Tradisi “Margugu” Sebagai Sistem Tolong Menolong Pada Masyarakat Desa Marubun Lokkung, Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi. 2005.Pengantar Sosiologi. Bogor: ghalia Pustaka

Bungin, H.M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Bandung : Kencana Prenada Media Group.

Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Damanik, Fritz H.S. 2009. Fokus Sosiologi. Jakarta : Erlangga.

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Johnson, Paul D. 1994. Teori sosiologi: Klasik dan Modern, Jilid I dan II (Terj. Robert MZ Lawang). Jakarta: Gramedia.

Khaldun, Ibn. 1986. Muqddimah.(Terj. Thoha, Ahmadie). Jakarta: Pustaka Firdaus.

Kartodirjo. Sartono. 1987. Gotong Royong: Saling Menolong dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia dalam Nat J Callette. Jakarta: Yayasan Obor

Moloeng, Lexy, J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Posdakarya.

Nawawi, Hadari dan Hadari, martini.2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rahadjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sumber Jurnal.

Maryani, Sri.2011. BUDAYA “SAMBATAN” DI ERA MODERNISASI. (Studi Kasus di Desa Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali). Jurnal Pendidkan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(2)

M Rahmat, Budi Nuryanto. 2014. Studi Tentang Solidaritas Sosial di Desa Modang Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser. (kasus kelompok buruh bongkar muatan). Jurnal kondentrasi Sosiologi UNMUL.

Suprihatin, Ira. 2014. Perubahan Perilaku bergotong Royong Masayrakat Sekitar Perusahaan Tambang Batu-Bara di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang. Jurnal Sosiologi FISIP UNMUL.

Sumber lainnya

http://laely-widjajati.blogspot.com/2010/01/pengertian-sistem-sosial-menurut.html diakses pada tanggal 27 januari 2015

https://kenalilahilmu.wordpress.com/2010/09/22/desa-dan-kota-dalam-kajian-sosiologi/, diakses pada tanggal 29 januari 2015


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitaif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi motivasi tindakan, dan nilai-nilai secara holistic dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moloeng, 2006:6). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi, maka dengan metode kualitatif peneliti akan mendapatkan data dan informasi yang jelas, mendalam serta terperinci mengenai factor apa saj`a yang meyebabkan “Margugu” sebagai system tolong menolong masih bertahan pada masyarakat Desa Marubun Lokkung Kecamatan Dolok Silau Kabupaten simalungun.

Sedangkan pendeatan deskriptif adalah pendekatan yang mengacu peda identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda, atau peristiwa. Pada dasarnya deskripsi kualitaitf melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi (Uber, 2009:27)


(4)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa marubun Lokkung kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini adalah bahwa didesa ini masih didominasi oleh suku siamalungun yang masih mempertahankan margugu sebagai system tolong menolong.

3.3 Unit Analisis dan Informan

a. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subyek penelitian atau unsure yang menjadi focus penelitian (Bungin 2007:68). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Marubun Lokkung.

B. Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam melakukan penelitian. Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek peneltian (Bungin, 2007:76). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah

1. Tokoh adat masyarakat desa Marubun Lokkung.

2. Masyarakat Desa Marubun Lokkung yang bukan suku Simalungun. 3. Masyarakat Desa Marubun Lokkung yang bersuku Simalungun.


(5)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi mengena penelitian. Teknik pengumpulan data ini terbagi menjadi dua bagian, yakni:

a.Data primer

yaitu informasi yang langsung diperoleh dari informan penelitian di lokasi penelitian. Untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan:

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan oleh peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung. Metode observasi langsung dilakukan melalui pengamatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian pada saat peristiwa sedang berlangsung (Nawawi, 2006 :67). Metode observasi langsung ini dilakukan jika informan tidak dapat menjelaskan mengenai tindakan yang dilakukan atau karena ia tidak ingin menjelaskan mengenai tindakannya. Oleh karena itu data dari metode observasi langsung diharapkan dapat menjadi penunjang data dari metode wawancara. Data yang diperoleh dari metode observasi ini adalah untuk melihat kondisi geografis, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat Desa Marubun Lokkung.

2. Wawancara Mendalam (Dept Interview)

Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara terhadap informan yang sifatnya terbuka


(6)

dan dalam konteks yang formal, hal ini dimaksud agar informan dapat menjawab dengan terbuka. Wawancara ditujukan untuk memperoleh data dan informasi yang jelas dan lengkap mengenai “Margugu” sebagai system tolong menolong dalam masyarakat Desa Marubun Lokkung.

Dalam wawancara mendalam ini peneliti ingin melihat dan mengetahui factor apa yang menyebabkan masyarakat masih mempertahankan tradisi Margugu sebagai system tolong menolong didalam masyarakat

b.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data, jurnal dan mengambil bahan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan fenomena yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi. Data tersebut umumya masih dalam bentuk catatan lapangan. Oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang telah diperoleh dari studi kepustakaan juga terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan relevansinya dengan permasalahan penelitian. Setelah


(7)

itu data dikelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola, kemudian dilakukan interpretasi data mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian. Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan (Faisal, 2007:25)


(8)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Letak Geografis Desa

Desa Marubun Lokkung merupakan salah satu Desa yang terletak dalam wilayah kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. secara geografis desa ini berada pada 900 meter diatas permukaan laut, suhu udara yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin di kisaran 25-29℃ membuat desa ini nyaman dan tentram dengan udara yang masih bersih seperti desa pada umumnya. Pemumukiman warga Desa Marubun Lokkung bersifat memanjang atau mengikuti alur jalan, hal ini disebabkan masyarakat ingin lebih cepat mengakses jalan. Desa marubun Lokkung dikelilingi oleh perkabunan karet dan perkabunan kelapa sawit milik masyarakat. Penduduk Desa Marubun Lokkung banyak menggantungkan hidupnya dari perkebunan karet dan kelapa sawit, namun masih didominasi oleh perkebunan sawit. Warga desa bekerja dengan menyadap karet atau mengambil buah kelapa sawit “mandodos”. Komoditas karet dan kelapa sawit ini menjadi andalan warga sebagai sumber pendapatan. Selain penyadap karet dan pengambil buah kelapa sawit warga Desa Marubun Lokkung ada juga yang berprofesi sebagai Guru, baik yang sudah menjadi Pegawai negeri Sipil maupun yang masih Honorer namun jumlahnya hanya sedikit. Letak georafis Desa Marubun lokkung tepatnya pada:

1. Disebelah Timur Marubun Lokkung berbatasan dengan Desa Bah Ger-ger yang terletak dalam Kabupaten Serdang Bedagai


(9)

2. Disebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bahoan 3. Disebelah Barat berbatasan dengan Desa Nagori Togur 4. Disebelah Utara berbatasan dengan Desa Huta Bayu

Desa Marubun Lokkung merupakan perbatasan antara Kabupaten Simalungun dengan Kabupaten Serdang Bedagai yakni hanya berjarak satu kilometer dari Desa Bah Ger-ger. Desa ini dapat digolongkan kedalam desa swakarya, dapat dilihat bahwa masyarakat desa belum mampu mengolah komoditas perkebunan mereka menjadi barang yang lebih bernilai, melainkan menjualnya dalam bentuk barang mentah kepada agen-agen karet atau agen kelapa sawit yang ada di Desa atau yang datang dari daerah lain diuar Desa. Namun dari segi fasilitas Desa sudah cukup memadai sebagai penghasil komoditas industry perkebunan. Terlihat dari jalan yang cukup baik, karena jalan di Desa ini mengalami perbaikan aspal dan pelebaran yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 dan terus berlanjut hingga tahun 2010 sehingga masih sangat baik untuk ukuran pedesaan. Namun otoritas Desa dalam hal ini pemerintah Desa Marubun Lokkung belum ada menggerakkkan masyarakat untuk bergotong royong dalam perawatan jalan, sehingga lambat laun jalan mulai menyempit akibat rumput-rumput mulai tumbuh dipinggiran jalan karena adanya tanah yang menempel dijalan.

Penyempitan jalan ini disebabkan oleh fasilitas drainase seperti selokan “paret” di Desa ini belum memadai. Bahkan sebagian besar jalan di Desa ini belum memilki selokan, sehingga setiap turun hujan banyak air yang mengaliri badan jalan seraya membawa material pasir dan tanah, yang terus terakumulasi yang mengakibatkan


(10)

adanya bidang untuk bertumbuhnya rumput-rumput liar. Kesadaran masyarakat untuk merawat jalan masih sangat minim, namun otoritas desa seharusnya berperan untuk menggerakkan sebuah gotong-royong agar kesadaran masyarakat akan pentingnya merawat jalan semakin bertumbuh. Pembangunan jalan yang dilakukan pemerintah namun tidak diiukuti pembangunan saluran air sebenarnya bentuk ketidak seriusan pemerintah dalam membengun desa, karena pembangunan yang setengah-setengah seperti saat ini akan membuat jalan akan cepat mengalami kerusakan. Dan masyarakat akan merasakan kembali seperti zaman tahun 2000 an dengan jalan yang sempit serta asapal yang sudah mulai kasar dipermukaannya dan berlubang disana-sini.

Keprihatinan akan kurang baiknya system drainase di Desa ini tidak hanya berpengaruh kepada kerusakan jalan tetapi mempengaruhi warga secara langsung. Setiap hujan lebat datang dengan volume air yang besar dari sebelah barat desa yang memilki dataran lebih tinggi membuat air sering masuk kedalam rumah warga. Genangan air tidak tergenang dalam tempo yang lama seperti halnya dikota-kota besar, namun hal ini cukup merepotkan warga karena harus membersihkan lumpur-lumpur yang dibawa air kedalam rumah mereka. Untuk saat ini jalan belum mempengaruhi kondisi produksi perkebunan masyarakat karena nilai jual komoditi karet dan komoditi kelapa sawit dipengaruhi oleh harga pasar internasional dan tidak dapat ditentukan oleh para agen, namun apabila jalan mengalami kerusakan parah akibat pembiaran jalan tanpa adanya perawatan dapat berakibat buruk terhadap


(11)

perekonomian warga seperti terputusnya hubungan keluar desa karena jaan yang rusak dan terputus.

Kondisi jalan yang cukup baik di Desa marubun Lokkung tidak diikuti oleh pertumbuhan yang ideal dari masyarakat Desa Marubun Lokkung, keadaan ini disebabkan oleh ketergantungan masyarakat akan hasil tanaman keras yakni karet dan kelapa sawit membuat masyarakat sedikit malas untuk mencoba pernghasilan lain. Nilai jual yang sangat dipengaruhi kondisi pasar internasional membuat harga komoditi ini tidak pernah stabil layaknya kurs mata uang, hampir tidak pernah sama, setiap hari selalu berbeda. Ketidakstabilan harga ini selalu merugikan masyarakat secara ekonomi karena harga selalu diluar ekspektasi masyarakat. Ketidakstabilan harga yang merugikan masyarakat dapat terliha dari adanya kenaikan harga barang sekitar 5% namun selang dua atau lima hari harga barang dapat berubah turun hingga 15%. Ketidakstabilan harga ini tak jarang menimbulkan kekecewaan masyarakat. Keadaan harga komoditas yang tidak pasti tidak membuat warga beralih ketanaman lain, seperti padi atau tanaman pangan, karena masyarakat telah terbiasa dengan tanaman keras yang proses pengerjaannya tidak seberat tanaman lain seperti tanaman pangan seperti padi atau cabai yang harus bekerja penuh dari siang hingga sore hari dibawah terik matahari, masyarakat Desa Marubun Lokkung telah lama dimanjakan oleh rindangnya pepohoanan karet dan kelapa sawit, sehingga masayarakat enggan beralih ke komoditi lain meskipun kondisi perekonomian internasional tidak stabil yang mengakibatkan kerugian yang besar pada masyarakat Desa itu sendiri. Pola pikir yang masih belum berkembang dengan kesan tidak mau mengambil resiko


(12)

menjadi cerminan masyarakat pedesaan khususnya masyarakat Desa Marubun Lokkung. Peran pemerintah dalam mendorong gerak perekonomian di Desa sepertinya butuh gerakan yang lebih besar. Motivasi serta dukungan secara intelektual sangat dibutuhkan dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada di desa seperti Desa marubun Lokkung ini. masyarakat yang masih belum mengetahui potensi daerahnya seharusnya diberikan pemahaman serta penyadaran akan apa yang dapat dikelola dan menjadi bermanfaat bagi masyarakat Desa.

Kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan masyarakat Desa juga diperparah oleh jarak tempuh ke kantor kecamatan Dolok Silau cukup jauh yakni 40 kilometer dengan kondisi jalan yang rusak sangat parah dan jarak ke Ibu kota Kabupaten sekitar 110 kilometer membuat warga enggan apabila ada administrasi yang harus diselesaikan secara individu. Sulitnya menuju kota Simalungun membuat masyarakat beralih ke kota yang aksesnya lebih mudah yakni Kota Lubuk Pakam atau Kota Galang. Kondisi jalan yang lebih baik membuat transportasi menuju kota tersebut lebih banyak mulai kendaraan roda dua maupun roda empat dapat digunakan.

4.2 Sarana dan Prasarana Desa Marubun Lokkung

Marubun Lokkung merupakan Desa yang sudah mengalami perkembangan dalam hal pembangunan sarana dan prasarananya. Perkembangan ini dapat dilihat dari jalan yang sudah cukup baik, ketersediaan listrik serta adanya pasar setiap seminggu sekali yang diperuntukkan bagi masyarakat desa sekitar Marubun Lokkung


(13)

memperlihatkan bahwa Desa Marubun Lokkung sudah mengalami kemajuan dan berperan sebagai patron perekonomian bagi desa-desa sekitar, menunjukkan bahwa Marubun Lokkung memilki kelebihan dari desa-desa lain yang ada disekitarnya. Letaknya yang cukup mudah diakses dari desa lain membuat desa Marubun Lokkung memilki nilai lebih dalam hal sarana dan prasarananya. Fasilitas yang ada di desa marubun Lokkung sudah cukup baik dan masih digunakan oleh masyarakat antara lain

1. Jalan

Fasilitas jalan di desa ini sudah cukup baik dengan kondisi aspal yang masih bagus dan belum adanya kerusakan seperti lubang-lubang dijalan. Namun masih belum adanya selokan air sebagai tempat pengaliran air mengancam percepatan kerusakan jalan karena air menjadi mengalir dijalan. Sehingga jalan cepat terkikis oleh air. Tidak adanya perawatan dari pihak desa juga membuat badan jalan semakin sempit karena tertutup tanah dan ditumbuhi oleh rumput-rumput liar. Kondisi jalan yang masih mulus memang masih sebatas lintas Desa saja, jika masuk kedalam dusun-dusun seperti dusun Tulpang, Dusun Pulo Raya serta Dusun Juma saran masih belum layak, karena jalan belum dilapisi aspal melainkan hanya ditaburi pecahan batu koral atau kerikil sehingga apabila musim kemarau akan sangat berdebu, dan apabila musim hujan berlumpur sehingga sangat sulit untuk dilintasi oleh kendaraan roda empat seperti mobil atau sepeda motor karena akan sangat licin dan memilki resiko yang tinggi bagi pengendara.


(14)

2. Transportasi

Sarana transportasi seperti angkutan umum sudah lama dinikmati layanannya oleh warga desa. Marubun Lokkung sebagai jalur antar desa membuat desa ini setiap harinya dilintasi oleh angkutan umum yang memilki trayek hingg ke Kota Lubuk Pakam, Kota Galang, hingga menuju Terminal Amplas. Kondisi jalan yang cukup baik mendukung kelancaran transportasi antar desa. Kelancaran transportasi membuat masyarakat desa yang ingin bepergian kekota tidak perlu menyewa ataupun merental kendaraan, karena sudah tersedianya layanan angkutan umum dengan biaya ongkos yang wajar sesuai jarak yang dituju dengan pilihan angkutan bermesin diesel atau mesin berbahan bakar premium.

3. Pasar (Losd)

Letak desa yang berada dipertengahan dari beberapa desa, membuat Marubun Lokkung sebagai tampat yang strategis untuk dibangun pasar tradisional. Pasar tradisional desa Marubun Lokkung yang disebut “tiga” oleh penduduk setempat merupakan tempat transaksi jual beli hasil panen karet serta sebagai tempat belanja kebutuhan pokok masyarakat dari berbagai Desa. yang berada disekitar desa marubun Lokkung. Pasar ini juga berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat untuk saling bertukar informasi satu sama lain. Dengan adanya pasar tradisional ini tidak serta merta banyak mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat Desa Marubun Lokkung, karena yang menjadi pedagang di pasar tradisional ini lebih banyak datang dari luar desa ataupun pedagang yang datang merupakan pedagang yang dari


(15)

kota, hanya sedikit warga Desa Marubun Lokkung yang memanfaatkan lokasi pasar untuk berdagang.

4. Air Bersih

Pada tahun 2002 hingga 2008 pemerintah desa membangun dua sumur bor lengkap dengan bak besar penampung air serta dua bilik untuk setiap sumur. Pembangunan sumur bor dengan tenaga mesin listrik ini bertujuan agar warga Desa Marubun Lokkung tidak perlu mengambil air bersih dan mandi di sumber mata air yang letaknya sedikit berjauhan dari desa. Namun pada tahun 2008 mesin pompa air sumur ini rusak dan tidak ada perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah desa atau bantuan dari pemerintah Kabupaten membuat kondisi sumur ini sudah tidak berfungsi dan sudah mulai mengalami kehancuran pada bangunannya. Karena sudah tidak berfungsi lagi maka sebagian warga kembali menggunakan sumber mata air yang jauh dari desa untuk air konsumsi dengan kualitas air yang tidak kalah bagus dari sumur bor yang dibangun pemerintah sebelumnya. Warga yang tidak mau lagi kembali ke sumber mata air yang lumayan jauh dari desa, memilih untuk membengun sumur bor sendiri di rumah dengan penambahan mesin pompa air tenaga listrik.

5. Listrik

Masyarakat Desa Marubun Lokkung telah merasakan layanan fasilitas listrik pada tahun 1982. Listrik dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat karena mempengaruhi berbagai kepentingan, misalnya dalam penerangan dirumah-rumah sangat membantu anak-anak dalam belajar, juga sebagai


(16)

sumber energy bagi mesin tenaga listrik seperti mesin pompa air tenaga listrik. Kemajuan teknologi membuat masyarakat semakin membutuhkan alat-alat elektronik yang membutuhkan listrik sebagai daya seperti penanak nasi, kulkas, televise dan banyak alat elektronik lainnya yang sudah menjadi gaya hidup masyarakat. Listrik juga dibutuhkan dalam penerangan jalan dan rumah-rumah ibadah juga sudah sangat memerlukan listrik untuk kelancarana ibadah para jemaat. Ditengah kebutuhan listrik yang sangat pokok bagi masyarakat pasokan listrik kedaerah seperti Desa Marubun Lokkung masih sangat kurang, dapat dilihat dari pemadaman listrik yang terjadi. Di Desa Marubun Lokkung sendiri, pemadaman listrik dirata-ratakan sehari dua kali dengan durasi pemadaman paling pendek dua jam, terkadang bisa sampai enam jam dalam satu kali pemadaman. Pemadaman ini sangat mengganggu masyarakat karena banyaknya pemadaman tidak diikuti penurunan harga tarif listrik.

6. Sekolah

Sekolah di Desa Marubun Lokkung ada dua Sekolah Dasar (SD) Negeri dan satu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Fasilitas pendidikan di Desa Marubun Lokkung letaknya sangat gampang diajangkau karena berada ditengah Desa dan sangat berdekatan dengan kantor kepala Desa, kedua Sekolah Dasar dan PAUD tersebut dibangun berdampingan sehingga fasilitas pendidikan di desa Marubun Lokkung ini dibangun secara terpusat


(17)

Rumah ibadah yang ada di Desa marubun Lokkung ini terdapat satu Gereja dan satu Masjid. Meskipun ada perbedaan agama namun masyarakat Desa Marubun Lokkung masih memiliki rasa persaudaraan yang kuat. Belum pernah terjadi di desa ini konflik yang mengatasnamakan agama. Semua warga masih saling menghargai dan menjaga toleransi terhadap perbedaan. Bentuk saling menghargai masyarkat dalam perbedaan agama ini telihat ketika perayaan hari besar agama tidak pernah ada yang membuat keonaran dirumah ibadah. Persaudaraan juga terlihat ketika warga saling mengunjungi apabila ada perayaan hari besar agama. Misalnya ketika hari Raya Idul Fitri warga yang beragama Kristen datang mengunjungi rumah warga yang Islam, untuk mengucapkan selamat dan sekedar berilaturahmi. Begitu juga ketika perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru, warga yang beragama Islam datang mengunjungi rumah warga yang beragama Kristen. Rasa saling menghargai yang ditunjukkan warga Desa ini menciptakan suasana lingkungan yang baik dan jauh dari konflik.

8. Fasilitas Kesehatan

Desa Marubun Lokkung memang telah memiliki fasilitas jalan yang baik dan memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Tapi fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah sangat terbatas bahkan untuk sekarang ini bisa dibilang tidak ada. Terdapat satu bangunan Pusat Kesehatan Desa (PusKesDes) di desa ini, tetapi sudah berpuluh tahun tidak terpakai. Sekarang bangunan tersebut sudah mengalami kerusakan yang sangat parah.


(18)

Karena tidak adanya fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah, warga Desa Marubun Lokkung beralih ke pengobatan bidan yang membuka klinik di Desa ini. terdapat tiga Bidan yang membuka klinik di Desa ini, sehingga warga masih bisa berobat.

4.3Jumlah Penduduk Desa Marubun Lokkung

Desa Marubun Lokkung memilki jumlah penduduk yang lebih banyak bila dibandingkan dengan desa-desa yang berdekatan. Jumlah penduduk Desa Marubun Lokkung berdasarkan data desa yang didapatkan dari kantor kepala Desa Nagori Marubun Lokkung hasil sensus tahun 2010 adalah 1020 jiwa dengan 294 kepala rumah tangga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 568 orang sedangkan perempuan sebanyak 452 orang. Jumlah penduduk desa marubun Lokkung dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 4.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

NO Kelompok Usia

Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase 1 0-14 tahun 167 orang 140 orang 307 orang 30.06 2 15-65 tahun 388 orang 293 orang 681 orang 66.78 3 >66 tahun 13 orang 19 orang 32 orang 3.16

Jumlah 568 orang 452 orang 1020 orang 100 Sumber : data statistik Desa Marubun Lokkung tahun 2010

Dari tabel jumlah penduduk dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Desa Marubun Lokkung lebih didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yaitu


(19)

sebanya 568 orang sedangkan perempuan sebanyak orang orang. Adapaun penduduk yang belum mencapai usia produktif yaitu umur 1-14 tahun yaitu sebanyak 307 Orang dengan persentase 30.6 % sedangkan yang sudah mencapai usia produktif yakni umur 15-65 tahun sebanyak 681 orang dengan persentase 66,78 % orang dan yang telah berusia usia lanjut yakni umur 66 tahun keatas sebanyak 32 orang dengan persentase 3,16 %. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Marubun Lokkung memiliki jumlah usia produktif yang banyak dan merupakan generasi penerus di Desa Marubun Lokkung. Tabeldibawa ini juga akan menunjukkan komposisi penduduk Desa Marubun Lokkung berdasarkan suku/etnis.

Tabel 4.2

Komposisi penduduk berdasarkan suku/etnis

No Suku/etnis Jumlah Persentase

1 Simalungun 860 orang 84,27

2 Jawa 84 orang 8,25

3 Karo 76 orang 7,48

Jumlah 1020 100

Sumber: data statistic Desa Marubun Lokkung

Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Marubun Lokkung didominasi oleh warga bersuku/etnis Simalungun, dengan jumlah 860 orang dengan persentase yaitu 84,27 % sedangkan suku Jawa berjumlah 84 orang dengan persentase 8,25 %. Dan suku warga yang bersuku Karo sebanyak 76 orang dengan persentase 7,48 %. Dari tabel menunjukkan bahwa


(20)

Desa Marubun Lokkung merupakan Desa yang dibentuk oleh orang Simalungun terdahulu, sehingga dapat disimpulkan bahwa warga asli Desa ini bersuku Simalungun. dari tabel dibawah ini juga akan menyajikan komposisi penduduk berdasarkan Agama,

Tabel 4.3

Komposisi penduduk Desa Marubun Lokkung berdasarkan agama

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 98 orang 9,60

2 Kristen Protestan 922 orang 90,40

3 Katholik 0 0

4 Hindu 0 0

5 Budha 0 0

Jumlah 1020 100

Sumber: data statistik Desa Marubun Lokkung

Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas warga Desa Marubun Lokkung menganut agama Kristen Protestan, yakni sebanyak 922 orang dengan persentase 90,40 %. Sedangkan penduduk desa yang menganut agama Islam yakni sebanyak 98 orang dengan persentase 9,60 %. Meskipun terdapat perbedaan dalam keyakinan namun masyarakat Desa Marubun Lokkung masih tetap menjaga toleransi atas perbedaan tersebut.

4.4 Gambaran Masyarakat Desa Marubun Lokkung

Masyarakat Desa Marubun Lokkung merupakan masyarakat yang dominan bersuku Simalungun. Simalungun tidak berbeda jauh dengan suku Batak lainnya. Simalungun menganut system patrilineal, dimana garis keturunan atau marga


(21)

diteruskan oleh anak laki-laki. Seperti masyarakat petriakat pada umumnya, laki-laki lebih dominan dalam mengatasi keputusan, termasuk didalam masalah adat. Pada masyarakat Desa Marubun Lokkung laki-laki lebih aktif dalam mengurus kegiatan-kegiatan di Desa termasuk dalam hal “margugu”. Laki-laki lebih banyak berperan, sedangkan perempuan menyaksikan saja. itu merupakan salah satu budaya yan sudah tertanam dalam pemikiran masyarakat bahwa laki-laki harus lebih dominan dari perempuan.

Dalam kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Marubun Lokkung tidak memiliki variasi yang banyak. Masyarakat Desa Marubun Lokkung lebih banyak bkerja sebagai penyadap karet, baik menyadap karet milik sendiri atau menyadap karet milik orang lain. Sedangkan yang berprofesi diluar petani karet hanya sedikit jumahnya, sehingga dapat dikatakan masyarakat desa ini masih homogen dalam hal pekerjaan, yaitu sebagai penyadap karet. Dengan hanya sebagai petani karet memang banyak yang bisa bertahan, apalagi memiliki lahan yang luas, untuk kelas masyarakat pedesaan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun banyak juga yang mengalami kekurangan, apalagi dia tidak memiliki lahan sendiri, sedngkan harus memenuhi kebutuhan seperti kebutuhan sekolah anak, dan kebutuhan makan keluarga setiap harinya. Dalam kesulitan finansial yang dialami oleh masyarakat Desa marubun Lokkung, masyarakat desa Marubun Lokkung tetap bersedia untuk saling menolong satu sama lain. Dalam kehidupan bermasyarakat warga Desa marubun Lokkung terlihat sangat peduli satu dengan yang lain. Masyarakat yang sedang membutuhkan pertolongan seperti sedang sakit atau kemalangan selalu mendapat


(22)

perhatian dari warga desa Marubun Lokkung. Sifat seperti ini sangat perlu dilestarikan agar tercipta hubungan yang baik didalam kehidupan bermasyarakat.

4.5Profil Informan dan Temuan Data di Desa Marubun Lokkung

4.5.1 Tokoh Adat Desa Marubun Lokkung

a. Darwin Purba

Pengetahuan mengenai adat Simalungun sangat dikuasai oleh informan ini. informan ini berusia 60 tahun dan merupakan seorang tokeh sawit di Desa Marubun Lokkung. Beliau memilki seorang istri dan 6 (enam) orang anak dengan empat orang laki-laki, dan dua orang perempuan, ia telah memilki delapan orang cucu dari anak pertama, anak kedua, dan anak ketiganya. Meskipun hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) tetapi beliau merupakan orang yang paling sukses dalam bebisnis di Desa ini. Memulai usahanya dengan menjadi agen buah dengan menyewa mobil pick-up orang lain, sekarang beliau telah memiliki empat truck fuso pengangkut sawit, dua mobil pick-up dan mobil minibus. Keahlian dalam berbisnis juga diimbangi dengan kehidupan sosial informan, dimana informan sangat dihormati karena beliau merupakan tokoh adat atau dalam bahasa setempat disebut dengan “gamot’. Setiap ada pesta adat di Desa Marubun Lokkung beliau berperan untuk mengarahkan jalan acara adat sesuai tatacara yang terdapat dalam adat Simalungun.


(23)

Beliau tidak hanya aktif dalam acara adat tetapi juga aktif dalam bidang agama dimana beliau merupakan pimpinan majelis jemaat “Porhanger” di GKPS Marubun Lokkung. Keseharian beliau saat ini adalah sebagai tokeh sawit, yakni dengan menghitung jumlah timbangan sawit yang akan dikirim langsung ke pabrik minyak kelapa sawit (CPO). Istri beliau merupakan seorang Ibu rumah tangga yang kesehariannya beternak ayam dan mengelola kolam ikan. Beliau juga aktif dalam kegiatan wanita Gereja, dan kegiatan sosial lainnya.

b. Jhontirwan Damanik

Informan ini berusia 46 tahun yang keseharian beliau adalah sebagai penyadap karet dari perkebunan karet miliknya. Beliau merupakan seorang tamatan Sekolah Menengah Atas. Beliau memilki seorang istri dan seorang anak perempuan. Istri dari informan ini merupakan seorang Ibu rumah tangga yang terkadang ikut membantu suaminya untuk menyadap karet atau yang sering disebut “manderes”. Kegiatan menyadap karet dilakukan hingga pukul 17.00 WIB. Setelah menyadap karet biasanya informan banayak menghabiskan wakru di kedai kopi dan mengobrol dengan orang-orang yang ada di kedai.

Dalam hal perekonomian beliau memang bukan yang terbaik di Desa ini, namun beliau aktif dalam acara-acara adat yang diadakan di Desa Marubun Lokkung dan mengerti bagaimana jalan acara adat Simalungun yang seharusnya sehinggan beliau juga selalu ikut dalam mengarahkan


(24)

keberlangsungan sebuah acara adat. Beliau tidak hanya aktif dalam kegiatan adat tetapi beliau juga aktif dalam kegiatan keagamaan Kristen Protestan, dimana beliau merupakan seorang sintua dan diembankan tugas sebagai sekretaris jemaat GKPS Marubun Lokkung. Pengetahuan tentang adat Simalungun dan aktif dalam keagamaan membuat beliau dihormati warga Desa Marubun Lokkung.

4.5.2 Warga Desa Marubun yang bukan bersuku Simalungun a. Mano

Informan merupakan salah satu warga Desa Marubun Lokkung yang bukan suku Simalungun yang merupakan suku mayoritas masyarakat Marubun Lokkung. Beliau berusia 57 tahun, informan memiliki seorang istri dengan 7 orang anak, diman laki-laki 3 orang dan perempuan 4 orang. Informan bersuku Jawa. Beliau telah lama tinggal di Desa Marubun Lokkkung yaitu sekitar 32 tahun. Keseharian informan adalah sebagai penyadap karet. Meskipun bersuku jawa tetapi beliau sangat pintar untuk bersosialisasi dengan warga Marubun Lokkung yang dominan bersuku Simalungun, sehingga beliau sudah sangat akrab dengan warga.

Keakraban itu ditunjukkan ketika anak sulung beliau menikah 8 tahun yang lalu tidak ada perbedaan yang dibuat oleh warga di Desa Marubun Lokkung, dimana warga marubun Lokkung ikut “marhobas” untuk kelangsungan pesta pernikahan anaknya dan dilakukan margugu setelahnya. Itu menunjukkan bahwa informan sudah sangat dekat dengan warga. Sedangkan istri beliau merupakan seorang Ibu rumah tangga yang


(25)

kesehariannya mengurus tanaman sayur miliknya seperti tanaman terong,kacang panjang dan tanaman-tanaman muda seperti cabe rawit. Anak sulung informan yang sudah menikah tidak tinggal serumah dengan informan,sedangkan anak kedua yang perempuan masih tinggal serumah dengan membuka usaha dagang sarapan pagi, sehingga setiap paginya ia berdagang makanan untuk sarapan. Sedangkan anak ketiganya merupakan laki-laki juga masih tinggal serumah dengan membuka usaha bengkel sepeda motor, sedangkan anak keempat bekerja di kota, da anak kelima, keenam dan ketujuh masih bersekolah.

b. Sudin Barus

Beliau merupakan seorang suami berusia 55 tahun, yang memilki seorang istri dengan 4 orang anak. 3 orang perempuan dan satu orang laki-laki. Informan ini bersuku karo, meskipun demikian beliau sejak lahir sudah tinggal di Desa Marubun Lokkung. Kegiatan informan setiap harinya adalah sebagai penyadap karet, beliau memilki lahan karet yang cukup luas, sehingga beliau memiliki kondisi ekonomi yang cukup bagus untuk standar warga pedesaan. Dalam kehidupan sosial beliau sudah berinteraksi dengan menggunakan bahasa Simalungun, dan beliau juga saktif dalam mengikuti kegiatan adat Simalungun setiap ada warga yang sedang mengadakan pesta adat, baik dalam acara adar pernikahan ataupun acara adat kematian. Beliau sudah seperti orang Simalungun pada umumnya dimana beliau telah menggunaan adat Simalungun, seperti pada pernikahan anak pertama beliau yang menikah dengan orang asli Simalungun beliau tidak menggunakan acara


(26)

adat suku karo sama sekali. Beliau setiap ada pesta selalu ikut dalam gotong-royong atau dalam bahasa setempat disebut dengan “marhobas”. Sedangkan istri beliau merupakan seorang Ibu rumah tangga yang sehari-hari ikut dengan suaminya untuk menyadap karet. Sedangkan dalam kegiatan keagamaan mereka juga rutin datang kegerja juga rajin ikut kegiatan keagamaan lainnya. Anak kedua informan sudah bekerja sedangkan anak ketiga dan keempat beliau masih duduk di bangku sekolah yang tidak jauh dari Desa Marubun Lokkung sehingga mereka berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor sendiri yang telah disediakan oeh orang tua mereka, meskipun sebagian teman mereka menggunakan kendaraan umum.

Dalam kesehariannya informan ini juga banyak menghabiskan waktu di kedai kopi yang ada di desa untuk bergaul dengan warga lainnya untuk berbincang-bincang membahas isu-isu tentang harga-harga komoditas yang merupakan ciri khas masyarakat pedesaan yang penghasilan utamanya merupakan hasil pertanian, seperti di Desa Marubun Lokkung yang menghasilkan komoditas karet yag harganya tidak pernah stabil. Dalam kesehariannya yang banyak bersosialisaasi dengan orang banyak ini membuat informan sudah sangat akrab dengan warga desa lainnya. Kedekatan dengan warga masyarakat desa membuat beliau merasa sangat diuntungkan karena warga menjadi peduli terhadadirinya dan keluarganya, seeperti apabila informan mengalami sakit warga desa ikut menjenguk ke rumah sakit atau menjenguk kerumahnya, keaktifannya kegereja juga membuat beliau dibuat


(27)

sebuah acara khusus apabia mengalami sakit, sehingga beliau merasa sangat terbantu oleh warga.

c. Marimun Tarigan

Informan ini merupakan salah satu penduduk Desa Marubun Lokkung yang bersuku Karo. Beliau berusia 44 tahun yang memilki seorang istri dan satu orang anak. Meskipun bersuku karo, beliau tidak canggung dalam berbahasa Simalungun, meskipun beliau juga belum melupakan bahasa aslinya yaitu bahasa karo Kegiatan beliau sehari-hari adalah dengan menyadap karet sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karet yang disadap oleh informan adalah karet milik keluarganya yaitu karet mertuanya dan karet milik orang lain dengan kata kata lain beliau belum memilki lahan karet sendiri. Informan berbagi hasil dengan pemilik karet yang disadapnya atau dalam bahasa setempat disebut dengan “mamollahi” yang artinya hasil dari karet dibagi tetapi tidak secara rata, melainkan peilik lahan karet mendapatkan bagian yang lebih banyak. Meskipun demikian kelemahan dalam bidang ekonomi tidak membuat informan menjadi penyendiri atau menjauh dari warga desa Marubun Lokkung, melainkan juga tetap aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat terutama dalam kegiatan-kegiatan adatyng diselenggarakan di Desa ini. beliau selalu aktif dalam kegiatan “marhobas” atau ikut dalam gotong royong membantu pemilik pesta untuk meyediakan keperluan-keperluan pesta seperti ikut dalam memasak makanan pesta dan iktu dalam menyiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam pesta. Setelah pesta


(28)

adat selesai dilaksanakan beliau juga selalu ikut dalam kegiatan margugu seperti warga Desa lainnya. Meskipun dengan keterbatasan ekonominya beliau tidak mau ketinggalan dalam membantu pemilik pesta, sebagai bentuk rasa solidaritas.

Informan ini juga seorang yang sangat pintar bergaul dengan masyarakat Desa Marubun Lokkung, beliau selain menyadap karet juga banyak menghabiskan waktu di kedai kopi atau warung gorengan yang ada di Desa Marubun Lokkung ini untuk mengobrol dengan warga lainnya khususnya kaum laki-laki yang ada di kedai ataupun warung tersebut. selain aktif dalam kegiatan adat, informan ini juga terdaftar sebagai anggota jemaaat GKPS Marubun Lokkung. Beliau aktif dalam kegiatan keagamaan yaitu ikut dalam kegiatan gereja seperti kebaktian ataupun kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan lainnya seperti kegiatan kebaktian lapangan ataupun kebaktian rumah yang diadakan oleh jemaat gereja. Istri beliau merupakan seorang ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya adalah bekerja di lading milik orang lain seperti membersihkan lahan padi milik orang lain dari rumput-rumput liar, memanen cabai orang lain ataupun memanen padi milik orang lain, di desa Marubun Lokkung kegiatan semacam ini disebut dengan “marombou”. Menurut informan kegiatan yang dilakukan oleh istrinya tersebut cukup membantu dalam menambah keuntungan keluarga mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu informan terkadang ikut dalam memanen sawit orang lain untuk menambah penghasilannya selain dari menyadap karet. Itupun apabila ada yang mengajak


(29)

beliau untuk ikut memanen kelapa sawit milik orang lain sebagai pemasukan ekstra. Sedangkan anak informan masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di Desa lain. Informan terkadang mengantar anaknya dengan menggunakan sepeda motor atau anaknya sendiri berngkat kesekolah dengan menggunakan angkutan umum.

d. Sulpan

Informan ini merupakan salah satu penduduk Desa Marubun Lokkung yang bersuku jawa, berusia 41 tahun Beliau memilki seorang istri dan dua orang anak. Informan ini dalam kesehariannya terkenal sebagai seorang tukang pompa. Beliau memompa lahan milik orang lain seperti lahan karet atau sawit agar terhindar dari hama gulma seperti tumbuhan-tumbuhan liar. Beliau bekerja sesuai pesanan pemilik lahan yang mempekerjakan beliau untuk memompa lahannya. Beliau bekerja tidak hanya melayani warga Marubun Lokkung saja tetapi apabila ada yang memesankan beliau untuk bekerja diluar Desa Marubun Lokkung beliau juga mau datang karena dapat menambah penghasilan. Selain memompa lahan beliau juga menerima pekerjaan sebagai tukang babat dengan menggunakan mesin babat miliknya. Pekerjaan dalam bentuk jasa tersebut dilakukan oleh informan karena sedikitnya lahan yang dimilkinya secara pribadi membuat hasil yang keluar dari lahan tersebut sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang selalu meningkat.


(30)

Dalam kehidupan bersosial informan juga cukup baik dalam bergaul dan Informan juga selalu aktif dalam kegiatan gotong royong khususnya gotong royong dalam melancarkan kegiatan pesta adat. Keaktifan beliau dalam bergotong royong dalam pesta adat diperlihatkan dengan selalu ikut dalam membantu mempersiapkan makanan bagi para tamu pemilik pesta. Mulai dari memasak makanan hingga menyajikan makanan bagi para tamu yang datang ke pesta adat, baik dalam pesta adat pernikahan maupun dalam pesta adat kematian. Ini membuat informan banyak berinteraksi dengan warga Desa Marubun Lokkung. Interaksi yang sering membuat informan sudah sangat akrab dengan warga meskipun beliau merupakan seorang pendatang. Sifat yang ramah dan mudah bergaul membuat informan membaur dengan masyarakat sehingga tidak tampak perbedaan diantara warga. Meskipun memiliki kemampuan financial yan paspasan beliau tidak mau mengasingkan diri dari kegiatan yang umum dilakukan oleh warga Desa marubun Lokkung. melainkan beliau tetap menunjukkan kemaunannya dalam membantu orang lain melalui kegiatan seperti gotong royong membantu para penghelat pesta. Beliau juga sangat aktif dalam kegiatan keagamaan, dimana informan rajin menjadi orang yang mengumandangkan Adzan magrib dari Masjid yang ada di Desa Marubn Lokkung. Selan itu beliau juga aktif dalam kegiatan keagamaan seperti menjadi pengajar pengajian bagi anak-anak yang beragama Islam di Desa Marubun Lokkung. Beliau tidak seperti “bapak-bapak” pada umumnya di Desa ini yang suka pergi ke kedai kopi atau warung untuk sekedar bercengkrama dengan warga yang lainnya apabila sore hari tiba.


(31)

Beliau lebih suka di rumah untuk menemani anak-anaknya belajar atau belajar ngaji, karena menurut beliau dia tidak memiliki waktu yang banyak untuk bertemu dengan anak-anaknya, karena beliau pagi-pagi sekitar pukul 07.00 WIB sudah pergi untuk bekerja memompa lahan ataupun membabat lahan milik orang lain, sedangkan anak-anaknya sudah harus pergi ke sekolah. Beliau pulang bekerja biasanya pukul 18.00 WIB. Beliau bekerja hingga larut disebabkan semakin banyak ia memompa atau membabat lahan dalam satu hari maka akan semakin banyak pula hasil atau upah yang didapatkan sehingga beliau lebih memilih untuk menemani anak-anaknya daripada “nongkrong” di kedai-kedai kopi. Sedangkan istri beliau merupakan seorang Ibu rumah tangga yang kesehariannya menyadap karet milik mereka, walaupaun tidak banyak menurut informan itu juga cukup membantu sebagai penghasilan tetap, pekerjaan memompa atau membabat ahan tidak akan terus ada sehingga perlu lahan yang menghasilkan. Istri informan juga aktif dalam kegiatan gotong royong di Desa karena istri beliau merupakan orang asli Desa ini dan merupakan orang asli Simalungun. anak-anak informan masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) yang ada di Desa Marubun Lokkung.

e. Boiman

Informan ini merupakan salah satu penduduk bersuku jawa yang tinggal di Desa Marubun Lokkung. Informan ini berusia 53 tahun dan beliau memiliki seorang istri dan 3 orang anak, dimana 2 orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki. Meskpun bersuku jawa namun beliau sudah sangat


(32)

fasih berbahasa Simalungu karena beliau sudah lama tinggal di Desa ini. kegiatan sehari-hari informan ini adalah sebagai penyadap karet. Perekonomian informan cukup baik karena lahan karet miliknya cukup luas dan beliau juga memiliki lahan sawit. Ketersediaan lahan yang cukup membuat informan ini tidak merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam kehidupan sosial dengan warga desa beliau cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan gotong royong, baik dalam gotong royong yang diperuntukkan bagi kepentingan Desa maupun gotong royong dalam kegiatan acara adat.

Dalam kegiatan acara adat baliau sangat rajin dalam kegiatan memasak untuk makanan pesta maupun dalam melayani para tamu yang datang ke acara pesta adat yang dihelat oleh pemilik acara. Keakraban informan dengan warga desa lain terlihat dari keaktifan beliau bergotong-royong dan berinteraksi dengan warga lainnya. Selain ikut bergotng bergotong-royong pada siang hari yaitu pada acara adat, beliau juga tidak ketinggalan utnuk ikut dalam kegiatan margugu yang diadakan pada malam harinya, menunjukkan beliau juga ingin meningkatkan rasa persaudaraan dan solidaritasnya dengan ikut berkontribusi terhadap pesta adat yang dilakukan oeh warga desa yang notabenya tidak sesuku dengan informan. Keikutsertaan informan dalam kegiatan di desa ini membuat beliau sangat diterima oleh warga. Penerimaan beliau terhadap kebudayaan simalungun terlihat ketika anak keduanya menikah dengan laki-laki bersuku Simalungun.


(33)

Keaktifan beliau dalam kegiatan acara adat juga diimbangi dengan keaktifan beliau dalam kegiatan keagamaan. Beliau aktif dalam kegiatan masjid seperti sebagai orang yang mengumandangkan Adzan dengan berganti-gantian dengan informan sebelumnya (informan Sulpan). Beliau sebagai pengurus masjid juga berperan aktif dalam memelihara bangunan masjid yang ada di Desa ini. istri informan merupakan seorang Ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya adalah ikut menyadap karet dengan informan di ahan karet milik mereka. Istri informan juga aktif dalam kegiatan gotong royong di desa ini bai dalam gotong royong Desa maupun gotong royong dalam acara adat Simalungun.

f. Ponirin

Informan ini merupakan salah satu penduduk desa Marubun Lokkung berusia 43 tahun yang bersuku Jawa dan merupakan seorang yangberprofesi sebagai penyadap karet milik orang lain, seperti yang telah disebut kegiatan bagi hasil ini yang disebut “mamollahi” diamana pembagian hasil lebih besar untuk pemilik lahan. Meskipun demikian informan mengakalinya dengan tidak hanya bekerja untuk satu pemilik lahan saja, melainkan dua atau tiga orang pemilik lahan sebagai tokeh agar penghasilan informan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Selain menyadap karet informan juga memiliki keahlian dalam mengoperasikan “chainshow” yaitu mesin pemotong kayu. Pekerjaan memotong kayu dilakukan informan ini apabila ada pesanan dari pemilik kayu, yang biasanya batang pohon karet atau


(34)

batang pohon durian yang ingin ditebang dan dijual, maka informan akan menjual jasanya dan menjadi pendapatan ekstra melalui pemotongan kayu.

Keaktifan beliau dalam kegiatan di Desa Marubun Lokkung dapat terlihat dari keikutsertaan beliau dalam kegiatan gotong royong pesta acara adat yang dilakukan oleh masyarakat Desa Marubun Lokkung yang mayoritas bersuku Simalungun. informan selalu hadir dalam kegiatan dotong royong pesta adat seperti “marhobas” dan mempersiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam pesta. Selama pesta adat belun kelar informan merasa belum pantas untuk kemblai kerumah atau meninggalkan pesta karena beliau menganggap acara pesta adat tersebut merupakan suatu tanggung jawab bersama sebagai sesama warga Desa marubun Lokkung. Keaktifan informan dalam kegiatan ini membuat informan tidak dibeda-bedakan dalam hal apapun didesa ini. informan ini juga memiliki seorang istri yang sesama suku jawa, namun tetap aktif dalam membanttu keberlangsungan jalannya acara pesta adat yang dilaksanakan di Desa ini. informan ini memiliki 3 orang anak dimana dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Anak pertama dan kedua informan duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) sedangkan anak ketiga informan duduk di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ada di Desa Marubun Lokkung.

4.5.3 Warga Desa Marubun Lokkung yang bersuku Simalungun a. Manson Damanik


(35)

Informan merupakan penduduk Desa Marubun Lokkung yang merupakan orang asli Simalungun. Beliau berusia 50 tahun dan memiliki seorang istri dengan 5 orang anak. Kegiatan sehari-hari nforman adalah sebagai penyadap karet di lahan karet milik informan sendiri. Selain menyadap karet beliau juga menjadi seorang agen karet setiap hari pekan yang ada setiap hari selasa di Desa Marubun Lokkung. Dalam hal ekonomi beliau tidak merasa terlalu kesulitan karena masih memiliki lahan karet sendiri sebagai penghasilan utama beliau dan beliau juga memiliki lahan sawit sendiri, sehingga beliau masih mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.

Dalam kehidupan adat beliau juga sangat aktif. Beliau selalu datang bergotong royong tepat waktu, yaitu mulai proses persiapan pesta seperti “marhobas” selain itu beliau juga berperan sebagai pemegang buku “tuppak” yaitu buku sebagai pencatat sumbangan yang diberikan oeh para tamu undangan kepada pemilik pesta. Sehingga beliau harus berada dilokasi pesta selama proses acara pesta adat terlaksana. Setelah acara pesta adat selesai dilaksanakan hingga sore hari, maka beliau hanya sebentar istirahat dan harus kembali ke lokasi pesta untuk acara selanjutnya yaitu acara “margugu”. Dalam acara ini informan berperan untuk membacakan nama-nama dan jumlah nominal yang disumbang oleh para tamu undangan dan mentotal jumlah dana yang terkumpul dibuku “tuppak” yang ditanggungjawabinya. Meskipun berperan sebagai pemegang buku, beliau juga tetap memberikan “gugu” nya dalam acara tersebut. pemberian gugu merupakan bentuk


(36)

kebersamaan yang ditunjukkan oleh informan sebagai sesama warga Desa marubun Lokkung. Keaktifan beliau dalam kegiatan adat juga diikuti dengan keaktifannya dalam kegiatan kerohanian. Beliau merupakan seorang yang rajin dalam kegiatan gereja seperti kebaktian Minggu dan kebaktian rumah yang dilaksanakan oleh jemaat gereja. Informan juga merupakan seorang pelayanan gereja karena beliau salah satu anggota majelis jemaat di GKPS Marubun Lokkung. Kehidupan sosial yang baik membuat informan sangat nenyatu dengan masyarakat Desa marubun Lokkung. Istri beliau merupakan seorang ibu rumah tangga yang kegiatannya membuka usaha kedai kopi di desa ini, tetapi istri beliau juga tetap aktif dalam kegiatan adat maupun kegiatan gereja.

b. Jaminson Sipayung

Bapak dari dua orang anak ini berusia 56 tahun, memiliki seorang istri. Informan ini sehari-harinya berkegiatan sebagai agen karet. Menjadi seorang agen karet bukanlah penghasilan utama dari informan ini, beliau memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga dari hasil lahan karet milik informan sendiri. Lahan karet milik informan sudah tidak diolah secara langsung oleh informan melainkan sudah dikerjakan oleh anak pertama informan yang juga sudah memilki keluarga sendiri, sehingga mereka berbagi hasil dengan anaknya setiap kali panen. Beliau tidak hanya rajin dalam kegiatan ekonomi tetapi juga selalu ikut dalam kegiatan tolong-menolong dalam acara adat di Desa Marubun Lokkung ini. itu terlihat dari kehadiran beliau dalam kegiatan mempersiapkan acara pesta yaitu ikut memasak makanan yang dipersiapkan


(37)

untuk pesta. Selain itu informan juga selalu ikut dalam menghidangkan makanan untuk para tamu undangan dalam rangka menyukseskan pesta adat yang diadakan oleh warga desa ini. menurut beliau apabila para tamu undangan merasa kurang dilayani dalam pesta maka bukan hanya penyelenggara pesta adat merasa malu, tetapi semua warga Desa akan merasa malu karena ini merupakan sebuah kegiatan yang diemban secara bersama, sehingga harus ditanggungjawabi oleh satu desa ini juga. Selain rajin dalam “marhobas” dan melayani para tamu undangan selama penyelenggaraan pesta adat beliau juga tidak pernah ketinggalan dalam acara margugu. Menurut beliau kegiatan seperti margugu harus didikuti mengingat fungsinya sangat dapat membantu penghelat pesta bukan hanya dalam bentuk bantuan tenaga tetapi juga dalam bentuk bantuan dana.

Beliau telah merasakan manfaatnya ketika beliau menikahkan anak pertamanya. Menurut informan kegiatan tolong-menolong ini dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan memperkuat solidarits antar warga, karena kegiatan ini menciptakan rasa saling memiliki. Selain aktif dalam kegiatan adat beliau juga aktif dalam kegiatan keagamaan. Beliau merupakan salah satu majelis jemaat di gereja dengan pangkat sebagai penatua di gereja, serta beliau juga rajin mengikuti ibadah di gereja dan ibadah kebaktian rumah. Banyaknya kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat membuat beliau dikenal baik pintar bergaul dan suka membantu orang, sebagai agen karet tak jarang beliau diminta pinjaman oleh konsumennya dan beliau selalu memberi pinjaman apalagi itu untuk keadaan darurat seperti berobat kerumah sakit atau


(38)

keperluan sekolah. Istri beliau merupakan seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya sekarang adalah menjaga cucu-cucu dari anak pertama mereka. Beliau juga aktif didalam kegiatan yang berhungunan dengan orang banyak.

c. Jatiman Saragih

Informan ini merupakan seorang suami berusia 59 tahun. Beliau memiliki dua orang anak, satu orang perempuan dan satu orang laki-laki. Beliau merupakan orang asli Simalungun dan sudah tinggal di Desa Marubun Lokkung sejak kecil. Dalam keseharian beliau sudah tidak terlalu sibuk pergi ke lahan karet miliknya. Lahan karet yang dimilki oleh informan cukup luas sehingga beliau sekarang lebih memilih untuk mempekerjakan orang lain dalam menyadap getah karet dilahan miliknya. Informan memilki dua orang pekerja yang menyadap karetnya satu orang berasal dari desa Marubun Lokkung sedangkan satu orang pekerja lainnya berasal dari desa lain.

Keseharian beliau sekarang ini hanya untuk memeriksa keadaan lahan miliknya apakah butuh perawatan khusus atau ada batang karet yang mengalami kerusakan sehingga butuh untuk digantikan denga batang yang baru. Selain memeriksa lahan karet miliknya beliau juga terkadang membabat lahan perkebunan rambutan milik beliau yang butuh perawatan. Adanya lahan yang cukup luas membuat beliau mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun sudah berumur 60 tahun informan masih rajin untuk datang bergotong royong dengan masyarakat desa marubun Lokkung, baik


(39)

dalam gotong royong Desa maupun gotong royong dalam membantu pesta adat. Khususnya dalam gotong pesta adat beliau termasuk salah satu orang yang sangat rajin dan tidak memandang siapa yang sedang berpesta beliau pasti selalu rajin untuk membantu dengan ikut bergotong royong dalam mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam pesta maupun ikut dalam kegiatan memasak makanan yang diperuntukkan bagi tamu undangan sipenghelat pesta, khususnya dalam memasak lauk, karena dalam memasak lauk untuk pesta di Desa Marubun Lokkung selalu menjadi tanggung jawab laki-laki. Seain ikut dalam memasak makanan informan ini juga ikut membagi makanan bagi para tamu yang datang ke pesta upacara adat, atau dalam bahasa setempat disebut dengan “mangidang”. Dalam melayani tamu undangan dibutuhkan kecepatan dan tenaga yang cukup karena melayani banyak orang.

System makan bersama dalam acara pesta di Desa Marubun Lokkung membuat para pembagi makanan bagi para tau dibutuhkan kesabaran dan kecepatan, namun menurut beliau cara makan yang serentak akan membuat acara adat tersebut akan terasa kemeriahannya dan itu yang membuat para “parhobas” semangat dalam mempersiapkan konsumsinya. Setelah ikut dalam bergotong royong dalam bentuk tenaga informan ini juga selalu ikut dalam acara selanjutnya yang dilakukan pada malam hari yaitu “margugu” dala kegiatan ini beliau akan memberikan bantuan dalam bentuk dana. Dalam acara ini memang tidak ditentukan berapa jumlah nominal yang harus disumbangkan tetapi menurut beliau harus memberikan bantuan semaksimal


(40)

yang kita bisa karena suatu saat kita juga pasti akan membutuhkan bantuan baik itu bantuan tenaga maupun bantuan dalam bentuk dana. Menurut beliau tidak perlu perhitungan dalam acara adat ini. informan ini juga aktif dalam kegiatan kerohanian. Itu terlihat dari keaktifan beliau di gereja, dengan rajin untuk beribadah ke gereja dan kegiata ibadah kebaktian di rumah yang disebut “partonggoan” . selain rajin ke gereja beliau juga salah satu anggota majelis jemaat karena beliau merupakan salah satu penatua (sintua) di gereja juga pernah menjabat sebagai bendahara jemaat. Informan ini juga sangat pintar dalam bergaul yaitu setiap sore beliau selalu menghabiskan waktu di kedai-kedai kopi untuk bergaul dengan orang-orang yang ada di kedai-kedai tersebut. sedangkan istri informan merupakan seorang Ibu rumah tangga yang sehari-hari pergi ke ladang untuk mengurus tanaman padi atau cabai rawit yang ditanam sendiri.

d. Laksaroi Purba

Beliau merupakan penduduk Desa Marubun Lokkung berusia 62 tahun dan merupakan orang asli Simalungun. beliau memilki seorang istri dengan 5 orang anak. Keseharian beliau disibukkan dengan mengurus ladang dengan tanaman padi dan sibuk menyadap karet miliknya. Meskipun sudah berusia 62 tahun beliau masih sangat cepat dalam bekerja dilahan miliknya. Ketahanan beliau terlihat muai beliau berangkat keladang dengan jarak sekitar 4 kilometer dari desa ditempuh dengan berjalan kaki dengan kondisi jalan menuju ladang berbukit dengan jalan setapak dan apabila turun hujan akan berlumpur dan sangat licin untuk dilalui. Meskipun hasil yang keluar dari


(41)

lahan tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi beliau setiap hari selalu semangat untuk berangkat mengolah lahan miliknya. Semangat beliau pergi keladang untuk mengolah lahan juga seimbang dengan semangat beliau untuk ikut bergotong royong didalam acara pesta adat secara khusus. Beliau merupakan orang yang paling rajin datang untuk kegiatan “marhobas”. Apabila biasanya kegiatan marhobas dimuai pukul 05.30 pagi beliau sudah dilokasi pukul 05.00 dan selalu menjadi orang yang pertama datang dan langsung memasak.

Menurut beliau itu dilakukannya karena beliau sudah terbiasa cepat dan tidak mau menunggu orang lain untuk bekerja, melainkan beliau beranggapan yang dilakukannya tersebut dapat memancing orang lain untuk lebih cepat datang ke lokasi kegiatan gotong royong. Beliau selalu berperan dalam memasak lauk yang dipersiapkan untuk pesta dan juga mengawasi distribusi makanan tersebut kemana saja harus diberikan, karena dalam adat Simalungun ada beberapa jenis makanan dan setiap makanan ditujukan terhadap orang yang berbeda pangkatnya didalam adat Simalungun. peran tersebut sangat dibutuhkan dalam sebuah acara adat karena apabila makanan tidak lengkap jenisnya maka sebuah acara adat dinyatakan tidak lengkap disebabkan makanan khusus tersebut merupakan bentuk penghormatan bagi pemilik pesta kepada tamu yang datang terkhusus keluarga dari pihak mempelai perempuan yang memiliki pangkat yang dihormati didalam pesta tersebut. Meskipun tidak termasuk dalam pengurus gereja informan ini tetap rajin datang ke gereja untuk beribadah, atau beribadah rumah.


(42)

Waktu informan juga banyak dihabiskan untuk bergaul dengan orang lain. Setiap sore beliau selalu “nongkrong” di kedai yang menjual minuman tuak, dalam bahasa setempat disebut “pakter tuak” untuk minum tuak sambil mengobrol dengan teman-temannya, penuturan beliau terkadang ia pulang dalam keadaan normal, tetapi tidak jarang dalam keadaan mabuk.

e. Jannes Purba

Beliau merupakan salah satu penduduk desa marubun Lokkung yang sekarang berusia 38 tahun dan merupakan orang asli Simalungun. beliau memiliki seorang istri dan empat orang anak laki-laki. Kegiatan beliau sehari hari adalah menyadap karet milik sendiri, mennurut penuturan beliau lahan karetnya tidak luas namun sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pas-pasan. Namun demikian informan ini tetap memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan selalu ikut dalam bergotong royong. Sama seperti tugas laki-laki lainnya beliau juga ikut dalam memasak makanan untuk pesta yaitu memasak lauk untuk makanan pesta.

Selain memasak beliau juga sering berperan untuk menyiapakan peralatan yang dibutuhkan dalam pesta misalanya, terpal atau peralatan lain yang dibutuhkan dalam keberlangsungan sebuah pesta adat. Kebutuhan dalam pesta dalam bentuk alat sering menjadi tanggung jawab beliau. Beliau juga tidak pernah meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut penuturan beliau jika suatu tugas sudah diembankan kepadanya maka ia harus mengerjakannya dan harus bertanggung jawab dengan mengusahakan apabila ada peralatan yang dibutuhkan harus selalu dia


(43)

sediakan. Selain menolong dalam bentuk tenaga informan ini juga elalu ikut menyumbangkan u`ang dalam acara sesudah acara adat, yaitu dalam acara “margugu”, meskipun tidak mampu memberikan sumbangan dengan nominal banyak, beliau tetap berusaha untuk membantu semampunya. Menurut beliau kegiatan tersebut tidak hanya dinilai dari materi yang diberikan saja, melainkan keikutsertaan dalam berkontribusi sebagai bentuk solidaritas didalam desa merupakan hal yang penting meskipun tidak yang utama.

Menurut beliau dalam menolong dalam acara “margugu” ini tidak dipaksakan berapa nominal yang harus kita berikan, namun kita membantu semaksimal mungkin semampu kita. Tak jarang beliau tidak hanya menyumbangkan uangnya tetapi ikut menyumbangkan suaranya melaui bernyanyi didalam acara tersebut disela-sela penghitungan dana. Dalam kegiatan keagamaan Beliau tidak memiliki jabatan khusus didalam gereja namun beliau cukup rajin untuk datang beribadah ke gereja. Waktu beliau juga banyak dihabiskan dengan bersosialisasi yaitu dengan pergi ke “pakter tuak” untuk minum sambil mengobrol dengan teman-temannya yang ada di lokasi tersebut.

f. Herman Damanik

Beliau merupakan seorang suami dan seorang ayah dari empat orang anaknya. Informan ini berusia 45 tahun. Beliau merupakan orang asli Simalungun yang sejak lahir telah tinggal di desa Marubun Lokkung. Keseharian beliau adalah bekerja sebagai penyadap karet di lahan karet miliknya sendiri. Namun menurut beliau hasil dari penjualan karet yang


(44)

dihasilkannya tidak terlalu banyak, sehingga beliau masih bingun apakah beliau akan menyekolahkan anaknya hingga perguruan tingi, karena tahun depan anak sulungnya akan tamat dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun beliau tetap berharap agar bisa memasukkan anaknya ke perguruan tinggi. Disela-sela terpaan ekonomi beliau tetap berusaha memenuhi tanggung jawabnya sebagai warga desa marubun Lokkung. Dengan ikut bergotong royong dalam pesta adat beliau sudah merasa senang karena ikut berkontribusi dalam sebuah acara adat. Menurut beliau dengan ikut bergotong royong dalam bentuk “marhobas” merupakan dukungan yang diberikannya kepada penghelat sebuah pesta adat. Beliau juga tidak hanya memberikan dukungan dalam bentuk tenaga dalam gotong royong, tetapi beliau juga ikut dalam memberikan bantuan dana melalui acara “margugu” menurut beliau meskipun tidak ada unsure pakasaan dalam acara ini beliau merasa selalu penting untuk memberikan bantuan seadanya dan semampunya, karena itu merupakan acara bersama. Dalam kegiatan keagamaan beliau merupakan salah satu anggota majelis jemaat di gereja. Sebagai salah satu pengurus beliau cukup rajin bersosialisasi dengan ikut kebaktian bersama di gereja.

4.6 Interpretasi Data penelitian

4.6.1 Manfaat “margugu” Bagi Masyarakat Desa Marubun

Tradisi “margugu” merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua terdahulu di Simalungun dan terkhusus di Desa Marubun Lokkung.


(45)

Dibuatnya kegiatan “margugu” oleh pendahulu desa marubun Lokkung pada awalnya bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi, namun ingin memenuhi persyaratan adat khususnya dalam adat pernikahan. Lambat laun kegiatan “margugu” di desa ini tidak hanya diperuntukkan bagi yang tidak mampu secara financial saja, tetapi dilakukan bagi setiap orang yang ingin menjalankan sebuah acara adat tanpa terkecuali. Kejadian “margugu” terus berulang-ulang dan menjadi sebuah kebiasaan dan menjelma sebagai kebudayaan di desa Marubun Lokkung. Kebiasaan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan memilki daya ikat yang kuat. Kebiasaan dapat terjadi secara berulang karena masyarakat menyetujui ataupun senang dengan kebiasaan tersebut, karena memiliki manfaat yang positif.

Seperti penuturan dari salah seorang informan yaitu, Darwin Purba (Laki-laki, 60 tahun)

“oppung-oppung kampung kita dulu membikin acara “margugu” seperti ini itu karena keadaan… jamannya mereka itu ekonomi sangat susah… cuman sedikit yang bisa dikatakan mampu.. sedangkan sama kita orang Simalungun adat itu perlu dijalankan karena kalo belum menjalankan adat belum sah atau belum penuhlah istilahnya menjadi orang simalungun… sedangkan mau menjalankan adat perlu dana yang banyak… ya cuman orang yang mampulah bisa menjalankan adat ikut memestakannya… jadi berembuklah dulu oppung -oppung kita biar semua bisa menjalankan adat sama memestakannya disepakatilah ada acara “margugu” setiap ada pesta… berbeda sama “margugu” di kampung lain… margugu di kampung ini menutupi seluruh biaya pesta selama satu hari itu… mulai dari situlah orang kampung ini gak takut-takut lagi mau memestakan adat pernikahan anaknya karena sudah ditanggung bersama… jadi tidak ada berhutang kalo mau pesta… malahan setelah ada “margugu” ini selain terbantu… yang pesta itu dapat untung…


(46)

Pernyataan serupa juga disampaikan informan berikut ini yaitu, Jaminson Sipayung (Laki-laki, 56 tahun)

“memang beruntung kalilah ada “margugu” semacam ini di kampung kita ini… kenapa kubilang beruntung… karena sangat membantu terutama bagi yang mau memenuhi adat… aku sendiri sudah merasakan manfaatnya pas menikahkan anakku si Roi itu… waktu itu pas mau mempersiapkan pestanya mulai dari tonggo raja… orang satu kampung ini sangat membantu… pas acara pestapun gak rasa takutku apa yang datang kepesta itu dapat makan apa tidak… karena kulihatpun parhobas itu sangat aktif dan itu kan dikordinir pula…jadi aku sudah percaya… apalagi pas “margugu” itu saya melihat ramenya yang datang cuman mau memberi gugunya… disitulah aku bangga sama satu kampung ini.. karena persatuannya itu kuat.. udah berapa kampung kudatangi khusus acara “margugu” itu enngak ada yang kayak dikampung ini… kalo disini nggak cuman biaya pesta tertutupi,kayak pesta kami waktu pernikahan si Roi dapat untung… jadi kurasa kami nggak cuman terbantu dana saja tapi melihat satu kampung datang membantu kita mentalpun jadi ringan… itulah enaknya.. makanya akupun mengucapkan terimakasihlah sama satu kampung ini karena masih menjaga persatuan… Hal senada juga dikatakan oleh informan yang satu ini, Laksaroi Purba (laki-laki, 62 tahun)

“kalo ditanya manfaat “margugu” ya menurutku sangat bermanfaat… apalagi sama orang seperti aku ini… kalo aku sendiri dulu yang memestakan laemu si Lukman itu manalah sanggup aku menanggung biayanya itu… karena ada persatuan desa inilah makanya kami bisa memestakan… saya ingat pas “margugu” satu kampung marubun ini datang… memang kalo uda pas acara itu selalunya satu kampung datang… itulah hebatnya kita satu kampung ini.. padahal mau mengantarkan uangnya kita ke acara itu.. tapi semangatnya kita kalo kesitu… itulah karena rasa persatuan masih kuat.. kalolah misalnya ada perpecahan dikampung ini kan “margugu” itu nggak berjalan…. kayak yang kau lihat sendirilah kan banyaknya orang seperti aku ini di kampung ini… cuman anak-anak mereka pun semua dipestakan… kenapa bisa… itulah fungsi “margugu” tadi… biaya pesta ditanggung bersama… di acara margugu itupun kalo kulihat bukan hanya mau mengumpulkan uang aja.. tapi disitulah juga orang berkumpul mengobrol sambil mendengar pengumuman berapa uang yang terkumpul ada pula musik keyboardnya… jadi karena “margugu” ini selalu dapat untung, setiap pengumuman selesai dibacakan semua orang itu senang mendengarnya… semua bersuka cita karena pesta itu dianggap berhasil… kalo udah kayak gitu mulailah manortor semua karena senangnya mendengar yang punya pesta dapat untung tadi… jadi kulihat acara“margugu” inipun bisa menghibur juga…(wawancara 12 September 2015)


(47)

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang informan ini yakni, Jannes Purba (Laki-laki,32 tahun)

“manfaat “margugu” ini kalo menurutku bukan sebatas mengumpulkan saja… terkadang margugu ini ada fungsi lainnya… kan kalo sedang “margugu” ini satu kampung berkumpul.. membaur jadi satu.. dalam situasi kayak gini yang punya perselisihan pun bisa berbaikan dalam acara ini.. karena ada manortor sambil salam-salaman… jadi kayak malam tahun baruan di gereja biasanya bermaaf-maafan… itu salah satu manfaat yang baik kalo menurutku.. melalui “margugu” ini pulalah kita dilihat orang kampung lain bahasa kita masih satu di kampung ini.. menurutku disitu kita jadi contoh yang baik sama orang itu… kalopun nggak berpengaruh kali minimal orang kampung sekitar ya bisa melihatlah… karena akupun pas pesta dulu kurasakan acara ini menolong kalilah… apalagi modal pas-pasan kayak aku dulu itu sangat terbantulah… makanya tiap acara margugu aku tetapnya semangat datang…biarpun nggak seberapa yang bisa kukasi tapi ikutlah berpartisipasi sambil memeriahkan acara ini… makanya kalo kau lihat aku sering nyanyi maksudku biar margugu ini tetap menariknya… biar margugu ini tetap ada sampe anak cucu nanti”(wawancara 10 September 2015)

Pernyataan serupa juga dinyatakan oleh informan berikut yakni, Jatiman Saragih (Laki-laki 59 tahun)

“kurasa oppung-oppung kita dulu sangat bijak bisa membuat acara tolong-menolong seperti ini… kubayangkan kalo misalnya acara seperti ini baru sekarang dibuat kurasa sudah susah… jadi menurutku “margugu” ini kayak obatla ini.. kubilang kayak obat karena bisa mengobati hati... misalnya nggak ada “margugu” ini cuman orang mampulah yang bisa memestakan adat pernikahan anaknya… kalo seperti itu kan bisa timbul rasa sedih sama yang tidak mampu.. lumayan kalo Cuma sedih aja tapi cemburu pun bisa… kalo udah ada perasaan kayak gitu seringlah orang-orang melakukan yang nggak-nggak.. contohnya berantam, saling ejek… itu kan banyak kejadian dikampung lain… tapi dikampung kita ini bisa kubilang amanlah dan masih menyatu orang-orangnya… itukan dipengaruhi “margugu” ini pula… jadi yang nngak punya duit, sama yang punya duit dikampung ini bisa membuat pesta adat… yang sedikitpun duitnya kalo dikumpul dari satu kampung kan banya juga… intinya dalam margugu ini membuat rasa persaudaraan itu makin tambahlah dia… makanya berpengaruh sama tingkat perselisishan tadi… pokoknya kalo kubilang banyaklah manfaatnya… tinggal kita tetap


(48)

mejaga supaya “margugu” ini tetap jalan karena ini menjadi ciri khas kita oran marubun ini…” (wawancara 16 September 2015)

Wawancara yang dilakukan kepada beberapa informan, menunjukkan hasil bahwa tradisi “margugu” memang sangat bermanfaat bagi warga Desa Marubun Lokkung. Ditengah ekonomi di pedesaan seperti di Marubun Lokkung yang masih dalam batas subsistensi, dan tuntutan budaya yang mengharuskan setiap orang harus menggenapi adat, membuat “margugu” ini menjadi cara yang ampuh dalam mengatasi masalah warga tersebut. dengan adanya tradisi seperti ini setiap orang merasa terdorong untuk membantu sama lain. Setiap orang memiliki kesempatan menolong orang lain dan ada saatnya juga berkesempatan untuk ditolong oleh orang lain. Sifat saling tolong-menolong seperti ini menjadi konstruksi sosial, sehingga rasa ingin membantu tidak hanya sebatas “margugu” saja, tetapi ikut mempengruhi kehidupan sehari-hari. Meskipun tidak ada integrasi sosial yang sempurna, namun dengan acara “margugu” yang menuntut kebersamaan dan rasa tolong menolong dapat meminimalisisr terciptanya disintegrasi sosial. Secara otomatis acara seperti ini mampu meningkatkan solidaritas sosial.

Seperti yang disampaikan informan yang satu ini yakni, Herman Damanik (Laki-laki, 45 tahun)

“efek “margugu” dalam pesta adat ini memang kuat... selain dalam pesta, tolong menolong di hal yang lain juga jadi muncul… misalnya kalau kita lihat untuk menolong yang sakit pun orang kampung kita ini sangat aktif… misalnya kalo ada yang lagi diopname di rumah sakit.. orang kampung ini selalu menjenguk kesana… langsungnya itu memborong motor kalo mau berangkat… menjengukpun itu nggak tangan kosong datang kesana… tapi ngaasi uang juganya untuk membantu biaya perobatan. Kalopun misalnya ada yang nggak bisa datang langsung ke rumah sakit, ditunggunya itu kalo


(49)

uda pulang dijenguk dirumahnya… kalo menurutku itu udah jadi kebiasaan orang kampung ini untuk saling membantu.. karena memang dari acara adat pun kita kan sudah diajarkan suapaya memilki rasa persaudaraan yang tinggi.. sehingga wajib untuk saling tolonh menolong seperti acara “margugu” ini tadi”(wawancara 9 September 2015)

4.6.2 Nilai “margugu” bagi masyarakat Desa Marubun Lokkung

Masyarakat desa terkenal dengan orientasi kolektif yang tinggi, yang lebih mengutamakan kepentingan berseama daripada kepentingan individu. Pada masyarakat desa sifat saling menolong menjadi kekuatan dalam mengatasi masalah di dalam masyarakat. Sifat yang sudah menjadi budaya merupakan sesuatu yang susah dihilangkan pada masyarakat desa, karena masyarakat desa masih menjungjung tinggi nilai-nilai budaya mereka. Masyarakat desa pada umumnya adalah masyarakat gotong royong dan saling tolong menolong seperti istilah yang mengatakan “ringan sama dijinjit, berat sama dipikul” merupakan slogan yang lahir dari masyarakat yang berbudaya gotong-royong. Kebiasaan yang terjadi di masyarakat desa membuat individu dalam masyarakat enggan untuk menonjolkan diri, atas dasar menjaga rasa kebersamaan dan saling memiliki satu sama lain. Pada masyarakat desa Marubun Lokkung sifat saling menolong “marsiurupan” merupakan sebuah nilai yang positif. Masyarakat desa ini menganggap sifat saling menolong merupakan salah satu sifat yang membuat mereka dapat bertahan, baik dalam keterbatasan secara fisik maupun ekonomi seperti yang ditunjukkan masyarakat dalam acara “margugu”. Mereka tidak perlu menjadi kaya secara materi agar bisa membantu satu sama lain, melainkan didalam keterbatasan tersebut mereka harus saling mendukung. Menurut masyarakat desa Marubun Lokkung tidak semua dapat mencapai keberlimpahan secara materi,


(50)

namun dengan saling menolong itu dapat ditutupi, karena meskipun berkececukupan tapi tidak mau berbagi maka itu tidak berguna sebab masyarakat lebih membutuhkan dukungan moral daripada sebatas dukunga materi saja. seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini, Mano (Laki-laki, 57 tahun)

“menurutku “margugu” itu adalah kebersamaan… kita duduk di losd itu kan mau sama-sama menolong satu kampung kita… tanpa memandang suku atau agama… aku kan sudah rasakan biarpun aku ini nggak orang simalungun…pendatangnya aku di marubun ini.. tapi orang kampung ini mau menerima aku… buktinya pas aku menikahkan abangmu itu dulu kan tetapnya dibuat “margugu”… jadi semua itu pun balik sama diri kita masing-masing… karena apa yang kita buat itu kan dilihat orang.. dengan rajin datang gabung sama orang kampung di acara “margugu” itu kan menunjukkan niat baik kita… yang namanya niat baik itu jarang ditolak… pun yang dinilai orang itu nggak berapa besar kita kasi uangnya tapi niat baik kita mau bersama-sama saling menolong itulah intinya kebersamaan itu.. jadi kurasa semua orang kampung ini udah sadarnya itu bahasa saling menolong kayak “margugu” ini penting makanya asal “margugu” itu rame yang datang… jadi nggak harus kaya makanya kita bisa membantu orang… lewat “margugu” ini pun udah termasuk menolong… itu penting karena ada masanya kita nanti perlu bantuan orang… (Wawancara 20 September 2015)

Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh Sudin Barus (laki-laki, 55 tahun)

“aku rasa “margugu” itu adalah bentuk tolong menolong… kita menolong satu kampung kita yang sedang melaksanakan pesta “paradaton” dengan menyumbangkan uang… jadi kita semua satu kampung ini bersama-sama menanggung biaya pesta…jadi margugu ini bisa dikatakan kesatuan warga kampung ini… aku bilang kesatuan karena di acara itu kita menyatukan niat untuk membantu, makanya kita duduk sama-sama itu karena niat kita itu sama... aku secara pribadipun menganggap “margugu” ini kebangganku sebagai orang yang tinggal di marubun ini… kurasa banyaknya kita yang merasa bangga sama acara ini karena kalo kampung disekitaran kampung belum ada yang kayak gini acara margugunya… memang ada acara margugu tapi lain sama yang di kampung kita ini… makanya banyak juga orang dari kampung lain yang merasa iri sama kampung kita ini.. tapi samaku itu kebanggaan”(Wawancara 30 September 2015)

Informan yang berikut ini juga mangatakan pernyataan yang sama yakni, Marimun Tarigan (Laki-laki, 44 tahun)


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana saya masih diberikan izin melalui berkat kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian skripsi saya yang bejudul “TRADISI “MARGUGU” SEBAGAI SISTEM TOLONG MENOLONG PADA MASYARAKAT DESA MARUBUN

LOKKUNG, KECAMATAN DOLOK SILAU, KABUPATEN SIMALUNGUN”.

Penelitian dan penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian penulisan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungun moril dan materil dari berbagai pihak. Sehingga penulis ingin menyampaiakan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua saya terkasih Wasman Saragih dan Damai br Tarigan yang telah mengasihi dan selalu mendukung melalui doa, dan yang mendanai serta yang menyemangati penulis dalam masa perkuliahan dan juga dalam proses penyelesaian Skripsi. Juga adik-adik saya Leonardo Saragih, Okto Pernando Saragih, Agnes Paska Dewita Saragih, Rousi Dearni Saragih, yang telah ikut membantu orang tua dan menjadi motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

2. Bapak Prof. DR Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Sismudjito, M.Si selaku Dosen Pembimbing saya, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, serta motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku Dosen Penguji dan juga Dosen Pembimbing Akademik saya selama kuliah, yang telah memberikan banyak bimbingan serta arahan-arahan kepada penulis selama kuliah.

6. Seluruh Dosen, Staf, dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

7. Bapatua dan Inang tua saya yang juga telah memberikan tempat kepada saya untuk tinggal, dan juga saudara sepupu kak Riana Saragih dan Daniel Saragih yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama awal perkuliahan.

8. Seluruh Informan peneliti Masyarakat Desa Marubun lokkung yang telah memberikan waktu dan membantu saya dengan berpartisipasi dalam penlitian Skripsi ini.

9. Teman-teman Sosiologi Stambuk 2011 atas semua kebersamaan dan solidaritas yang kuat selama kuliah, terutama kepada Wawan Simbolon, Hendrik Siahaan, Rio Sihombing, Victor Manalu, Nahotmaasi Sitohang, Hizbul Gultom, Wahyudi Rambe, Safrillah Nst, Samuel BSP, Angela Manihuruk, Andryani Ambarita, Sara Purba, Silvia Purba, Ramadona, Natanael ketaren, Abdurrahman, Astra ginting, Maruli Tua, Kathy Sabrina,


(3)

Ello Tarigan, Devi, Vera, Deva Simbolon, Maiusna Sirait, Elisabeth Rmh, Erawati Siagian, Carlina Abrianingsih, Antonius Lase, Ernita, Novi Siregar, Indah Lestari Hutapea, Dewi Siregar, Gretty, Rency A Saragih, Yusni Voloika Malau, Ismi Andari, Azhari Lubis, Melda Sembiring, Putria Mawaddah, Cristine Siregar, Siti kadhijah Damanik, Emilia Simangunsong, May Pratiwi Purba, Sari Rezeki, Arizaldi Ahnan Lubis, Aisyah Rangkuti, Nidia Damanik, Theo Pilus, Bani Rizki, M Ega Kuntara, Hezron Pardede, dan semua kawan-kawan Sosiologi yang tidak bisa saya sebut satu persatu. 10.Kawan-kawan seperjuangan saya Hotdiwanson Saragih, Ardi Purba, Jimmi

Sijabat, Betty Sinaga, Sri Ulina Tarigan.

11.Teman Satu Kost Penulis Bintua Michael Simaango, Agus TR Naibaho, Edi George Tmgr, Yanti Marpaung, Ramona Sihombing, Dion Sihombing, Rona, Selli, Santo Siregar.

Penulis telah sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan.oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang positif dari pembaca untuk memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga penulis sendiri.

Medan, 2015

Penulis

Jhon Sardo Saragih


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 5

I.3 Tujuan Penelitian ... 6

I.4 Manfaat Penelitian ... 6

I.5 Defenisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 kebudayaan Tradisional masyarakat Desa ... 10

2.2 Solidaritas Durkheim ... 10

2.3 Gemeinschaft Ferdinand Tonnies ... 12

2.4 Gotong Royong ... 13

2.5 Nilai dan Norma ... 14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Lokasi Peneitian ... 20

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 20

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21


(5)

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Letak Geografis ... 24

4.2 Sarana dan Prasarana Desa Marubun Lokkung ... 28

4.3 Jumlah Penduduk Desa Marubun Lokkung ... 34

4.4 Gambaran Masyarakat Desa Marubun Lokkung ... 36

4.5 Profil Informan ... 38

4.5.1 Tokoh adat Desa Marubun Lokkung ... 38

4.5.2 Warga Desa Marubun Lokkung yang Bukan Bersuku Simalungun ... 40

4.5.3 Warga Desa Marubun Lokkung yang Bersuku Simalungun ... 50

4.6 Interpretasi Data Penelitian ... 60

4.6.1 Manfaat “margugu” Bagi Masyarakat Desa Marubun Lokkung ... 60

4.6.2 Nilai “margugu” Bagi Masyarakat Desa Marubun Lokkung ... 65

4.6.3 Peran Masyarakaat Desa Marubun Lokkung dalam mempertahankan “margugu” ... 70

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 81


(6)

DAFTAR TABEL

1. Tabel Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 34 2. Tabel Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis ... 35 3. Tabel Komposisi Pensusuk Berdasarkan Agama ... 36