Sinar Matahari Hipotesis PENELAAHAN PUSTAKA

membungkus produk makanan dan minuman lainnya Plasticfreebottles, 2013. f. Wadah bernomor daur ulang 6. Wadah ini ditandai dengan angka “6” atau kode “PS” Polystyrene pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan sebagai karton telur, perangkat CD, kemasan busa, dan lain-lain. Pada wadah jenis ini penggunaannya lebih baik dihindari karena dapat meluruhkan styrene dari komponen plastik yang dapat menyebabkan kanker karsinogen serta mengganggu fungsi hormon apabila terpejan ke manusia Plasticfreebottles, 2013. g. Wadah bernomor daur ulang 7. Wadah ini ditandai dengan angka “7”, “other”, atau “PC” Polycarbonate pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan sebagai wadah air minum, botol bayi dan perangkat mobil. Penggunaannya yang lama dapat membuat monomer bisfenol A yang ada luruh kedalam sediaan, oleh karena itu penggunaannya lebih baik dihindari Plasticfreebottles, 2013.

B. Sinar Matahari

Sinar matahari merupakan sumber dari radiasi elektromagnetik. Ketika memancarkan radiasi, sebagian dari radiasi matahari masuk ke bumi melewati atmosfer hingga kemudian sampai ke permukaan bumi. Jumlah dari total radiasi matahari yang sampai ke bumi disebut insolasi Kiil and Houmøller, 2013. Radiasi matahari merupakan jumlah total frekuensi spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Spektrum ini terdiri dari sinar tampak dan radiasi sinar tampak-dekat seperi sinar X, ultraviolet, inframerah dan gelombang radio Solarradiation, 2013. Sinar matahari ketika sampai di atmosfer akan dipantulkan oleh lapisan ozon, sedangkan sisanya diserap dan diubah menjadi panas Kiil and Houmøller, 2013. Sinar ultraviolet UV merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang antara 40 sampai 400 nm 30 hingga 3 eV. Spektrum UV dibagi menjadi UV vakum 40-190 nm, UV jauh 190-220 nm, UV C 220-290 nm, UV B 290-320 nm, dan UV A 320-400 nm. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar tampak. Sinar ini tidak tampak mata oleh manusia, namun nampak bagi sebagian serangga seperti lebah National Aeronautics and Space Administration, 2007. Matahari adalah sumber radiasi UV utama di bumi Zeman, 2011. Sebagian besar sinar UV B dan UV C dapat diabsorbsi oleh lapisan ozon bumi, tetapi residu dari sinar UV B masih bisa mencapai tanah. Residu sinar UV B tersebut bisa diabsorbsi oleh protein dan DNA yang bisa berakibat fatal, seperti terjadinya kanker Gruijl, 1999. Energi yang didapat dari matahari cenderung konstan, namun dapat pula bervariasi tergantung letak dari tempat tersebut pada matahari Kiil and Houmøller, 2013.

C. Bisfenol A

Gambar 1. Struktur bisfenol A NTP-CERHR, 2008 Bisfenol A CAS 80-05-7 merupakan nama yang umum digunakan untuk senyawa 2,2- 4,4’-dihidroksifenil propana, 4,4’-isopropilidendifenol, atau 2,2’-bis4- hidroksifenilpropana. BPA mempunyai berat molekul sebesar 228,29 gmol dan rumus kimia C 15 H 16 O 2 . BPA dihasilkan melalui kondensasi fenol oleh aseton dengan katalis resin penukar ion yang kuat Rykowska and Wasiak, 2006 ataupun dengan kondensasi fenol dan aseton dengan katalis asam NTP-CERHR, 2008. Bisfenol A BPA berwujud padatan putih dan berbau fenolik lembut atau bau seperti “rumah sakit ” NTP-CERHR, 2008. Produk yang berbahan dasar atau menggunakan BPA bisfenol A sudah secara luas digunakan lebih dari 50 tahun yang lalu Felis, Ledakowicz, and Miller, 2011. Tabel I. Sifat fisika-kimia BPA Staples , Dorn, Klecka, O’block and Harris, 1998 Sifat Fisika-kimia BPA Nilai Titik didih 220 C pada 4 mmHg; 399 C pada 760 mmHg Titik lebur 150-157 C Grafitasi 1.060-1.195 gmL pada 20-25 C Kelarutan di air 120-300 mgL pada 20-25 C Tekanan uap 8.7 x 10 -10 -3.96 x 10 -7 mmHg pada 20-25 C Stabilitasreaktivitas - Log K ow 2.20-3.82 Konstanta Henry 1.0 x 10 -10 atm m 3 mol BPA biasanya digunakan sebagai intermediet dalam pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi Ternes and Joss, 2006. Bisfenol A juga biasanya digunakan sebagai bahan penstabil atau antioksidan pada banyak jenis plastik seperti polivinil klorida Ash and Ash, 1995. BPA merupakan suatu bahan kimia yang diproduksi oleh pabrik dalam jumlah massal. Pada tahun 1991, volume produksi BPA mencapai 7,26 milyar g atau setara 16 juta pon HSDB, 2003. Pada pertengahan 2004, produksi BPA di Amerika Serikat tercatat sebanyak 1,024 juta kubik ton atau setara 2,3 milyar pon NTP-CERHR, 2008. Pada tahun 2006, produksi BPA diseluruh dunia mencapai 3,8 juta kubik ton Plastic Europe, 2007, sedangkan konsumsinya pada tahun 2003 di Amerika Serikat sendiri sebesar 856.000 kubik ton 1,9 milyar pon; dimana 619.000 kubik ton 1,4 milyar pon sebagai resin polikarbonat, 184.000 406 juta pon sebagai resin epoksi dan 53.000 kubik ton 117 juta pon digunakan untuk lain-lain NTP-CERHR, 2008. Polikarbonat merupakan polimer dari BPA yang mana akan menghasilkan suatu struktur plastik kuat, jernih, dan tidak mudah hancur. Polikarbonat dibuat dengan mencampur BPA dengan difenil karbonat pada suhu 573 K seperti pada gambar 2 Rykowska and Wasiak, 2006. Gambar 2. Proses pembuatan polikarbonat Rykowska and Wasiak, 2006 Polikarbonat banyak digunakan dalam pembuatan media optik seperti CD dan DVD, pada bidang kelistrikan dan perlengkapan elektronik serta bahan bangunan, poliester unsaturated, resin polisulfon Olea, Pulgar, Perez, Olea-Serrano, Rivas, Novillo-Tertrell et al., 1996 serta pada peralatan yang tahan banting NTP-CERHR, 2008. BPA juga secara luas digunakan pada bidang medis, perlengkapan kesehatan serta kemasan botol dan wadah Beronius and Hanberg, 2011. Selain digunakan murni, plastik polikarbonat dapat pula dicampur dengan material lain untuk membuat material seperti yang digunakan di industri telepon genggam, peralatan rumah tangga dan industri otomotif. Plastik polikarbonat ditandai dengan kode nomor daur ulang “7” atau huruf penanda “PC” didekat symbol daur ulang NTP-CERHR, 2008. Resin epoksi juga luas penggunaannya dan biasanya digunakan dalam pembuatan pelindung dan salut pada serbuk. Penggunaan lainnya pada bidang elektrik dan elektronik, teknik sipil, dan pelindung dalam industri otomotif Beronius and Hanberg, 2011. Resin epoksi juga umum digunakan sebagai bahan pelapis logam seperti pada kaleng minuman, tutup botol serta pipa air NTP-CERHR, 2008.

1. Peruraian BPA dan pemejanannya pada manusia

Pemejanan BPA dari suatu polikarbonat atau resin epoksi terjadi apabila monomer BPA lepas dari bentuk polimernyadari suatu polikarbonat atau resin epoksi. Lepasnya suatu monomer BPA dapat terjadi akibat dari proses polimerisasi yang tidak sempurna atau hidrolisis yang disebabkan peningkatan suhu atau pH yang ekstrim European Chemicals Bureau, 2008 serta pemakaian berkali-kali Nam, Seo, and Kim, 2010. Pemejanan BPA pada manusia terjadi terutama akibat dari makanan yang tercemar BPA sebagai akibat dari penggunaan wadah polikarbonat atau yang mengandung monomer BPA lainnya seperti botol bayi, peralatan makan, dan wadah makanan serta kaleng makanan dan minuman yang dilapisi oleh resin epoksi Beronius and Hanberg, 2011. Selain dari wadah makanan secara langsung, BPA juga dapat terpejan dari sumber berupa debu, udara dan air terutama akibat berenang dan mandi dimana BPA mengkontaminasi lewat kulit. BPA dalam bentuk serbuk juga dapat terpejan melalui permukaan beberapa thermal printing papers, misalnya nota kasir dimana serbuk BPA tersebut terpejan ke kulit ketika bersentuhan dengan kulit Biedermann, Tschudin, and Grob, 2010. Menurut data Toxic Release Inventory, total BPA yang terbebas ke lingkungan pada tahun 2004 adalah sebesar 181.768 pon: dimana 132.256 pon ke udara, 3.533 pon ke air, 172 pon injeksi, dan 45.807 ke tanah NTP-CERHR, 2008. Menurut Staples et al. 1998, degradasi BPA tersebut terjadi akibat BPA yang mampu menyerap sinar ultraviolet terutama sinar yang masuk dan diserap oleh larutan bawaannya serta diketahui bahwa fotolisis dari permukaan air dapat terjadi terutama akibat pengaruh pH, turbiditas, turbulensi, dan sinar matahari. Waktu paruh akibat foto-oksidasi dari BPA berkisar antara 66 jam sampai 160 hari. BPA yang meluruh dari botol dapat mengkontaminasi manusia dan dapat berakibat fatal. BPA mempunyai struktur mirip dengan esterogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor esterogen dan meningkatkan aktivitas esterogen dalam tubuh Ternes and Joss, 2006, BPA juga diklasifikasikan sebagai endocrine discrupting chemical EDC, yang mana BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi dari hormon alami US-FDA, 2008. Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah banyak dilakukan dengan target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Lebih jauh, BPA juga dapat mengacaukan efek pada sistem-sistem endokrin yang lain seperti efek yang dimediasi androgen, hormon tiroid, prolaktin, insulin, dan lainnya Wetherill, Akingbemi, Kanno, McLachian, Nadal, et al., 2007. Penggunaan BPA sebagai polimer untuk produk tambahan makanan baik langsung maupun tidak langsung serta alat-alat kedokteran gigi masih diperbolehkan oleh FDA menurut Peraturan Regulasi Federal Code of Federal RegulationsCFR. Dalam Peraturan Regulasi Federal, BPA 4,4’-isopropilidnedifenol disetujui penggunaannya sebagai anoksomer, dan pelindung pada permukaan wadah makanan dan bahan resin gigi FDA, 2006. Dosis perhari yang diperbolehkan Tolerable daily intakeTDI dari BPA telah ditetapkan oleh European Food Safety Authority EFSA, 2006 adalah sebesar 50 µgKgBB.hari. Walau bagaimanapun, hasil dosis perhariTDI yang diperbolehkan ini diragukan oleh banyak ilmuwan karena hasil EFSA ditetapkan berdasarkan petunjuk yang disetujui dan dikategorikan sebagai petunjuk yang terpercaya dan berkualifikasi sangat baik. Pada kenyataannya, banyak penelitian yang dilakukan tidak berdasarkan petunjuk EFSA menunjukkan hasil yang kontroversi bahwa TDI yang ditemukan dibawah 50 µgkgBB hari bahkan beberapa µgkgBB.hari Richter, Birnbaum, Farabollini, Newbold, Rubin and Talsness, 2007. Beberapa lembaga didunia menetapkan dosis harian yang diperbolehkan atau TDI, seperti di Eropa 0,01 mgKgBB.hari SCF, 2012, 0,05 mgKgBB.hari EFSA, 2013; Amerika Serikat; Kanada sebesar 0,025 mgKgBB.hari Health Canada, 2008; dan Jepang 0,05 mgKgBB.hari AIST, 2007.

2. Metabolisme BPA

Pada manusia dan primata lainnya, BPA yang dikonsumsi secara oral akan dengan cepat terabsorbsi pada dinding usus, terikat dengan asam glukoronat dan diubah menjadi BPA-glukoronid pada metabolisme fase satu first pass metabolism oleh suatu enzim di hati NTP-CERHR, 2008 dan sejumlah kecil BPA diubah menjadi konjugat sulfat gambar 3. Reaksi ini digolongkan sebagai reaksi deaktivasi. Proses glukoronidasi, membuat BPA menjadi lebih larut di fase air polar sehngga akan lebih mudah untuk dieliminasi melalui urin dan meminimalisir kemungkinan untuk berinteraksi dengan proses-proses biologis lainnya. Lebih dari 80 BPA yang dikonsumsi secara oral akan dibuang dari tubuh dalam waktu 5 jam. Bentuk konjugat sulfat inilah yang berperan sebagai pengganggu endokrin INFOSAN, 2009. Gambar 3. Proses biotransformasi BPA pada manusia dan hewan uji menjadi BPA-glukoronid dan BPA-sulfat Aschberger, Castello, Hoekstra, Karakitsios, Munn, Pakalin et al., 2010 Penelitian oral yang dilakukan pada tikus ditemukan bahwa BPA pada jaringan tubuh ditemukan terkonsentrasi pada jaringan hati, ginjal, jaringan mati serta pada otak dan testis konsentrasinya paling rendah Aschberger et al., 2010. Pada kasus yang melibatkan janin, jumlah BPA pada jaringan fetus sama dengan jumlah BPA yang ada pada darah ibu sehingga ini menunjukkan bahwa BPA dapat terdistribusi melalui plasenta. BPA juga dapat berpindah melalui air susu dengan konsentrasi 1-3µgL atau sedikit lebih tinggi dari BPA yang terdapat dalam darah ibu. Data toksikologi menunjukkan bahwa fase embrionikneonatal tidak mempunyai kemampuan untuk mengkonjugasi BPA seperti pada dewasa, namun pada fase embrionikneonatal dapat tetap memetabolisme BPA lewat sulfatasi enzim sulfo- transferase. Fetus merupakan individu yang paling rentan dimana pemaparan BPA tidak hanya terjadi akibat penularan dari induknya melewati plasenta atau air susu namun juga terjadi akibat pemakaian wadah berbahan PC terutama botol susu bayi INFOSAN, 2009. Menurut penelitian dari Domoradzki, Thornton, Pottenger, Hansen, Card, Markham et al. 2004, kemampuan hewan uji tikus yang sangat muda untuk memetabolisme BPA kurang baik dibandingkan dewasa terkait dengan kurang berkembangnya proses glukoronidasi saat tikus berada dalam fase awal kehidupan. Menurut penelitian Ikezuki, Tsutsumi, Takai, Kamei, dan Taketani 2002 serta Welshons, Nagel dan vom Saal 2006, peningkatan dosis pada induk juga akan memicu peningkatan akumulasi sirkulasi BPA pada fetus. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi pula peristiwa dekonjugasi BPA yang menyebabkan BPA yang sudah dideaktivasi BPA yang telah terglukoronidasi dan tersulfatasi menjadi aktif kembalireaktivasi oleh enzim -glukoronidase dan arilsulfatase C menjadi BPA bebas Ginsberg and Rice, 2009. Enzim -glukoronidase merupakan enzim yang tidak hanya terdapat pada saluran pencernaan usus halus, namun juga terdapat pada seluruh bagian tubuh, termasuk plasenta dan hati fetus yang diduga turut berperan dalam akumulasi pada fetus. Arilsulfatase C berkembang pada masa awal kehidupan dan dapat mendekonjugasi BPA sulfat menjadi bentuk bebasnya Aschberger et al., 2010. Pada manusia, BPA yang diekskresikan lewat urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam setelah pemejanan secara oral. Waktu paruh pada manusia ini sangat berbeda dengan hewan pengerat akibat proses resirkulasi enterohepatik yang menyebabkan waktu paruh yang lebih lambat yaitu antara 15 sampai 22 jam Aschberger et al., 2010. Ditemukan pula fakta lain bahwa konsentrasi BPA tidak akan berkurang dengan cepat dengan puasa Stahlhut, Welshons, and Swan, 2009.

3. Dampak BPA

Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah banyak diteliti terutama dengan target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Efek yang lebih terlihat pada pemejanan BPA berupa efek secara fisik, saraf dan perubahan pada perkembangan sifat atau tingkah laku. BPA bersifat sebagai oesterogen lemah dimana mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor oesterogen ERα dan ER daripada oesterogen endogen dan secara cepat dimetabolisme oleh tubuh menjadi BPA-glukoronid dimana secara hormon tidak aktif. Namun BPA mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor esterogen-terhubung ERR- , dimana afinitas yang tinggi inilah yang dilaporkan mengganggu kinerja dari endokrin Endocrine Discrupting Chemical INFOSAN, 2009. Sebagai Endocrine discrupting chemical, BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi dari hormon alami US FDA, 2008. BPA digolongkan sebagai oesterogen lingkungan yang lemah weak environmental oesterogen dikarenakan BPA berikatan dengan reseptor oesterogen alfa dan beta dengan kekuatan ikatan 10.000- 100.000 kali lipat lebih lemah daripada 17 -oestradiol hormon alami Aschberger et al., 2010. Beberapa penelitian dilakukan sehubungan dengan pemejanan dosis kecil BPA dan efek merusaknya pada jaringan yang berhubungan dengan androgen atau oesterogen, misalnya sistem imun, tiroid dan sistem saraf. Penelitian tersebut melaporkan bahwa BPA dapat menstimulasi aforemention cellular response pada dosis kecil baik lewat mekanisme genomik reseptor inti oesterogen ataupun non-genomik berhubungan dengan membran atau transduksi intraseluler Wetherill et al., 2007. Dilaporkan pula efek dari BPA mungkin dimediasi lewat reseptor permukaan sel oesterogen GPR30. BPA diketahui pula eku ipoten dengan 17 -oestradiol dan dietilstilbestrol Alonso-Magdalena, Laribi, Ropero, Fuentes, Ripoll, Soria et al., 2005 dan menunjukkan sifat merusak sifat normal reseptor inti hormon oesterogen di pankreas Adachi, Yasuda, Mori, Yoshinaga, Aoki, Tsujimoto et al., 2005. Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa pemejanan dengan level tinggi selama masa kehamilan danatau laktasi menunjukkan efek berupa kurangnya daya hidup, masalah pada berat badan, pertumbuhan, dan masa awal pubertas yang tertunda pada tikus jantan dan betina. Efek ini terlihat pada dosis yang sama dimana pada dosis ini menimbulkan penurunan berat badan pada hewan yang mengandung. Dosis yang tejadi dapat dihubungkan dengan efek: pubertas yang terlambat ≥50 mgKgBB.hari ; pertumbuhan yang lambat ≥300 mgKgBB.hari; berkurangnya daya hidup ≥500 mgKgBB.hari NTP-CERHR, 2008. Studi pada mencit dan tikus telah membuktikan bahwa paparan BPA pada uterus dapat menyebabkan perubahan susunan bentuk payudara pada remaja dan dewasa Durando, Kass, Piva Sonnenschein, Soto, Luque et al. 2007; Murray, Maffini , Ucci , Sonnenschein, and Soto, 2007; Moral, Wang, Russo, Lamartiniere, Pereira, and Russo, 2008. Pada kelenjar susu mamalia prenatal yang dipaparkan BPA, secara spesifik dilaporkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah struktur epithelial yang belum terdiferensiasi, peningkatan jumlah reseptor progesterone receptor-positive PR +, penurunan tingkat apoptosis dan meningkatkan sensitivitas estradiol Murray et al., 2007; Moral et al. 2008. Pada hewan prenatal yang dipaparkan BPA juga menunjukkan peningkatan jumlah saluran hiperplastik pada hewan dewasa Durando et al., 2007; Murray et al., 2007, lebih pekanya hewan dewasa terhadap paparan BPA yang bersifat karsinogen Durando et al., 2007, serta meningkatkan luka neoplasik pada payudara Murray et al., 2007. Efek pada prostat atau jalur reproduksi laki-laki terjadi pada dosis 2 µgKgBB.hari; pada dosis 475mgKgBB.hari menunjukkan keterlambatan dalam onset pubertas pada tikus jantan dan betina namun tidak ada pengaruhnya pada kesuburan. Beberapa studi juga melaporkan bahwa perlakuan dengan BPA selama masa pertumbuhan dapat menyebabkan perubahan sifat dan perkembangan otak pada tikus. Pada studi karsinogenisitas yang dilakukan dibawah US National Toxicology Program menggunakan mencit F344 dan B6C3F1 menunjukkan pertumbuhan kecil leukemia dan sel tumor testikular interstisial pada tikus jantan. Pada penelitian lainnya, percobaan secara in vivo membuktikan bahwa tidak terdapat aktivitas androgenik maupun anti-androgenik dari BPA INFOSAN, 2009. LD 50 yang ditetapkan untuk tikus secara oral adalah sebesar 3250 mgkg, sedangkan pada mencit secara per oral adalah 2400 mgkg dan peritoneal sebesar 150 mgkg, pada kelinci ditemukan 2230 mgkg secara per-oral dan pemejanan kulit 3 mLkg. Pada hamster 4000 mgkg secara oral serta pada mamalia umumnya 6500 mgkg Sigma-Aldrich, 2004. Menurut penelitian Pant and Deshpande 2012, LD 50 bisfenol A adalah sebesar 841 mgkg i.p. dan 35,26 mgkg i.v. pada tikus.

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase dan merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk dalam bidang analisis kualitatif, kuantitatif maupun preparatif baik farmasi, lingkungan dan lain- lain Gandjar dan Rohman, 2007. KCKT banyak digunakan untuk mengukur kuantitas dalam suatu formulasi. Prinsipnya adalah suatu fase gerak cair dipompa dibawah tekanan kolom yang mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10 µm. Analit tersebut dimasukkan melalui bagian atas kolom melalui katup lengkung dan pemisahan dilakukan berdasarkan lamanya waktu relatif yang diperlukan oleh komponen di dalam fase diam. Penentuan elemen yang keluar dapat ditentukan dengan berbagai detektor Watson, 2005. Pemisahan dengan kromatografi merupakan pemisahan dimana solut atau sampel terpisah oleh karena perbedaan kecepatan elusi akibat melewati suatu fase diam. Pemisahan ini bergantung pada afinitas dan distribusi suatu sampel pada fase gerak dan fase diam. Untuk memisahkan secara optimal, hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya: jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel Gandjar dan Rohman, 2007. Fungsi KCKT yang paling banyak digunakan adalah sebagai pemisah untuk senyawa-senyawa anorganik, senyawa organik, senyawa biologis serta dapat pula untuk senyawa yang tidak mudah menguap, untuk analisis ketidakmurnian. Selain itu, dapat pula menganalisis molekul netral, ionik maupun zwitter ion. KCKT juga cocok untuk senyawa yang strukturnya hampir sama, analisis dalam jumlah sangat sedikit trace analysis ataupun dalam jumlah banyak skala industri Gandjar dan Rohman, 2007. Gambar 4. Pemisahan secara kromatografi Meyers, 2004 Sistem instrumentasi standar untuk elusi isokratik meliputi : a. Reservoir pelarut b. Pompa bertekanan c. Injektor lengkung yang bervolume tetap antara 1 dan 200 µL d. Kolom yang biasanya berupa tabung baja yang dikemas dengan gel silica tersalut oktadesilsilan ODS-bond e. Detektor, biasanya berupa detektor UVVisibel f. Sistem penangkap data yang biasanya berupa suatu integrator komputansi atau perangkat computer yang sesuai Watson, 2005. Gambar 5. Skema sederhana dari HPLC Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010 Pada gambar 5 diatas menunjukkan gambaran skematis dari HPLC dimana terlihat pelarutfase gerak solvent mengalir dari fase gerak solvent reservoir menuju pipa injektor membawa sampel menuju detektor melewati kolom dimana pada kolom inilah terjadi pemisahan sampel berdasarkan komponen-komponennya sampel terelusi dan kemudian terbaca oleh detektor biasanya spektrometer UV atau massa atau detektor lainnya Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Kromatografi fase terbalik Reverse phase chromatography merupakan pilihan pertama ketika akan dilakukan suatu pemisahan senyawa yang mempunyai bentuk ionik atau bersifat netral, menggunakan kolom yang terdiri dari fase yang lebih kurang polar seperti C 8 atau C 18 . Eluen atau fase gerak umumnya adalah campuran antara air dengan asetonitril ACN atau metanol MeOH atau pelarut organik lainnya misalnya isopropanol IPA, atau tetrahidrofuran THF. Pelarut organik yang dipakai untuk sistem kromatografi fase terbalik harus larut air, relatif tidak viskos, stabil selama penggunaan, serta tidak mempengaruhi pembacaan oleh detektor serta harganya terjangkau Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Pada kromatografi data yang dihasilkan berupa puncak Gaussian yaitu apa yang dikenal sebagai puncak peak seperti yang ditunjukkan gambar 6. Puncak peak menunjukkan hasil solut yang terelusi dan terbaca dalam kromatogram, yaitu keseluruhan data kromatografi. Gambar 6. Puncak kromatografi Meyers, 2004 Gambar 7. Kromatogram Meyers, 2004 Kolom merupakan suatu komponen inti dari sebuah rangkaian alat kromatografi cair kinerja tinggi. Teknologi pada kolom telah banyak dikembangkan untuk menjadi semakin efisien, stabil dan reprodusibel. Fase diam stationary phase pun begitu banyak dikembangkan untuk meningkatkan pemisahan menjadi lebih fleksibel untuk semua jenis sampel serta lebih efektif dimana suatu kolom dapat memisahkan sampel yang tidak mungkin dapat dipisahkan pada masa lampau. Sekarang pada umumnya digunakan kolom dengan panjang antara 30 sampai 250 mm serta partikel dengan diameter antara 1,5 sampai 5 μm Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Fase diam dalam suatu sistem kromatografi sangat menentukan waktu retensi dan selektivitas dalam pembacaan data. Pada kromatografi fase terbalik, fase diam yang biasanya digunakan adalah organosilan yang diikat kovalen dengan gugus silanol pada permukaan silika untuk membentuk fase gerak atau ligan R seperti pada gambar 8. Gugus fungsi R biasanya adalah –Cl, -Oet, atau –CH 3 Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Gambar 8. Reaksi pembentukan silika terikat Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Spektrofotometer UV dan visibel merupakan detektor yang paling luas digunakan dalam sistem oktadesilsilan ODS dengan formasi R = – CH 2 17 CH 3 , merupakan fase diam yang paling luas penggunaannya. Sifatnya sangat nonpolar dan biasanya dipilih dalam kromatografi fase terbalik Meyers, 2004. Detektor UVvis mempunyai tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, namun suatu solut harus dapat menyerap sinar pada panjang gelombang UV atau visibel 190- 600 nm untuk dapat terdeteksi oleh sistem ini. Konsentrasi sampel dihitung melalui fraksi cahaya yang ditransmisikan melalui suatu solut yang mengikuti hukum Beer, yaitu: log �� � = εbc dari persamaan diatas, lo menunjukkan intensitas cahaya, l menunjukkan intensitas cahaya yang ditransmisikan, ε merupakan absorbtivitas molar, b lebar kuvet dalam cm, dan c merupakan konsentrasi sampel dinyatakan dalam molL. Absorbsi cahaya pada detektor KCKT biasanya dirancang untuk menghasilkan data berupa absorbansi A, mengikuti persamaan : A = log �� � = εbc Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Pembacaan sampel yang terdeteksi dan terukur oleh detektor ditunjukkan oleh gambar 9. Sampel yang terbaca oleh detektor digambarkan oleh peak yang dipengaruhi oleh besarnya absorbansi yang diserap pada panjang gelombang tertentu yang dipancarkan oleh sumber sinar pada spektra. Pada gambar 9, suatu solut yang dimisalkan dengan sampel X, dan sampel Y. Pada panjang gelombang 280 nm gambar 9b analit Y menunjukkan absorbansi yang kuat, sehingga puncak yang dihasilkan pun akan semakin besar. Pada panjang gelombang 260 nm gambar 9c karena absorbansi keduanya hampir sama, maka puncak yang dihasilkan pun hampir sama. Pada 210 nm gambar 9d, kedua analit punya absorbansi yang tinggi sehingga memunculkan puncak yang tinggi pula. Perlu diingat bahwa munculnya puncak baru puncak Z akan terjadi dan kemunculan ini tidak teramati pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan mulai lemahnya selektivitas detektor Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Gambar 9. Selektivitas panjang gelombang pada detektor UV a spektra absorbansi dengan dua contoh sampel X dan Y serta kromatogram pada b 280 nm, c 260 nm dan c 210 nm Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010 Fase gerak harus dipilih berdasarkan sifat kromatografisnya, yaitu dapat berinteraksi dengan fase diam yang sesuai dan dapat memisahkan campuran sampel secepat dan seefisien mungkin. Pemilihan fase gerak harus mempertimbangkan faktor berikut: a. Viskositas. Dengan viskositas yang rendah maka tekanan kolom dapat lebih ringan dan meminimalisir adanya fenomena transfer massa. b. Transparan saat pengukuran. Apabila suatu fase gerak tidak transparan maka akan dapat mengganggu absorbansi dari sampel. c. Indeks bias. Apabila digunakan, maka indeks bias pada pelarut dan sampel harus berbeda sejauh mungkin terlebih saat pengukuran dekat dengan LOD. d. Titik didih. Apabila suatu sampel akan melewati proses selanjutnya maka akan lebih baik dipilih pelarut dengan titik didih rendah, namun untuk pelarut dengan tekanan uap tinggi harus diwaspadai karena akan mengganggu proses deteksi. e. Kemurnian. Hal ini bergantung pada pemakaian. Apabila pelarut tidak murni digunakan tentu akan mengganggu saat elusi dengan gradien. f. Inert dengan sampel. Apabila terjadi proses oksidasi-reduksi maka dapat digunakan pengawet yang tidak mengganggu pembacaan kromatogram. g. Tahan terhadap korosi. Pelarut harus tahan terhadap korosi yang disebabkan lepasnya HCl dari pelarut terklorinasi akibat cahaya. h. Toksisitas. Pelarut yang digunakan harus seaman mungkin agar tidak menimbulkan efek toksik pada peneliti. i. Harga. Harga untuk pelarut hendaknya terjangkau Meyers, 2004. Proses pemisahan dapat dioptimumkan dengan berbagai cara seperti menyesuaikan fase diam misalnya, antara oktadesil dengan fenil silika atau dengan mengganti fase gerak, sesuai dengan sifat selektivitasnya seperti pada tabel 2. Tabel II. Sifat pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak Meyers, 2004 Selain itu, dalam menentukan sifat pelarut dipergunakan pula segitiga pelarut solvent triangle yang mengelompokkan berbagai pelarut menurut sifatnya, antara lain: asam α, basa β, dan sifat dipolarnya π. Pemilihan pelarut turut menentukan pola dari waktu retensi yang muncul, semakin jauh suatu pelarut dengan pelarut lainnya dalam segitiga maka semakin berbeda pula pola yang ditunjukkan. Dalam banyak pemisahan, dilakukan pencampuran antara dua pelarut. Pelarut pertama yang digunakan biasanya adalah air pada kromatografi fase terbalik dan heksan pada kromatografi fase normal, sedangkan yang kedua merupakan pelarut organik lain yang ditambahkan Meyers, 2004. Sebelum dilewatkan pada fase diam, fase gerak harus terlebih dahulu di-degassing untuk menghilangkan gelembung udara. Dalam sebuah penelitian, gelembung udara merupakan suatu masalah yang dapat mengganggu penghantaran fase gerak oleh pompa maupun berpengaruh terhadap puncak yang dihasilkan Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Gambar 10. Solvent triangle Meyers, 2004 Pompa merupakan komponen penting dalam KCKT. Pompa harus dapat mengalirkan fase gerak pada tekanan tinggi hingga 350 bar bahkan 400 bar, serta menyediakan akurasi dan presisi aliran yang tinggi pada flow rate yang digunakan. Flow rate yang digunakan biasanya berkisar antara 0,1 mL min -1 hingga 5-10 mL min - 1 Meyers, 2004. Dalam pemisahan dengan kromatografi, sering ditemukan berbagai permasalahan dalam prosesnya. Permasalahan yang paling utama adalah pelebaran puncak peak yang muncul sehingga pemisahan tidak sempurna. Hal ini disebabkan oleh berbagai fenomena, yaitu : a. Difusi Eddy. Difusi Eddy merupakan suatu fenomena suatu partikel yang “beruntung” dapat melewati kolom lebih cepat daripada partikel lainnya. Ini dikarenakan adanya suatu rintangan fase diam dalam kolom sehingga membuat suatu partikel akan terbentur dan mengambil jalan lain sehingga membuat waktu tempuh yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan partikel yang tidak terkena rintangan fase diam dan berjalan relatif lurus seperti yang digambarkan gambar 11 Meyers, 2004. Gambar 11. Difusi eddy Meyers, 2004 b. Distribusi aliran. Merupakan suatu aliran yang tidak sama antara fase gerak ketika fase gerak tersebut melewati celah diantara dua atau lebih partikel fase diam. Pada kondisi ini, fase gerak yang berada ditengah tentu akan lebih cepat alirannya daripada yang dekat dengan partikel fase diam Meyers, 2004. Gambar 12. Distribusi aliran Meyers, 2004 Difusi Eddy dan distribusi aliran dapat dikurangi dengan cara membuat partikel fase diam dalam kolom seoptimal mungkin. Distribusi ukuran dalam kolom hendaknya dibuat serapat mungkin. Partikel juga harus seragam dengan perbandingan partikel terkecil dan terbesar sebaiknya tidak melebihi dua, apabila perbandingannya 1,5 maka akan lebih baik misalnya yang terkecil 5 µm, maka partikel yang terbesar tidak boleh lebih dari 7,5 µm Meyers, 2004. c. Difusi longitudinal. Difusi longitudinal terjadi apabila solut terelusi tidak hanya ke satu bidang, namun melebar ke bidang lainnya. Difusi longitudinal hanya mempengaruhi pelebaran puncak apabila partikel: fase diam ukurannya relatif kecil, velositas fase gerak terlalu rendah dalam kaitannya dengan ukuran partikel, dan koefisien difusi sampel yang besar. Prinsip agar difusi longitudinal tidak mempengaruhi pelebaran puncak adalah dengan menyesuaikan velositas aliran fase gerak. Kondisi ini dapat dilakukan apabila u 2D m d p . Pada persamaan tersebut, u menunjukkan velositas aliran linear dari fase gerak, D m menunjukkan koefisien difusi sampel dalam fase gerak, serta d p melambangkan diameter partikel Meyers, 2004. Gambar 13. Difusi longitudinal Meyers, 2004 d. Transfer massa. Fenomena ini dapat terjadi apabila partikel yang digunakan sebagai fase diam mempunyai pori-pori dan celah, contohnya pada gambar 14. Gambar 14. Partikel dengan banyak pori dan celah Meyers, 2004 Pada kondisi ini terdapat kemungkinan suatu solut akan masuk berdifusi ke celah atau pori tersebut dan diperlukan waktu untuk suatu solut berdifusi kembali keluar dan terelusi. Kondisi ini akan menyebabkan pelebaran puncak bahkan mempengaruhi pembacaan karena mungkin terjadi suatu solut akan berdifusi keluar pada saat sampel lain diinjek. Prinsip yang dilakukan agar mengurangi resiko terjadinya transfer massa diantaranya: dengan menggunakan partikel kecil berpori namun tipis sebagai fase gerak, pelarut dengan viskositas rendah sebaiknya digunakan, ini berkaitan dengan tingkat difusi yang lebih tinggi pada medium yang kurang viskos sehingga partikel dapat berdifusi keluar dengan cepat Meyers, 2004. Gambar 15. Transfer massa Meyers, 2004

1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Suatu sistem KCKT yang digunakan dapat untuk menganalisa sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengujian secara kualitatif akan menyediakan informasi tentang keberadaaan suatu analit dalam sampel, dan kuantitatif menghasilkan data seberapa banyak analit tersebut tersedia dalam sampel. Untuk mengukur analit dalam sampel, detektor dalam KCKT mengubah konsentrasi atau massa analit yang terelusi menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini yang kemudian diplot lawan waktu menjadi data yang disebut kromatogram. Data dalam bentuk digital ini disajikan dengan x merupakan waktu dan y merupakan intensitas, yang didapat dari waktu retensi dan area puncak Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Pada analisis data kualitatif, puncak analit ditentukan dengan waktu retensi t R , waktu retensi merupakan waktu analit dideteksi setelah terelusi pada fase diam. Waktu retensi biasanya dinyatakan dalam menit, namun untuk pengukuran dalam waktu cepat biasanya dalam detik. Sementara itu, area puncak Area Under Curve AUC merupakan jumlah total analit yang dihitung dari awal puncak peak-start point hingga titik akhir puncak peak-end point Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010. Untuk pengukuran kualitatif diukur dengan membandingkan waktu retensi t R antara standar dengan analit Gandjar dan Rohman, 2007. Pada analisis data, cara yang paling umum untuk mengetahui jumlah analit dalam sampel adalah dengan membuat plot kurva kalibrasi dengan menggunakan standar eksternal. Larutan standar kalibrator dibuat dengan konsentrasi yang telah diketahui dan dibuat plot antara konsentrasi dengan area puncak. Untuk menghitung analit, dapat dipreparasi dengan cara yang sama. Konsentrasi analit kemudian dihitung melalui area puncak yang terukur pada kromatogram dengan plot grafik kurva kalibrasi standar eksternal Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997. Landasan Teori Wadah atau pengemas merupakan suatu tempat dimana suatu sediaan ditempatkan untuk disimpan sebelum digunakan. Pengemas berfungsi melindungi dan sebagai media pembawa suatu sediaan untuk keperluan tertentu. Wadah terdiri dari berbagai jenis seperti kaca, plastik, dan lain-lain. Wadah plastik merupakan wadah yang paling luas penggunaannya. Wadah plastik memiliki beberapa keunggulan sehingga digunakan untuk berbagai keperluan seperti kuat, jernih, fleksibel, mudah dibentuk dan memenuhi aspek estetis. Wadah plastik dapat dibentuk melalui proses polimerisasi dari berbagai monomer sehingga diperoleh polimer penyusun plastik. Polikarbonat merupakan suatu polimer plastik yang luas penggunaannya. Polikarbonat sering digunakan untuk berbagai keperluan seperti wadahbotol minuman, peralatan otomotif, Compact Disc, serta peralatan rumah tangga lainnya . Polikarbonat dikenal dengan kode “7” atau kode “PC” pada lambang daur ulangnya. Polikarbonat dibuat dengan monomer berupa bisfenol A dan difenil karbonat. Sinar matahari merupakan beragam gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari dan diterima bumi. Radiasi yang dipancarkan matahari apabila sampai ke bumi akan melewati atmosfer dan beberapa akan dipantulkan dan beberapa akan diserap oleh permukaan bumi. Sinar yang diserap oleh bumi akan diubah menjadi energi panas. Sinar matahari yang diserap bumi akan bervariasi besarnya bergantung pada tempat atau letak terhadap matahari. Bisfenol A 2,2- 4,4’-dihidroksifenil propana merupakan monomer penyusun plastik jenis polikarbonat dengan kode daur ulang “7”. Seiring penggunaannya, bisfenol A dapat lepas dari polimernya dan terurai membentuk monomernya kembali. Proses penguraian bisfenol A salah satunya dapat terjadi akibat peningkatan temperatur, perubahan pH ekstrim, proses polimerasi yang tidak sempurna serta intensitas sinar ultraviolet yang terdapat pada radiasi sinar matahari. Bisfenol A yang lepas dari bentuk polimernya dapat terpejan ke manusia dan menimbulkan efek buruk bagi manusia. Bisfenol A dikenal merupakan bahan berbahaya yang diketahui tidak hanya mengganggu sistem endokrin tapi juga meningkatkan kerja hormon esterogen karena strukturnya yang mirip dengan hormon esterogen. Bisfenol A juga menyebabkan gangguan prostat, tumor, gangguan saraf, pubertas dini serta berpengaruh ke janin berupa malformasi, berkurangnya daya hidup dan sebagainya. Ditinjau dari efek berbahayanya, banyak lembaga menetapakan TDI Tolerable Daily Intake atau dosis harian yang diperbolehkan adalah 0,01 mgkghari SCF, 2012; 0,025 mgkghari Health Canada, 2008; 0,05 mgkghari EFSA, 2013; AIST, 2007. Penetapan kadar dalam penelitian ini menggunakan instrumen KCKT yang akan memisahkan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan elusi melewati fase diam yang dibantu tekanan. Kromatografi ini menggunakan fase diam ODS C 18 dengan detektor spektroskopi UV. KCKT yang digunakan adalah KCKT fase terbalik yang akan memisahkan analit dengan waktu tertentu waktu retensi kemudian diukur dengan menggunakan area bawah puncak menggunakan kurva standar eksternal.

E. Hipotesis

1. Sinar matahari berpengaruh terhadap penurunan kadar BPA dalam botol. 2. Dengan semakin lama perlakuan paparan dengan menggunakan radiasi sinar matahari, maka kadar total bisfenol A pada wadah akan semakin berkurang. 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian dengan rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena diberikan perlakuan pada subjek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel utama a. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1 Lama paparan radiasi sinar matahari b. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah: 2 Kadar BPA yang pada botol air minum 2. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali 1 Kode bertanda “PC” yang terdapat pada kemasan botol air minum 2 Pelarut b. Variabel pengacau tak terkendali 1 Intensitas paparan radiasi sinar matahari 2 Medium air dalam botol 3 Kualitas plastik serta proses polimerisasi botol air minum

Dokumen yang terkait

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

1 5 198

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

1 2 163

PENETAPAN KADAR CAMPURAN HIDROKORTISON ASETAT DAN KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KRIM TOPIKAL MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SKRIPSI

0 0 100

Penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraoma merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 83

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 117

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196

Penetapan kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek ``x`` menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 130