Kesimpulan. Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan tentang Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Peraturan tentang Merek pertama yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Sebelumnya, Indonesia menggunakan Undang-Undang Merek Kolonial Tahun 1912. Pada Tahun 1992, Pemerintah Indonesia memperbaharui pengaturan merek dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek kemudian dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO. Kemudian pada Tahun 1997, dalam rangka menyesuaikan dengan perjanjian Internasional mengenai Aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual TRIPs-GATT, Pemerintah melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Terjadi penyesuaian 125 Lihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 7 sd Pasal 27. Universitas Sumatera Utara terkait dengan perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek merupakan Undang-Undang Merek yang terakhir. Untuk menjadikan suatu merek menjadi merek terkenal yang mampu menunjukkan kualitas atau reputasi suatu produk tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit, pengertian merek terkenal menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia mengenai istilah dan definisi tidak dirinci secara tegas sehingga menimbulkan penafsiran yang bermacam- macam. Dalam Undang-Undang Tentang Merek yang terbaru, yaitu UU No. 152001 Pasal 5, istilah dan defenisi merek terkenal tidak dirinci secara tegas, yaitu merek tidak didaftarkan karena telah menjadi milik umum, namun dan merek terkenal dikaitkan dengan reputasi merek yang diperoleh karena promosi, pemilik merek telah melakukan investasi di beberapa negara di dunia dan merek tersebut sudah didaftarkan di beberapa negara. Dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 152001 menyatakan bukan hanya menyangkut barang-barang yang sejenis juga terhadap barang-barang yang tidak sejenis yang terdaftar atas nama suatu merek terkenal. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M-02- HC.01.01 Tahun 1987, dalam Pasal 1 menyatakan bahwa merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu, dari Pasal ini dapat dilihat 2 dua unsur yang mengakibatkan suatu merek dengan jenis barang tertentu dianggap sebagai merek terkenal yaitu, a telah lama dikenal, dan b dipakai di Indonesia. Keterkenalan suatu merek atas dasar adanya pendaftaran merek di Universitas Sumatera Utara berbagai negara didukung dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 1486 KPdt1991 bertanggal 28 Nopember 1995 memberikan kriteria hukum tentang merek terkenal, yakni: “Suatu merek termasuk dalam pengertian well known mark pada prinsipnya diartikan bahwa merek tersebut berada keluar dari batas-batas regional membuka sampai batas-batas transnasional; karena apabila terbukti suatu merek telah terdaftar di banyak Negara di dunia, merek dikualifisir sebagai merek terkenal karena telah berada sampai ke batas-batas di luar negara asalnya”. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426 PKPdt1994 tertanggal 3 November 1995 menyebutkan: “Kriteria terkenal atau tidaknya suatu merek yang merupakan masalah hukum dan tunduk pada pemeriksaan kasasi, kiranya telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung yang didasarkan pada apakah suatu merek telah menembus batas-batas nasional dan regional sehingga merek tersebut telah berwawasan globalisasi dan dapat disebut sebagai merek yang tidak mengenal batas dunia”. Selain dari itu, untuk menentukan dan mendefenisikan suatu merek adalah merek terkenal atau merek biasa maka diserahkan kepada hakim atau pengadilan untuk memberikan penilaian dalam penyelesaian sengketa merek. Sedangkan pengertian merek terkenal menurut Konvensi dan Pendapat Para Sarjana hingga sekarang belum didapati defenisi merek terkenal yang dapat diterima secara umum dan hanya berhasil membuat kriteria sifat keterkenalan suatu merek. Di Indonesia acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris, yang menafsirkan secara implisit yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan Universitas Sumatera Utara di berbagai negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu lebih dari 20 dua puluh tahun maka dapat dianggap sebagai merek terkenal. Pasal 6 bis Konvensi Paris ini kemudian diadopsi kedalam Pasal 16 ayat 2 dan ayat 3 Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights TRIP’s, yang hanya berhasil membuat kriteria sifat keterkenalan suatu merek dengan memperhatikan faktor pengetahuan tentang merek dikalangan tertentu dalam masyarakat, termasuk pengetahuan negara peserta tentang kondisi merek yang bersangkutan, yang diperoleh dari hasil promosi merek tersebut. Ketentuan Pasal 12 ayat 2 Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights TRIP’s kemudian di adopsi oleh penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, walaupun belum berhasil membuat defenisi merek terkenal, namun telah mencoba memberikan kriteria merek terkenal. Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, kriteria merek terkenal selain memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, penentuan juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut dibeberapa negara. Disamping menurut undang-undang, pendapat para sarjana dan konvensi-konvensi reputasi merek terkenal yang diperoleh oleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di berbagai negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri independent untuk melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai merek terkenal atau tidaknya yang menjadi dasar penolakan. Dengan demikian Universitas Sumatera Utara akan dipakai ekspertise atau kesaksian dari export yang mengadakan market riset untuk menentukan bagaimana sebenarnya suatu merek tersebut sudah dikenal dalam masyarakat atau belum. Berdasarkan survey pasar yang diperintahkan Pengadilan Niaga terhadap badan yang Indepedent dapat dijadikan market riset untuk memperoleh pendapat dari masyarakat mengenai suatu merek terkenal. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, kriteria suatu merek terkenal hanya mencakup barang sejenis dan tidak sejenis, hingga kini belum ada realisasi dari Pemerintah untuk mengatur persyaratan mengenai hal tersebut lebih lanjut, tetapi pada umumnya untuk melihat suatu merek sebagai merek terkenal adalah dengan mempunyai kriteria sebagai berikut: didaftar diberbagai negara di dunia, dikenal luas didalam masyarakat, investasi secara besar-besaran termasuk promosi. 2. Secara umum cara yang dilakukan dalam kegiatan memalsukan atau meniru merek orang lain, tindak pidana merek biasanya dilakukan dengan cara: pemalsuan secara klasik, pemalsuan secara gelap, dan pemalsuan dengan cara wrapping off. Pada dasarnya latar belakang terjadinya sengketa atas merek dagang terkenal pada Pengadilan Niaga dikarenakan oleh 3 tiga hal, yakni: a Terdapatnya suatu merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang yang sejenis maupun tidak sejenis, sehingga dengan demikian pihak yang merasa hak atas merek yang dimilikinya atau hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepadanya yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu telah dilanggar Universitas Sumatera Utara dengan suatu itikad yang tidak baik dengan bentuk peniruan atau penjiplakan, yang tentunya akan merugikan, membingungkan, mengacaukan, memperdaya atau menyesatkan masyarakat atau khalayak ramai yang dalam hal ini adalah konsumen, tentang asal usul dan kualitas barang dan akhirnya tentu akan berimbas pada suatu kerugian; b Terdapatnya suatu merek terkenal yang tidak terdaftar di Kantor Merek Ditjen HKI di Indonesia sehingga berpeluang didaftarkan oleh orangpihak lain atau badan hukum lain yang didasarkan atas itikad yang tidak baik; dan c Terjadinya ketidak telitian dari badan pemeriksa merek dalam hal ini Ditjen HKI atas suatu merek yang telah terdaftar, sehingga permohonan pendaftaran merek dagang terkenal oleh orangpihak lain atau badan hukum lain atas dasar itikad yang tidak baik menjadi terkabulkan. Selain itu juga terdapatnya beberapa masalah yang berhubungan dengan merek dagang terkenal, diantaranya adalah: hukum merek masih kurang atau belum diketahui masyarakat secara luas, masih banyaknya merek yang belum terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, perjanjian lisensi merek belum dapat didaftarkan karena beberapa hal, diantaranya sudah habis masatenggang waktu perjanjian, dan dikarenakan peraturan pelaksanaannya belum ada sehingga pihak lain dapat mengajukan pendaftaran merek yang sama atau sudah ada sebelumnya. Dengan tidak dapat didaftarkannya perjanjian lisensi terutama untuk merek asing, maka dapat terjadi pemilik merek asing dengan bebas melakukan perjanjian lisensi, sementara merek asing tersebut belum terdaftar di Indonesia. Dengan tidak terdaftarnya merek asing dan perjanjian lisensinya juga tidak dapat didaftarkan, Universitas Sumatera Utara maka hal itu tidak dapat diawasi oleh pemerintah. Dari tidak adanya kontrol tersebut menjadikan pihak asing leluasa mencari keuntungan di Indonesia untuk dibawa ke negaranya, dengan memanfaatkan pengusaha Indonesia bekerja keras, sedangkan pihak asing hanya bermodalkan pemberian lisensi. Dengan pemberian lisensi seorang pengusaha dapat memproduksi barang yang bentuk dan kualitasnya sama, serta menggunakam merek asing yang dilisensikan. Selain itu juga terdapatnya permasalahan dalam hal logo perusahaan yang dianggap sekaligus sebagai merek, dan penggantian Undang-Undang Merek dari sistem deklaratif menjadi sistem konstitutif yang nyatanya tidak banyak mempengaruhi pelanggaran merek. 3. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam melindungi merek dagang terkenal dapat dibagi dalam 3 tiga cara, diantaranya adalah: a Perlindungan berdasarkan ketentuan Undang-Undang di Indonesia, yakni secara preventif, secara represif, dan penetapan sementara Pengadilan; b Perlindungan berdasarkan Konvensi- Konvensi Internasional; dan c Perlindungan berdasarkan Passing Off. Bila mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang telah memberikan penegasan bahwa apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu merek terkenal, maka pemilik merek dapat melakukan gugatan atau penyelesaian sengketa merek tersebut dalam hal pembatalan merek terdaftar yang sama keseluruhannya ataupun sama pada pokoknya dengan merek dagang terkenal tersebut dengan cara atau melalui Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa APS Alternative Dispute Resolution, melalui Universitas Sumatera Utara Lembaga Arbitrase, maupun melalui Pengadilan litigasi. Sebagaimana dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang menegaskan bahwa: “ Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa”. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang telah memberikan penegasan bahwa mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, maka penyelesaian sengketa merek memerlukan Badan Peradilan Khusus, yaitu Pengadilan Niaga yang terdapat pada Pengadilan Negeri. Namun untuk penyelesaian sengketa merek melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa APS maupun Lembaga Arbitrase tersebut belum diatur secara jelas dan terperinci, padahal hal tersebut telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Sedangkan mengenai pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan di dalam menyelesaikan sengketa gugatan merek, secara garis besarnya telah memenuhi dan sesuai dengan apa-apa yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dimana tidak hanya perorangan ataupun badan perusahaan saja yang dapat dijadikan tergugat, bahkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual juga dapat dimintakan pertanggungjawabannya dan tunduk kepada putusan Pengadilan dalam hal apabila melakukan kesalahan yang nyata-nyata terbukti dan mengakibatkan Universitas Sumatera Utara pihak penggugat merasa dirugikan, sehingga unsur-unsur azas keadilan dan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dan terakomodir dengan benar.

B. Saran

Dokumen yang terkait

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Agama Medan

17 361 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

1 41 156

Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan)

0 32 136

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA KEUANGAN MELALUI PENGADILAN Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 17

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 1 13

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 2 12

PENDAHULUAN Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 15

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 19

ANALISIS PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG ASING DI PENGADILAN : STUDI TENTANG GUGATAN PENCABUTAN HAK MEREK

1 1 13