Saya berkata kepada Anda, setan itu gembira

batin Anda juga harus menunjukkan rasa hormat dan takut kepada suami. Berhentilah mengeluh dihadapan suami, jadikanlah suami Anda sebagai orang terhormat. Layanilah suami Anda secermat-cermatnya, sedetil-detilnya, soal pakaian, mandi, peralatan-peralatan kecil, Anda harus tahu… Sekarang kita akan membahas topic yang ketiga, soal mengelola kemarahan. “Bagaimana biasanya Anda mengelola kemarahan?” menyadari marah itu gara-gara apa. Kadang nangis sendiri, kadang teriak, “Tuhan…gini..gini..gini…” Nah, selain itu di sisi lain, aku bisa mengontrol kemarahanku dengan dengerin musik. Aku dengan mendengarkan musik kayaknya bisa luluh gitu. Nah, jadi bisa tenang, bisa damai. Tetapi kalau marahku udah bener-bener marah, gak kuat, aku tidak pernah menyakiti diri sendiri dan tidak berbuat apa-apa. Cuman orang yang membuat aku marah itu, aku sindir secara tapi itu nanti akan terasa seperti yang aku alami akhir-akhir ini, aku difitnah. Aku hanya menyindir secara halus halus di depanku aja kamu terlihat baik, tetapi di belakang kamu kok kayak gitu. Dia langsung kerasa, langsung minta maaf sendiri. Itu nanti kemarahan yang ada dalam sendiri langsung luluh sendiri. Dia yang mengakui. Ki 2: Kalau aku mengelola kemarahan dengan atur nafas, kalau masih marah lalu air wudu, kalau masih marah lalu duduk sama mikirkan yang bagus-bagus. Dan dengan menyebut nama Allah.

4. Saya berkata kepada Anda, setan itu gembira

sekali jika ada orang yang lupa. Iblis itu kalau ada orang lupa dia Ki 1: Misalnya kayak mengerjakan tugas kelompok gitu, ketika saat dunia SMA masih sering menggantungkan. Tetapi ini udah di dunia perkuliahan, seharusnya pikiran sudah dewasa, udah maju. Kalau ada tugas menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira jika ada orang pemarah, ia dianggap saudara, sehingga ia tidak melihat jalan kebenaran, tetapi mengarah kepada pekerjaan setan. Orang yang pemarah selalu membuang pedoman. Oleh sebab itu masalah itu harus dikendalikan. Baik, sekarang kita akan membahas hal terakhir, katakanlah kepada saya “Apa yang Anda pikirkan tentang keselarasan batin?” kelompok kita kerjakan bareng-bareng. Tapi saya mengakui sendiri, di kelompok saya gak suka dengan teman saya yang tidak mau mengerjakan tugas. Kadang aku udah mengingatkan dia kalau kamu dah dewasa. Pikiran kamu seharusnya ke depan. Aku mikirnya kelompokku kalau maju nilainya bagus. Presentasinya bagus. Tetapi kok tidak sesuai cuman angan-angan. Soalnya ada salah satu temenku yang gak mau kerja. Rasanya ndongkol kayak pingin memberontak. Kamu gak usah ikut kelompokku. Aku bener-bener cari yang mau berfikir kritis, yang mau dengan bekerja keras. Ki 2: Yang saya ketahui tentang keselarasan batin itu antara pikiran dengan hati perasaan itu bisa seimbang. Jadi nggak pikirannya mikirin apa, tetapi hatinya gak selaras dengan pikiran. Atau sebaliknya. Jadi kalau aku yang merasakan hati dan pikiran gak seimbang itu langsung pusing. Soalnya aku juga masih ada bayang-bayang masa lalu. Saya katakan kepada Anda: Keselarasan batin itu kalau hati Anda dan pikiran Anda tidak sejalan. Supaya selaras, maka jangan menipu, di depan mengatakan senang tetapi di belakang tidak suka. Hal itu akan menimbulkan keluh kesah, dan melahirkan niat tidak baik. Berhentilah mengeluh, sebab wanita yang dikasihi tidak akan memikirkan diri sendiri saja. 5. Bagaimana pendapat Anda jika ada wanita yang tidak tahu tanggung jawabnya terhadap suami? Ki 3: Menurut saya, perempuan itu belum bersikap dewasa karena harus bertanggung jawab terhadap suami. Berarti perempuan itu egois karena gak bisa menghormati suaminya. Seharusnya kalau suaminya mengatakan “gini” ya istrinya harus mengikuti. Seperti surga istri ada di suami juga. Intinya: Belum bisa menghargai suami, bersikap dewasa, egois. Harusnya saling mengerti antara suami dan istri. Jika ada perbedaan, harusnya dalam hubungan suami istri tersebut harus bisa diselesaikan secara baik-baik, tidak perlu emosi, maupun bisa saling bertukar pikiran. Tidak yang istri pulang ke rumah orang tuanya. Ki 4: Wanita itu tidak menyadari kodratnya sebagai seorang istri. Ibaratnya kalau kita berkeluarga ya antara satu sama lain harus berkesinambungan gak kayak yang cewek kayak gitu, trus yang cowok luweh. Harus ada komitmen, juga mereka kan pasti punya anak. Jadi mau tidak mau harus menyadari.

6. Baiklah, saya berkata kepada