Resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dalam serat

2. Resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dalam serat

Wulangreh putri tentang budi pekerti Anderson Handelsman 2010 mengungkapkan, “nasihat proses yakni ketika konselor mengajarkan kepada konseli strategi untuk memecahkan masalah.” Fokus nasihat proses adalah tentang strategi pemecahan masalah. Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada resistensi pada pemberian nasihat jenis proses dalam serat wulangreh tentang budi pekerti. Ini artinya bahwa nasihat berupa ajaran tentang strategi pemecahan masalah dengan tema budi pekerti mendapat respon yang positif, sehingga konseling dapat berjalan dengan baik dan lancar. Berikut ini adalah pembahasan hasil penelitian masing-masing topik item nasihat jenis proses yang ditujukan kepada Mawar dan Melati. a. Mendahului kehendak suami, tembang Mijil bait ke 3 Nasihat proses yang digunakan pada pemberian nasihat yang pertama ini membahas tentang mendahului kehendak suami. Nasihat proses tersebut tertulis pada serat wulangreh putri tembang mijil bait ke 3: Yen pawestri tan kena mbawanitumindak sapakon nadyan sireku putri arane nora kena ngandelken sireki yen putreng narpatitemah dadi luput Terjemahan: Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya asal perintah meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra raja, akhirnya tidak baik. Ajaran dalam serat wulangreh dari tembang mijil ini mengajarkan tentang strategi dalam mengutamakan kehendak suami dengan pembahasaannya dalam proses konseling yaitu; “Sesungguhnya seorang istri itu tidak pantas mendahului kehendak suami dalam hal apapun. Jika Anda punya kehendak, simpanlah, berikan kesempatan kepada suami untuk mengatakannya. Intinya, perempuan itu harus tahu diri, memposisikan diri sebagaimana seharusnya wanita. Jangan asal perintah, meskipun Anda memiliki kekuatan, tetapi prioritaskanlah suami Anda.” Perlu disadari bahwa masyarakat Jawa menganut sistem patriarki, dimana laki-laki lebih dominan dan menempati otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Handayani 2004 bahwa kultur Jawa merupakan sebuah kultur yang tidak memberikan tempat bagi kesejajaran antara laki-laki dan perempuan. Nasihat ini dimengerti dan dipahami oleh perempuan Jawa, subjek penelitian ini. Sehingga tidak ada resistensi dalam pemberian nasihat proses tembang mijil bait ke 3. Mawar memahami betul ajaran tentang budi pekerti pada nasihat proses serat wulangreh putri bahwa seorang istri harus tunduk dan patuh pada suami. Mawar mengatakan bahwa: Karena kalau sudah berumahtangga, istri hidup bersama suami, tidak bergantung lagi pada orangtua dan suami yang membimbing istri ke depan, kemana kita akan melangkah. WRHWFGDNP1K11-8 Pernyataan Mawar tersebut menunjukkan bahwa suami memiliki kekuasaan yang utama dalam membimbing keluarganya baik anak dan istri. Sedangkan istri atau perempuan Jawa, taat dan patuh pada suami. Pernyataan Mawar tersebut diperkuat dengan hasil skala resistensi. Skala resistensi Mawar terhadap nasihat proses tembang mijil bait ke 3 ini mencapai angka 8, sehingga Mawar setuju dan menerima pemberian nasihat tersebut. Tanggapan Melati tentang nasihat proses tembang mijil bait ke 3 ini juga tak berbeda dari Mawar. Melati mengatakan: Karena suami sebagai kepala keluarga, seorang istri harus gemati, manut. WRHWFGDNP1K29-11 Kedua pernyataan dari kedua subjek perempuan Jawa menunjukkan bahwa seorang istri atau perempuan tidak pantas mendahului kehendak suami. Pada nilai budi pekerti dalam serat wulangreh putri tembang mijil bait ke 3 mengajarakan tentang etika istri kepada suami. Mawar menambahkan pendapatnya dalam wawancara informatif: “Kalau menurut aku, dalam keluarga suami itu seorang ayah sudah menjadi kepala keluarga. Sebaiknya kita berkonsultasi dulu atau berunding dulu dengan suami. Misalnya kan ada suami yang suka atau tidak suka dengan wanita karir. Kita sendiri pinginnya kita cari uang jadi wanita karir. Tapi kita tanya ke suami dulu, “Pak, saya gini..gini..gini. Saya ingin bekerja. Boleh atau tidak?” Itu sebenarnya harus didiskusikan dulu. Nah kalau boleh kita baru bisa melangkah lagi lebih lanjut. Soalnya restu dari suami membawa pengaruh dari kita. Tetapi di sisi lain, kalau keputusan yang kita ambil itu sebenarnya baik menurut kita dan bagi semua orang itu baik, ya kita harus menanggung resiko walaupun suami belum bisa berpikir itu nanti baik buruknya gimana. Jadi bila suami tidak setuju tetapi kita bertekad bahwa itu bener-bener baik, kenapa tidak?” WRHWKNP1K11-19 Mawar setuju bahwa perempuan Jawa memang harus patuh pada suami, namun ada kalanya pada setiap pengambilan keputusan perlu dirundingkan terlebih dahulu. Melati menambahkan pada pendapatnya tentang mendahului kehendak suami: Kalau di agama Islam itu tidak boleh, tidak bagus. Karena menentang. Dia itu kayak durhaka sama suaminya. Istri harus manut dengan suaminya. WRHWKNP1K220-23 Melati memandang dalam perspektif agama Islam, bahwa seorang istri yang menentang suami adalah durhaka. Melati setuju pada nasihat yang menyatakan bahwa seorang istri harus patuh pada suami. Perempuan Jawa khususnya bagi yang sudah menikah, pada dasarnya akan ikut suami. Suami menjadi kepala keluarga yang dihormati dan diutamakan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan pendapat subjek, tidak ada resistensi yang kuat pada nasihat proses tentang budi pekerti tembang mijil bait ke 3. Selain berdasarkan pendapat, tidak adanya resistensi dibuktikan pada skala resistensi subjek yang rendah, yang mencapai angka 9 pada perhitungan manual skala resistensi. b. Mengabdi kepada suami, tembang kinanthi bait ke 2 Nasihat proses yang digunakan pada pemberian nasihat yang kedua ini membahas tentang mengabdi kepada suami. Nasihat proses tersebut tertulis pada serat Wulangreh putri tembang kinanthi bait 2: Bekti nastiti ing kakung kaping telune awedi lahir batin aja esah anglakoni satuhuning laki ciptanenbendara mapan wong wadon puniki Terjemahan: Berbakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang terhormat, bukankah perempuan itu. Handayani dalam Petuguran 2010 mengatakan, sejak masa kanak- kanak perempuan dididik untuk berbakti pada suami, sedangkan anak laki-laki dididik untuk bertanggungjawab terhadap keluarga. Perempuan Jawa dalam ajaran budi pekerti sudah ditanamkan untuk berbakti pada suami setelah menikah. Ajaran budi pekerti dalam serat Wulangreh putri dari tembang mijil ini mengajarkan tentang strategi dalam pengabdian istri kepada suami dengan pembahasaannya dalam proses konseling yaitu; “Wanita itu harus secermat-cermatnya dalam melayani suami. Sikap batin Anda juga harus menunjukkan rasa hormat dan takut kepada suami. Berhentilah mengeluh dihadapan suami, jadikanlah suami Anda sebagai orang terhormat. Layanilah suami Anda secermat cermatnya, sedetil detilnya, soal pakaian, mandi, peralatan peralatan kecil, Anda harus tahu.” Nasihat Wulangreh putri tembang kinanthi bait ke 2 ini menggambarkan bahwa perempuan Jawa menunjukkan baktinya kepada suami dengan menunjukkan rasa hormat, takut dalam arti ngajeni atau menghormati kepada suami, tau kebutuhan suami, melayani suami. Nasihat ini disetujui oleh Mawar. Mawar mengatakan: “Pengabdian istri kepada suami ya kita harus nurut kepada suami. Kita tidak boleh membangkang kepada suami. Kalau kita sudah nikah otomatis ikut suami. Tidak bergantung kepada orang tua. Itu suami yang nuntun kita, itu arahnya kita nanti kemana yang menuntun adalah suami. Dan kita itu juga harus menuruti apa kemauan suami. Kita sebagai wanita harus mencukupi lahiriah dan batiniah. Jadi kita harus patuh terhadap suami.” WRHWKNP2K124-32 Sebagai perempuan Jawa, Mawar menghormati suami dengan patuh dan taat kepada suami, tidak melawan suami serta mencukupi kebutuhan lahirian dan batiniah. Pengabdian kepada suami lebih ditunjukkan bagaimana seorang istri atau perempuan Jawa mengetahui apa kebutuhan suami. Melihat kedudukan suami sebagai kepala keluarga, seorang suami memiliki kebutuhan untuk dipercaya memimpin keluarganya. Sehingga istri menunjukkan pengabdiannya dengan memberikan dukungan dan menghormati apa pun keputusan suami yang terbaik untuk keluarga. Melati berpendapat dalam wawancara informatif: Sudah kodratnya wanita untuk berbakti kepada suami karena suami adalah kepala keluarga. Suami adalah imam keluarga. Jadi apapun yang terjadi, kita harus ngikut suami kita. WRHWKNP2K233-36 Pendapat Melati ini menunjukkan bahwa pengabdian kepada suami merupakan kodrat seorang perempuan Jawa. Suami adalah kepala keluarga, sehingga istri mengikuti apa yang menjadi keputusan suami. Tidak ada resistensi pada nasihat proses pada tembang Kinanthi bait ke 2 dari Mawar dan Melati. Pendapat Mawar dan Melati, selaras dengan nasihat serat wulangreh tembang kinanthi bait ke 2. Inti pendapat Mawar dan Melati adalah bahwa pengabdian seorang perempuan Jawa kepada seorang suami ditunjukkan dengan mengerti kebutuhan suami, menghormati suami dan tau kedudukan suami sebagai kepala keluarga. c. Mengelola Kemarahan, tembang Asmarandana bait 10 dan 11 Handayani 2004 mengatakan, banyak ditemukan wajah wanita Jawa yang cenderung mengalah untuk kepentingan orang lain. Perempuan Jawa hampir tidak menunjukkan kejengkelan meski ia marah. Perempuan Jawa pada umumnya menunjukkan kemarahannya dengan diam dan teguran yang halus. Seperti nasihat serat Wulangreh putri pada tembang Asmarandana bait 10 dan 11: Pan wus panggawening eblisyen ana wong lali bungah setane njoged angleter yen ana wong lengus lanas iku den aku kadang tan wruh dadalan rahayu tinuntun panggawe setan Wong nora wruh maring sisip iku sajinis lan setan kasusu manah gumedhe tan wruh yen padha tinitah iku wong tanpa tekad pan wus wateke wong lengus ambuwang ugering tekad Terjemahan: Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada pekerjaan setan. Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan, tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan diciptakan, itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut. Masyarakat budaya Jawa meyakini bahwa kemarahan mendapat pengaruh dari iblis. Orang yang tidak berpendirian, tidak melihat jalan kebenaran, maka akan mengarah pada pekerjaan setan. Amarah membawa energi negatif sehingga dapat mempengaruhi perbuatan. “Setan itu gembira sekali jika ada orang yang lupa. Iblis itu kalau ada orang lupa dia menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira jika ada orang pemarah, ia dianggap saudara, sehingga ia tidak melihat jalan kebenaran, tetapi mengarah kepada pekerjaan setan. Orang yang pemarah selalu membuang pedoman. Oleh sebab itu masah itu harus dikendalikan.” Berdasarkan pendapat Mawar dan Melati terhadap nasihat proses wulangreh tembang Asmarandana bait ke 10 dan 11, menunjukkan bahwa sebagai perempuan Jawa tidak perlu mengungkapkan kemarahannya dengan perbuatan atau pelampiasan yang tidak baik. Mawar dan Melati berpendapat bahwa mereka harus mampu mengelola emosi dengan meredam amarah, diam dan melakukan kegiatan positif. Berikut ini adalah pendapat yang diungkapkan Mawar dan Melati dalam menanggapi nasihat tentang mengelola amarah. Mawar: “Kalau aku sedang marah atau jengkel itu, biasanya saya mencoba menenangkan diri. Misalnya kalau waktu SMA dulu, kalau lagi marah biasanya pergi ke Gua Maria, trus naik ke gunungnya itu dan di situ aku menyadari marah itu gara-gara apa. Kadang nangis sendiri, kadang teriak,“Tuhan.. gini..gini..gini..” Nah, selain itu di sisi lain, aku bisa mengontrol kemarahanku dengan dengerin musik. Aku dengan mendengarkan musik kayaknya bisa luluh gitu. Nah, jadi bisa tenang, bisa damai. Tetapi kalau marahku udah bener-bener marah, gak kuat, aku tidak pernah menyakiti diri sendiri dan tidak berbuat apa-apa. Cuman orang yang membuat aku marah itu, aku sindir secara tapi itu nanti akan terasa seperti yang aku alami akhir-akhir ini, aku difitnah. Aku hanya menyindir secara halus halus di depanku aja kamu terlihat baik, tetapi di belakang kamu kok kayak gitu. Dia langsung kerasa, langsung minta maaf sendiri. Itu nanti kemarahan yang ada dalam sendiri langsung luluh sendiri. Dia yang mengakui.” WRHWKNP3K137-58 Melati: Kalau aku mengelola kemarahan dengan atur nafas, kalau masih marah lalu air wudu, kalau masih marah lalu duduk sama mikirkan yang bagus-bagus. Dan dengan menyebut nama Allah. WRHWKNP3K259-62 Perempuan Jawa mengelola amarah dengan melampiaskan kegiatan yang positif. Handayani, 2004 mengungkapkan bahwa rahasia ketahanan perempuan untuk menderita adalah kepasrahan yang total kepada Tuhan. Perempuan Jawa memilih kegiatan yang mendekatkan diri kepada Tuhan secara menyeluruh ketika emosi. Perempuan Jawa mendekatkan diri kepada Tuhan supaya tidak jatuh pada pekerjaan iblis. d. Keselarasan Batin, tembang dandanggula bait ke 10 Perempuan Jawa pada umumnya memiliki karakteristik sebagai pribadi yang sabar, sumarah, sumeleh. Sikap sabar yang digambarkan perempuan Jawa adalah kalem, sopan, tenang, dan mementingkan harmoni. Karakter perempuan ini juga digambarkan pada nasihat proses serat Wulangreh putri, tembang dandanggula bait ke 10: Nisthaning krama sawaleng batin ing lahire nadyan lastariya ing wuri sumpeg manahe ing pangarepan nyatur nora wani mangke ing wuri tyase agarundhelan mongkok-mongkok mungkuk ing batin ajape ala iya aja ana wadon kang den sihi ngamungna ingsun dhawak Terjemahan: Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja. Nasihat proses serat Wulangreh putri tembang dandanggula bait ke 10 ini dibahasakan oleh peneliti menjadi sebuah nasihat “Keselarasan batin itu kalau hati Anda dan pikiran Anda tidak sejalan. Supaya selaras, maka jangan menipu, di depan mengatakan senang, tetapi dibelakang tidak suka. Hal itu akan menimbulkan keluh kesah, dan melahirkan niat tidak baik. Berhentilah mengeluh, sebab wanita yang dikasihi tidak akan meikirkan diri sendiri saja.” Meski perempuan cenderung emosional seorang perempuan jarang sekali menunjukkan sikap agresif. Mereka mampu mengungkapkan perasaan dengan tenang, meski kenyataan yang mereka alami kadang sangat pahit. Sikap perempuan Jawa ini kemudian memunculkan keselarasan antara pikiran dan batin seorang perempuan. Keselarasan batin yang dimaksudkan adalah adanya keseimbangan nilai kejujuran antara pikiran dan bati perempuan Jawa. Tidak ada resistensi dari Mawar dan Melati pada nasihat ini. Mawar dan Melati setuju bahwa keselarasan batin dan pikiran sangat penting diseimbangkan. Berikut ini adalah pendapat Mawar dan Melati tentang nasihat proses serat Wulangreh putri tembang dandanggula bait ke 10: Mawar: Misalnya kayak mengerjakan tugas kelompok gitu, ketika saat dunia SMA masih sering menggantungkan. Tetapi ini udah di dunia perkuliahan, seharusnya pikiran sudah dewasa, udah maju. Kalau ada tugas kelompok kita kerjakan bareng-bareng. Tapi saya mengakui sendiri, di kelompok saya gak suka dengan teman saya yang tidak mau mengerjakan tugas. Kadang aku udah mengingatkan dia kalau kamu dah dewasa. Pikiran kamu seharusnya ke depan. Aku mikirnya kelompokku kalau maju nilainya bagus. Presentasinya bagus. Tetapi kok tidak sesuai cuman angan-angan. Soalnya ada salah satu temenku yang gak mau kerja. Rasanya ndongkol kayak pingin memberontak. Kamu gak usah ikut kelompokku. Aku bener-bener cari yang mau berfikir kritis, yang mau dengan bekerja keras. WRHWKNP4K163-79 Melati: Yang saya ketahui tentang keselarasan batin itu antara pikiran dengan hati perasaan itu bisa seimbang. Jadi nggak pikirannya mikirin apa, tetapi hatinya gak selaras dengan pikiran. Atau sebaliknya. Jadi kalau aku yang merasakan hati dan pikiran gak seimbang itu langsung pusing. Soalnya aku juga masih ada bayang-bayang masa lalu. WRHWKNP4K280-87 Pendapat Mawar dan Melati tentang keselarasan batin menunjukkan bahwa batin yang tidak jujur terhadap pikiran dan perbuatan, maka batin tidak akan tenang. Pernyataan ini juga sama bahwa pikiran yang tidak selaras membuat batin tidak tenang. Keselarasan batin dan pikiran yang selaras akan menimbulkan rasa kenyamanan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan.

3. Resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis substansi dalam