9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Keaktifan Belajar 2.1.1.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI 2002: 19 keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaaan dimana siswa dapat aktif. Ratmi dalam
Sihantoro 2011: 12 menyatakan keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha. Menurut Trinandita dalam Utami
2010 9- 10 bahwa “hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses
pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan
siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono 2006: 44 menyatakan anak yang memiliki dorongan untuk berbuat sesuatu,
mempunyai kemampuan dan aspirasinya sendiri disebut dengan anak aktif. Anak dapat dikatakan aktif dalam proses belajar mengajar, jika anak
mampu mengidentifikasi, merumuskan, menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.
Berdasarkan pemaparan para ahli, penulis menyimpulkan keaktifan belajar siswa adalah kemapuan siswa dalam proses pembelajaran yang
mengidentifikasi, merumuskan,
menemukan fakta,
menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Keaktifan siswa dalam kegiatan
10 belajar tidak lain untuk melatih siswa dalam meyusun dan membangun
makna atas pengalaman baru. 2.1.1.2 Indikator Keaktifan Belajar
Rohandi dalam Yulianto 2013: 7-8 menyatakan bahwa beberapa prinsip utama dalam pembelajaran meliputi: 1 Subyek pembelajaran
adalah siswa, b belajar aktif dilakukan dengan cara melakukan sesuatu yang dijadikan suatu objek persoalan yang akan ditelusuri, c Belajar aktif
lebih efektif bila dilakukan dalam kelompok agar tercipta interaksi yang multi arah, d Aktifitas siswa harus menyenangkan, menarik perhatian,
menantang untuk ditelusuri dan penuh dengan peluang untuk mengembangkan kreatifitas baik dalam berpikir maupun berkreasi.
Menurut Suryosubroto 2002: 71 siswa dikatakan aktif dalam pembelajaran bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut: 1 Siswa berbuat
sesuatu untuk memahami materi pembelajaran, 2 Pengetahuan dipelajari, dialami, dan ditemukan oleh siswa, 3 Mencoba sendiri konsep-konsep,
4 Siswa mengkomunikasikan hasil pikirannya. Sedangkan menurut Dimyati Mudjiono, 2006: 45 indikator keaktifan mencakup
diantaranya: 1 Mencatat atau sekedar mendengarkan pemberitahuan, 2 Memperhatikan hal-hal yang dijelaskan guru, 3 Mencatat tugas yang
diberikan dan mengerjakan tugas rumah, 4 Berdiskusi dalam kelompok, 5 Melibatkan diri dalam proses tanya jawab, 6 Terlibat dalam
menyimpulkan pembelajaran.
11 Berdasarkan indikator-indikator yang dikemukan oleh para ahli,
peneliti merumuskan indikator keaktifan sebagai berikut: 1 Aktif dalam mengajukan pertanyaan 2 Aktif dalam menjawab pertanyaan masalah 3
Aktif dalam memperhatikan hal-hal yang dijelaskan guru 4 Aktif dalam melakukan tugas 5 Aktif dalam mencatat tugas yang diberikan.
2.1.1.3 Cara Mengukur Keaktifan Belajar Siswa Pada penelitian ini, keaktifan belajar siswa akan diukur
menggunakan penilaian non tes. Masidjo 1995: 59 mengemukakan bahwa non tes merupakan rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang
harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang kurang distandarsasikan dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau
hasil belajar yang dapat diamati secara konkret dari individu atau kelompok. Penilaian non tes dapat berupa pengamatan observasi, catatan
anekdot, daftar cek, skala nilai, angket, dan wawancara. Peneliti melakukan observasi untuk memperoleh data tentang
keaktifan belajar siswa. Pengertian observasi menurut Zainal Arifin 2009: 153 adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Peneliti juga mengisi lembar pengamatan siswa selama melakukan kegiatan observasi. Selain menggunakan observasi, untuk
mengetahui keaktifan belajar siswa dilakukan kegiatan wawancara terhadap siswa dan guru. Hasil dari kegiatan wawancara digunakan untuk
12 mendukung hasil observasi keaktifan belajar siswa. Menurut Wijaya
Kusumah 2010: 77 wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek yang diteliti.
Wawancara memiliki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap
dapat digali dengan baik. 2.1.2 Prestasi Belajar Siswa
2.1.2.1 Pengertian Prestasi Belajar Menurut Winkel 1996: 162 bahwa prestasi belajar adalah suatu
bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Darsono 2000: 100 menyatakan prestasi belajar siswa merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan atau
kognitif, ketrampilan atau psikomotorik, dan nilai sikap atau afektif sebagai akibat interaksi aktif dengan lingkungan. Masidjo 1995: 40
mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil proses belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja sebagai hasil suatu pengukuran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mencapai keberhasilan individu pada bidang
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk nilai. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Menurut Slameto 2003: 54 faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu:
13 1 Faktor internal terdiri dari faktor: faktor jasmaniah dan faktor
psikologis. 2 Faktor eksternal terdiri dari faktor: faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. Menurut Arikunto dalam Adheyanto 2013: 19-20 beberapa faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah: 1 Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam siswa, terdiri
dari: faktor biologis seperti: usia, kematangan dan kesehatan, faktor psikologis seperti: kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan
kebiasaan belajar. 2 Faktor eksternal yaitu faktor yang bersumber dari luar diri siswa
terdiri dari: faktor manusia baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat, faktor non manusia seperti: alam dan lingkungan fisik
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor
eksternal yang berasal dari sekitar siswa itu sendiri. 2.1.3 PMRI Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
2.1.3.1 Pengertian PMRI Pendekatan PMRI Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
merupakan suatu gerakan pendekatan pembelajaran maematika yang diprakarsai oleh seorang profesor matematika dari ITB Institut Teknik
Bandung yaitu Prof. R.K. Sembiring Wijaya, 2012: 3. Pendekatan pembelajaran ini mengajarkan matematika yang dapat dibayangkan dan
14 disenangi oleh peserta didik Hadi, Majalah Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia, 2010. Pendidikan matematika realistik Indonesia PMRI merupakan pengembangan dari realistic mathematics education
RME yang berasal dari Belanda. Menurut Muhsetyo dalam Wahyuningtyas 2012: 10 RME disebut pematikaan, yaitu pembelajaran
matematika secara kontekstual, yaitu mengaitkannya dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa atau keadaan kehidupan sehari-hari.
Dalam majalah PMRI, Hadi 2010: 4 mengungkapkan bahwa PMRI ini menawarkan cara mengajar matematika yang bertujuan membantu
peserta didik memahami matematika atau menemukan kembali matematika reinveting mathematic melalui pembelajaran interaktif
berpusat pada masalah. Siswono 2006: 2 mengemukakan bahwa PMRI merupakan teori pendidikan matematika yang dikembangkan dengan
situasi dan kondisi serta konteks di Indonesia, sehingga diberi akhiran “Indonesia”. Pendapat Wijaya 2011: 12 dalam pendidikan matematika
realistik, permasalahan nyata atau permasalahan realita digunakan sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk belajar.
Sedangkan Suryanto 2010: 37 berpendapat Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI adalah pendidikan matematika sebagai hasil
adaptasi dari realistic mathematics education yang telah diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi dan kehidupan masyarakat Indonesia.
PMRI sangat memperhatikan bahwa objek kajian matematika adalah absrak, sesuatu yang tidak dapat ditawar, tetapi memperhatikan
15 perkembangan jiwa anak yang menuntut adanya langkah-langkah yang
mengantar anak memahami objek yang abstrak. Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
PMRI adalah pendekatan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran matematika yang mengikuti realistic mathematics education RME yang
dikembangkan di Belanda yang memandang matematika adalah aktivitas manusia, yang pembelajaran menyajikan masalah kontekstual untuk
memahami konsep abstrak. 2.1.3.2 Karakteristik PMRI
Suryanto 2010: 44 menjelaskan karakteristik PMRI sebagai berikut: 1 Menggunakan masalah kontekstual the use of context
Pembelajaran ini menggunakan masalah kontekstual, terutama pada taraf penemuan konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip-prinsip
baru. Konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata, baik aspek budaya maupun aspek geologis. Masalah kontekstual
dikemukakan di awal pembelajaran dengan maksud untuk memungkinkan siswa membangun dan menemukan suatu konsep,
definisi, operasi atau sifat matematis, serta cara pemecahan masalahnya. Selain itu, masalah kontekstual dapat juga ditengah
pembelajaran yang dimaksudkan untuk “memantapkan” apa yang telah dibangun. Sedangkan jika diterapkan di akhir pembelajaran
bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan
siswa “mengaplikasikan” apa yang telah dibangun.
16 2 Menggunakan berbagai model the use of models
Pembelajaran suatu topik matematika sering memerlukan waktu yang panjang, serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam
abstrak itu perlu digunakan model. Model dapat bermacam-macam, dapat konkret berupa benda, semi konkret berupa gambar atau sketsa,
yang semuanya dimaksudkan sebagai jembatan dari konkret ke abstrak atau dari abstrak keabstrak lain. Ada dua mode, yaitu model of dan
model for. Model of yaitu model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya. Sedangkan model for merupakan model yang
mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal. 3 Kontribusi siswa Student contributions
Kontribusi siswa seperti ide, variasi jawaban, atau variasi pemecahan masalah perlu diperhatikan. Kontribusi siswa dapat
memperbaiki atau memperluas konstruksi yang perlu dilakukan atau produksi yang perlu dihasilkan sehubungan dengan pemecahan
masalah kontekstual. 4 Interaktivitas interactivity
Interaksi antar siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru sangat diperlukan dalam pembelajaran ini. Interaktivitas juga dapat
terjadi antara siswa dan sarana, atau antara siswa dan matematika serta lingkungan.
17 5 Keterkaitan intertwining
Perlu disadari bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur, dengan konsistensi yang ketat. Keterkaitan antara topik dan
konsep sangat kuat, sehingga dimungkinkan adanya integrasi antara topik-topik. Selain itu, perlu ditekannya keterkaitan antartopik atau
antar subtopik. 2.1.3.3 Aspek Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan PMRI
De Lange dalam Hadi 2005: 37 mengungkapkan 4 aspek pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI yaitu:
a. Aspek yang pertama yaitu guru memulai pelajaran dengan mengajukan masalah soal yang riil bagi peserta didik sesuai dengan
pengalaman dan tingkat pengetahuannya. Soal kontekstual ini membuat peserta didik segera terlibat dalam pelajaran secara
bermakna. b. Aspek yang kedua yaitu permasalahan yang diberikan tentu harus
diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
c. Aspek ketiga yaitu peserta didik mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalanmasalah
yang diajukan. d. Aspek keempat yaitu pengajaran berlangsung secara interakstif.
Maksud dari pengajaran berlangsung secara interaktif adalah peserta didik menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
18 diberikannya, memahami jawaban temannya peserta didik lain,
setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi
terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. 2.1.3.4 Langkah-langkah pembelajaran PMRI
Suryanto 2010: 50 mengemukaan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI sebagai berikut.
1 Persiapan kelas Persiapan saran dan prasarana pembelajaran yang diperlukan,
misalnya buku siswa, lks, alat praga, dan sebagainya serta pengelompokan siswa jika perlu. Kemudian penyampaian tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai, serta cara belajar yang akan digunakan.
2 Kegiatan pembelajaran Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita lisan atau
tertulis. Masalah tersebut mudah dipahami siswa. Siswa yang belum dapat memahami masalah atau soalnya diberi penjelasan singkat dan
seperlunya. Siswa secara kelompok ataupun individual, mengajarkaan soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan
caranya sendiri. Jika dalam waktu yang dipandang cukup, belum ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan, guru
memberikan bimbingan atau petunjuk seperlunya atau memberikan pertanyaan menantang.
19 Setelah waktu yang disediakan habis, beberapa orang siswa atau
wakil kelompok menyampaikan hasil kerja atau hasil pemikirannya. Siswa ditawari untuk mengemukakan pendapatnya tentang berbagai
penyelesaian mana yang dianggap paling tepat. Guru memberi penekanan kepada selesaian yang dipilih. Bila masih tidak ada
selesaian yang benar, guru meminta agar siswa memilih cara lain. 2.1.4 Hakikat Matematika
2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran Matematika Matematika
merupakan ilmu
universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia BNSP, 2006: 127. Matematika menurut Soedjadi 2000: 24 adalah cabang ilmu eksak dan
terorganisir secara sistematik yang mencakup tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logis, tentang fakta kuantitatif, masalah tentang
ruangan, bentuk, mengenani struktur yang logis serta memiliki aturan ketat. Menurut Taniredja 2010: 66 ciri utama matematika adalah
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang doperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan
antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara
induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
20 Didi Suryadi dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI
2007: 163 berpendapat bahwa dari hakikat pembelajaran tersebut dapat dilihat bahwa pandangan guru tentang proses belajar matematika sangat
berpengaruh terhadap bagaimana siswa melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan belajar matematika
harus menjadi prioritas bagi para pendidik matematika. Adapun ruang lingkup materi matematika SD meliputi: aritmatika, pengantar aljabar,
geometri, pengukuran, kajian data. Astuti 2012: 12 juga berpendapat bahwa pembelajaran matematika SD dimulai dari sesuatu yang kongkret
ke yang abstrak, dan dari yang rendah ke yang sulit atau kompleks. Pembelajaran
matematika juga
bertujuan mengembangkan
dan menumbuhkan kemampuan matematika siswa sehingga siswa akan lebih
cermat, kreatif, dan kritis dalam menerapkan keterampilan matematikanya dikehidupan sehari-hari.
2.1.4.2 Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika a Fungsi Pelajaran Matematika
Sumardyono 2004: 9 Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan
bahasa melalui model Matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel.
b Tujuan Pelajaran Matematika Sumardyono 2004: 9 berpendapat tujuan pelajaran
matematika yaitu: 1 Melatih cara berpikir dan bernalar dalam
21 menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2 Mengembangkan aktivitas kreatif
yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, serta mencoba-coba. 3
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.Heruman 2007: 2 berpendapat bahwa tujuan akhir pembelajaran Matematika
di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut BNSP 2006: 417 mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1 Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2 Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3 Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh. 4 Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
22 masalah. 5 Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah. Peneliti dapat menyimpulkan dari beberapa ahli di atas bahwa,
Matematika merupakan bahan ajar sebagai cara manusia yang dapat menstruktur pola berpikir sistematis, logis, kritis, cermat dan
konsisten dengan tujuan untuk terampil menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.4.3 Materi volume kubus dan balok 1 Kubus
Menentukan volume kubus
Dari gambar di atas diketahui: Banyak kubus satuan ke arah panjang kubus adalah 3
Banyak kubus satuan ke arah lebar kubus adalah 3 Banyak kubus satuan ke arah tinggi kubus adalah 3
23 Volume kubus diperoleh dari jumlah kubus satuan yang
memenuhi kubus besar. Dari gambar di atas dapat diketahui volume kubus = 9 panjang rusuk ke arah panjang = panjang rusuk
ke arah lebar = panjang rusuk ke arah tinggi, sehingga dimisalkan: panjang rusuk ke arah panjang = r satuan panjang
panjang rusuk ke arah lebar = r satuan panjang panjang rusuk ke arah tinggi = r satuan panjang
Volume kubus dihitung r×r×r satuan panjang, karena nilai r×r×r sebanding dengan jumlah satuan kubus yang memenuhi
kubus besar, maka rumus volume kubus adalah:
keterangan: V = volume
r = panjang rusuk kubus 2 Balok
Menentukan volume balok
Dari gambar di atas diketahui: Banyak kubus satuan ke arah panjang balok adalah 6
24 Banyak kubus satuan ke arah lebar balok adalah 4
Banyak kubus satuan ke arah tinggi balok adalah 5 Volume balok diperoleh dari jumlah kubus satuan yang
memenuhi balok besar. Dari gambar di atas dapat diketahui volume balok = 120.
Dimisalkan: panjang balok = p satuan panjang
lebar balok = l satuan panjang tinggi balok = t satuan panjang
Volume kubus dihitung p × l × t satuan panjang, karena nilai p × l × t sebanding dengan jumlah satuan kubus yang memenuhi
balok besar, maka rumus volume balok adalah: keterangan:
V = volume l = lebar balok
p = panjang balok t = tinggi balok
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan