H. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada
permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh pengembangan secara menaik ascending atau gravitasi pada pengembangan secara menurun descending. Mekanisme
sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi Ganjar dan Rohman, 2007.
Pemisahan yang optimal akan diperoleh jika menotolkan bercak sekecil dan sesempit mungkin, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak menyebar dan puncak ganda. Pemisahan kromatografi planar umumnya
dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut
terhadap jarak ujung fase geraknya. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf Ganjar dan Rohman, 2007. Rf merupakan ciri
senyawa yang terulangkan. Bilangan Rf terdefinisaikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan
pengembang yang diukur dari garis awal. Oleh sebab itu, bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1 Markham, 1988.
� =
� �
� �
� �
Ganjar dan Rohman, 2007.
Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Selain itu juga terdapat hRf, yaitu angka Rf dikalikan faktor 100 h,
menghasilkan nilai antara 0 – 100. Jika keadaan luar misalnya sifat penjerap yang
agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang agak menyimpang atau secara umum menunjukkan angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem
pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika hRf lebih rendah
maka komponen polar pelarut harus dinaikkan Stahl 1985. Bercak pemisahan pada KLT umumnya tidak berwarna, berbagai cara
dapat dilakukan untuk mendeteksi bercak. Cara kimia dapat dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Cara fisika dapat dilakukan dengan fluorosensi sinar ultraviolet. Lampu ultraviolet dapat dipasang pada panjang gelombang 254 atau 366 untuk
menampakkan solut sebagai bercak gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam Ganjar dan Rohman, 2007. Hasil positif
dalam identifikasi senyawa fenolik yang ditandai timbulnya noda berwarna hitam setelah plat KLT disemprot pereaksi besi III klorida Marliana, 2007. Menurut
Schneider cit., Meiyanto, dkk., 2011, hasil positif flavonoid ditunjukkan dengan bercak warna kuning setelah disemprot sitroborat pada sinar tampak.
I. Landasan Teori
Radang tenggorokan termasuk ISPA yang cukup sering ditemui di masyarakat. Radang tenggorokan dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Radang
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri harus ditangani dengan tepat karena infeksi streptococcal dapat menyebabkan infeksi sistemik yang berbahaya.
Bakteri yang biasa ditemui dalam kultur tenggorokan penderita radang tenggorokan adalah S. pyogenes yang termasuk dalam grup A streptococcus dan
merupakan bakteri Gram positif . Daun M. tanarius telah lama digunakan sebagai agen antiinflamasi.
Menurut penelitian, daun M. tanarius dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, namun tidak menunjukkan penghambatan terhadap bakteri Gram
negatif. Kandungan daun M. tanarius yang merupakan turunan dari flavonoid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Flavonoid bersifat antibakteri karena
mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Aktivitas
antibakteri dari flavonoid juga dilakukan dengan pengurangan fluiditas membran pada sel bakteri dan penghambatan metabolisme energi pada bakteri. Etanol
dipilih sebagai penyari karena dapat menarik senyawa antibakteri yang dituju seperti flavonoid. Flavonoid bersifat polar sehingga campuran etanol dengan air
yang juga bersifat polar dapat digunakan untuk menarik flavonoid dalam daun M. tanarius.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri daun M. tanarius terhadap S. pyogenes. Selain itu juga dilakukan penentuan nilai KHM
dan KBM untuk mengetahui konsentrasi yang dapat digunakan dalam menghambat dan membunuh bakteri. Diharapkan dari penelitian ini daun M.
tanarius yang kurang dimanfaatkan sebagai tanaman obat dapat dikembangkan sebagai antibakteri. Hal ini dapat melengkapi kegunaan daun M. tanarius yang
sudah lama digunakan sebagai agen antiinflamasi sehingga dapat digunakan mengobati radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri S. pyogenes.
J. Hipotesis