Perjanjian Kredit TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PERBANKAN

administrasikan oleh orang yang sama. Kredit sindikasi juga meliputi jumlah kredit yang besar, dan setiappeserta kredit sindikasi masing-masing bertanggung jawab untuk bagian jumlah kreditnya. h. Jenis kredit dilihat dari lokasi bank a. Kredit onshore Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing dan dilaksanakan melalui cabang bank tersebut di dalam negeri. b. Kredit offshore Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing melalui cabang bank di luar negeri.

C. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan salah satu bagian yang sangat strategis dalam kehidupan perbankan. Karena perjanjian kredit merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana Surplus of Funds dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana Lack of Funds. Kenyataan yang nyata adalah Perjanjian Kredit merupakan pelayanan nyata dari baank dalam kehidupan serta pengembangan perekonomian. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata menyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Elemen dari perjanjian kredit tersebut adalah perjanjian, oleh karena itu syarat sah nya perjanjian kredit sama hal nya dengan syarat sah perjanjian yang diatur didalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan 4 syarat sah nya suatu perjanjian, yaitu 48 : 1. Adanya kesepakatan Sepakat berarti bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Jadi, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya secara bebas atau suka rela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata kata sepakat tidak sah apabila diperoleh karena adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan. 2. Cakap untuk membuat perjanjian Pada dasarnya setiaporang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakpa menurut hukum. Dalam pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : a. Orang yang belum dewasa b. Mereka yang dibawah pengampuan c. Orang perempuan dalam hal-halyang ditetapkan oelhh udnang- undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Kecakapan harus ada pada subjek yang membuat karena ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya akibat adanya perjanjian 48 Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Kredit Secara Sehat Modul Sertifikasi Bidang Kredit Tingkat I Untuk Kredit Officer, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014 Hal. 185 tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 tahun atau sudah kawin, sedangkan UU Perkawinan memberikan batas usia dewasa itu 18 tahun. Orang yang berada dibawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros atau tidak sehat pikirannya, karenanya orang ini tidak dapat berbuat bebas terhadap kekayaannnya sehingga ia dibawah pengawasan pengampuannya. Dalam pasal 108 KUHPerdata dinyatakan bahwa wanita yang telah bersuami tidak cakap untuk membuat perjanjian dan kerana nya ia harus meminta ijin dari suaminya. Namun Mahkamah Agung telah mengeluarkan S.E.M.A No 3 tahun 1963 yang isinya antara lain agar para hakim tidak lagi menerapkan pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya. Setelah keluarnya UU Perkawinan tahun 1974 dalam pasal 31 ayat 1 dengan jelas mengatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalm kehidupan rumah tangga dan pergaulan dimasyarakat dan dalam ayat 2 dijelaskan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan woorowereenkomst dari penyerahan uang. Perjanjian ini merupakan hasil sepakat antara pemberi dan penerima jaminan mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Bila dilihat dari sudut pandang perikatan, maka syarat dan ketentuan perjanjian kredit ini termasuk dalam ke perjanjian sepihak. Dapat dikatakan dengan perjanjian sepihak karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen. Inilah yang kemudian disebut dengan sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian kredit dapat dikatakan sebagai perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam transaksi perbankan adalah bank yang bersangkutan dan pihak lain dalam transaksi perbankan adalah nasabah dari bank tersebut dan pada dasarnya perjanjian baku tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Perjanjian baku dapat dirumuskan dalam pengertian bahwa perjanjian baku merupakan perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Perjanjian baku terkadang tidak memperhatikan isinya, tetapi hanya menekankan pada bagian pentingnya dengan janji-janji atau kalusula yang harus dipenuhi oleh para pihak yang menggunakan perjanjian baku. 49 Persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perjanjian baku tersebut harus diterima oleh pihak lain secara keseluruhan tanpa adanya negoisasi diantara para pihak. Perjanjian kredit dilihat dari bentuknya merupakan perjanjian baku atau perjanjian standar, karena dalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu. Formulir tersebut diberikan kepada setiap calon nasabah yang akan mengajukan permohonan fasilitas kredit. Setiap calon nasabah hanya akan ditanyakan apakah dapat menerima dan menyetujui syarat-syarat yang terdapat dalam formulir yang diberikan atau tidak. 50 49 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Jakarta, Bankir Indonesia, 1993, Hal. 3. 50 Johannes Ibrahin, Cross Default dan Cross Collateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung, PT. Refika Aditama, 2004, Hal. 30 Apabila calon debitur menerima dan menyetujui seluruh ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, namun apabila calon debitur tidak menyetujui atau keberatan dengan isi dari perjanjian tersebut maka calon debitur hanya tidak perlu menandatangani perjanjian tersebut. Perjanjian kredit tidak mempunyai suatu bentuk tertentu karena tidak ditentukan oleh undang-undang isi dari perjanjian tersebut. Hal ini menyebabkan perjanjian kredit di setiap bank tidak sama, karena disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank. Akan tertapi dalam praktiknya perjanjian kredit bank dibuat dalam dua bentuk, yaitu : 1. Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan diatur dalam Pasal 1874 KUHperdata Akta bawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Agar akta bawah tangan tidak mudah dibantah maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang berakibat akta bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktiian seperti akta otentik. 2. Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHperdata Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak terdapat ketentuan tentang perjanjian kredit bank. Menurut ketentuan Hukumm Perdata Indonesia perjanjian kredit merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Menurut Buku III KUHPerdata, perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam yang mempunyai sifat rill, yaitu terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh setelah penyerahan uang oleh bank kepada nasabah. Kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang membutuhkannya, namun dalam pemberian kredit haruslah memenuhi unsur-unsur pokok dari kredit tersebut. Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian yang mengandung risiko dalam hal adanya ketidaksediaan atau ketidakmampuan debitur dalam mengembalikan fasilitas kredit sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. 51 Oleh karena itu pihak bank akan melakukan upaya-upaya dalam mengamankan fasilitas kredit yang akan diberikan. Pengamanan tersebut dilakukan antara lain dengan melakukan analisis baik secara yuridis maupun secara ekonomis sebelum menyetujui permohonan kredit yang diajukan oleh calon debiturnya. 52 Secara yuridis dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri, oleh karena itu analisis yuridis yang dilakukan oleh bank yaitu dengan mengacu pada terpenuhinya syarat-syarat sah nya suatu perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: a. Adanya kesepakatan di antara kedua belah pihak b. Cakap untuk melakukan perjanjian c. Adanya suatu sebab yang halal dan 51 Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit DPK, Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015. 52 Wawancara dengan Bapak Ikhwan SImanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit DPK, Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015. d. Adanya suatu hal tertentu Sedangkan analisis secara ekonomi yang dilakukan oleh bank yaitu dengan menerapkan prinsip yang dikenal dalam dunia perbankan sebagi prinsip The Five C’S of credit analisis, yaitu : 53 1. Penilaian Watak Character Penilaian watak atau kepribadian dari calondevitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak menyulitkan pihakbank dikemudian hari. 2. Penilaian Kemampuan Capacity Yaitu keahlian calon debitur dalam usahanya dan kemampuan menegerialnya sehingga bank yakin bahwa usaha yang dibiayainya dikelolah oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debitur dalam waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya. 3. Penilaian terhadap Modal Capital Yaitu analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan masa yang akan dating, sehinngga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang berangkutan. 4. Penilaian terhadap Agunan Collateral Yaitu jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Jaminan ini bersifat tambahan karena jaminan utama kredit adalah pribadi dari calon nasabah dan usahanya. 53 Rachamadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, Hal. 247-248 5. Penilaian terhadap Prospek Usaha Debitur Condition of Economy Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan adalah keadaan ekonomi pada umumnya, baik ekonomi nasional maupun ekonomi internasional serta keadaan ekonomi calon debitur. Kelima faktor-faktor tersebut diastas menjadi ukuran kemampuan penerima kredit untuk mengembalikan pinjaman kreditnya. Dari kelima faktor analisa kredit ini mengandung 3 tiga unsur pokok, yaitu : 1. Unsur subjektif, yaitu berupa modal 2. Unsur objektif, yaitu berkenaan dengan organisasi, administrasi, modal dan keadaan ekonomi 3. Unsur yuridis, yaitu yang berkenaan dengan struktur yuridis dari badan usaha penerima kredit dari bank. Selain prinsip The Five C’S of credit analisis tersebut juga digunakan prinsip lain dalam melakukan penilaian terhaap fasilitas kredit yang dikenal dengan prinsip 4P yaitu : 54 A. Personality Personality menyangkut kepribadian dari isi permohonan kredit antara lain mengenai riwayat, pengalamannya dalam bentuk berusaha, dan pergaulan hidup dalam masyarakat. B. Purpose Yaitu menyangkut tujuan penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan. 54 Hermansyah, Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta 2005, Hal. 59-60 C. Payment Yaitu kemampuan pemohon kredit unutk melunasi hutang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. D. Prospect Yaitu mengenai bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit, setelah mendapatkan kredit. Selain pengamanan dengan melakukan analisis yang mendalam terhadap calon debitur, bank juga melakukan pengamanan yang dituangkan dalam klausula-klausula perjanjian kredit bank itu sendiri. Dalam hal ini bank akan memasukkan ketentuan-ketentuan atau klausula- klausula yang diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pihak bank. Perjanjian kredit sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan sebagai berikut : 55 1. Memenuhi kebasahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank. 2. Memuat jumlah kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud. Perjanjian kredit bank minimal harus memuat klausula yang berhubungan dengan: 56 1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, diantaranya tentang jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas ijin penarikan. 55 Ikatan Bankir Indonesia, Op.Cit Hal . 187 56 Elisabeth Elvira A. Marcus, Perjanjian Kredit Bank Sebagai Upaya Pengamanan Pihak Bank, Universitas Diponegoro Semarang, 2006, Hal. 105 2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit, diantaranya bea materai, provisi atau commitment fee dan denda kelebihan bank. 3. Kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro atau rekening kredit penerima kredit untuk suku bunga denda kelebihan tarik dan bunfa tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban penerima kredit. 4. Representation dan warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit atas pembebanan dan segala harta kekayaan penerima kredit menjadi jaminan pelunasan kredit. 5. Condition precedent, yaitu syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit untuk pertama kalinya. 6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan. 7. Affirmative dan negative covenants, yaitu kewajiban-kewajiban dan pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakuya perjanjian kredit. 8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka prngawasan dan penyelamatan kredit. 9. Event of default atau wanprestasi atau cidera janji yaitu tindakan- tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri perjanjian rdit dan untuk seketika akan menagih semua yang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul. 10. Pilihan domisili atau forum atau hukum apabila terjadi pertikaian di dalam penyelesaian kredit antara bank dan nasabah penerima kredit. 11. Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit dan penandatanganan perjanjian kredit. Penerapan klausula-klausula yang demikian adalah upaya bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Bank tidak ingin mengalami kerugian yang disebabkan debitur yang tidak mampu untuk melunasi hutangnya. Walaupun pada saat penandatanganan perjanjian kredit bank, pihak bank dianggap berada dalam posisi yang kuat, tetapi sebaliknya, pada saat pelaksanaan perjanjian kredit perbankan maka bank menjadi pihak yang lemah, karena adanya kemungkinan suatu sebab pengembalian ataupun pelunasan kreditnya akan mengalami kemacetan. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang telah diperjanjikan kepada debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktu, dan disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut telah disetujui oleh para pihak.

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit