Karena seperti kita ketahui ikatan moral yang tinggi dalam social capital, jaringan sosial yang kuat memiliki sifat komunaal, moral sosial dan saling percaya, sehingga
akhirnya tidak mudah “diprovokasi”, disulut sebelum benar-benar terbukti dengan nyata, karena ini alasan mutlak mengapa sengketa tidak terjadi.
B. Penyelesaian Sengketa Tanah menurut Musyawarah Mufakat Hukum Adat Simalungun
Berdasarkan penelitian di lapangan
420
Sebelum diuraikan sengketa dan penyelesaiannya ada baiknya mendeskripsikan lokasi penelitian ini.
, di Kelurahan Sipolha Horison Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun, dimana Camat sebagai
mediator Camat Soluter pada waktu itu : Ronald Siharmada Banjarnahor.
Kecamatan Pematang Sidamanik : Ibu Kota Kecamatan : Sait Buttu Saribu
Luas Wilayah Kecamatan : 91,02 km
2
– 91,02 x 100 = 9,10
2
Jarak ke ibukota Kabupaten : +40 km Ketinggian di atas
permukaan air laut : 800m Jumlah Penduduk : Laki-laki 533, Perempuan 546, WNI 1.079
Kecamatan Pematang Sidamanik ini terdiri dari beberapa kelurahan Nagori: 1.
Sait Buttu Saribu 6. Sipahoras
2. Pematang Sidamanik
7. Pematang Tambun Raya 3.
Sarimattin 8. Simantin
4. Bandar Manik
9. Sipolha 5.
Jorlang Huluan 10. Gorak
Kejadian Permasalahan pada tahun 2009
421
Bahwa pada tahun 1980-an 20 tahun sebelum sengketa itu bergulir berkisar pada tahun 1987, Jenderal Muller Damanik yang bermukim di Jakarta orang tua pak
Muller ada membuat “surat pernyataan” agar tanahnya yang terletak di Kelurahan Sipolha seluas lebih kurang 1 hektar “dijaga” si “Damanik”.
420
Wawancara dengan Ronald Samuel Tambun, camat Pematang Sidamanik dan Bahrum Harahap, serta Hotman Purba, Kasi Pemerintahan, yang ketika kasus di atas bergulir beliau menjabat sebagai Kasi Umum dan
Perlengkapan, 16 April 2012
421
Hasil wawancara yang diolah karena tidak didapatkan bukti tertulis
Universitas Sumatera Utara
Tanah yang merupakan “lahan perladangan” itu ditanami kemiri dan palawija tanaman muda. Setelah lebih 20 tahun diusahai si “Damanik” tersebut Muller
pernah menjabat Rektor USI, Universitas Simalungun, anak kandung almarhum Jenderal Muller yang memberi “kuasa menjaga” itu meminta haknya atas tanah
sengketa tersebut dikembalikan padanya.
Sengketa merebak apalagi si “Damanik
422
Oleh Camat, sebagai mediator dikumpulkanlah seluruh warga termasuk tokoh adat, pangatua adat dengan jalan musyawarah mufakat, Si Damanik mengakui
kekeliruannya dan mengembalikan tanah itu kepada Muller. Muller juga memberikan uang sejumlah Rp 2.000.000,- dua juta rupiah dengan mengingat bahwa si Damanik
telah menikmati hasil tanah yang di usahai nya selama 20 tahun lebih. Oleh Muller tanah itu sudah ditanami kelapa sawit.
” tersebut sudah membuat “Surat Pernyataan” yang disaksikan sekeliling warga: saksi batas tidak dikuatkan oleh pihak
pemerintah yang menyatakan bahwa “dialah” pemilik tanah yang dipersengketakan tersebut.
Sengketa ini menunjukkan betapa UUPA pada hakikatnya, tidak mengenal daluwarsa untuk memperoleh hak milik, namun sering terjadi di masyarakat bahwa
jika tanah dikuasai secara fisik 20 tahun itu, tanah dianggapnya sebagai hak miliknya. Pernyataan seperti ini adalah kesalahan besar dalam memaknai hukum agraria.
Namun, sengketa di atas membuktikan, yang terjadi di masyarakat asal 20 tahun diperlakukannya tanah itu sebagai miliknya. Padahal posisi 20 tahun tersebut hanya
bermakna bahwa yang menguasai tanpa ada keberatan dari pihak lain tadi bermakna bahwa dia diberi wewenang untuk mengajukan hak milik di atas tanah tersebut,
bukan sebagai pemilik tadi. Sedangkan penguasaan fisik selama 20 tahun saja masih harus ada syaratnya, seperti : tidak ada keberatan dan tidak dipersoalkan oleh pihak
manapun.
423
Sengketa tanah lain yang sudah diputus oleh Pengadilan namun setelahnya dirasa kurang adil lalu diselesaikan kembali secara musyawarah mufakat melalui
lurah sebagai mediator
424
Ini terjadi di Huta Dusun Sait Buttu Saribu. Arti nama huta dusun Sait Buttu Saribu adalah : Sait artinya mudah-mudahan, Buttu artinya ke atas jadi makna dari
Sait Buttu Saribu semoga warganya jadi orang yang berpangkat
425
Nagori Sait Buttu Saribu merupakan salah satu dari 9 Nagori dan 1 Kelurahan di Kecamatan Pamatang Sidamanik. Secara Geografis Nagori Sait Buttu Saribu
422
Jend. Muller Damanik memiliki adik perempuan boru Damanik kawin dengan Siregar misalnya dan memiliki anak perempuan boru Siregar kawin dengan Damanik, Damanik yang terakhir inilah yang menjaga
mengusahai tanah tersebut. Jadi masih ada kaitan saudara.
423
M.Yamin, Tanah Dalam Perspektif Hukum Agraria Indonesia, dalam Rehngena Purba, Spirit Hukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2012. Hal.47.
424
Hasil wawancara dengan Wagimin Silalahi, mantan Lurah Kelurahan Sait Buttu Saribu Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, 19 April 2012.
425
Ibid
Universitas Sumatera Utara
terletak antara 80,05 BT, 02,58
a. Sebelah Timur berbatas dengan Nagori Sarimattin yang meliputi Perkebunan
PTPN 4 Kebun Tobasari. LU dengan luas wilayah +1347 Ha atau 30 dari
Luas Kecamatan Pamatang Sidamanik 13.654 Ha. Berada pada ketinggian rata-rata 800m diatas permukaan laut. Nagori Sait Buttu Saribu merupakan daerah yang
strategis yang berbatasan dengan :
b. Sebelah Selatan berbatas dengan Nagori Bandar Manik
c. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Dolok Pardamean
d. Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Dolok Pardamean
Adapun luas wilayah menurut penggunaan tanah adalah Hak Guna Usaha HGU PT. Perkebunan PTPN IV Kebun Tobasari seluas 391 Ha, Tanah
Perkampungan seluas 956 Ha. Dengan demikian lebih dari 60 wilayah Nagori Sait Buttu Saribu merupakan lahan Tobasari yang pada saat ini ditanami Kebun Teh.
Sementara itu 70 merupakan tanah perkampungan dan perladangan masyarakat, Sedangkan luas wilayah berdasarkan pada jumlah kepadatan penduduk per Huta
adalah sebagai berikut :
Tabel 10 Luas wilayah menurut Huta Dusun Tahun 2012
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun No
Huta Dusun Luas Ha
Rasio terhadap Total Luas
Nagori
1 2
3 4
1 Sait Buttu
108 -
2 Manik Saribu
203 -
3 Gunung Mulia
167 -
4 Gorbus
104 -
5 Afd. B. Tobasari
287 -
6 Afd. D. Tobasari
280 -
7 Manik Huluan
198 -
Jumlah 1347
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11 Luas wilayah berdasarkan pada jumlah kepadatan penduduk per Huta
No Huta Dusun
Luas Ha Jumlah
Penduduk Kepadatan
Penduduk
1 2
3 4
5 1
Sait Buttu 108
2094 -
2 Manik Saribu
203 802
- 3
Gunung Mulia 167
232 -
4 Gorbus
104 192
- 5
Afd. B. Tobasari 287
564 -
6 Afd. D. Tobasari
280 482
- 7
Manik Huluan 198
677 -
Jumlah 1347
5043
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun Penduduk Nagori Sait Buttu Saribu Tahun 2011 tercatat sebanyak 5043 Jiwa
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2364 Jiwa dan Perempuan sebanyak 2679 Jiwa dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 12 Banyaknya penduduk dirinci menurut jenis kelamin dan Huta tahun 2009
No Huta Dusun
Laki-laki Perempuan
Jumlah
1 2
3 4
5 1
Sait Buttu 1012
1082 2094
2 Manik Saribu
390 412
802 3
Gunung Mulia 105
127 232
4 Gorbus
87 105
192 5
Afd. B. Tobasari 269
295 564
6 Afd. D. Tobasari
229 253
482 7
Manik Huluan 272
405 677
Jumlah 2364
2679 5043
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun Dengan kepadatan penduduk rata-rata 268 jiwa per KM
2
Penduduk Nagori Sait Buttu Saribu secara Etnologi merupakan penduduk yang heterogen yang terdiri dari berbagai etnis yaitu : Simalungun, Jawa, Batak Toba,
Batak Karo, Mandailing, Melayu, Minangkabau dan Cina. Kondisi ini mencerminkan . Penduduk tersebut
terhimpun dalam 550 Kepala Keluarga, dengan demikian setiap keluarga rata-rata dari 5 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
pula pada budaya dan kemajemukan agama, oleh sebab itu penduduk Nagori Sait Buttu Saribu terkenal sebagai penduduk yang agamis yang terdiri dari :
e. Agama Islam
: 2816 jiwa f.
Agama Kristen Protestan Katolik : 2227 jiwa g.
Lain-lain : 5043 jiwa
Dengan rincian per Huta sebagai berikut :
Tabel 13 Banyaknya penduduk berdasarkan agama
No Huta Dusun
Islam Protestan Katolik
Lain-lain
1 2
3 4
5 1
Sait Buttu 1567
527 2094
2 Mannik Saribu
117 755
802 3
Gunung Mulia 8
224 232
4 Gorbus
8 184
192 5
Afd. B. Tobasari 295
269 564
6 Afd. D. Tobasari
257 225
482 7
Manik Huluan 634
43 677
Jumlah 2816
2227 5043
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun Untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dimaksud di
Nagori Sait Buttu Saribu terdapat sejumlah tempat ibadah yang terdiri dari 5 Unit Mesjid dan 6 Unit Gereja.
Adapun rincian per Huta adalah sebagai berikut :
Tabel 14 Banyaknya sarana ibadah menurut agama dan Huta tahun 2009
No Huta Dusun
Mesjid Langgar
Mushollah Gereja
1 2
3 4
5 1
Sait Buttu 1
- 2
2 Manik Saribu
1 -
2 3
Gunung Mulia -
- -
4 Gorbus
- -
- 5
Afd. B. Tobasari 1
- 1
6 Afd. D. Tobasari
1 -
1 7
Manik Huluan 1
- -
Jumlah 5
- 6
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun
Universitas Sumatera Utara
Tabel 15 Banyaknya jumlah Penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut status
pekerjaannya adalah sebagai berikut: No
Huta Dusun Bekerja
Tidak Bekerja Jumlah
1 2
3 4
5 1
Sait Buttu 1205
859 2094
2 Manik Saribu
309 476
802 3
Gunung Mulia 102
125 232
4 Gorbus
84 101
192 5
Afd. B. Tobasari 304
254 564
6 Afd. D. Tobasari
207 272
482 7
Manik Huluan 307
367 677
Jumlah 2578
2454 5043
Sumber : Usulan Pelepasan eks HGU PTPN-III Kebun Bangun Batas Wilayah Nagori menurut Penggunaannya.
h. Ladang Tegalan
150ha i.
Perkebunan a.
Perkebunan Rakyat 176 ha
b. Perkebunan Negara
557 ha c.
Perkebunan Swasta 0 ha
Organisasi Kelembagaan Pemerintahan di Nagori Sait Buttu Saribu terdiri dari 7 tujuh Huta. Dengan diberlakukannya Surat Keputusan Bupati Simalungun
Nomor : 1413623Pemdes, tanggal 1 April 2000 tentang Penyesuaian Sebutan Peristilahan
Nama Desa-desa, Kepala Desa, Perangkat Desa, Dusun, Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa di Kabupaten Simalungun maka sebutan
nama Desa, Kepala Desa dan seterusnya sebagaimana dikatakan diatas disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan adat istiadat masyarakat sehingga sebutan :
a. Desa
menjadi Nagori
b. Kepala Desa
menjadi Pangulu
c. Dusun
menjadi Huta
d. Kepala Dusun
menjadi Gamot
Universitas Sumatera Utara
e. Badan Perwakilan Desa
menjadi Maujana Nagori
f. Rukun Warga
menjadi Urung lorong
g. Perangkat Desa
menjadi Tungkat Nagori
Adapun Huta yang berada di Nagori Sait Buttu Saribu yaitu :
426
1 Sait Buttu
Nama Gamot Setu
2 Manik Saribu
Nama Gamot Jakop Damanik
3 Gunung Mulia
Nama Gamot Walden Siadari
4 Gorbus
Nama Gamot Gindo Sitio
5 Afd. B. Tobasari
Nama Gamot Untung
6 Afd. D. Tobasari
Nama Gamot Sukirman
7 Manik Huluan
Nama Gamot Kirno
Sehubungan dengan pertikaian perbatasan Manikhuluan dan Simandjoloi pada tanggal 20 November 1970
427
Manikhuluan diwakili oleh Moraida Naibaho dan dari Simanjoloi diwakili oleh Sapmaurung Damanik.
.
Kepala kampung Pematang Sidamanik meminta penjelasan dari Moraida Naibaho, dalam hal ini Moraida Naibaho menunjukkan dua orang saksi yaitu :
1. Djaudin Saragih umur 65 tahun penduduk Simandjoloi
2. Horalim Saragih umur 65 tahun penduduk Simandjoloi
Menurut Djaudin Saragih, pada tahun 1934 Tuan Sidamanik, almarhum Ramahadin telah menunjuk perbatasan
a. Dari sebelah Utara Tabusan : 1 buah kayu yang besar
b. Dari sebelah Selatan : Serumpun bambu yang hidup sampai sekarang
426
Buku Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelaksanaan Pembangunan dan Pembinaan Kehidupan Masyarakat di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun,
2012
427
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wagimin Silalahi, sengketa pertikaian ini sudah diputus PN Simalungun walaupun datanya tidak ada pada beliau lagi, 21 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan Horalim Saragih sama dengan keterangan Djaudin Saragih. Kemudian Kepala Kampung bertanya kepada Sapmaurung Damanik. Menurut
Sapmaurung Damanik, pada tahun 19442044 Tuan Sidamanik almarhum memberi 1 satu peta tanah perbatasan Manikhuluan dengan Simandjoloi yang bertanda
“MERAH” tanah kampung Manikhuluan sebelah Selatan, tanah Kampung Simandjoloi sebelah Utara dan Sapmaurung Damanik meminta supaya nama
kampungnya di dalam daerah pertikaian tersebut dinamakan “Siandjur”
Untuk mendapatkan data yang akurat, Lurah turun ke lokasi lapangan, sehingga pada tanggal 14 Desember 1970 jam 10.00 WIB Kepala Kampung turun ke
lapangan beserta : 1.
Sabirin Damanik Gamot Parmahanan 2.
Djaudin Saragih penduduk Simandjoloi 3.
Horalim Saragih penduduk Simandjoloi 4.
Sapmaurung Damanik penduduk Simandjoloi 5.
Moraida Naibaho penduduk Manikhuluan Bahwa peta yang dipegang Sapmaurung Damanik kurang meyakinkan karena
beberapa hal a.
Peta tersebut dibuat tidak ada skala b.
Sangat bertentangan dengan Peta pada tahun 1934 yang dipegang Moraida Naibaho penghunjukan Tuan Sidamanik Alm.
c. Oleh Kepala Kampung memerintahkan kepada Sapmaurung untuk memanggil si
Pembuat Peta Pejabat Tuan Sidamanik almarhum yang masih hidup Pada tanggal 19 Desember 1970 dibuat surat Pernyataan oleh Tambatan
Purba, 57 Tahun, Staff NV Perusahaan Perkembangan dan Pertanian Kebun Jeruk, alamat di Tebing Tinggi. Ketika ia bekerja di Kantor Tuan Sidamanik, Ramahadi
Damanik sebagai pegawai tidak pernah membuat mengeluarkan sertifikat Peta mengenai perbatasan kampung Simandjoloi dengan kampung Manikhuluan, yang
menyatakan batas sebagai berikut : garis lurus dari Timur ke Barat, yang dibuatnya atas nama Tuan Sidamanik tersebut di atas.
Jika ada orang oknum yang memperlihatkan Peta Penyerahan Tanah yang ada di Simandjoloi dan Manikhuluan yang sekarang dipegang oleh Saudara
Sapmaurung Damanik, maka surat itu adalah “palsu” karena beliau tidak pernah membuatnya dan menandatanganinya.
Universitas Sumatera Utara
Hasil musyawarah dan mufakat dengan berbagai pihak yang terkait pada tanggal 27 Januari 1971
428
1 Batas tersebut sebenarnya sudah ada
, sehubungan surat Kepala Kampung tanggal 20 November 1970 mengenai pertikaian batas antara Simandjoloi Kampung Gunung Bosar dan
Manik Huluan Pematang Sidamanik, dan surat pengaduan penduduk Manikhuluan kepada Musda Kecamatan Sidamanik tanggal 28 Desember 1970 sebagai berikut :
2 Menurut data lapangan bukti pohon enau dan bambu tidak ada keberatan
3 Untuk mempertegas batas yang sudah ada oleh Musda Kecamatan Sidamanik
atas Instruksi Bupati KDH Kabupaten Simalungun dengan menanam pohon lindung
4 Kepada kedua aparat Pemerintahan Desa diperintahkan untuk membuat batas
yang permanen dengan merk “Batas ManikHuluan Kampung Pematang Sidamanik dan Simandjoloi Kampung Gunung Bosar
Tapi oleh masyarakat setempat tidak dibenarkan karena untuk merubah nama “Huta” harus dengan seluruh Pengetua Adat disahkan Kepala Kampung dan
mendapat Izin serta pengesahan dari Bupati KDH Kabupaten Simalungun dan DPRD-GR nya.
Perkembangan berikutnya, pada tanggal 6 Agustus 2007 Risman Naibaho dan lain-lain 7 orang anak kandung dari Moraida Naibaho memberi pernyataan bahwa
benar Moraida Naibaho bapak mereka menyerahkan sebidang tanah darat kepada Mayor CPM Raja Tagor Damanik seluas 2 ha dengan batas sebagai berikut :
a. Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Nurdin Damanik dan Simiin b. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Moraida Naibaho
c. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Moraida Naibaho d. Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah kehutanan Indo Rayon
Penyerahan tersebut diadakan pada tahun 1971 dengan secara kekeluargaan.
Sengketa ini menunjukkan, sebenarnya, tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya peran hukum adat cukup signifikan dalam penyelesaian permasalahan
dalam masyarakat. Karena sifatnya yang komunal dan religio-magis, hukum adat mengutamakan keseimbangan dalam masyarakat, baik itu keseimbangan antara hak
dan kewajiban antar individu maupun keseimbangan antara manusia dan alamnya.
428
Berita acara oleh B. Simarmata, Camat Kecamatan Sidamanik, Dj. Barus Lettu CZI Nrp. 252143, dan PTP 64 Sidamanik, Ali Kumbang Aiptu, dan Sek 20503 Sidamanik, Briptu G. Sinaga Kamtibmas
Kampung Pematang Sidamanik
Universitas Sumatera Utara
Karena sifat-sifat itu pula hukum adat akan dengan mudah menyelesaikan sengketa di tengah masyarakat, sebab kepatuhan masyarakat terhadap sesuatu yang religious akan
lebih kuat dibandingkan kepatuhan kepada hal-hal lain.
Hukum Adat menjadi sebuah sistem hukum yang mengedepankan penyelesaian sengketa atau persoalan masyarakat dengan asas kerukunan atau
keseimbangan masyarakat itu sendiri. Apabila hukum modern lebih mengedepankan penyelesaian sengketa di pengadilan dengan biaya mahal dan berbelit, sedangkan
hukum adat cukup mempertemukan pihak yang bersengketa dan dilanjutkan telaah menurut hukum adat oleh para tetua adat, lalu diputuskan. Perkara dengan hukum
adat semacam ini sangat cepat, murah dan efisien. Dibandingkan dengan penyelesaian sengketa secara litigasi yang lama dan mahal, kadangkala putusan yang
dikeluarkan itu pun jauh dari keadilan karena hakim memutus dengan subjektif dan tidak jarang memihak dan berat sebelah. Selain itu hukum yang ditetapkan juga
berasaldiimpor dari hukum asing, hukum kolonial yang “obsoleteel and unjust” telah usang dan tidak adil serta “outmoded and unreal” sudah ketinggalan zaman
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Sistem hukum ini jelas tidak berakar pada nilai- nilai budaya dan bahkan ada “diskrepansi” dengan aspirasi masyarakat serta tidak
responsive terhadap kebutuhan sosial masa kini.
Runtung
429
i. Menjaga keharmonisan dan pemulihan relasi antara masyarakat adat
setempat. menyebutkan bahwa tujuan dari upaya yang dilakukan dalam
proses penyelesaian sengketa adat setempat adalah :
ii. Proses penyelesaian sengketa adat dapat menghemat waktu dan biaya
dari pihak yang bersengketa. iii.
Untuk mencegah dan menghindari keputusan-keputusan yang bersifat memihak dan sewenang-wenang yang dapat merugikan salah satu pihak
yang bersengketa. iv.
Menjaga, memajukan dan melestarikan adat-istiadat dan hukum adat yang hidup.
429
Sunarmi, Mengelola Kearifan Lokal Menuju Hukum Yang Berkeadilan Dalam Putusan Lembaga Adat, dalam Rehngena Purba, ibid, hal.31.
Universitas Sumatera Utara
v. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat serta mendamaikan
perselisihan masyarakat.
C. Penyelesaian Sengketa Melalui Instansi Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Simalungun