sedangkan di pedesaan gotong royong dilakukan sebagai solidaritas antar sesama masyarakat sebagai satu kesatauan wilayah atau kekerabatan.
2.3 Nilai dan Norma
A. Nilai Menrurut Horton dan Hunt nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman
itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarah pada perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu
itu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah,
artiya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masayarakat dimana tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang
berlaku menyatakan bahwa kesalehan beribadah adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada orang yang malas beribadah tentu tentu akan menjadi bahan
pengunjingan. Sebaliknya, bila ada orang yang dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian hartanya untuk kepentingan ibadah atau rajin amal dan semacamnya, maka
ia akan dianggapa sebagai orang yang pantas dihormati dan diteladani. Didalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa akan ikut
berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi perubahan folkways
dan mores. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, dengan perlahan-lahan terlihat bahwa didalam masyarakat itu
mulai terjadi pergeseran nilai, misalnya nilai tentang kesopanan. Tayangan-tayangan
Universitas Sumatera Utara
yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang sering memperlihatkan artis- artis berpakain relative terbuka alias minim, sedikit banyak menyebabkan batas-batas
toleransi masyarakat terpengaruh menjadi ikut longgar. Kaum remaja yang dahulu terbiasa berpakaian “normal”, kini telah ikut berpakaian minim dan terkesan makin
berani. Model rambut panjang dan hitam yang dulu sebuah kebanggaan perempuan desa, kini dianggap sebuah symbol ketertinggalan, dan sebagai gantinya bahwa model
rambut yang dianggap trend adalah rambut pirang yang mereka ikuti dari artis-artis atau idola mereka. Dengan kata lain bahwa kebiasaan dan tata kelakuan masyarakat
ikut berubah seiring dengan berubahnya nila-nilai yang diyakini masyarakat itu. Narwoko.
B. Norma Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan dan akan selalu berkaitan. Perbedaannya
secara umum bahwa norma mengandung sanksi yang relative tegas terhadap pelangggarnya. Norma lebih banyak penekanannya sebagai peraturan-peraturan yang
selalu disertai oleh sanksi-sanksi yang merupakan factor pendorong bagi individu ataupun kelompok masyarakat untuk mencapai aturan nilai-nilai sosial tertentu
dianggap terbaik untuk dilakukan. Alvin L. Bertrand dalam Basrowi, 2005 mendefinisikan norma sebagai suatu
standar-standar tingkah laku yang terdapat didalam semua masyarakat. Ia mengatakan, bahwa norma sebagai sesuatu bagian dari kebudayaan nonmateri,
norma-norma tersebut menyatakan konsepsi-konsepsi teridealisasi dari tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
Sudah barang tentu, memang tentu bahwa tingkah laku erat kaitannya dengan apa yang menurut pendapat seseorang itu benar atau baik, walaupun begitu, tingkah laku
yang sebnarnya dipandang sebagai suatu aspek dari organisasi sosial. Untuk dapat membedakan kekuatan norma-norma tersebut, maka secara sosiologis
dikenal ada empat bagian norma-norma sosial, a.
Cara usage Norma yang disebut cara hanya mempunyai kekuatan yang dapat dikatakan
sangat lemah dibandingkan dengan norma yang lainnya. Cara lebih banyak terjadi pada hubungan-hubungannya antar individu dengan individu dalam kehidupan
masyarakat. Jika terjadi pelanggaran terhadapnya norma seseorang hanya mendapatkan sanksi-sanksi yang ringan, seperti berupa cemoohan atau celaan dari
individu lain yang berhubungan dengannya. Perbuatan seseorang yang melanggar norma dalam tingkatan cara tersebut dianggap orang lain sebagai perbuatan
yang tidak sopan, misalnya makan berdecak, makan sambil berdiri, dan sebagainya.
b. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang
Kebiasaan adalah perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Kebiasaan
merupakan suatu indicator. Jika orang-orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu, maka bisa menjadi sebuah ukuran. Misalnya bertutur sapa lembut sopan
Universitas Sumatera Utara
santun terhadap orang lain yang lebih tua atau mengucapkan salam setia bertemu orang lain dan sebagainya.
c. Tata kelakuan mores
Tata kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui masyarakat sebagai norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata kelakuan lebih menunjukkan fungsi
sebagai pengawas kelakuan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan mempunyai kekuatan memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu. Jika terjadi pelanggaran, maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi, berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk kembali menyesuaikan diri
dengan tata kelakuan umum sebagaimana telah digariskan. Bentuk hukumannya biasanya dikucilkan oleh masyarakat dari pergaulan, bahkan mungkin bisa dari
tempat tinggalnya. d.
Adat istiadat custom Adat istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai
sanksi yang lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan mendapatkan sanksi hukum,baik formal maupun informal. Sanksi hukum formal
biasanya melibatkan alat Negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum , misalnya pemerkosaan,
menjual kehormatan orang lain dengan dalih usah mencari kerja, dan sebgaianya. Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang atau
Universitas Sumatera Utara
bahkan tidak rasional, yaitu lebih ditekanan pada kepentingan-kepentingan masyarakat.
Dalam penelitian ini, bahwa nilai dan norma yang ingin dilihat adalah nilai dan norma yang masih terjaga dan dijalankan pada masyarakat desa marubun
Lokkung Kecamatan Dolok Silau. Dimana nilai dan norma yang ingin diketahui adalah nilai dan norma yang berbeda dengan nilai dan norma masyarakat lainnya,
dan apa alasan mereka masih mempertahankan nilai dan norma tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN