Meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan menggunakan pendekatan PMRI.

(1)

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh :

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi

NIM: 091134087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

Disusun oleh:

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi NIM: 091134087

Disetujui oleh:

Pembimbing 1

Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013

Pembimbing 2

Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013


(3)

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Mottoku antara lain:

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapatkan, ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius, 7:7)

Kemampuan dan kemauan adalah kunci sukses keberhasilan. Tanpa keduanya perjuangan akan sia-sia.

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus yang selalu membimbingku.

Orangtuaku tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku.

Almamaterku…


(5)

(6)

(7)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... ... xiii

ABSTRACT ... ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Masalah ... 5

C.Perumusan Masalah ... 5

D.Pembatasan Istilah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN LITERATUR A.Kajian Teori ... 7

1. Kerjasama dalam belajar ... 7

2. Prestasi Belajar ... 8

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 11

4. Matematika ... 16

B.Penelitian yang Relevan ... 21

C.Kerangka Berpikir ... 23

D.Hipotesis Tindakan ... 25 viii


(9)

BAB III METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian ... 26

B.Setting Penelitian ... 28

C.Rencana Tindakan ... 29

D.Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40

G.Teknik Analisis Data ... 57

H.Indikator Keberhasilan ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian... 60

1. Siklus I ... 60

2. Siklus II ... 77

B. Hasil Penelitian ... 92

1. Kerjasama dalam belajar ... 92

2. Prestasi belajar ... 94

C. Pembahasan ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian pengajaran aspek pelajaran matematika ... 18

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 28

Tabel 3.2 Kisi-kisi soal UH siklus I ... 36

Tabel 3.3 Kisi-kisi kuesioner ... 38

Tabel 3.4 Lembar checklist ... 39

Tabel 3.5 Kriteria kualitas perangkat pembelajaran ... 43

Tabel 3.6 Hasil validasi kuesioner ... 43

Tabel 3.7 Hasil validasi silabus ... 44

Tabel 3.8 Hasil validasi RPP ... 45

Tabel 3.9 Hasil validasi LKS ... 46

Tabel 3.10 Hasil validasi bahan ajar ... 47

Tabel 3.11 Hasil validasi soal evaluasi ... 48

Tabel 3.12 Kisi-kisi soal instrumen satu untuk uji validitas konstruk ... 50

Tabel 3.13 Kisi-kisi soal instrumen dua untuk uji validitas konstruk ... 51

Tabel 3.14 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen satu ... 51

Tabel 3.15 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen satu ... 52

Tabel 3.16 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen dua ... 53

Tabel 3.17 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen dua ... 54

Tabel 3.18 Rentang skor dan kriteria kerjasama ... 58

Tabel 3.19 Kriteria keberhasilan penelitian ... 59

Tabel 4.1 Hasil kuesioner kerjasama siklus I ... 93

Tabel 4.2 Hasil kuesioner kerjasama siklus II ... 94

Tabel 4.3 Hasil ulangan harian siklus I ... 95

Tabel 4.4 Hasil ulangan harian siklus II ... 96

Tabel 4.5 Kondisi awal, target keberhasilan, dan capaian ... 98


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart ... 26

Gambar 2. Kartu domino Pecahan ... 70

Gambar 3. Siswa bekerjasama mengerjakan LKS ... 99

Gambar 4. Kegiatan permainan kelompok biru ... 100

Gambar 5. Kegiatan permainan kelompok hijau ... 100

Gambar 6. Kegiatan permainan kelompok kuning ... 100

Gambar 7. Kegiatan permainan kelompok ungu ... 100

Gambar 8. Kegiatan permainan kelompok merah ... 100

Gambar 9. Kegiatan permainan kelompok BMW ... 102

Gambar 10. Kegiatan permainan kelompok Ferrari ... 102

Gambar 11. Kegiatan permainan kelompok Mercedes ... 102

Gambar 12. Kegiatan permainan kelompok Toyota ... 102

Gambar 13. Guru menggambar botol air mineral ... 105

Gambar 14. Hasil permainan domino kelompok kuning ... 106

Gambar 15. Guru menulis soal cerita ... 108

Gambar 16. Guru menggunakan pita warna ... 108

Gambar 17a. Papan rafly pecahan kelompok Ferrari ... 109

Gambar 17b. Hasil permainan rafly kelompok Ferrari ... 109

Gambar 18. Hasil ulangan Harian Agl ... 112

Gambar 19. Hasil ulangan harian Mr ... 112

Gambar 20. Hasil perhitungan Bgs ... 113

Gambar 21. Hasil perhitungan Ttn ... 113


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil kuesioner kerjasama kondisi awal ... 122

Lampiran 2. Hasil ulangan harian kondisi awal ... 123

Lampiran 3. Silabus siklus I ... 124

Lampiran 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus I ... 128

Lampiran 5. Bahan ajar siklus I ... 139

Lampiran 6. Lembar kerja siswa siklus I ... 143

Lampiran 7. Soal ulangan harian siklus I ... 150

Lampiran 8. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus I ... 151

Lampiran 9. Silabus siklus II ... 154

Lampiran 10. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II ... 159

Lampiran 11. Bahan ajar siklus II ... 169

Lampiran 12. Lembar kerja siswa siklus II ... 173

Lampiran 13. Kisi-kisi soal UH siklus II ... 179

Lampiran 14. Soal ulangan harian siklus II ... 180

Lampiran 15. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus II ... 181

Lampiran 16. Hasil validasi dosen ahli pada perangkat pembelajaran ... 183

Lampiran 17. Hasil validasi dosen ahli pada kuesioner ... 187

Lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner ... 188

Lampiran 19. Hasil ulangan harian ... 190

Lampiran 20. Hasil pengamatan ... 192

Lampiran 21. Surat izin penelitian ... 193

Lampiran 22. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ... 194


(13)

ABSTRAK

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi Universitas Sanata Dharma

2013

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan PMRI dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Kanisius Totogan yang terdiri dari 22 siswa dan objek penelitian adalah meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian dilakukan melalui dua siklus. Setiap siklus penelitian meliputi empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Hasil kuesioner kerjasama pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memiliki tingkat kemampuan kerjasama tergolong baik sebesar 77% sehingga telah mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal sebesar 45% dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 75%. Hasil ulangan harian pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM sebesar 86% sehingga mengalami peningkatan sebesar 41% dari kondisi awal (45%) dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 70%. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan karakteristik pendekatan PMRI merupakan upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas V SD Kanisius Totogan.

Kata kunci: kerjasama dalam belajar, prestasi belajar, matematika, dan pendekatan PMRI


(14)

ABSTRACT

INCREASE COOPERATION AND ACHIEVEMENT OF LEARNING MATHEMATICS GRADE V SD KANISIUS TOTOGAN USING PMRI

APPROACH

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi

Sanata Dharma University 2013

This research was a Classroom Action Research that aims to know the applicability of PMRI approach in an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics grade V SD Kanisius Totogan. The subject of research was the grade V SD Kanisius Totogan which consisted of 22 students and the object of research increased cooperation and achievement of learning mathematics that use PMRI approach. Research was conducted through two cycles. Each cycle consisted of four stages: planning, implementation, observation, and reflection.

Results of cooperation questionnaire on cycle II showed the percentage of students who had the ability level of cooperation was good for 77% so that had undergone an increase to 32% from the initial conditions of 45% and had exceeded 75% success criteria. The results of the daily test on cycle II showed the percentage of students who got daily test score reached of KKM amounted to 86% so that experienced an increase of 41% from the initial conditions (45%) and had exceeded the success criteria of 70%. Therefore, the researchers concluded that implementation of the characteristics of PMRI approach was an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics for students grade V SD Kanisius Totogan.

Key words: cooperation of learning, learning achievement, mathematic, and PMRI approach.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia dalam Tim penyusun, 2011). Gora & Sunarto (2010: 17) menjelaskan bahwa pendidikan hendaknya dapat mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, manusia seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional akan terbentuk.

Akn tetapi, harapan tersebut belum dapat dicapai secara maksimal jika pembelajaran relatif mengajak siswa untuk mendengarkan ceramah guru, mengerjakan latihan soal, menghafal informasi, dan tanpa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Gora dan Sunarto, (2010: 2) menjelaskan pembelajaran yang didominasi guru dengan ceramah menyebabkan tingkat partisipasi siswa

menjadi rendah dan siswa sering berada dalam situasi “tertekan’. Jika siswa

cenderung merasa tertekan saat mengikuti pembelajaran, maka siswa tidak dapat memusatkan perhatian pada materi yang dipelajarinya. Hal tersebut ditegaskan oleh Hartono, dkk (2012: 30) yakni materi pelajaran yang tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun jika suasana belajar membosankan, tidak menarik, dan siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami.


(16)

Siswa yang relatif dituntun untuk mencatat dan menghafal pelajaran, tidak mendapat kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan. Hal ini menyebabkan siswa tidak memiliki kemampuan untuk mencari dan menemukan pengetahuan yang diperlukannya. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Hal ini tampak pada kondisi di lapangan yang diperoleh peneliti.

Hasil observasi mengenai aktivitas guru dan siswa kelas V SD Kanisius Totogan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 16 Januari 2013, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika, guru relatif memberi tugas saat pembelajaran dan melakukan penilaian. Hal ini tampak saat melakukan pengamatan peneliti melihat guru dua kali memberikan tugas dan melakukan penilaian dalam waktu dua jam pelajaran. Soal yang diberikan selama pembelajaran merupakan soal abstrak. Selain itu, guru memberikan soal latihan untuk dikerjakan secara kelompok yang terdiri dari dua siswa. Pada saat berkelompok, 100% dari 22 siswa terlihat membagi tugas sama rata dan 22% dari 22 siswa berpendapat dalam kerja kelompok. Selain itu tampak 22% dari 22 siswa mempertahankan pendapat; 48% dari 22 siswa saling bertanya; 32% dari 22 siswa menjawab pertanyaan teman sekelompok; dan 36% dari 22 siswa menanggapi pendapat teman sekelompok.

Hasil kuesioner kerjasama yang diberikan kepada siswa kelas V SD Kanisius Totogan pada tanggal 17 Januari 2013 membuktikan bahwa siswa yang memiliki tingkat kerjasama baik sebesar 45% dari 22 siswa. Sedangkan 55% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat kemampuan kerjasama siswa perlu ditingkatkan. Hasil pengisian


(17)

kuesioner kondisi awal terdapat pada lampiran 1 halaman 122.

Dari hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 45% dari 22 siswa mendapat nilai ulangan harian matematika yang mencapai KKM sedangkan 55% dari 22 siswa belum mencapai KKM. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah dalam mata pelajaran matematika. Nilai kondisi awal dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 123.

Penjelasan dari hasil observasi, kuesioner, dan dokumentasi, membuktikan bahwa siswa kelas V SD Kanisius Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat meningkatkan kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar matematika. Proses pembelajaran matematika pada penjelasan tersebut cenderung menggunakan soal abstrak dan tidak memulai dengan konteks. Hal ini bertentangan dengan kurikulum pembelajaran matematika yang hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah sesuai dengan situasi nyata (Tim penyusun, 2007).

Oleh sebab itu, diperlukan bentuk pembelajaran lain yang dapat mengkaitkan situasi nyata dengan materi pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih aktif terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Davies (Riyanto, 2009: 161), setiap hal yang dipelajari siswa, siswa harus mempelajari sendiri karena tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Oleh karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran hendaknya mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif untuk berinisiatif dalam menemukan pengetahuan yang dibutuhkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dan terlibat aktif sehingga pembelajaran menjadi efektif. Peter Kline (Hartono, dkk, 2012: 30), juga mengungkapkan


(18)

learning is most effective when it’s fun, yang berarti belajar sangat efektif jika menyenangkan.

Bentuk pembelajaran yang dapat digunakan yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran khusus matematika yang tidak langsung memulai proses pembelajaran matematika pada tingkat formal melainkan menggunakan konteks untuk membangun konsep matematika (Wijaya, 2012: 41). Oleh sebab itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan pendekatan PMRI untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa. Melalui penerapan pendekatan PMRI dalam mata pelajaran matematika, siswa akan membangun pengetahuannya sendiri bukan hanya diberi tahu oleh guru melalui rumus-rumus matematika. Sama halnya dengan ungkapan Freudenthal (Wijaya, 2012: 20) bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai tetapi sebagai bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika.

Siswa diharapkan mampu menemukan keterkaitan antara konsep-konsep matematika dari setiap masalah kontekstual yang ditemuinya melalui penerapan pendekatan PMRI. Dengan demikian, siswa tidak cepat melupakan pengetahuan yang diperolehnya. Riyanto (2009: 161) dan Hartono, dkk (2012, 18) menegaskan bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri hal-hal yang dipelajari, bukan mengetahuinya. Dengan menggunakan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menemukan dan menguasai konsep matematika. Uraian tersebut menegaskan bahwa pendekatan PMRI dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar


(19)

matematika. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan

Menggunakan Pendekatan PMRI”.

B.Pembatasan Masalah

Masalah yang diteliti mengenai peningkatan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan menggunakan pendekatan PMRI.

C.Perumusan Masalah

1. Bagaimana upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika pada siswa kelas V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI? 2. Bagaimana upaya meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa kelas

V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI?

D.Pembatasan Istilah

Peneliti membatasi istilah yang digunakan dalam penelitian supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya sebagai berikut:

1. Kerjasama dalam belajar

Kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu dalam pembelajaran.

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru, yang diukur dengan tes.

3. Matematika

Matematika adalah ilmu yang dipelajari dengan cara menarik kesimpulan dari materi.


(20)

4. Pendekatan PMRI

Pendekatan PMRI adalah konsep pemikiran pembelajaran khusus matematika yang diawali dengan konteks sehingga siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah.

E.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peningkatan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.

2. Mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat bagi peneliti, guru, siswa, dan sekolah antara lain:

1. Bagi Peneliti

Memenuhi tugas skripsi yang menjadi salah satu syarat mendapat gelar sarjana pendidikan dan sebagai bekal untuk menjadi seorang guru SD.

2. Bagi Guru

Menambah wawasan untuk menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi siswa

Memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan operasi hitung perkalian dan pembangian pecahan.

4. Bagi sekolah


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kajian Teori

1. Kerjasama dalam Belajar

a. Pengertian Kerjasama dalam Belajar

Kerjasama menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 682), diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan yang ditangani oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Isjoni (Kartomo, 2012) menjelaskan bahwa kerjasama berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Oleh karena itu, kerjasama diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

Menurut Nurhidayati (2010: 25), kerjasama merupakan keinginan untuk bekerjasama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari kelompok. Sedangkan menurut Fitria dan Sukma (2006: 22) kerjasama adalah mengerjakan sesuatu secara bersama untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Dari paparan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru dari pengalaman dan hasil interaksi saat menyelesaikan suatu tugas.

b. Indikator Kerjasama dalam Belajar

Indikator kerjasama menurut Nurhidayati (2010: 26) antara lain, setiap anggota kelompok mampu mengungkapkan harapan positif; setiap anggota kelompok mampu berkomunikasi secara positif; dan setiap anggota


(22)

kelompok membangun semangat dalam kelompok. Menurut Riyanto dan Martinus (2008: 21) syarat kelompok kerja yang efektif antara lain; adanya sikap saling percaya; adanya sikap saling mendukung; adanya komunikasi yang terbuka; menerima suatu konflik sebagai hal wajar; dan saling menghormati keunikan masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan indikator kerjasama meliputi menungkapkan harapan positif dan berkomunikasi positif.

Indikator harapan positif meliputi: melaksanakan keputusan kelompok; mengetahui tujuan kegiatan; sesama anggota kelompok merupakan teman belajar; kelompok akan berhasil menyelesaikan tugas; anggota kelompok saling memberikan pujian; anggota kelompok saling memberi semangat; dan setiap anggota kelompok mendapatkan tugas sesuai kemampuan. Sedangkan indikator berkomunikasi positif meliputi: percaya diri saat berpendapat; berpendapat dengan sukarela; mendengarkan pendapat teman; menanggapi pendapat teman; menanyakan hal yang belum jelas dalam kegiatan; menjawab pertanyaan teman; mempertahankan pendapat dengan bukti yang kuat; dan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang akan berpendapat.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Arifin (2011: 12) menuliskan bahwa prestasi berarti hasil usaha yang berkaitan dengan aspek pengetahuan. Selain itu, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau kemampuan menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru, yang selalu


(23)

dikaitkan dengan tes hasil belajar/tes prestasi (Mulyono dalam Wahyuni, 2012: 7). Suryabrata (2001: 250), juga menuliskan bahwa prestasi merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur dan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1101) mengartikan prestasi belajar sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, prestasi belajar adalah ukuran kecakapan nyata yang diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungan.

Winkel (2004: 58) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan/keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai dengan bobot nilai yang diraihnya. Sedangkan prestasi belajar menurut Olivia (2011: 73) adalah puncak hasil belajar yang mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang ditetapkan. Peneliti menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar siswa sehubungan dengan kemampuan siswa yang harus dimiliki selama waktu tertentu yang diukur dengan tes.

b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern (Muhbbin, 2002: 122). Faktor intern mencakup keadaan fisik, kecerdasan otak, sikap, dan keadaan emosi siswa (Hakim, 2012: 11). Keadaan fisik yang sehat, kuat, dan tanpa cacat akan menguntungkan dan memberikan


(24)

hasil belajar yang baik. Sedangkan kecerdasan otak yang dimaksud adalah tingkat kecerdasan (intelligent quotien/ IQ). Kecerdasan adalah salah satu aspek penting yang menentukan berhasil atau tidaknya belajar seseorang (Hanafiah & Cucu, 2012 dan Hakim, 2012). Siswa yang memilki IQ normal dan/atau tinggi dapat menyerap banyak pengetahuan sehingga prestasi belajarnya pun relatif lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang

ber-IQ rendah.

Sikap juga mempengaruhi prestasi belajar. Jika siswa memiliki sikap positif pada guru dan pelajaran maka siswa akan dapat mudah memahami pelajaran. Hartono, dkk (2012) juga menjelaskan bahwa materi pelajaran yang tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun jika suasana belajar membosankan, tidak menarik, dan siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami. Keadaan emosi maksudnya keadaan yang cenderung labil mengenai pandangan terhadap sesuatu yaitu minat dan motivasi. Jika siswa tidak memiliki minat dan motivasi yang stabil terhadap pelajaran maka prestasinya pun tidak stabil. Oleh karena itu, dengan adanya minat dan motivasi, siswa dapat belajar dengan ihklas dan senang hati sehingga akan berhasil dengan baik.

Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar adalah lingkungan, baik lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial meliputi keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan keadaan masyarakat. Sedangkan lingkungan non sosial yang meliputi keadaan fisik tempat tinggal misalnya rumah berada di gunung atau di seberang sungai; cuaca yang tidak menentu; fasilitas sekolah misalnya gedung sekolah, alat peraga dan/atau media,


(25)

kurikulum, keprofesionalan guru, kondisi pembelajaran, dan lainnya. Keprofesionalan pengajar meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi personal, dan kompetensi profesional. Keberhasilan belajar juga dipengaruhi oleh pembelajaran yang dapat mengajak siswa untuk bersikap partisipatif dan interaktif. Melalui pembelajaran partisipatif dan interaktif akan memunculkan komunikasi multi arah secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, serta guru, siswa, dan lingkungan sekitar.

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

a. Pengertian Pendekatan PMRI

RME (Realistic Mathematics Education) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Pendidikan Matematika Realistik (PMR) awal mulanya dikembangkan di Institude Freudenthal di Belanda yang didirikan pada tahun 1971 oleh Hans Freudenthal, (Ramadhan, 2009). Pendidikan Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas (Gravemeijer dalam Marpaung, 2008: 6). Dengan demikian, PMR merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang bertujuan untuk membantu siswa lebih mudah mempelajari konsep matematika berdasarkan realita.

Muhsetyo (2008: 1) juga berpendapat bahwa Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan pembelajaran matematika secara kontekstual yang mengaitkannya dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa. Oleh sebab itu, PMR hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk


(26)

menemukan pemecahan masalah dengan cara mereka sendiri berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Siswono (2006: 2) juga mengemukakan bahwa Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) berdasar pada teori pendidikan matematika yang dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta

konteks di Indonesia, sehingga diberi akhiran ”Indonesia” agar memberi ciri

yang berbeda.

Hadi (2005) mengungkapkan paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI menekankan pada proses pembelajaran yakni aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan. Aktivitas siswa ini yang diharapkan menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu. Sedangkan Wijaya (2012: 21) menjelaskan bahwa dalam PMRI, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk pembelajaran (a source for learning). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pendekatan PMRI merupakan suatu sudut pandang pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika yang diawali dari masalah kontekstual yang ada di Indonesia sehingga memudahkan siswa dalam membangun konsep matematika.

PMRI dikembangkan oleh para ahli dengan mengadaptasi teori belajar konstruktivisme (Marpaung, 2008: 7). Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Glasersfeld & Matthews dalam Suparno, 2012: 18 dan Suyono & Hariyanto, 2011: 107). Dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI, siswa juga diajak untuk


(27)

mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, untuk dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga memperoleh pengetahuan baru.

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI akan membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pembelajaran diawali dengan konteks lalu dikonstruksikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Dengan konteks dan konstruksi ini, siswa akan dapat membentuk pengetahuan pada konsep-konsep baru. Uno (2007: 132) menuliskan bahwa hakikat belajar matematika didasarkan pada teori kontruktivisme yakni anak dihadapkan pada masalah kontekstual yang diperoleh ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.

b. Karakteristik Pendekatan PMRI

Pendekatan PMRI seperti yang dijelaskan oleh Treffers (dalam Marpaung, 2008: 7 dan Wijaya, 2012: 21) mengakomodasi lima karakteristik antara lain:

phenomenological exploration (eksplorasi fenomenologis/ penggunaan

konteks), using models and symbols for progressive mathematization (penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif), using students’

own construction (penggunaan hasil konstruksi siswa), interactivity

(interaktivitas), dan intertwinement (keterkaitan). Kelima karakteristik pendekatan PMRI diuraikan sebagai berikut:

1) Penggunaan konteks

Wijaya (2012: 21) menjelaskan maksud dari karakteristik penggunaan konteks bahwa siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi fenomena


(28)

atau konteks yang realistik melalui pembelajaran matematika realistik. Konteks atau permasalahan nyata merupakan hal pokok dalam pembelajaran matematika. Lebih lanjut Wijaya (2012: 21) dan Pratini (2008: 118) mengungkapkan permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika yang dapat dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, maupun situasi lain yang dapat dibayangkan oleh siswa. Melalui penggunaan masalah kontekstual itu diharapkan siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah hingga menemukan jawaban akhir dari masalah.

Freudenthal (Wijaya, 2012: 31) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika secara dekontekstual dengan menempatkan matematika sebagai suatu objek terpisah dari realita menyebabkan konsep matematika cepat dilupakan. Kondisi siswa yang cepat melupakan pelajaran ini yang membuat matematika dianggap sulit. Kaiser (Wijaya, 2012: 31) menjelaskan penggunaan konteks diawal pelajaran bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Jika siswa tertarik dalam belajar maka proses pembelajarannya pun menjadi bermakna dan materi yang dipelajari tidak cepat dilupakan. 2) Pengunaan model dan simbol untuk matematika progresif

Penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif maksudnya pembelajaran matematika realistik menggunakan model-model dan simbol-simbol untuk memudahkan siswa dalam mengubah cara berpikir konkrit menjadi berpikir formal (Wijaya: 41). Melalui model ataupun simbol yang digunakan, diharapkan dapat membantu siswa untuk


(29)

memahami masalah realistik yang ditemui dan mudah menemukan pemecahan masalahnya.

3) Penggunaan hasil konstruksi siswa

Suparno (2012: 16) menuliskan bahwa dalam belajar, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa diberi kebebasan untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah sehingga siswa akan dapat memperoleh strategi pemecahan masalah yang bervariasi. Karakteristik tersebut dicapai jika siswa dibimbing untuk dapat berpikir matematis sehingga siswa tidak hanya menguasai prosedur/rumus matematika tetapi juga memahami konsep yang melandasi rumus tersebut (Pratini, 2008: 119). Wijaya (2012: 22) juga mengungkapkan bahwa karakteristik ketiga ini bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika dan mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. 4) Interaktivitas

Wijaya (2012: 72) menjelaskan dalam karakteristik ini bahwa proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan merupakan proses sosial. Wijaya (2012: 70) juga mengungkapkan dalam paham sosial konstruktivis, perkembangan kognitif individu merupakan suatu hasil dari komunikasi dalam kelompok sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, pembelajaran juga harus dapat melatih kemampuan komunikasi siswa dengan teman maupun guru serta masyarakat.

Pratini (2008: 119) memaparkan bahwa proses pendidikan matematika realistik menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam


(30)

pembelajaran baik interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran matematika tidak hanya memunculkan interaksi antar siswa tetapi siswa dengan guru dan siswa dengan lingkungan sekitar dan guru berkewajiban untuk memunculkan interaksi itu di dalam pembelajaran.

5) Keterkaitan

Karakteristik keterkaitan memiliki arti bahwa pembelajaran matematika hendaknya dapat menunjukkan hubungan dari berbagai konsep matematika yang meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar, dan statistika (Pratini, 2008: 116). Wijaya (2012: 23) menjelaskan bahwa satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan. Dengan pembelajaran matematika yang mengkaitkan lebih dari satu konsep, siswa akan dapat mempelajari konsep matematika dengan lebih bermakna dan mengetahui bahwa setiap konsep matematika itu tidak bersifat parsial.

4. Matematika

a. Pengertian dan Tujuan Matematika

Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan individualitas (Uno, 2007: 129). Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 8) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembukktian secara induktif. Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata, 2010: 46) matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema


(31)

yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang dipelajari secara deduktif lalu menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari sehingga mampu memecahkan berbagai persoalan praktis.

Tujuan mata pelajaran matematika seperti yang tertulis dalam kurikulum SD (Tim Penyusun, 2007) yaitu agar siswa memiliki kemampuan dalam memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Soedjadi (2000: 28) menuliskan tujuan pengajaran matematika di sekolah dasar adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin. Oleh karena itu, tujuan khusus pendidikan matematika ialah mengembangkan pengetahuan dasar matematika siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari.

b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika

Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata, 2010: 47) standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar kompetensi dirinci dalam komponen kompetensi dasar yang dituliskan dalam kurikulum sekolah. Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI seperti yang tertulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD (Tim penyusun, 2007 dan 2011) terdapat pada tabel 2.1.


(32)

Tabel 2.1. Pembagian Pengajaran Aspek Pelajaran Matematika

No. Kelas Aspek yang Diajarkan

1. Satu Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 2. Dua Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 3. Tiga Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 4. Empat Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 5. Lima Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 6. Enam Aspek bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan

pengolahan data

Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa aspek yang diajarkan pada siswa kelas satu hingga kelas lima adalah aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran. Sedangkan siswa kelas enam diajarkan ketiga aspek yaitu aspek bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Aspek bilangan sejak kelas satu hingga kelas enam selalu diajarkan. Akan tetapi, dari data yang di peroleh saat melakukan analisis masalah di SD Kanisius Totogan, peneliti menyatakan bahwa aspek bilangan cenderung menimbulkan masalah dari segi prestasi belajar siswa.

Hasil dokumentasi menunjukkan bahwa selama satu tahun terakhir 45% dari 22 siswa mendapat nilai ulangan harian mencapai KKM, sedangkan 55% dari 22 siswa belum mencapai KKM. Oleh sebab itu, peneliti memilih permasalahan prestasi belajar pada aspek bilangan yaitu kompetensi dasar 5.3 mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, sebagai bahan penelitian.

c. Pecahan

1) Pengertian pecahan

Heruman (2007: 43) mengartikan pecahan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Sedangkan menurut Sukajati (2008: 6), pecahan berasal dari bahasa Latin, fractio, yang berarti memecah menjadi bagian yang kecil. Sedangkan Richard W. Copeland (Pusporini, 2012: 23) mengartikan


(33)

pecahan sebagai parts of a set: a fraction can represent parts of a set of

objects as well as parts of a single unit, yang berarti bagian dari

sekumpulan: sebuah pecahan dapat menunjukkan bagian dari sekumpulan benda seperti bagian dari suatu kesatuan. Dengan demikian, pecahan merupakan bagian dari keutuhan.

Sukayati (2003:1) menjelaskan bahwa pecahan ditulis dalam bentuk

dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Menurut Husein (2008: 2) menyatakan bahwa bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam , a adalah bilangan bulat dan b

adalah bilangan asli. Bilangan rasional dibagi menjadi dua, yaitu (1) bilangan bulat apabila a habis dibagi b dan (2) bilangan pecahan apabila a tidak habis dibagi b. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan

a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan bilangan a bukan kelipatan bilangan b.

2) Bentuk pecahan

Bentuk pecahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan desimal, dan persen. Pecahan biasa merupakan pecahan yang penyebutnya lebih besar daripada pembilang (KBBI, 2008: 983). Menurut Sukayati (2003: 1), pecahan biasa adalah lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan). Triveri (1989: 53) menjelaskan bahwa If the


(34)

called a proper fraction, yang memiliki arti jika pembilang dari pecahan

kurang dari penyebutnya maka pecahan disebut pecahan murni. Contoh

pecahan biasa antara lain: , , dan seterusnya.

Pecahan campuran merupakan pecahan yang lambang bilangannya terdiri dari bilangan asli dan pecahan asli. Triveri (1989: 55) menjelaskan a

mixed number is the sum of a whole number and a proper fraction, yang

berarti pecahan campuran adalah jumlah dari bilangan bulat dan pecahan murni. Dalam pecahan campuran bilangan bulat dan pecahan biasa ditulis

bersebelahan tanpa simbol penjumlahan. Contohnya antara lain: 2 dan .

Triveri (1989: 55) menyatakan bahwa pecahan desimal adalah pecahan yang ditulis degan menggunakan tanda koma (,) untuk menunjukkan bahwa bilangan yang di belakang koma (,) itu kurang dari 1. Bilangan tersebut dapat diperoleh dengan mengubah penyebut pecahan menjadi kelipatan 10.

Contoh pecahan desimal yaitu,

yang biasa ditulis 0,2.

Triveri (1989: 55) menjelaskan bahwa persen berarti perseratus. Pecahan biasa yang penyebutnya 100 disebut persen. Persen dilambangkan dengan

% yang artinya per seratus. Contoh persen yaitu,

yang biasa ditulis 15%.

3) Operasi hitung pada pecahan

Operasi hitung pada pecahan di SD dibedakan menjadi empat, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dalam penelitian, operasi pecahan yang diteliti mengenai perkalian dan pembagian. Perkalian pecahan dapat dilakukan dengan menjumlahkan pecahan secara berulang.


(35)

Perkalian pecahan juga dapat diperoleh dari mengalikan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Perkalian pecahan dibagi menjadi dua yaitu perkalian pecahan dengan bilangan asli dan perkalian pecahan dengan pecahan. Contoh perkalian pecahan dengan bilangan asli

yaitu x 2 = . Sedangkan perkalian pecahan dengan pecahan

contohnya x = .

Pembagian pecahan dapat dilakukan dengan mengurangkan pecahan secara berulang. Pembagian pecahan juga dapat dilakukan dengan cara mengalikan bilangan dengan kebalikan dari bilangan pembagi. Pembagian pecahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembagian pecahan dengan bilangan asli dan pembagian pecahan dengan pecahan.

Pembagian pecahan dengan bilangan asli, contohnya : 6 = n. Langkah

pertama mengubah bilangan asli menjadi pecahan biasa yaitu .

Selanjutnya diperoleh : 6 = :

= x . Sedangkan pembagian pecahan dengan pecahan, contohnya 0,56 : 0,8 = n. Langkah pertama adalah mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa, sehingga

menjadi

= 0. Dengan demikian diperoleh hasil dari 0,56 : 0,8 =7.

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan pertama adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Rismawati (2011) yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar


(36)

Kelas V SD Kanisius Kalasan Tahun Pelajaran 2010/2011. Kondisi awal prestasi

belajar siswa adalah 40% dari 35 siswa mencapai KKM. Setelah dilakukan penelitian pada siklus II diperoleh hasil 79,41% dari 34 siswa memenuhi KKM. Hasil tersebut telah mencapai kriteria penelitian sebesar 65% sehingga penelitian dihentikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peneliti menyimpulkan penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan prestasi belajar dalam menyelesaikan soal cerita pada peserta didik kelas V SD Kanisius Kalasan tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian yang relevan kedua dilakukan oleh Danoebroto, Sri W. (2008) dengan judul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui

Pendekatan PMRI dan Pelatihan Metakognitif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan metakognitif lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Siswa juga menyatakan senang terhadap proses pembelajaran dan kegiatan pemecahan masalah, memiliki keyakinan yang positif tentang belajar matematika, menunjukkan antusiasme, keceriaan, dan kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI dan pelatian metakognitif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan metakognitif meningkatkan kemampuan siswa dalam proses memecahkan masalah hingga memecahkan masalah dan siswa senang mengikuti pembelajaran matematika.

Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian tindakan kelas oleh Wismaningtyas, Dyah Rahayu, (2009) dengan judul Penerapan Model STAD


(37)

SDN Sumberagung I Ngantang Malang. Kondisi awal persentase kerjasama siswa

sebesar 39,28%. Selain itu, kondisi awal hasil belajar siswa yang berasal dari rata-rata skor pos-tes adalah sebesar 46,32% dan ketuntasan belajar klasikal siswa sebesar 42,6%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada peningkatan kerjasama dan hasil belajar siswa kelas V SDN Sumberagung I yang ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata persentase kerjasama siswa meningkat menjadi 72,25 % pada siklus II. Selain itu, peningkatan hasil belajar siswa dapat diketahui dari rata-rata skor pos-tes menjadi 81,1% pada siklus II, dan ketuntasan belajar klasikal siswa pada siklus II sebesar 88,8 %. Kesimpulan penelitian ini adalah penerapan model STAD dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar perkalian dan pembagian pecahan.

Penelitian yang akan dilakukan peneliti berjudul Meningkatkan Kerjasama

dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan Menggunakan Pendekatan PMRI. Ketiga penelitian yang telah diuraikan tersebut

memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam hal penggunanaan pendekatan PMRI, kerjasama dan prestasi belajar matematika. Oleh karena itu, ketiganya digunakan sebagai penelitian yang relevan sehingga memperkuat bukti bahwa pendekatan PMRI dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika.

C.Kerangka Berpikir

Tujuan pendidikan matematika ialah mengembangkan pengetahuan dasar matematika siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi nyata dan dilakukan dengan menyenangkan. Jika masalah


(38)

yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat dibanyangkan siswa maka siswa akan dapat aktif dan kreatif dalam menemukan alternatif pemecahan masalah. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum tampak pada kegiatan pembelajaran.

Dari hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa guru relatif memberi tugas saat pembelajaran dan tugas yang diberikan berupa soal abstrak. Selain itu, siswa cenderung mengerjakan tugas secara individu sehingga kemampuan kerjasama siswa menjadi kurang baik. Hal itu diperkuat dengan hasil kuesioner yang membuktikan bahwa 45% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama yang baik dan 55% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Selain itu, dari hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 55% dari 22 siswa mendapat nilai ulangan harian belum mencapai KKM dan 45% dari 22 siswa mencapai KKM. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60. Oleh karena itu, siswa kelas V SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah.

Uraian kondisi tersebut, mendukung bahwa siswa kelas V SD Kanisius Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar. Peneliti memilih pendekatan PMRI untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika. Melalui penerapan pendekatan PMRI, siswa dibantu untuk meningkatkan pemahamannya pada konsep matematika sehingga siswa tidak hanya menghafalkan rumus tetapi juga dapat menemukan alternatif pemecahan masalah. Selain itu, siswa diharapkan mampu mengkaitkan antara konsep matematika dengan konsep matematika yang lain, misalnya konsep bilangan dengan konsep pengukuran dan geometri yang terdapat dalam soal kontekstual.


(39)

Penerapan pendekatan PMRI, bukan hanya bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penalaran matematika, tetapi juga akan dapat mengembangkan kreativitas serta kemampuan komunikasi siswa. Siswa diharapkan dapat bertukar masalah maupun informasi dengan teman-temannya dalam kerja kelompok. Siswa akan aktif bertanya mengenai hal yang belum dipahami kepada guru dan teman sehingga memunculkan pengetahuan baru yang sebelumnya belum terpikirkan oleh guru maupun siswa. Melalui kegiatan-kegiatan itu, siswa diharapkan akan mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga kerjasama dan prestasi belajar matematikanya akan meningkat.

D.Hipotesis Tindakan

1. Upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan dilakukan dengan penerapan karakteristik interaktivitas pendekatan PMRI pada kegiatan pembelajaran.

2. Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan dilakukan dengan penerapan lims karakteristik pendekatan PMRI pada kegiatan pembelajaran.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dan peneliti. Model penelitian yang digunakan adalah model penelitian dari Kemmis dan Taggart. Uno (2011: 87) menggambarkan model penelitian dari Kemmis dan Taggart yang disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart

Sumber: Uno, (2011: 87)

Model tersebut menggambarkan bahwa penelitian diawali dari perencanaan, melakukan tindakan, melakukan pengamatan, dan refleksi pada setiap siklusnya Arikunto, (2008). Namun, dalam pelaksanaannya jumlah siklus tergantung kepada permasalahan yang perlu diselesaikan. Tahap perencanaan merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan tindakan pada kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Perencanaan berisi rencana tindakan yang akan dilakukan peneliti untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil belajar


(41)

di kelas yang dilakukan dengan menyiapkan materi yang akan diajarkan, membuat rancangan pembelajaran beserta alat peraga yang diperlukan (Aqib, 2007 dan Kunandar, 2001: 71).

Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan tindakan. Tahap ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh guru yang direncanakan oleh peneliti sebagai upaya perbaikan atau perubahan yang diinginkan (Aqib, 2007). Guru melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan materi, alat peraga, maupun pendekatan dan penilaian yang telah direncanakan. Tahap ketiga adalah pengamatan. Tahap ini merupakan kegiatan mengamati proses pembelajaran untuk mengetahui hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan (Aqib, 2007). Kunandar (2001: 73) mengatakan observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti (dapat berkolaborasi dengan teman atau guru) mengamati setiap tingkah laku siswa yang disesuaikan dengan indikator yang akan diukur. Pengamatan juga dapat dilakukan menggunakan camcorder.

Tahap keempat adalah refleksi. Refleksi dilakukan untuk merenungkan kembali proses pembelajaran yang telah terjadi. Renungan dapat mengenai kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami penjelasan guru, indikator keberhasilan yang tidak tampak, kendala yang dirasakan guru, dan lain sebagainya. Hasil renungan itu lalu dianalisis dan disimpulkan. Melalui kesimpulan, peneliti dapat mengetahui peningkatan kerjasama dan prestasi belajar, sehingga dapat memutuskan siklus dihentikan atau dilakukan siklus selanjutnya dengan beberapa perbaikan dalam tindakannya. Refleksi dapat dilakukan pada setiap akhir pertemuan dan akhir siklus.


(42)

B.Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Kanisius Totogan, yang beralamat di Totogan Madurejo Prambanan Sleman Yogyakarta. Sekolah Dasar ini merupakan SD swasta di bawah naungan Yayasan Kanisius yang berada di wilayah Kecamatan Parambanan Sleman. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kanisius Totogan tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa, terdiri dari 13 siswa laki-laki dan sembilan siswa perempuan. Sedangkan objek yang diteliti adalah peningkatan kerjasama dan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI.

Waktu penelitian dilakukan selama delapan bulan, yang dimulai dari bulan Januari 2013 hingga Agustus 2013. Pelaksanaan tindakan dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2013 yaitu tepat pada waktu KD 5.3 mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, diajarkan pada siswa kelas V. Jadwal penelitian tercantum dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agust

1. Pengumpulan data kondisi awal dan observasi

√ 2. Penyusunan Proposal dan

pembuatan instrumen √ √

3. Pengumpulan Data √ √

4. Analisis Data √ √

5. Penyusunan Skripsi √ √ √

6. Ujian Skripsi √

7. Perbaikan Skripsi √


(43)

C.Rencana Tindakan

Rencana tindakan penelitian yang dilakukan didasarkan pada keempat tahap pelaksanaan PTK yang meliputi perencanaan, pengamatan, pelaksanaan tindakan, dan refleksi. Rincian kegiatan pada setiap siklusnya diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan

Peneliti membuat perencanaan berdasarkan masalah yang ditemui di lapangan. Penetapan masalah itu berdasarkan hasil pengamatan, hasil kuesioner, dan hasil dokumentasi yang berasal dari nilai ulangan harian. Berdasarkan kegiatan tersebut, peneliti mengambil permasalahan mengenai pelajaran matematika dalam materi pecahan. Peneliti merencanakan ada dua komponen yang akan ditingkatkan yaitu kerjasama dan prestasi belajar dengan menggunakan pendekatan PMRI.

Peneliti menyusun rencana tindakan dengan menyiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media, kisi-kisi, lembar kerja siswa, dan soal ulangan harian. Perangkat pembelajaran disesuaikan dengan pendekatan PMRI. Instrumen dan perangkat pembelajaran yang akan digunakan diuji validitas dan reliabilitasnya oleh tim validator, sebelum digunakan.

Peneliti merencanakan terdapat tiga kali pertemuan pada satu siklus penelitian. Setiap pertemuan beralokasi waktu 3x40 menit (3JP). Pertemuan pertama diisi dengan penanaman konsep perkalian pecahan menggunakan soal kontekstual dan media pembelajaran serta kegiatan berkelompok. Pertemuan kedua digunakan untuk pemantapan konsep perkalian yang tetap menggunakan soal kontekstual, media pembelajaran, serta kegiatan


(44)

berkelompok. Sedangkan pertemuan ketiga digunakan untuk pemantapan konsep perkalian dan ulangan harian.

2. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan pembelajaran disusun sesuai lima karakteristik pendekatan PMRI. Penerapannya dalam materi perkalian pecahan sebagai berikut:

a. Konteks

Karakteristik konteks akan tampak pada penggunaan cerita kontekstual pada apersepsi, lembar kerja siswa, dan soal evaluasi. Cerita kontekstual (soal cerita) yang digunakan merupakan soal cerita yang dapat dibayangkan oleh siswa dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya kegiatan jual beli.

b. Pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa

Karakteristik pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa akan tampak ketika siswa menyelesaikan soal pada lembar kerja maupun soal evaluasi. Hasil perhitungan siswa saat mengerjakan soal tersebut dikatakan sebagai hasil konstruksi karena siswa menggunakan cara yang mereka ketahui. c. Penggunaan model untuk matematika progresif

Karakteristik ini akan terwujud pada penggunaan media dan gambar-gambar pada soal cerita dan apersepsi selama pembelajaran. Media yang digunakan contohnya berupa botol air mineral, gambar kendaraan, gambar kegiatan jual-beli, gambar bunga, gambar pensil, dan gambar baju.

d. Interaktivitas

Interaktivitas akan diwujudkan dalam aktivitas selama pembelajaran baik aktivitas siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa dalam kerja


(45)

kelompok. Kerja kelompok dilakukan saat mengerjakan lembar kerja siswa dan melakukan permainan domino pecahan.

e. Keterkaitan

Keterkaitan akan diterapkan pada soal kontekstual, contohnya keterkaitan antara konsep bilangan dengan konsep geometri dan pengukuran tampak

pada soal seperti berikut: “Bu Rina membeli 6 botol air mineral. Setiap botol

berukuran 250 mililiter, tetapi Bu Rina merasa kesusahan saat membawanya, maka Bu Rina bermaksud untuk menuang seluruh air ke dalam botol yang lebih besar ukurannya. Berapa botol yang dibutuhkan Bu Rina jika ukuran

botol adalah liter?”

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan perencanaan, situasi proses tindakan, dan dampak pelaksanaan tindakan terhadap kemampuan bekerjasama serta prestasi belajar yang dimiliki siswa. Peneliti akan mengamati dan mencatat setiap hal yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Pengamatan yang dilakukan peneliti menggunakan metode anecdotal record sehingga hasilnya berupa catatan anekdot. Catatan anekdot ini mengenai kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selam proses pembelajaran dan kesesuainnya dengan perencanaan. Peneliti meminta bantuan kepada guru dan teman untuk mengamati dan mencatat setiap kejadian yang dilakukan siswa selama kegiatan berkelompok. Observer menggunakan lembar checklist ketika melakukan pengamatan. Peneliti melakukan pendokumentasian kegiatan pembelajaran dengan camcorder.


(46)

4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk merenungkan kembali proses pembelajaran yang telah terjadi, untuk menganalisis, memaknai, dan menyimpulkan hasil pengamatan terhadap kerjasama dan prestasi belajar. Refleksi dilakukan pada setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Refleksi di akhir pertemuan digunakan untuk mengetahui kekurangan dalam pembelajaran dan pemecahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam pertemuan berikutnya. Sedangkan refleksi di akhir siklus digunakan untuk mengetahui hasil yang diperoleh selama melakukan tindakan sudah mencapai indikator keberhasilan tindakan atau belum.

Jika ternyata kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan maka peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas untuk melakukan perencanaan siklus selanjutnya dengan berbagai perbaikan misalnya langkah kegiatan dan/atau instrumen pembelajaran berdasarkan hasil refleksi. Akan tetapi, apabila kerjasama dan prestasi belajar siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yang diinginkan maka siklus dapat dihentikan.

Hasil refleksi di akhir siklus I digunakan untuk perbaikan pada siklus II. Sedangkan hasil refleksi pada akhir siklus II digunakan sebagai pertimbangan siklus selanjutnya. Jika hasil siklus II telah mencapai target keberhasilan maka penelitian akan dihentikan. Namun, jika hasil siklus II belum mencapai target keberhasilan maka penelitian akan dilanjutkan siklus III.


(47)

D.Teknik Pengumpulan Data

Menurut Margono (2010: 158), Sugiyono (2011: 203), dan Sukmadinata (2008: 216) teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian yaitu teknik observasi, teknik kuesioner, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, teknik kuesioner, dan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data. Tiga teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Teknik observasi

Observasi diartikan sebagai teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2008: 220). Metode observasi yang digunakan peneliti antara lain anecdotal record dan behavioral checklist. Anecdotal record merupakan metode observasi yang hanya membawa kertas kosong untuk mencatat perilaku yang unik dan penting yang dilakukan subjek penelitian (Herdiansyah, 2012: 133). Peneliti mencatat suasana kelas, aktivitas siswa, dan kinerja guru ketika pembelajaran berlangsung serta kesesuaiannya dengan perencanaan. Lebih lanjut, Herdiansyah (2012: 136) juga menjelaskan metode

behavioral checklist adalah metode dalam observasi yang mampu memberikan

keterangan mengenai muncul atau tidaknya perilaku yang diobservasi dengan memberikan tanda cek (√) jika perilaku yang diobservasi muncul.

Teknik observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif yaitu kerjasama dalam belajar yang dilakukan siswa. Peneliti melakukan observasi secara langsung dan menggunakan instrumen observasi berupa lembar checklist yang dipersiapkan berdasarkan indikator kerjasama


(48)

dan menggunakan camcorder untuk mendokumentasikan aktivitas yang dilakukan siswa dan guru selama pembelajaran.

2. Teknik kuesioner

Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis oleh responden (Margono, 2010: 167). Peneliti menggunakan kuesioner bertruktur (tertutup) karena peneliti meyiapkan pernyataan yang disertai alternatif pilihan jawaban sehingga responden hanya perlu memilih kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. Kuesioner diberikan sebelum penelitian dan sesudah tindakan setiap siklusnya. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data mengenai kerjasama siswa.

3. Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip dan buku-buku tentang teori, pendapat, dalil dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2010: 181). Peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data mengenai prestasi belajar siswa. Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi merupakan data dari hasil nilai ulangan harian. Alat pengukuran yang digunakan berupa tes. Tes tersebut berjenis tes tertulis dan berbentuk tes uraian objektif dan tes objektif.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, sedangkan instrumen non tes digunakan untuk mengukur kerjasama dalam belajar siswa.


(49)

1. Instrumen tes

Tes adalah suatu alat ukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam situasi yang distandardisasikan, dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok (Masidjo, 2010: 38). Ditinjau dari tujuannya, tes yang digunakan oleh peneliti berupa tes formatif. Tes formatif diberikan pada akhir pelajaran berupa ulangan harian. Hal ini diperkuat dengan tulisan Masidjo (2010: 55) yang menjelaskan bahwa tes formatif diberikan pada akhir setiap program kegiatan instruksional. Jenis tes yang digunakan adalah objektif berupa isian singkat dan uraian berupa soal cerita.

Ulangan harian digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta didik setelah seluruh materi selesai diajarkan. Soal ulangan harian instrumen satu ini berjumlah 15 soal, yang terdiri dari 5 soal berbentuk uraian (soal cerita) dan 10 soal berbentuk isian singkat. Peneliti memutuskan untuk menggunakan lima belas soal pada penelitian karena disesuaikan dengan alokasi waktu pada pertemuan. Soal yang dipilih merupakan soal yang telah dinyatakan valid dan reliabel. Perhitungan validitas dan reliabilitas soal diuraikan oleh peneliti pada bagian validitas dan reliabilitas instrumen. Lima belas soal UH tersusun dari 50% soal dengan kriteria sedang, 30% soal dengan kriteria mudah, dan 20% soal dengan kriteria sukar. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60.

Perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh peneliti meliputi silabus, RPP, bahan ajar, LKS, soal ulangan harian serta kunci jawaban dan kriteria penskoran. Silabus terdapat pada lampiran 3 halaman 124, RPP dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 130, bahan ajar terdapat pada lampiran 5 halaman


(50)

141, dan LKS pada lampiran 6 halaman 145. Soal ulangan harian terdapat pada lampiran 7 halaman 152 serta kunci jawaban dan kriteria penskoran dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 153. Kisi-kisi soal ulangan harian siklus I dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Ulangan Harian Siklu Satu Standar Kompetensi: 5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar: 5.3Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan. Materi Pokok: Pecahan

Indikator Bentuk

soal

No soal

Tingkat Kesulitan Md Sd Sk 1. Melakukan perkalian persen dengan

bilangan asli.

Uraian

1, 2 √ √

2. Melakukan perkalian pecahan desimal dengan pecahan desimal

Uraian, isian

singkat 3, 8 √ √

3. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan bilangan asli.

Uraian

4 √

4. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran

Isian singkat

1, 6 √ 5. Melakukan perkalian persen dengan

pecahan desimal.

Isian singkat

2 √

6. Melakukan perkalian pecahan campuran dengan pecahan desimal.

Isian singkat

3 √

7. Melakukan perkalian pecahan campuran dengan pecahan campuran.

Isian singkat

4 √

8. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan desimal.

Isian singkat

5 √

9. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan persen.

Isian singkat

7 √

10.Melakukan perkalian pecahan campuran dengan persen.

Isian singkat

9 √

11.Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan biasa.

Isian singkat

10 √

12.Melakukan perkalian pecahan campuran dengan bilangan asli.

Uraian

5 √

Berdasarkan tabel 3.2, diketahui bahwa soal dengan kriteria mudah terdapat pada nomor soal 5 pada soal uraian dan nomor 1, 5, 6, dan 10 pada soal isian singkat. Sedangkan soal dengan kriteria sedang terdapat pada nomor soal 1 dan 4 pada soal uraian serta pada soal nomor 2, 3, 4, 7, dan nomor 8


(51)

pada soal isian singkat. Soal dengan kriteria sukar terdapat pada nomor soal 2 dan 3 pada soal uraian serta nomor 9 pada soal isian singkat.

2. Instrumen non tes

Non tes merupakan suatu alat ukur yang berupa rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang kurang distandardisasikan dan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar yang dapat diamati secara konkret dari individu atau kelompok (Masidjo, 2010: 58). Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner dan lembar pengamatan.

a. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengukur kerjasama dalam belajar. Kuesioner terdiri dari 30 item pernyataan yang terbagi menjadi 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif. Setiap pernyataan disusun berdasarkan indikator kerjasama dalam belajar siswa. Peneliti menggunakan skala Likert yang dimodifikasi pada pembuatan kuesioner. Djaali dan Pudji (2007), Sudjana (2010: 81), dan Riduwan (2002: 13) menegaskan bahwa skala Likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Peneliti merancang kuesioner dengan bentuk item tertutup dengan empat pilihan jawaban. Peneliti menggunakan empat pilihan jawaban dan mengilangkan alternatif jawaban netral supaya tidak ada jawaban yang berada pada wilayah abu-abu. Mardapi (2008: 122), bahwa untuk memperjelas jawaban responden, skala likert hanya menggunakan empat pilihan.


(52)

Pengisisan kuesioner dengan cara memberi tanda centang (√) pada kolom pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), atau sangat tidak setuju (STS) pada setiap pernyataan. Pernyataan positif skor 4, 3, 2, 1. Skor 4 untuk jawaban sangat setuju, 3 untuk jawaban setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Sedangkan untuk item negatif skor dikonversikan sehingga skor 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, skor 3 untuk jawaban tidak setuju, 2 untuk jawaban setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Kisi-kisi kuesioner dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kisi-kisi Kuesioner Kerjasama

No. Indikator Pernyataan positif Pernyataan negatif 1. Mengungkapkan harapan

positif

1, 3, 5, 7, 9, 11,14 2, 4, 6, 8, 10, 12, 13

2. Berkomunikasi positif 15, 17, 19, 21, 23, 25, 27, 29

16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30

Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa pernyataan positif pada indikator mengungkapkan harapan positif terdapat pada nomor 1, 3, 5, 7, 9, 11, dan 14. Sedangkan pernyataan negatif pada indikator mengungkapkan harapan positif terdapat pada nomor 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 13. Pernyataan positif pada indikator berkomunikasi positif terdapat pada nomor 15, 17, 19, 21, 23, 25, 27, dan 29. Sedangkan pernyataan negatif pada indikator berkomunikasi positif terdapat pada nomor 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, dan 30.

b. Lembar pengamatan

Peneliti juga melakukan observasi untuk pengumpulan data tentang kerjasama. Pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung.


(53)

Sesuai metode pengamatan yang digunakan, peneliti membawa kertas kosong untuk mencatat kejadian penting baik yang dilakukan guru maupun siswa selama pembelajaran. Pengamat juga menggunakan lembar

checklist untuk mengetahui muncul tidaknya indikator kerjasama selama

pembelajaran. Dalam tabel checklist, peneliti lebih dulu menuliskan indikator yang akan diamati dan saat indikator itu muncul maka pengamat hanya perlu memberikan tanda cek pada lembar checklist. Lembar

checklist berisi lima komponen dari indikator berkomunikasi positif yang

dapat diamati yaitu: berpendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, menanggapi pendapat, dan mempertahankan pendapat. Lembar checklist untuk lebih jelasnya pada tabel 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.4. Lembar Checklist Kerjasama

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengamatan oleh observer, indikator perilaku yang diamati meliputi berpendapat, menanggapai, bertanya, menjawab pertanyaan, dan mempertahankan pendapat. Indikator tersebut diturunkan dari indikator utama yaitu berkomunikasi positif. Peneliti hanya mengamati pada indikator berkomunikasi positif sedangkan indikator mengungkapkan harapan positif tidak diamati karena memang indikator berkomunikasi positif yang dapat diamati.

No. No. Respon

Indikator Perilaku

Berpendapat Menanggapi

pendapat Bertanya

Menjawab pertanyaan

Mempertahankan pendapat 1. 1

2. 2 3. 3 4. dst


(54)

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Validitas adalah konsep yang berkaitan dengan kemampuan suatu tes untuk mengukur yang seharusnya diukur (Purwanto, 2007: 123 dan Sudijono, 2008: 166). Peneliti menggunakan content validity, face validity, dan construc validity. Content validity (validitas isi) adalah pengujian validitas dilakukan atas isinya untuk memastikan setiap butir tes mengukur secara tepat keadaan yang ingin diukur (Purwanto, 2007: 125). Content

validity dilakukan peneliti dengan meminta pertimbangan (expert judgement)

dosen ahli. Content validity bertujuan untuk menguji kelayakkan dan kesesuaian instumen penelitian dengan indikator yang diukur.

Instrumen penelitian yang divalidasi oleh dosen yang berkompeten dalam bidangnya berupa kuesioner, silabus, RPP, bahan ajar, kisi-kisi, serta soal ulangan harian. Silabus, RPP, bahan ajar, kisi-kisi, soal ulangan harian, dan kriteria penskoran. Berdasarkan hasil validasi, peneliti melakukan revisi pada silabus, RPP, bahan ajar, dan soal. Pada saat melakukan komunikasi dengan dosen ahli, peneliti mendapat saran untuk menuliskan lima karakteristik PMRI pada silabus, RPP, dan bahan ajar. Dengan keterangan tersebut, perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI akan tampak perbedaannya dengan perangkat pembelajaran yang lain. Selanjutnya, peneliti merevisi silabus, RPP, dan bahan ajar dengan menambahkan karakteristik PMRI yang muncul pada setiap indikator dan kegiatan pembelajaran.


(55)

Peneliti juga mendapat saran untuk membuat soal yang disertai ilustrasi/ gambar sehingga dapat memudahkan siswa dalam memahami soal. Sedangkan kriteria penskoran yang digunakan hendaknya langsung dituliskan langkah penyelesaiannya dan diberi skor bukan berupa kalimat. Oleh sebab itu, peneliti melakukan revisi pada soal dengan menambah gambar yang sesuai. Kriteria penskoran juga direvisi dengan menuliskan langkah penyelesaiannya dan skor pada setiap langkah. Skor hasil validasi dosen ahli pada perangkat pembelajaran terdapat pada lampiran 16 halaman 185.

Kuesioner kerjasama yang digunakan juga divalidasi oleh dosen yang berkompeten dalam bidangnya. Berdasarkan hasil validasi, terdapat dua item yang harus diperbaiki yaitu item saya berpendapat dari awal hingga akhir kerja kelompok diganti dengan saya berpendapat tanpa memperdulikan teman sekelompok, sedangkan item saya mendapat tugas yang sama dengan anggota kelompok yang lain diganti dengan saya mendapat tugas yang lebih berat daripada anggota lain dalam kelompok. Selain itu, petunjuk pengisian kuesioner perlu diperjelas dan alternatif jawaban perlu diperbaiki. Alternatif jawaban yang menimbulkan jawaban ambigu sebaiknya dihilangkan. Oleh karena itu, peneliti melakukan pergantian kedua item tersebut dan item yang lain dapat digunakan. Skor hasil validasi kuesioner oleh dosen ahli terdapat pada lampiran 17 halaman 189.

Peneliti juga melakukan face validity (validitas permukaan). Face validitiy bertujuan untuk memperoleh pertimbangan dari guru mata pelajaran mengenai perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, rencana


(56)

pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, kisi-kisi soal, dan soal evaluasi. Arifin (2011: 248) menjelaskan bahwa validitas permukaan dilakukan dengan melihat tampang pada instrumen itu sehingga jika suatu instrumen secara sepintas telah dianggap baik untuk mengungkap fenomena yang akan diukur maka instrumen tersebut sudah memenuhi syarat validitas permukaan.

Hasil validasi dari guru kelas menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran sudah baik namun perlu disesuaikan dengan format sekolah. Hal-hal yang perlu diperbaiki antara lain: penggunaan kata siswa yang diganti dengan peserta didik dan guru menjadi pendidik; indikator, tujuan, dan kegiatan pembelajaran memuat competence, conscience, dan

compassion. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian, peneliti

memperbaiki perangkat pembelajaran sesuai dengan saran guru kelas agar layak digunakan. Meskipun, penelitian dilakukan di SD Kanisius yang telah menerapkan Pendekatan Pedagogy Reflektif (PPR) namun peneliti dapat melakukan penelitian menggunakan pendekatan PMRI. Hal ini disebabkan oleh adanya karakteristik pendekatan PMRI yang sesuai dengan PPR. Marpaung (2008: 7) juga menuliskan bahwa pedagogi ikut membentuk cara memandang RME dan adaptasinya dalam wujud PMRI.

Skor yang diperoleh peneliti dari tim ahli kemudian dihitung rata-ratanya; jika rata-rata <2,7 (kurang dari 2,7) maka peneliti akan melakukan perbaikan pada instrumen penelitian/ perangkat pembelajaran namun jika rata-rata sudah menunjukkan >2,7 (lebih dari atau sama dengan 2,7) maka peneliti tidak melakukan perbaikan. Hasil perhitungan lalu dikonversikan menjadi data kualitatif skala lima dengan kategori yang terdapat pada tabel 3.5.


(57)

Tabel 3.5. Kriteria Kualitas Perangkat Pembelajaran

No. Tingkat Perangkat Penbelajaran

Skor Standar

Hasil

Rata-rata Kriteria

1. 90%-100% A 2,7-4,0 Perangkat pembelejaran sangat baik 2. 80%-89% B 2,4-2,6 Perangkat pembelejaran baik 3. 70%-79% C 2,1-2,3 Perangkat pembelejaran cukup baik 4. 60%-69% D 1,8-2,0 Perangkat pembelejaran kurang baik 5. < 59% E < 1,7 Perangkat pembelejaran sangat kurang baik

Sumber:(Arifin, 2011:254 )

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa jika rata-rata perangkat pembelajaran adalah 2,7-4,0 maka tergolong sangat baik; jika rata-rata 2,4-2,6 maka kategori perangkat baik, dan rata-rata 2,1-2,3 termasuk kategori cukup baik. Selain itu, rata-rata 1,8-2,0 tergolong kurang baik dan jika rata-rata < 1,7 maka perangkat pembelajaran sangat kurang baik. Hasil perhitungan validasi instrumen penelitian berupa kuesioner adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6. Hasil Penilaian atau Validasi Kuesioner

Berdasarkan tabel 3.6, terdapat 12 komponen yang dinilai oleh validator. Dua belas komponen tersebut antara lain: (1) kelengkapan unsur-unsur kuesioner; (2) kesesuaian antara indikator dan item-item pernyataan; (3) ketepatan pemilihan kata dalam kusioner; (4) terdapat pernyataan unfavorabel dan favorabel; (5) kejelasan perintah pengisian kuesioner; (6) Penggunaan bahasa Indonesia dan tata tulis baku; (7) pertanyaan atau pernyataan tidak bermakna ganda; (8) pertanyaan atau pernyataan tidak membuat responden berpikir terlalu berat; (9) pertanyaan atau pernyataan

Validator Komponen

Rata-rata Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12


(58)

tidak menggiring responden dalam menjawab; (10) pertanyaan atau pernyataan tidak terlalu panjang; (11) urutan pertanyaan atau pernyataan dimulai dari yang umum menuju ke khusus; dan (12) pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan variabel yang akan diteliti.

Tabel 3.6 juga menunjukkan bahwa rata-rata hasil validasi sebesar 3,83 sehingga kuesioner tergolong sangat baik. Peneliti juga melakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, RPP, Bahan ajar, LKS, dan soal evaluasi kepada dua dosen yang berkompeten pada pelajaran matematika. Hasil perhitungan validasi instrumen pembelajaran berupa silabus terdapat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7. Hasil Penilaian atau validasi Silabus

Validator Komponen

Rata-rata Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dosen 2 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3,78 Silabus sangat baik Dosen 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3,78

Rata-rata 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3,78

Berdasarkan tabel 3.7 terdapat sembilan komponen yang dinilai oleh validator. Kesembilan komponen tersebut antara lain: (1) kelengkapan unsur-unsur silabus; (2) kesesuaian antara SK, KD dan indikator; (3) kualitas perumusan pengalaman belajar; (4) ketepatan pilihan perilaku esensial dalam indikator; (5) kualitas perilaku yang dituntut dalam indikator mencerminkan keutuhan perkembangan pribadi siswa.

Komponen selanjutnya (6) tingkat kecukupan sumber belajar yang digunakan; (7) ketepatan dalam memilih media; (8) kesesuaian teknik penilaian yang digunakan dengan indikator; dan (9) penggunaan bahasa Indonesia dan tata tulis baku. Selain itu, tabel 7 menunjukkan bahwa


(59)

rata-rata hasil validasi dari dua dosen ahli sebesar 3,78 maka dikatakan silabus sangat baik sehingga layak digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan validasi instrumen pembelajaran berupa RPP terdapat pada tabel 3.8.

Tabel 3.8. Hasil Penilaian atau Validasi RPP

Komponen Validator Rata-rata Dosen 2 Dosen 3

1 4 4 4

2 4 4 4

3 3 4 3,5

4 3 4 3,5

5 4 4 4

6 4 3 3,5

7 4 3 3,5

8 4 4 4

9 4 4 4

10 4 3 3,5

11 4 4 4

12 4 4 4

13 4 3 3,5

14 4 4 4

15 4 4 4

16 3 4 3,5

17 4 3 3,5

18 4 4 4

19 3 4 3,5

20 4 3 3,5

21 3 3 3

Rata-rata 3,76 3,67 3,71

Tabel 3.8 menunjukkan bahwa rata-rata hasil validasi dari dua dosen ahli sebesar 3,71 maka dikatakan RPP sangat baik sehingga layak digunakan. Selain itu terdapat 21 komponen yang dinilai oleh validator. Kedua puluh satu komponen tersebut antara lain: (1) kelengkapan unsur-unsur RPP; (2) kesesuaian rumusan tujuan pembelajaran dengan indicator; (3) pemenuhan syarat-syarat dalam perumusan tujuan pembelajaran; (4) isi rumusan tujuan meliputi keutuhan perkembangan pribadi siswa; (5) ketepatan dalam memilih pendekatan atau model pembelajaran; (6) ketepatan dalam memilih metode atau teknik pembelajaran; (7) kemenarikan, variasi, dan ketepatan teknik


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi

Universitas Sanata Dharma 2013

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan PMRI dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Kanisius Totogan yang terdiri dari 22 siswa dan objek penelitian adalah meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian dilakukan melalui dua siklus. Setiap siklus penelitian meliputi empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Hasil kuesioner kerjasama pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memiliki tingkat kemampuan kerjasama tergolong baik sebesar 77% sehingga telah mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal sebesar 45% dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 75%. Hasil ulangan harian pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM sebesar 86% sehingga mengalami peningkatan sebesar 41% dari kondisi awal (45%) dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 70%. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan karakteristik pendekatan PMRI merupakan upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas V SD Kanisius Totogan.

Kata kunci: kerjasama dalam belajar, prestasi belajar, matematika, dan pendekatan PMRI


(6)

ABSTRACT

INCREASE COOPERATION AND ACHIEVEMENT OF LEARNING MATHEMATICS GRADE V SD KANISIUS TOTOGAN USING PMRI

APPROACH

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi Sanata Dharma University

2013

This research was a Classroom Action Research that aims to know the applicability of PMRI approach in an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics grade V SD Kanisius Totogan. The subject of research was the grade V SD Kanisius Totogan which consisted of 22 students and the object of research increased cooperation and achievement of learning mathematics that use PMRI approach. Research was conducted through two cycles. Each cycle consisted of four stages: planning, implementation, observation, and reflection.

Results of cooperation questionnaire on cycle II showed the percentage of students who had the ability level of cooperation was good for 77% so that had undergone an increase to 32% from the initial conditions of 45% and had exceeded 75% success criteria. The results of the daily test on cycle II showed the percentage of students who got daily test score reached of KKM amounted to 86% so that experienced an increase of 41% from the initial conditions (45%) and had exceeded the success criteria of 70%. Therefore, the researchers concluded that implementation of the characteristics of PMRI approach was an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics for students grade V SD Kanisius Totogan.

Key words: cooperation of learning, learning achievement, mathematic, and PMRI approach.