketamin berpotensiasi dengan efekdari neurotransmitter inhibisi GABA.
2,15,38
Ketamin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan reseptor opioid yakni antagonis pada reseptor mu, delta dan agonis pada reseptor kappa. Toleransi
silang antara ketamin dan opioids suatu reseptor umum untuk induksi analgesia ketamin. Efek
antinosiseptif mungkin
juga akibat penghambatan jalur monoaminergik. Fakta bahwa ketamin menghasilkan gejala antikolinergik
delirium, bronkodilatasi, reaksi simpatomimetik menunjukan bahwa ketamin menyebabkan efek antagonis pada reseptor muskarinik. Ketamin pada konsentrasi
subanestetik merupakan analgetik poten. Efek anestesia ketamin secara parsial dapat dihilangkan oleh obat-obat antikolinesterase.
2,15,38
Efek Ketamin pada Berbagai Organ Efek pada sistem saraf pusat
Efek pada Sistem Saraf Pusat yaitu ketamin dapat menimbulkan anestesia disosiatif yang ditandai dengan katatonia, amnesia dan analgesia. Pasien yang
mendapat ketamin tampaknya berada pada status kataleptik, dimana pasien akan mendapatkan analgesia yang kuat namun matanya tetap terbuka dan refleks
kornea, batuk dan menelan yang masih positif. Efek amnesianya tidak sekuat benzodiazepin. Kelarutan lemak yang sangat tinggi membuatnya dapat melewati
sawar darah otak dengan cepat. Ditambah lagi dengan peningkatan aliran darah otak yang disebabkan oleh ketamin dapat memfasilitasi penghantaran obat dan
Universitas Sumatera Utara
40
meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi dalam otak yang tinggi. Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen serebral CMRO
2
, aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Namun pada penelitian-penelitian terbaru dilaporkan adanya efek
neuroprotektif dari ketamin.
2,15,38
Efek pada sistem kardiovaskular
Efek ketamin pada sistem kardiovaskular yaitu ketamin memperlihatkan stimulasi kardiovaskular akibat sekunder dan perangsangan langsung dari sistem
saraf simpatis, pelepasan katekolamin dan hambatan pengambilan kembali norepinefrin. Induksi anestesia dengan ketamin memperlihatkan peningkatan
tekanan darah, denyut jantung dan curah jantung. Perubahan variabel hemodinamik ini menyebabkan kerja jantung dan konsumsi oksigen jantung
meningkat. Pemberian obat golongan benzodiazepin sebagai premedikasi dapat mengurangi efek ketamin pada sistem kardiovaskular.
2,15,38
Efek pada sistem pernafasan
Efek ketamin pada sistem respirasi yaitu ketamin mempunyai efek yang minimal terhadap pusat pernapasan. Ketamin adalah bronkodilator poten,
menjadikannya sebagai agen induksi yang baik untuk pasien asma bronkial. Ketamin untuk induksi dan pemeliharaan anestesia yaitu pasien dengan resiko
tinggi dengan gangguan respirasi gangguan jalan napas bronkospastik dan kardiovaskular gangguan hemodinamik baik akibat hipovolemia atau
kardiomiopati, bukan penyakit arteri koroner, merupakan sebagian besar kandidat untuk induksi cepat ketamin.
2,15,38
Ketamin Kumur Untuk Mengurangi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa ketamin memegang peranan sebagai protektif terhadap lung injury, karena kemampuan antiinflamasi yang
dimilikinya. Ketamin bekerja dengan mengurangi aktifitas TNF kappa B, mengurangi produksi TNF-alpa dan mengurangi sintesis nitric oxide. Dilaporkan
pada binatang yang menderita asma mendapatkan bahwa pemberian ketamin
Universitas Sumatera Utara
41
mengurangi beberapa komponen sentral dan inflamasi dan efek protektif ketamin pada trauma inflamasi jalan napas yang disebabkan oleh alergen dan reaktifitas
jalan napas yang tinggi pada asma. Pemberian ketamin secara nasal, oral dan rektal juga diyakini bahwa penggunaan lokal obat ini efektif dan
memungkinkan.
2,15,38
Pemakaian klinis ketamin
Saat ini ada peningkatan jumlah data eksperimental yang menunjukan bahwa reseptor NMDA ditemukan tidak hanya di Sistem Saraf Pusat tetapi juga
di saraf perifer. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa pemberian secara perifer antagonis reseptor NMDA seperti ketamin melibatkan
kaskade antinosisepti dan antiinflamasi.
2,15,38
Pada pemberian intranasal terbukti mengurangi nyeri dengan cepat, aman dan efektif. Ketamin dosis kecil dosis subanestetik secara intravena dengan
dosis 0,1- 0,5mgkgBB atau intramuskuler 2-4 mgkgBB dapat mengurangi nyeri akibat pembedahan. Saat ini ketamin dengan dosis subanestetik merupakan
pilihan ketiga akibat obat golongan opioid dan NSAID untuk mengatasi nyeri akibat pembedahan.
2,15,38
Ketamin yang diberikan secara oral atau intra nasal cukup berhasil untuk premedikasi anestesi yang memberikan efek
sedasi yang memuaskan. Premedikasi ketamin intranasal dosis 3mgkgBB memberikan efek sedasi dalam
waktu 10 – 15 menit. Dosis ketamin intranasal untuk mengobati nyeri sedang sampai berat rata-rata 16 dosis induksi ketamin intravena. Mula kerja ketamin
intranasal 2 – 10 menit dan lama kerja 60 – 90 menit.
2,15,38
Beberapa laporan kasus menggambarkan peralihan pasien dari infus
subkutan kontinu ke sediaan oralketamin yang efektif.Mengingat perbedaan substansialdalam praktek, sulituntuk memberikan faktor konversi standar untuk
menghitung equipotent dosis oral. Oral ketamin dikaitkan dengan tinggitingkat serum norketamine dibandingkan dengan pemberian melalui rute lain. Waktu
paruh oral ketamin, yang didefinisikan sebagai daerahdi bawah konsentrasi plasma waktu kurva AUC, setelah dosis tunggal oral 0,5 mg kg adalah sekitar
Universitas Sumatera Utara
42
seperlima dari ketersediaan setelahinjeksi intravena. Di sisi lain, waktu paruh oral dari norketamine sama antara dua jenis pemberian, dengan konsentrasi plasma
puncak yang lebih tinggi 200 ng mldicapai setelah pemberian oral.
42
Ketika ketamine diberikan sebagai campuran rasemik,baik bentuk S- norketamine dan R-norketamine. S-norketaminesekitar lima kali lebih lemah dari
S-ketamine. Efek analgesik ketamin diamati dengantingkat plasma 100-200 ng ml
jumlah S-dan
R-isomer mengikutiintramuskular
dan intravena.
Efektifanalgesiasetelah dosis oral terjadi pada konsentrasi ketamin yang lebih
rendah 40 ng ml. Norketamine diyakini memberikan kontribusi terhadap efek analgesik oral. Oleh karena itu, konversi dari parenteral ke oraldalam dosis
equipotent adalah kompleks dan tidak semata-mata didasarkan padaberkurangnya waktu paruh. Dalam semua penelitian dijelaskan, hanya campuran rasemik
ketamin yang diberikan. S-ketamin memiliki potensi analgesik sekitar dua kali lebih kuat sebagai campuran rasemik. Pada pasien, pemberian oral ketamin bisa
dimulai dengan dosis tunggal 0,5 mg kg ketamincampuran rasemik atau 0,25 mg kg S-ketamin untuk mengevaluasi efekpenghilang rasa nyeri dan durasi efek.
Dosis dapat ditingkatkan 0,5 atau 0,25 mg kg sesuai dengan efikasi dan efek merugikan dari masing-masing obat. Rata-rata frekuensi dosis 3-4 kalisehari-hari
ditemukan dalam studi klinis sesuai baik dengan eliminasiparuh ketamin2 – 3 jam dannorketamine 4 jam.
42
Jika berat badan rata – rata masyarakat Indonesia yang dewasa adalah 70 kg, maka pemberian ketamin peroral dapat diberikan 0,5 mg x 70 kg adalah 35
mg. Dosis ini tidak jauh berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Kulsum dan Canbay yang menggunakan dosis 40 mg dalam 30
ml NaCl 0.9 Pada penelitian ini dosis ketamin yang digunakan adalah 40 mg dalam15 ml NaCl 0,9. Volume pengenceran yang dipergunakan adalah 15 ml
NaCl 0,9 dimana volume tersebut disesuaikan dengan volume dari Benzydamine HCl yang dipergunakan pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
43
2.15. OBAT TAMBAHAN KETOROLAK