Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

(1)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR BISFENOL A DALAM EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK BOTOL AIR

MINUM MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ina Juni Natasia NIM : 098114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR BISFENOL A DALAM EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK BOTOL AIR

MINUM MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ina Juni Natasia NIM : 098114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

Persetuj uan Pembimbing

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR BISFENOL A DALAM EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK BOTOL

AIR

MINUM MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI T'ASE TERBALIK

Skripsi yang diajukan oleh: Ina Juni Natasia hIIM : 098 114023

telah disetujui oleh:

Pembimbing

\

*\

t\

\i\

"or t, tt,

$_*g=

*s,tt----*:

"

'' ii t"h "'"F"*")* *24'd


(4)

Pengesahan Skripsi Berjudul

OPTIMASI DAI\[ VALIDASI METODE PEIIETAPAN KADAR BISFENOL A DALAM EKSTRAK AIR DAII EKSTRAK BOTOL AIR

IVIINUM MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI FASE TERBALIK

Oleh: Ina Juni Natasia NIM:098 114023

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguj i Skipsi Fahltas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 16

Juliz0n

Panitia penguji:

1.

Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt.

2.

Jeffry Julianus, M.Si.

3.

Lucia Wiwid Wljayantio M.Si.


(5)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya batrwa slcripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya abu bagian karya ofing lain, kecuali yang t€hh disebutkan dalam kutipan dan daftarpustaka" sebagaimana layah,nyakarya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menganggung segala sariksi sesuai peraturan

undangan yang berlaku

Yogyakarta,17 Juli

}An

Penulis

dW

(Ina Juni Natasia)


(6)

T]NTT]K KEPENTINGAI\ AKAI}EMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

:

Ina Juni Natasia Nomor Matrasiswa

:

098114023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

OPTIMASI DAIY VALIDASI METODE PEIIETAPAI\I KAI}AR BISFENOL

A DALAM

EKSTRAK

AIR

DAI\[ EKSTRA.K BOTOL AIR MIITT'M

MENGGTJNAKAIT KROMATOGRAFI CAIR KIIVERJA TINGGI FASE TERBALIK

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain" mengelolanya dalam bentuk pangkalan dat4 mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan narna saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 17 Juli 2013 Yang menyatakan

ilW

(Ina Juni Natasia)


(7)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bila gunung di hadapanku tak jua berpindah Kau berikanku kekuatan untuk mendakinya Kulakukan yang terbaikku, Kau yang selebihnya

Tuhan selalu punya cara Membuatku menang pada akhirnya

-Lirik Lagu Tuhan Selalu Punya Cara-

Karya ini aku persembahkan untuk orang tua, keluarga, sahabat, dan almamaterku tercinta


(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat kasih

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang

berjudul “Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Kadar Bisfenol A dalam Ekstrak Air dan Ekstrak Botol Air Minum Menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi Fase Terbalik” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis

banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Program Studi Fakultas

Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang turut memberikan saran dan masukan

untuk penulis selama tahap penelitian.

3. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan, bantuan, tuntunan, kritik, dan saran sejak awal

penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. Jeffry Julianus, M.Si. dan Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si., selaku dosen penguji

atas segala masukan dan bimbingannya.

5. Rini Dwiastuti, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik dan atas segala


(9)

viii

6. Pak Sanjaya, atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama proses

penelitian.

7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama

belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Teman seperjuangan skripsi, Topan dan Leo, untuk kerja sama, tawa, canda,

dan air mata yang dirasakan bersama.

9. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Kethul, Mas Ottok dan seluruh staf

laboratorium Fakultas Farmasi serta staf keamanan dan kebersihan Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta atas bantuan dan kerja samanya.

10.Teman satu bimbingan skripsi, Jimmy, Yuli, Rachel, Nety, dan Jo.

11.Teman seperjuangan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental, Novia,

Agnes, Victor, Shinta, Shasya, Metri, Teti, Febrin, Wisnu, dan Ozy.

12.Teman-teman FST A 2009 dan seluruh angkatan 2009 atas dukungan dan suka

duka yang diberikan, semoga pengalaman yang telah kita lalui bersama bisa

menjadi bekal untuk perjuangan hidup kita kelak.

13.Teman sepermainan, Raisa, Ree, Ningsih, Chissa, Kenny, Wanda, Atin, Nopes,

Listya, Bee, Melisa, Agnes, Eva, Adit, Ana Boy, Frisca, dan Nonny.

14.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pelaksanaan

penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini karena keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena


(10)

ix

semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi

dunia ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 17 Juli 2013 Penulis


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... iv

LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI ... xxi

ABSTRACT... ... xxii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 6

2. Keaslian Penelitian... 6

3. Manfaat Penelitian ... 8

B. Tujuan Penelitian ... 8

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 9

A. Plastik Polikarbonat ... 9


(12)

xi

C. Metode untuk Analisis Bisfenol A ... 11

1. Liquid chromatography – ultraviolet ... 12

2. Liquid chromatography – fluorescence ... 12

3. Liquid chromatography – mass spectrometry atau Liquid chromatography – tandem mass spectrometry ... 12

4. Gas chromatography – MS ... 12

D. Spektrofotometri Ultraviolet ... 13

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 14

1. Definisi dan Instrumentasi ... 14

2. Pemisahan Puncak dalam Kromatografi ... 21

F. Validasi Metode Analisis ... 33

G. Landasan Teori ... 35

H. Hipotesis ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 39

B. Variabel Penelitian ... 39

1. Variabel bebas ... 39

2. Variabel tergantung ... 39

3. Variabel pengacau terkendali ... 39

C. Definisi Operasional ... 40

D. Bahan Penelitian ... 40

E. Alat Penelitian ... 41


(13)

xii

1. Penyiapan fase gerak asetonitril : air ... 41

2. Pembuatan seri larutan baku bisfenol A ... 42

3. Penyiapan sampel... 43

4. Optimasi KCKT fase terbalik ... 43

5. Validasi Penetapan Kadar Bisfenol A dengan KCKT Fase Terbalik ... 44

G. Analisis hasil ... 46

1. Analisis Hasil Optimasi ... 46

2. Analisa Hasil Validasi... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Preparasi Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 52

1. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Bisfenol A... 52

2. Pembuatan Fase Gerak ... 56

3. Pembuatan Larutan Kerja untuk Optimasi ... 59

B. Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Kecepatan Alir pada KCKT untuk Penetapan Kadar Bisfenol A ... 60

C. Validasi Metode Penetapan Kadar Bisfenol A ... 82

1. Selektifitas ... 82

2. Pembuatan Kurva Baku dan Linearitas ... 83

3. Akurasi... 87

4. Presisi... 90

5. Rentang ... 95


(14)

xiii

BAB V KESIMPULAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 101


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase

terbalik... 16

Tabel II. Data yang diperlukan untuk uji validasi ... 34

Tabel III. Komposisi optimasi fase gerak ... 41

Tabel IV. Persen perolehan kembali yang dapat diterima pada

beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan Gonzales

and Herrador... 50

Tabel V. Persen perolehan kembali yang dapat diterima pada

beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan Horwitz

and AOAC PVM ... 51

Tabel VI. Serapan baku bisfenol A dalam pelarut metanol pada

panjang gelombang maksimum... 54

Tabel VII. Komposisi fase gerak, indeks polaritas, dan pH ... 56

Tabel VIII. Waktu retensi baku bisfenol A, sampel air, dan sampel

botol dengan beberapa komposisi fase gerak pada

kecepatan alir 1 mL/menit ... 62

Tabel IX. Nilai tailing factor, resolusi, jumlah lempeng (N), HETP,

∝, dan k’ pada berbagai komposisi fase gerak dan

kecepatan alir ... 64

Tabel X. Nilai koefisien variasi AUC dan waktu retensi baku

bisfenol A ... 81


(16)

xv

Tabel XII. Hasil persamaan regresi linier baku bisfenol A ... 84

Tabel XIII. Perhitungan perolehan kembali baku adisi pada sampel air 88

Tabel XIV. Perhitungan perolehan kembali baku adisi pada sampel

botol ... 89

Tabel XV. Persen perolehan kembali yang dapat diterima pada

beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan Gonzales

and Herrador ... 89

Tabel XVI. Persen koefisien variasi baku bisfenol A dan bisfenol A

dalam sampel air ... 91

Tabel XVII. Persen koefisien variasi baku bisfenol A dan bisfenol A

dalam sampel botol ... 92

Tabel XVIII. Persen perolehan kembali yang dapat diterima pada

beberapa tingkat konsentrasi analit berdasarkan Horwitz

and AOAC PVM ... 92

Tabel XIX. Persen perolehan kembali dan persen koefisien korelasi

adisi bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol setelah


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur bisfenol A ... 10

Gambar 2. Proses kromatografi ... 15

Gambar 3. Diagram sistem KCKT ... 20

Gambar 4. Kromatogram yang menunjukkan waktu retensi (tR), waktu kosong (t0), lebar dasar puncak (Wb), dan tinggi puncak (h) ... 22

Gambar 5. Pengaruh k’, ∝, dan N pada pemisahan... 24

Gambar 6. Diagram yang menunjukkkan perhitungan tailing factor (Tf) serta diagram yang menunujukkan fronting dan tailing ... 27

Gambar 7. Kurva persamaan van Deemter yang menunjukkan hubungan antara HETP lawan kecepatan linear rata-rata ... 29

Gambar 8. Kurva persamaan van Deemter dengan tiga kolom kemas ukuran partikel 10, 5, dan 3 µm ... 30

Gambar 9. Hubungan log k’ vs % organic solvent modifier untuk metanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ... 31

Gambar 10. Difusi Eddy ... 31

Gambar 11. Distribusi aliran ... 32

Gambar 12. Pelebaran pita oleh difusi longitudinal ... 32

Gambar 13. Transfer massa ... 33

Gambar 14. Kromofor dan auksokrom pada bisfenol A ... 53


(18)

xvii

Gambar 16. Kurva absorbansi pada panjang gelombang maksimum vs

konsentrasi baku bisfenol A ... 56

Gambar 17. Bentuk bisfenol A pada berbagai pH ... 57

Gambar 18. Bagian polar dan polar pada bisfenol A ... 61

Gambar 19. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (75 : 25) dan

kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 68

Gambar 20. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (75 : 25) dan

kecepatan alir 0,8 mL/menit ... 69

Gambar 21. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (75 : 25) dan

kecepatan alir 1 mL/menit ... 70

Gambar 22. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (80 : 20) dan

kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 72

Gambar 23. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (80 : 20) dan

kecepatan alir 0,8 mL/menit ... 73

Gambar 24. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (80 : 20) dan

kecepatan alir 1 mL/menit ... 74

Gambar 25. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (70 : 30) dan

kecepatan alir 0,5 mL/menit ... 76

Gambar 26. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (70 : 30) dan

kecepatan alir 0,8 mL/menit ... 77

Gambar 27. Kromatogram pada fase gerak asetonitril : air (70 : 30) dan


(19)

xviii

Gambar 28. Perbandingan peak bisfenol A dari sampel air dengan

komposisi fase gerak (70 : 30) pada berbagai kecepatan

alir ... 80

Gambar 29. Perbandingan peak bisfenol A dari sampel botol dengan

komposisi fase gerak (70 : 30) pada berbagai kecepatan

alir ... 80

Gambar 30. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A

menggunakan program Powerfit (Utrecht University

Faculteit Scheikunde), dengan tarap kepercayaan 95% ... 85

Gambar 31. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A

menggunakan program Powerfit (Utrecht University

Faculteit Scheikunde), dengan tarap kepercayaan 95%

pada rentang bawah (0,01 – 0,8 µg/mL) ... 85 Gambar 32. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A

menggunakan program Powerfit (Utrecht University

Faculteit Scheikunde), dengan tarap kepercayaan 95%


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Label standar bisfenol A (E. Merck) ... 102

Lampiran 2. Spektrum baku bisfenol A ... 103

Lampiran 3. Absorbansi dan panjang gelombang maksimum bisfenol A pada beberapa tingkat konsentrasi ... 106

Lampiran 4. Kurva absorbansi vs konsentrasi bisfenol A ... 106

Lampiran 5. Perhitungan indeks polaritas fase gerak ... 107

Lampiran 6. Kromatogram baku bisfenol A dan bisfenol A pada ekstrak air dan ekstrak botol air minum ... 107

Lampiran 7. Nilai tailing factor, resolusi, N, HETP, ∝, dan k’ pada berbagai komposisi fase gerak dan kecepatan alir ... 117

Lampiran 8. Contoh perhitungan resolusi, tailing factor, N, HETP, ∝, dan k’ ... 119

Lampiran 9. Koefisien variasi AUC dan waktu retensi baku bisfenol A . 121 Lampiran 10. Rata-rata resolusi puncak bisfenol A pada baku, ekstrak air, dan ekstrak botol ... 121

Lampiran 11. Kromatogram bisfenol A untuk pembuatan kurva baku, penentuan linearitas, dan rentang, menggunakan fase gerak dan kecepatan alir hasil optimasi ... 122

Lampiran 12. Konsentrasi dan AUC bisfenol A untuk kurva baku ... 135

Lampiran 13. Perhitungan LOD... 140


(21)

xx

Lampiran 15. Kromatogram bisfenol A dalam ekstrak air dengan adisi

baku untuk penentuan akurasi, presisi, dan LOQ ... 142

Lampiran 16. Perhitungan persen perolehan kembali (recovery), persen

CV, dan LOQ untuk ekstrak air ... 151

Lampiran 17. Kromatogram bisfenol A dalam ekstrak botol dengan adisi

baku untuk penentuan akurasi, presisi, dan LOQ ... 155

Lampiran 18. Perhitungan persen perolehan kembali (recovery), persen

CV, dan LOQ untuk sampel botol ... 165

Lampiran 19. Akurasi dan presisi adisi bisfenol A dalam ekstrak air dan


(22)

xxi INTISARI

Bisfenol A merupakan monomer dari polikarbonat, bahan pembuat botol minum, yang dapat terlepas dari botol akibat hidrolisis karena peningkatan suhu dan degradasi oleh sinar ultraviolet. Bisfenol A dapat menghalangi aktivitas hormon estrogen yang penting dalam sistem imunitas dan reproduksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi optimum dan validitas dari metode KCKT sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol yang telah diberi perlakuan dengan sinar matahari.

Jenis rancangan penelitian ini adalah eksperimental deskriptif. Sistem KCKT fase terbalik dalam penelitian ini menggunakan fase diam C-18, detektor UV pada λ 278 nm. Optimasi dilakukan pada komposisi fase gerak asetonitril : air serta kecepatan alir.

Kondisi optimum yang diperoleh, yaitu komposisi fase gerak asetonitril : air (70 : 30) dengan kecepatan alir 1 mL/menit yang memenuhi kriteria untuk resolusi, tailing factor, N, HETP, ∝, dan k’. Metode ini pada kondisi yang optimum dapat memenuhi parameter validasi yang baik dengan selektifitas yang baik (resolusi > 1,5); linearitas dengan r > 0,98; recovery 80,13 – 104,34%; CV 0,72 – 10,13%; rentang 0,3 – 5 µg/mL; LOD 0,0473 µg/mL; LOQ untuk ekstrak air dan ekstrak botol, masing-masing 0,0063 µg/mL dan 8,4701 µg/g.


(23)

xxii ABSTRACT

Bisphenol A is a monomer of polycarbonate, material for drinking bottle, which can be released from the bottle because of the increased temperature due to hydrolysis and degradation by ultraviolet ray. Bisphenol A can block the activity of the hormone estrogen which is important in the immune and reproductive systems. The purpose of this study is to determine the optimum conditions and the validity of the HPLC method that can be used for the determination of bisphenol A in water extract and bottle extract that had been treated with sunlight.

This research design is experimental descriptive. Reversed-phase HPLC system in this study uses a C-18 stationary phase, UV detector at λ 278 nm. Optimization is done on the mobile phase composition of acetonitrile : water and flow rate.

The optimum conditions are obtained where mobile phase composition of acetonitrile : water (70: 30) with a flow rate of 1 mL/minute those meet the criteria for resolution, tailing factor, N, HETP, ∝, and k’. This method at optimum conditions has a good validation parameters with good selectivity (resolution > 1,5); linearity with r > 0,98; recovery 80,13 – 104,34%; CV 0,72 – 10,13%; range of 0,3 - 5 µg/mL; LOD 0,0473 µg/mL; LOQ for water extract and bottle extract, each of 0,0063 µg/mL and 8,4701 µg/mL.


(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wadah dari bahan plastik sangat luas digunakan pada saat ini, terutama

sebagai wadah makanan dan minuman. Bahan plastik diminati karena sifatnya

yang kuat, ringan, dan harganya yang relatif terjangkau. Biasanya bahan plastik

ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat botol minum, karena sifatnya yang

ringan sehingga mudah dibawa. Namun tidak semua wadah plastik penyusun

botol minum itu aman. Jika tidak berhati-hati, materi yang berasal dari komponen

penyusun plastik akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Plastik terdiri atas berbagai bahan kimia. Dalam kondisi tertentu, kontak

antara plastik dan makanan bisa menyebabkan migrasi bahan-bahan kimia dari

wadah ke makanan. Migrasi terjadi akibat pengaruh suhu panas makanan,

penyimpanan, atau proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu maka semakin

tinggi kemungkinan terjadi migrasi. Lamanya waktu penyimpanan makanan juga

berpengaruh terhadap perpindahan materi berbahan kimia ini. Semakin lama

kontak antara minuman dengan kemasan plastik, semakin tinggi jumlah bahan

kimia yang bermigrasi ke minuman (Staples, et al., 1998).

Bisfenol A merupakan monomer dari polikarbonat yang biasa digunakan

sebagai bahan pembuat botol minum. Paparan bisfenol A pada manusia dapat

terjadi karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar bisfenol A


(25)

bisfenol A). Bisfenol A memiliki struktur mirip dengan ekstrogen dalam tubuh

dan dapat mengganggu aktifitas hormon ekstrogen yang penting dalam sistem

imunitas dan reproduksi. Bisfenol A adalah endocrine discrupting chemical

(EDC) yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme,

pengikatan, aksi, dan eliminasi hormon alami manusia (US-FDA, 2008).

Pemejanan bisfenol A pada manusia salah satunya terjadi melalui minuman yang

mengandung bisfenol A yang terlepas dari botol. Lepasnya suatu monomer

bisfenol A dapat terjadi akibat hidrolisis yang disebabkan peningkatan suhu dan

degradasi oleh sinar ultraviolet. Matahari merupakan sumber panas dan dapat

memancarkan sinar ultraviolet yang diduga dapat menyebabkan lepasnya

monomer bisfenol A dari botol ke minuman di dalam botol.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan iklim tropis di dunia. Hal

ini menyebabkan matahari bersinar sepanjang tahun dengan intensitas yang relatif

tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Botol minum plastik yang

biasa dibawa ke mana pun orang-orang beraktifitas, memiliki kemungkinan besar

terpapar oleh radiasi sinar matahari, terutama jika beraktifitas di luar ruangan.

Paparan ini dapat menyebabkan putusnya ikatan polimer penyusun plastik.

Putusnya ikatan polimer ini menyebabkan monomer-monomer penyusunnya

meluruh dan bermigrasi menuju ke minuman yang ada di dalamnya dan terjadilah

pemaparan zat berbahaya tersebut ke dalam minuman.

Deteksi bisfenol A pada lingkungan, air minum, dan produk makanan

(sejak 1990), menarik minat para peneliti dan pada waktu yang sama, efek


(26)

European Commission sebagai zat yang berasal dari luar tubuh dengan efek yang

berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa studi toksikologi dan biokimia

menegaskan bahwa bisfenol A memiliki sifat estrogenik dan efek agonis terhadap

reseptor estrogen. Dalam studi terbaru, bisfenol A diklasifikasikan sebagai

xenobiotik yang mengganggu keseimbangan hormonal pada manusia dan hewan

lainnya, sehingga disebut pengganggu endokrin. Bisfenol A terbukti memiliki

aktifitas estrogenik bahkan pada konsentrasi di bawah 1 ng L-1 (Rykowska and

Wasiak, 2006). Dosis perhari yang diperbolehkan (Tolerable daily intake/TDI)

dari bisfenol A telah ditetapkan oleh European Food Safety Authority adalah

sebesar 0,05 mg/kgBB/hari (EFSA, 2013). Negara besar lainnya juga menetapkan

TDI untuk bisfenol A, seperti Eropa 0,01 mg/kgBB/hari (SCF, 2012); Amerika

Serikat dan Kanada 0,025 mg/kgBB/hari (Health Canada, 2008); dan Jepang 0,05

mg/kgBB/hari (AIST, 2007). Oleh karena itu, perlu dilakukan penetapan kadar

bisfenol A pada air dalam botol plastik plikarbonat dan dari botol itu sendiri.

Penetapan kadar bisfenol A pada air telah pernah dilakukan oleh Olmo,

Gonzakez-Casado, Navas, dan Vilchez (1997) menggunakan kromatografi gas – spektra massa dengan ektraksi air menggunakan diklormetan dalam medium

asam. Penetapan kadar bisfenol A dalam botol minum polikarbonat, makanan

kaleng, dan air menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan

detektor fluoresence, fase gerak metanol : air (65 : 35) dan fase diam C-18 pernah

dilakukan oleh Chong, Aung, dan Leong (2011). Rykowska and Wasiak (2006)


(27)

air dan susu akibat pemanasan dengan fase gerak asetonitril : air (75:25, v/v) dan

fase diam C-18.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penetapan kadar bisfenol A

pada ekstrak air dalam botol dan ekstrak botol air minum yang diberi pengaruh

penyinaran matahari tropis Indonesia dengan metode kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam

C-18. KCKT dipilih untuk analisis bisfenol A karena mampu memisahkan dari suatu

campuran sekaligus menentukan kadarnya, mudah, cepat, sensitif, serta bisfenol A

dapat dianalisis menggunakan KCKT secara langsung tanpa derivatisasi terlebih

dahulu. Detektor UV dipilih karena bisfenol A memiliki kromofor yang dapat

memberikan serapan di daerah UV.

Bisfenol A yang memiliki log Kow 3,40 merupakan senyawa yang

cenderung hidrofobik. Oleh karena itu, digunakan KCKT fase terbalik dimana

fase diam lebih non polar dibandingkan dengan fase geraknya sehingga bisfenol A

ini dapat berinteraksi dengan fase diam. Digunakan fase diam C-18 yang cocok

untuk menganalisis senyawa dengan kepolaran rendah, sedang, dan tinggi, serta

memiliki pH di antara 2,5-7,5. pH bisfenol A adalah ± 5 – 6. Fase diam C-18 ini cocok digunakan untuk senyawa yang memiliki log Kow lebih dari 2, seperti

bisfenol A yang memiliki log Kow 3,40. Interaksi pada C-18 didasarkan pada

interaksi hidrofobik atau van der Waals. Bagian cincin benzen dari bisfenol A

merupakan bagian hidrofobik yang akan berinteraksi dengan fase diam. Untuk

dapat mengelusi bisfenol A, fase gerak air ditambahkan pelarut organik untuk


(28)

karena memiliki kekuatan elusi yang cukup besar pada fase diam C-18. Bisfenol

A juga memiliki bagian polar (-OH) yang dapat berinteraksi dengan fase gerak

yang polar sehingga bisfenol A dapat terelusi melalui kolom. Diperlukan fase

gerak dengan kekuatan yang optimal agar dapat membuat bisfenol A tertahan

pada fase diam, kemudian dapat terpisah dari senyawa lainnya di dalam matrik,

dan kemudian dapat terelusi. Oleh karena itu, diperlukan optimasi komposisi fase

gerak yang digunakan agar dapat memisahkan bisfenol A pada matrik.

Ekstraksi bisfenol A dari air dilakukan dengan ekstraksi fase padat atau

solid phase extraction (SPE). SPE digunakan untuk clean-up sampel-sampel yang

kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan matrik yang tinggi

seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain-lain (Watson, 2007).

Sementara itu, ekstraksi bisfenol A dari dalam botol dilakukan dengan cara

ekstraksi menggunakan diklormetan dan aseton. Ekstraksi ini dilakukan untuk

mengurangi pengotor pada matrik.

Adanya perbedaan perlakuan dan cara ekstraksi pada penelitian ini dari

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, menyebabkan perlunya dilakukan

optimasi dan validasi untuk penetapan kadar bisfenol A pada ekstrak air dalam

botol plastik dan ekstrak botol air minum yang diberi pengaruh penyinaran

matahari tropis Indonesia karena metode yang dilakukan sebelumnya belum tentu

memberikan hasil yang optimal pada penelitian ini. Optimasi dilakukan juga

untuk memperoleh komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang optimal sehingga

dapat menghasilkan pemisahan yang baik dilihat dari resolusi, N, ∝, k’, HETP, dan tailing factor yang dihasilkan.


(29)

Metode KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar bisfenol A pada air

minum dalam botol plastik dan botol air minum yang diberi pengaruh penyinaran

matahari tropis Indonesia dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase

terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam C-18 yang telah

optimum perlu dilakukan validasi metode analisis agar hasil yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan serta memberikan jaminan bahwa metode telah

memenuhi persyaratan analisis. Beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis anatara lain selektifitas,

linearitas, akurasi, presisi, rentang, Limit of Detection (LOD), dan Limit of

Quantitation (LOQ).

Penelitian ini merupakan penelitian pendahulu dari penelitian lain

mengenai penetapan kadar bisfenol A pada air dalam botol dan botol air minum

yang diberi pengaruh penyinaran matahari tropis Indonesia dengan metode

kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air

dan fase diam C-18.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut.

a. Berapakah perbandingan fase gerak asetonitril : air dan kecepatan alir yang

optimal dalam pemisahan bisfenol A dari matrik sampel untuk penetapan

kadar bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum dengan

metode KCKT fase terbalik dengan fase diam C-18 dilihat dari dilihat dari


(30)

b. Apakah metode KCKT fase terbalik menggunakan fase diam C-18 dengan

komposisi fase gerak asetonitril : air dan kecepatan alir yang optimal dalam

penetapan kadar bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum

memiliki validitas yang baik dilihat dari selektifitas, linearitas, akurasi, presisi,

rentang, LOD, dan LOQ yang dihasilkan?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai penetapan kadar

bisfenol A dalam air maupun botol air minum telah pernah dilakukan sebelumnya.

Penetapan kadar bisfenol A pada air telah pernah dilakukan oleh Olmo,

Gonzakez-Casado, Navas, dan Vilchez (1997) menggunakan kromatografi gas – spektra massa dengan ektraksi air menggunakan diklormetan dalam medium

asam. Penetapan kadar bisfenol A dalam botol minum polikarbonat, makanan

kaleng, dan air menggunakan KCKT fase terbalik dengan detektor fluoresence,

fase gerak metanol : air (65 : 35) dan fase diam C-18 pernah dilakukan oleh

Chong, Aung, dan Leong (2011). Rykowska and Wasiak (2006) pernah

melakukan analisis bisfenol A yang terlepas dari botol susu bayi ke dalam air dan

susu akibat pemanasan dengan KCKT fase terbalik dengan fase gerak asetonitril :

air (75:25, v/v) dan fase diam C-18. Namun, penelitian mengenai optimasi dan

validasi penetapan kadar bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum

yang diberi pengaruh penyinaran matahari tropis Indonesia dengan metode KCKT

fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam C-18 belum pernah


(31)

3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai

berikut.

a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai optimasi perbandingan fase gerak asetonitril : air dan kecepatan alir

serta parameter-parameter validitas dalam penetapan kadar bisfenol A dalam

ekstrak air dan ekstrak botol air minum dengan metode KCKT fase terbalik

dengan fase diam C-18.

b. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

ilmu pengetahuan mengenai optimasi perbandingan fase gerak asetonitril : air

dan kecepatan alir serta parameter-parameter validitas dalam penetapan kadar

bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum dengan metode

KCKT fase terbalik dengan fase diam C-18.

B. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum KCKT pada

pemisahan bisfenol A dalam matrik sampel (ekstrak air dan ekstrak botol air

minum) dilihat dari resolusi, N, ∝, k’, HETP, dan tailing factor yang dihasilkan. 2. Penetapan kadar bisfenol A dengan sistem KCKT yang optimal dapat

memenuhi parameter validasi metode analisis, yaitu selektifitas, linearitas,


(32)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Plastik Polikarbonat

Plastik polikarbonat merupakan plastik yang ringan, kuat, jernih, tahan

terhadap suhu tinggi dan tahan terhadap pengaruh listrik. Karena sifat-sifat

tersebut, polikarbonat digunakan dalam berbagai produk seperti peralatan

elektronik, media digital (misalnya CD, DVD), mobil, kaca konstruksi, peralatan

kesehatan olahraga, dan alat kesehatan. Daya tahannya terhadap panas dan

sifatnya yang tidak mudah pecah menyebabkan polikarbonat menjadi pilihan ideal

untuk peralatan makan termasuk botol yang dapat digunakan kembali dan wadah

penyimpanan makanan yang dapat digunakan untuk penyimpanan di dalam kulkas

dan microwave (Polycarbonate/BPA Global Group, 2013).

Menurut penelitian oleh para peneliti dari Harvard School of Public

Health, ditemukan adanya bisfenol A dalam urin partisipan yang selama seminggu

minum dari botol polikarbonat. Hal ini menunjukkan bahwa wadah minum

polikarbonat dapat melepaskan bahan kimia penyusunnya ke dalam minuman

sehingga dapat ditemukan bisfenol A pada urin manusia (Harvard School of

Public Health, 2009).

B. Bisfenol A

Bisfenol A juga dikenal dengan 4,4’-(1-Methylethylidene)-bisphenol;


(33)

berdasarkan IUPAC 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol (Chemaxon,

2013). Bisfenol A memiliki rumus C15H16O2; berat molekul 228,29 g/mol; C

78,92%; H 7,06%; O 14,02%. Diproduksi dari fenol dan aseton. Berbentuk kristal

atau serpihan. Berbau fenolik ringan. Titik leleh 150-155oC. Ttitik didih 220oC.

Praktis tidak larut dalam air. Larut dalam larutan basa, alkohol, aseton. Sedikit

larut dalam karbon tertraklorida (The Merck Index, 2001). Menurut Cousins et al.

(cit., WHO, 2006), bisfenol A memiliki koefisien partisi oktanol/air (Kow) 103,40

sehingga merupakan senyawa yang hidrofobik, namun sedikit polar karena

memiliki dua gugus hidroksil. Bisfenol A memiliki pKa 9,59-11,30. Kelarutan

bisfenol A dalam air adalah 120-300 mg/L pada 20-25oC (Staples, Dorn, Klecka,

O’Block, andHarris, 1998).

Gambar 1. Struktur bisfenol A (Wasiak and Rykowska, 2006)

Bisfenol A merupakan komponen penyusun yang penting pada plastik

polikarbonat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa bisfenol A merupakan

pengganggu endokrin pada hewan, termasuk pada permulaan kedewasaan seksual

dini, merubah perkembangan dan organisasi jaringan kelenjar susu pada mamalia

dan menurunkan produksi sperma pada keturunannya. Bisfenol A dapat

bermigrasi ke dalam makanan dan minuman yang disimpan dalam wadah yang


(34)

bisfenol A ini dapat diakibatkan degradasi oleh sinar ultraviolet, pengaruh pH,

turbulensi, dan sinar matahari (Staples, Dorn, Klecka, O’Block, andHarris,1998). Paparan bisfenol A pada manusia dapat terjadi karena mengkonsumsi

makanan atau minuman yang tercemar bisfenol A akibat penggunaan wadah

polikarbonat (atau yang mengandung monomer bisfenol A). Bisfenol A memiliki

struktur mirip dengan ekstrogen dalam tubuh dan dapat mengganggu aktifitas

hormon ekstrogen. Bisfenol A adalah endocrine discrupting chemical (EDC) yang

mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi,

dan eliminasi hormon alami manusia (US-FDA, 2008).

Dosis perhari yang diperbolehkan (Tolerable daily intake/TDI) dari

bisfenol A telah ditetapkan oleh European Food Safety Authority adalah sebesar

0,05 mg/kgBB/hari (EFSA, 2013). TDI di beberapa negara besar seperti Eropa

0,01 mg/kgBB/hari (SCF, 2012); Amerika Serikat dan Kanada 0,025

mg/kgBB/hari (Health Canada, 2008); dan Jepang 0,05 mg/kgBB/hari (AIST,

2007).

C. Metode untuk Analisis Bisfenol A

Bisfenol A dapat dianalisis menggunakan kromatografi cair secara

langsung tanpa derivatisasi terlebih dahulu saat preparasi sampel. Kromatografi

cair merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk analisis bisfenol A

pada makanan dan sampel biologis. Berbagai macam detektor, termasuk UV,

fluorosen, MS, dan tandem mass spectrometry (MS/MS), telah digunakan untuk


(35)

1. Liquid chromatography ultraviolet

Bisfenol A memiliki kromofor sehingga dapat dideteksi menggunakan

detektor UV. LOD pada analisis menggunakan detektor UV paling kecil 15 kali

lebih besar daripada yang dihasilkan menggunakan detektor fluoresen (Cao,

2010).

2. Liquid chromatography fluorescence

Detektor fluoresen sering digunakan untuk analisis bisfenol A dalam

makanan dan sampel biologis dengan metode kromatografi cair. Bisfenol A dapat

dideteksi menggunakan detektor fluoresen karena memiliki elektron π terkonjugasi pada dua cincin benzen (Cao, 2010).

3. Liquid chromatography mass spectrometry atau Liquid chromatography tandem mass spectrometry

LC-MS atau LC-MS/MS juga sering digunakan untuk analisis bisfenol A

dalam makanan dan sampel biologis. Dengan kedua metode ini dapat diketahui

spektrum massa analit sehingga dapat membantu dalam identifikasi puncak analit

(Cao, 2010).

4. Gas chromatography MS

GC-MS juga merupakan salah satu metode yang biasa digunakan untuk

analisis bisfenol A dalam makanan dan sampel biologis karena resolusinya lebih

besar dan LOD yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan metode LC-MS,


(36)

D. Spektrofotometri Ultraviolet

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm. Jika

suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai

sehingga energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka

terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Untuk mengukur

banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi

radiasi. Spektrum absorpsi merupakan suatu grafik yang menghubungkan antara

banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (dengan panjang gelombang)

sinar. Allowed transtition untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang

berbeda adalah tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga berbeda. Dengan

demikian, spektra dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat

untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang

gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,

sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Serapan cahaya molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrofotometri ultraviolet dan

visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi

diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Terdapat keuntungan yang selektif

dari serapan ultraviolet, yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam

molekul yang sangat kompleks. Spektrum ultraviolet menggambarkan hubungan

antara panjang gelombang atau frekuensi serapan dengan intensitas serapan atau


(37)

Kromofor merupakan ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat menyerap

radiasi pada daerah UV dan visibel. Auksokrom merupakan gugus jenuh yang

terikat pada kromofor yang dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas

serapan maksimum. Ciri auksokrom adalah gugus heteroatom yang langsung

terikat pada kromofor, seperti –OCH3, –Cl, –OH, dan –NH2. Pergeseran

batokromik merupakan pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih

panjang karena substitusi atau pengaruh pelarut, sedangkan pergeseran

hipsokromik merupakan pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang

lebih pendek karena substitusi atau pengaruh pelarut. Auksokrom dapat

menyebabkan pergeseran batukromik (Sastrohamidjojo, 2001).

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Definisi dan Instrumentasi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit

dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase

diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau

dalam bentuk cairan yanng dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada

dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan

sebagai fase gerak maka prosesnya dikenal sebagai kromatogafi gas. Dalam

kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan

selalu cair (Rohman, 2009).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan


(38)

komponen penyusunnya (atau analit) dengan mendistribusikannya di antara fase

gerak (fase cair yang mengalir) dan fase diam (sorben yang dikemas dalam

kolom). Sebuah detektor secara online memonitor konsentrasi masing-masing

komponen yang dipisahkan dalam kolom limbah dan menghasilkan kromatogram.

KCKT adalah teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk analisis

kuantitatif obat-obatan, biomolekul, polimer, dan senyawa organik lainnya (Ahuja

and Dong, 2005). KCKT merupakan salah satu metode kromatografi yang

digunakan untuk pemisahan dan analisis campuran kimia (Snyder, Kirkland, dan

Doland, 2010).

Gambar 2. Proses kromatografi. (1a) Proses kromatografi secara skematik yang menunjukkan perpindahan pita komponen melewati kolom; (1b) Penggambaran secara

mikroskopik proses partisi molekul analit A dan B pada fase diam yang terikat pada penyangga padat; (1c) Kromatogram yang menunjukkan sinyal dari detektor UV componen

A dan B yang telah terelusi (Dong, 2006)

Instrumentasi KCKT terdiri dari wadah fase gerak, pompa, alat untuk

memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung

buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Rohman,


(39)

a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan

lembam (inert). Fase gerak atau eluen biasanya terdiri dari campuran pelarut

yang dapat bercampur yang berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam

lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan

meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase gerak

lebih polar daripada fase diam), kemampuan elusi menurun dengan

meningkatnya polaritas pelarut (Rohman, 2009).

Tabel I. Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik (Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012).

Pelarut Indeks Polaritas

Eluotropic Value UV Cut

off (nm) Alumina ODS Silika

Heksan 0,1 0,01 - 0,00 195

Sikloheksan 0,2 0,04 - - 200

Toluen 2,4 0,29 - 0,22 284

Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212

Etil asetat 4,4 0,58 - 0,48 256

Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330

Metanol 5,1 0,95 1,0 0,70 205

Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190

Dimetilformamid 6,4 - 7,6 - 268

Dimetilsulfomid 7,2 0,62 - - 268

Air 10,2 - - - 190

Tabel I menunjukkan bahwa semakin besar eluotropic values dari


(40)

besar indeks polaritas yang dimiliki campuran pelarut maka semakin bersifat

polar pelarut yang digunakan. Namun juga terdapat nilai cutoff dalam tabel I

yang menunjukkan bahwa solven yang memiliki nilai cutoff lebih tinggi

dibandingkkan panjang gelombang sampel yang dianalisis maka solvent

tersebut tidak dapat digunakan (Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012).

Fase gerak yang akan digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk

menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu, gas dalam fase gerak juga

harus dihilangkan sebab gas dapat berkumpul dengan komponen lain

terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis

(Rohman, 2009).

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak

tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak

berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada

kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi

campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas

yang luas (Rohman, 2009).

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan

fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran

air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang

paling sering digunakan adalah campurran pelarut-pelarut hidrokarbon

dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis

alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan


(41)

b. Pompa. Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert

terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas,

baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya

mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase

gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa

yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20

mL/menit (Rohman, 2009).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak

adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara

tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa

dalam KCKT, yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran

fase gerak yang konstan. Pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh

ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan

(Rohman, 2009).

c. Tempat Penyuntikan Sampel. Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan

secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju

kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat

dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal

atau eksternal (Rohman, 2009).

d. Kolom. Ada dua jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan

kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase


(42)

Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama

dibandingkan dengan kolom konvensional, yaitu:

 Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom

mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100

µL/menit)

 Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrofotometer

massa

 Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah

sampel terbatas misal sampel klinis (Rohman, 2009).

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak

setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin

(Rohman, 2009).

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi,

atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar

dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH) (Rohman,

2009).

Silika dapat dimodifikasi secara kimia dengan menggunakan

reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus

silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain


(43)

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling

banyak diguunkan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan

kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang

lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika

aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang

dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi

yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan

(Rohman, 2009).

e. Detektor. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu

detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat

spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor

spektrofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya

akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,

detektor fluorosensi, dan elektrokimia (Rohman, 2009).

Gambar 3 . Diagram sistem KCKT. (a) Wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injektor; (d) kolom; (e) detektor; (f) sistem data (Synder, Kirkland and Dolan,


(44)

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai

berikut: (1) mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel;

(2) mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada

kadar yang sangat kecil; (3) stabil dalam pengoperasiannya; (4) mempunyai

sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; (5)

signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada

kisaran yang luas (kisaran dinamis linier); dan (6) tidak peka terhadap

perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009).

2. Pemisahan Puncak dalam Kromatografi

Tujuan utama pada kromatografi adalah pemisahan suatu campuran. Ada

dua parameter yang digunakan untuk menilai kualitas pemisahan pada

kromatografi, yaitu banyaknya pelebaran puncak (efisiensi) dan tingkat

pemisahan puncak yang berdekatan (Gandjar dan Rohman, 2010). Kualitas

pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan

serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi efisiensi kolom, resolusi atau

daya pisah, simetrisitas puncak, dan faktor retensi atau kapasitas kolom (Rohman,

2009).

Ada tiga faktor mendasar dalam KCKT, yaitu: retensi, selektifitas, dan

efisiensi. Ketiga faktor ini mengendalikan pemisahan (resolusi) dari analit.

Kemudian akan dibahas persamaan van Deemter dan menunjukkan bagaimana

diameter partikel bahan pengepakan dan laju alir mempengaruhi efisiensi kolom


(45)

Gambar 4 menunjukkan kromatogram yang khas, yang mencakup sumbu

waktu, titik injeksi, dan puncak analit. Waktu antara titik injeksi sampel dan analit

mencapai detektor disebut waktu retensi (tR). Waktu retensi komponen yang tidak

tertahan (sering ditandai oleh baseline pertama yang disebabkan oleh elusi sampel

pelarut) disebut waktu void (t0). Waktu kosong berhubungan dengan volume

kosong kolom (V0), yang merupakan parameter penting yang akan diuraikan

kemudian. Puncak juga memiliki lebar (Wb) dan tinggi (h). Ketinggian atau

daerah di bawah puncak sebanding dengan konsentrasi atau jumlah komponen

tertentu dalam sampel. Waktu retensi digunakan untuk identifikasi puncak yang

tergantung pada laju aliran, dimensi kolom, dan parameter lainnya. (Ahuja and

Dong, 2005).

Sebuah istilah yang lebih mendasar yang mengukur tingkat retensi analit

adalah faktor kapasitas atau faktor retensi (k’), dihitung dengan waktu retensi bersih (t’R, waktu retensi dikurang waktu kosong). Faktor kapasitas mengukur

berapa kali analit tertahan relatif terhadap komponen yang tidak tertahan (Ahuja

and Dong, 2005).

Gambar 4 . Kromatogram yang menunjukkan waktu retensi (tR), waktu kosong (t0), lebar


(46)

Nilai k’ nol berarti bahwa komponen tersebut tidak tertahan dan terelusi dengan pelarut. Nilai k’ 1 berarti bahwa komponen sedikit ditahan oleh kolom sementara k’ nilai 20 berarti bahwa komponen sangat dipertahankan dan menghabiskan banyak waktu berinteraksi dengan fase diam. Dalam kebanyakan

tes, analit terelusi dengan k’ antara 1 dan 20 sehingga memiliki kesempatan yang cukup untuk berinteraksi dengan fase diam yang mengakibatkan migrasi yang

berbeda. Puncak yang terelusi pada di k’ yang besar (> 20) bermasalah karena jangka waktu panjang dan sensitifitas kecil yang dapat mengakibatkan puncak

yang lebar (Ahuja and Dong, 2005).

Pada KCKT fase terbalik digunakan fase diam hidrofobik seperti C-18

dan fase gerak yang hidrofilik seperti campuran metanol dan air), partisi yang

terjadi dianalogikan seperti ekstraksi cair-cair dua fase dalam corong pisah antara

larutan non-polar (misalnya heksan) dan larutan polar (misalnya air). Pada KCKT

fase terbalik, waktu retensi dipengaruhi oleh kekuatan atau polaritas fase gerak

(Ahuja and Dong, 2005).

Selektifitas (∝) atau faktor pemisahan adalah ukuran retensi diferensial dua analit. Selektifitas didefinisikan sebagai rasio dari faktor kapasitas (k’) dari dua puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Selektivitas harus > 1,0

untuk pemisahan puncak. Selektivitas tergantung pada sifat dari fase diam dan

komposisi fase gerak (Ahuja and Dong, 2005). Menurut Snyder, Kirkland, and

Glajch (2012) nilai k’ harus memenuhi 0,5 < k’ < 20. Perhitungan selektifitas.

∝= � −


(47)

Jika nilai k’ menjadi lebih kecil (terelusi lebih awal) maka resolusi

menjadi lebih buruk. Ketika k’ dibuat lebih besar, resolusi meningkat. Jika ∝

meningkat, Rs akan meningkat juga. Nilai N dipengaruhi oleh kecepatan alir,

panjang kolom, dan ukuran partikel (Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012).

Perhitungan k’ dengan rumus.

�′ = � −

Gambar 5 . Pengaruh k’, , dan N pada pemisahan (Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012)

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah

efisiensi atau jumlah lempeng teoritis atau N (Rohman, 2009). Sebagian

kromatogram memiliki puncak yang cenderung berbentuk Gaussian dan melebar,

di mana Wb menjadi lebih besar dengan bertambahnya tR. Hal ini disebabkan oleh


(48)

kromatografi. Jumlah lempeng (N) adalah ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom

(Ahuja and Dong, 2005). Persamaan untuk menghitung N.

� = , � �/ �

Konsep lempeng secara tradisional berasal dari proses penyulingan di

industri menggunakan kolom yang distilasi terdiri dari beberapa lempeng di mana

cairan kondensasi berada dalam kesetimbangan dengan uap yang naik. Dengan

demikian, semakin panjang kolom distilasi akan memiliki lebih banyak lempeng

atau terjadinya equilibrium. Demikian pula dalam kromatografi, tinggi setara

lempeng teoritis atau HETP (height equivalent theoretical plate) sama dengan

panjang kolom (L) dibagi dengan jumlah lempeng teoritis (N) (Ahuja and Dong,

2005). HETP merupakan panjang kolom kromatografi (dalam mm) yang

diperlukan sampai terjadinya satu kali kesetimbangan molekul analit dalam fase

gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2010). HETP dihitung dengan rumus.

���� =

Nilai N yang tinggi disarankan untuk pemisahan yang baik yang nilainya

sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecilnya nilai H.

Istilah H merupakan tinggi setara lempeng teoritis atau HETP (height equivalent

theoretical plate) (Rohman, 2009). Kolom yang baik akan mempunyai bilangan

lempeng yang tinggi dan nilai HETP yang rendah. Ukuran partikel berpengaruh

terhadap nilai H. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi bilangan


(49)

Dalam sistem kromatografi, diharapkan memiliki bilangan lempeng (N)

yang tinggi yang menunjukkan efisiensi kolom yang tinggi. Beberapa parameter

yang dapat meningkatkan efisiensi kolom pada kromatografi cair, antara lain

ukuran partikel fase diam kecil, lapisan fase diam tipis, bentuk fase diam teratur,

temperatur tinggi, lapisan fase diam merata, ukuran partikel fase diam sama, serta

koefisien difusi yang tinggi pada fase diam dan fase gerak (Watson, 2003).

Menurut WHO, nilai N hendaknya 2000 (cit., Yin, 2011).

Kolom yang efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat

pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi

digambarkan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang

baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari

puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih (overlapping) atau tidak ada

tumpang tindih sama sekali. Tingkat pemisahan antara puncak-puncak

kromatografi yang bersebelahan merupakan fungsi jarak antara puncak maksimal

dan lebar puncak yang berhubungan (Ahuja and Dong, 2005).

Dalam KCKT, resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu

retensi dua puncak yang saling berdekatan ∆ = ) dibagi dengan rata-rata lebar puncak (� + � .

Rumus unntuk menghitung resolusi adalah sebagai berikut.

� = 2∆+ �

Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan


(50)

Sesuai persamaan di atas, resolusi yang besar akan tercapai jika

perbedaan waktu retensi analit cukup besar dan lebar puncak analit dengan analit

yang lainnya adalah sekecil mungkin. Sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan

tersebut, resolusi komponen-komponen dalam kromatografi tergantung pada

waktu retensi relatif pada sistem kromatografi tertentu dan lebar puncak (Ahuja

and Dong, 2005).

Pada kondisi ideal, puncak kromatografi akan memiliki bentuk puncak

Gaussian dengan simetri sempurna. Pada kenyataannya, sebagian besar puncak

cenderung mengalami fronting atau tailing. Seperti ditunjukkan dalam gambar 6,

tailing factor (Tf) seperti yang didefinisikan oleh USP merupakan ukuran puncak

asimetri. Dalam perhitungan ini, lebar puncak dihitung pada 5% puncak tinggi

(W0.05) (Ahuja and Dong, 2005).

Gambar 6 . Diagram yang menunjukkkan perhitungan tailing factor (Tf) serta diagram yang menunujukkan fronting dan tailing (Ahuja and Dong, 2005)

Kebanyakan puncak memiliki nilai tailing factor antara 0,9 dan 1,4;

dengan nilai 1,0 mengindikasikan puncak yang simetris sempurna. Puncak yang

tailing biasanya disebabkan oleh adsorpsi atau interaksi kuat lainnya analit dengan

fase diam, sedangkan puncak fronting dapat disebabkan oleh kolom yang


(51)

Dong, 2005). Menurut WHO, nilai tailing factor yang masih memenuhi kriteria

penerimaan adalah 2 (cit., Yin, 2011).

Efektivitas pemisahan (Rs) dalam analisis HPLC tergantung pada kedua

faktor termodinamika (retensi dan selektifitas) dan faktor kinetika (lebar puncak

dan efisiensi kolom). Hubungan resolusi untuk parameter lain dapat dinyatakan

agak kuantitatif dalam persamaan resolusi: � = �′

�′+ +

∝− ∝ +

√� 4

Retensi Selektifitas Efisiensi

(Ahuja and Dong, 2005).

Dari persamaan resolusi tersebut menunjukkan bahwa Rs dikendalikan

oleh retensi, selektifitas, dan efisiensi. Untuk memaksimalkan Rs, k’ harus relatif besar. Selektifitas dipengaruhi oleh kondisi kolom dan fase gerak. Jumlah

lempeng (N) dimaksimalkan dengan menggunakan kolom panjang atau

menggunakan kolom yang dikemas dengan partikel yang lebih kecil. Strategi

untuk meningkatkan resolusi adalah menemukan kekuatan pelarut yang mengelusi

semua zat antara k’ 1 dan 20 dan untuk memisahkan semua analit dengan memvariasikan pelarut organik dan pengubah fase gerak lainnya. Jika cara ini

tidak berhasil, fase diam berbeda bisa dicoba (Ahuja and Dong, 2005).

Fenomena pelebaran pita dalam proses kromatografi gas pertama kali

dipelajari oleh van Deemter pada tahun 1950 dan menghasilkan persamaan van

Deemter, menghubungkan HETP atau tinggi piring dengan kecepatan aliran linear


(52)

Gambar 7 . Kurva persamaan van Deemter yang menunjukkan hubungan antara HETP lawan kecepatan linear rata-rata (Ahuja and Dong, 2005)

Gambar 7 menunjukkan bagaimana kurva van Deemter adalah kurva

yang berasal dari tiga istilah terpisah (A, B/V, dan CV) yang pada gilirannya

dikendalikan oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel (dp), dan koefisien difusi

(Dm).

Istilah A merupakan "difusi eddy atau multi-path effect" dan sebanding

dengan (dp). B merupakan "difusi longitudinal" dan sebanding dengan (Dm).

Istilah C merupakan "resistensi terhadap transfer massa" dan sebanding dengan

(d2p/Dm). Persamaan van Deemter adalah yang paling terkenal dan muncul untuk

menjelaskan konsep pelebaran pita di HPLC meskipun dikembangkan untuk


(53)

Gambar 8 . Kurva persamaan van Deemter dengan tiga kolom kemas ukuran partikel 10, 5, dan 3 µm (Ahuja and Dong, 2005)

Gambar 8 menunjukkan percobaan van Deemter kurva untuk tiga kolom

kemas dengan ukuran partikel 10, 5, dan 3 µm. Gambar tersebut menunjukkan

bahwa dp yang kecil menghasilkan HETP yang lebih rendah (atau kolom partikel

kecil memiliki efisiensi lebih per satuan panjang) karena istilah A sebanding

dengan dp (Ahuja and Dong, 2005).

Gambar 9 menunjukkan hubungan linear log k’ vs % konten pelarut organik untuk tiga pelarut organik yang umum digunakan pada KCKT fase

terbalik. THF lebih kuat daripada ACN, yang juga lebih kuat daripada MeOH


(54)

Gambar 9 . Hubungan log k’ vs% organic solvent modifier untuk metanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran (Ahuja and Dong, 2005)

Berikut penyebab terjadinya pelebaran pita akan dibahas satu per satu.

a. Difusi Eddy. Penyebab difusi Eddy adalah karena kolom diisi dengan partikel

fase diam yang kecil. Fase gerak membawa analit yang melewati kolom

sebagian akan terelusi terlebih dahulu meninggalkan yang lainnya karena

melewati jalur yang lurus di dalam kolom. Analit lain terelusi setelah itu

karena harus melewati beberapa penghalang di sepanjang kolom (Meyer,

2004).

Gambar 10 . Difusi Eddy (Meyer, 2004)

b. Distribusi aliran. Fase gerak mengalir diantara partikel fase diam. Aliran akan

lebih cepat pada bagian celah antara dua partikel daripada yang dekat dengan


(55)

Gambar 11 . Distribusi aliran (Meyer, 2004)

c. Difusi longitudinal. Analit dalam fase gerak menyebar ke segala arah dengan

difusi. Difusi terjadi dengan arah yang sama atau berlawanan dengan aliran

fase gerak (Watson, 2003).

Gambar 12 . Pelebaran pita oleh difusi longitudinal (Meyer, 2004)

d. Transfer massa. Fenomena ini terjadi karena adanya pori pada partikel fase

diam. Fase gerak dapat masuk ke dalam pori dan kemudian molekul analit

masuk ke dalam pori yang dapat menyebabkan lamanya waktu yang

diperlukan analit tersebut untuk terelusi sehingga menyebabkan terjadinya


(56)

Gambar 13 . Transfer massa. Atas = Struktur pori partikel fase diam; Bawah = Transfer massa antara fase gerak dan fase diam (Meyer, 2004)

F. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah proses yang digunakan dalam penelitian

laboratorium, di mana karakteristik kinerja dari metode yang digunakan sesuai

dengan syarat ditentukan pada metode yang digunakan. Metode uji yang berbeda

memiiki ketentuan yang berbeda pula. Berikut kategori uji yang paling biasa

digunakan beserta data validasi yang diperlukan (The United States

Pharmacopeia, 2007).

Kategori I, metode analisis untuk kuantitasi komponen utama dari

senyawa obat atau senyawa aktif (termasuk pengawet) pada produk akhir sediaan

farmasi. Kategori II, metode analisis untuk menentukan pengotor dalam senyawa

obat atau senyawa degradasi pada produk akhir sediaan farmasi. Metode ini

termasuk uji kuantitatif dan uji batas. Kategori III, metode analisis untuk

menentukan karakteristik kinerja (contohnya kelarutan, pelepasan obat). Kategori

IV, uji identifikasi (The United States Pharmacopeia, 2007).

Untuk setiap kategori uji, diperlukan informasi analisis yang berbeda.


(57)

Tabel II. Data yang diperlukan untuk uji validasi Parameter

Validasi Kategori 1

Kategori 2

Kategori 3 Kategori 4 Kuantitatif Uji Batas

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya

LOD Tidak Tidak Ya * Tidak

LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Rentang Ya Ya Tidak * Tidak

*mungkin diperlukan, tergantung sifat dari uji yang spesifik

Validasi metode analisis dapat diverifikasi hanya dengan penelitian di

laboratorium. Oleh karena itu, dokumentasi dari hasil penelitian yang berhasil

merupakan persyaratan dasar untuk menentukan apakah metode ini cocok untuk

aplikasi yang dimaksud. Dokumentasi yang sesuai harus menyertai setiap

proposal baru atau revisi prosedur analitis kompendial (The United States

Pharmacopeia, 2007).

Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian

terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan yang dilakukan di

laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya. Parameter-parameter tersebut antara lain

sebagai berikut.

a. Spesifisitas. Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk

mengukur analit yang diinginkan dalam matriks tanpa mengalami gangguan

dari analit lain (Gandjar dan Rohman, 2010).

b. Linearitas dan rentang. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada


(58)

proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Rentang

adalah jarak antara level terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah

dipakai untuk mendapatkan presisi, linearitas dan akurasi yang bisa diterima

(The United States Pharmacopeia, 2007).

c. Presisi dan repeatability. Presisi merupakan derajat keterulangan hasil uji

ketika metode dilakukan secara berulang pada sampel yang homogen dengan

beberapa kali sampling. Repeatability adalah ukuran keterulangan yang

dihasilkan dari prosedur analisis laboratorium dalam jangka waktu yang

pendek, oleh analis dan peralatan yang sama (The United States

Pharmacopeia, 2007).

d. Akurasi. Akurasi adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh dengan nilai yang

sebenarnya (The United States Pharmacopeia, 2007).

e. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation). LOD merupakan

jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih

memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOQ

merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional

metode yang digunakan (The United States Pharmacopeia, 2007).

G. Landasan Teori

Bisfenol A bahan yang digunakan untuk pembuatan polikarbonat yang

umum digunakan dalam pembuatan botol minum. European Commission (1996)


(59)

manusia karena merupakan endocrine discrupting chemical (EDC) yang

mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi,

dan eliminasi hormon alami manusia. Informasi terbaru mengenai dosis bisfenol

A harian yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia menurut European Food

Safety Authority adalah sebesar 0,05 mg/kgBB/hari.

Pemaparan pada manusia terjadi akibat migrasi bisfenol A yang lepas

dari wadah plastik ke dalam makanan atau minuman. Lepasnya bisfenol A ini

salah satunya disebabkan oleh panas dan sinar ultraviolet. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penetapan kadar bisfenol A dalam air minun yang diberi paparan sinar

matahari tropis Indonesia sebagai sumber panas yang juga mengandung

ultraviolet dan penetapan kadar bisfenol A yang meluruh dari botol akibat

perlakuan tersebut.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penetapan kadar bisfenol A

pada ekstrak air dalam botol dan ekstrak botol air minum yang diberi pengaruh

penyinaran matahari tropis Indonesia dengan metode kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam

C-18. KCKT dipilih untuk analisis bisfenol A karena mampu memisahkan dari suatu

campuran sekaligus menentukan kadarnya, mudah, cepat, sensitif, serta bisfenol A

dapat dianalisis menggunakan KCKT secara langsung tanpa derivatisasi terlebih

dahulu. Detektor UV dipilih karena bisfenol A memiliki kromofor yang dapat

memberikan serapan di daerah UV.

Digunakan fase diam C-18 karena fase diam ini cocok untuk senyawa


(60)

3,40; fase diam ini digunakan untuk menganalisis senyawa dengan kepolaran

yang rendah, sedang, maupun tinggi dan memiliki pH di antara 2,5-7,5. Bisfenol

A memiliki koefisien partisi oktanol/air (Kow) 103,40 sehingga merupakan senyawa

yang hidrofobik, namun sedikit polar karena memiliki dua gugus hidroksil serta

memiliki pH ± 5 – 6. Interaksi pada C-18 didasarkan pada interaksi hidrofobik atau van der Waals. Bagian cincin benzen dari bisfenol A merupakan bagian

hidrofobik yang akan berinteraksi dengan fase diam. Untuk dapat mengelusi

bisfenol A, fase gerak air ditambahkan pelarut organik untuk mengurangi

kepolaran dari fase gerak. Digunakan pelarut organik asetonitril karena memiliki

kekuatan elusi yang cukup besar pada fase diam C-18. Bisfenol A juga memiliki

bagian polar (-OH) yang dapat berinteraksi dengan fase gerak yang polar sehingga

bisfenol A dapat terelusi melalui kolom.

Ekstraksi bisfenol A dari dalam minuman dilakukan dengan ekstraksi

fase padat atau solid phase extraction (SPE). Sementara itu, ekstraksi bisfenol A

dari dalam botol dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan diklormetan dan

aseton. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengurangi pengotor pada matrik.

Penelitian mengenai pengaruh sinar matahari ini belum pernah dilakukan

sebelumnya oleh karena itu perlu dilakukan optimasi dan validasi metode

penetapan kadar terlebih dahulu untuk memperoleh data yang dapat dipercaya.

Optimasi dilakukan dengan mencari komposisi fase gerak dan kecepatan alir

yang optimal untuk mendapatkan nilai resolusi, N, ∝, k’, HETP, dan tailing factor, yang merupakan parameter pemisahan puncak,yang dapat diterima. Hasil


(61)

yang diperoleh dapat dipercaya, dengan hasil yang memenuhi parameter

selektifitas, linearitas, akurasi, presisi, rentang, LOD, dan LOQ.

H. Hipotesis

1. KCKT fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam C-18

dapat memisahkan bisfenol A dalam matrik sampel dengan baik dilihat dari

resolusi, N, ∝, k’, HETP, dan tailing factor.

2. Penetapan kadar bisfenol A dengan sistem KCKT yang optimal dapat

memenuhi parameter validasi metode analisis, yaitu selektifitas, linearitas,


(62)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian eksperimental

dengan rancangan penelitian deskriptif.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi

volume fase gerak asetonitril : air, kecepatan alir, dan konsentrasi baku bisfenol

A.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam proses optimasi ini adalah resolusi (Rs),

tailing factor (Tf), jumlah lempeng (N), nilai HETP, ∝, dan k’ yang dihasilkan. Variabel tergantung dalam proses validasi adalah selektifiitas, linearitas, akurasi,

presisi, rentang, Limit of Detection (LOD), dan Limit of Quantitation (LOQ).

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut.

a. Kemurnian pelarut yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut

pro analysis yang memiliki kemurnian tinggi.


(63)

C. Definisi Operasional

1. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang digunakan adalah

seperangkat alat KCKT fase terbalik dengan fase diam C-18 dan fase gerak

asetonitril : air dengan perbandingan yang optimum.

2. Optimasi yang dilakukan dengan mengubah-ubah komposisi fase gerak dan

kecepatan alir.

3. Parameter pemisahan yang optimum dengan metode KCKT dapat dilihat dari

resolusi (Rs), tailing factor (Tf), jumlah lempeng (N), nilai HETP, ∝, dan k’ yang dihasilkan.

4. Parameter validasi metode yang digunakan adalah selektifitas, linearitas,

akurasi, presisi, rentang, Limit of Detection (LOD), dan Limit of Quantitation

(LOQ)

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain baku

bisfenol A 97% for synthesis (E. Merck), metanol pro analysis (E. Merck), aseton

pro analysis (E. Merck), diklormetan pro analysis (E. Merck) dan aquabides dari

Laboratrium Kimia Analisis Instrumental Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air hasil

optimasi oleh Pamungkas (in process) dan ekstrak botol diperoleh dari hasil


(1)

2. Perhitungan persen CV pada ekstrak air

Konsentrasi adisi (µg/mL)

Replikasi

Konsentrasi terukur (µg/mL)

Rata-rata konsentrasi

(µg/mL)

SD % CV

0

I 0,0180

0,0199 0,0019 9,43

II 0,0199

III 0,0218 0,3

I 0,3519

0,3508 0,0355 10,13

II 0,3148

III 0,3858 0,4

I 0,4538

0,5115 0,0937 18,32

II 0,4610

III 0,6196 0,5

I 0,5486

0,5482 0,0080 1,45

II 0,5560

III 0,5401 0,6

I 0,6718

0,6726 0,0185 2,75

II 0,6546

III 0,6915 0,7

I 0,7697

0,7801 0,0142 1,82

II 0,7962

III 0,7743

3. Kurva AUC vs konsentrasi adisi baku bisfenol A pada ekstrak air

0 5000 10000 15000 20000

0 0,2 0,4 0,6 0,8

AUC

Konsentrasi (µg/mL)

Kurva AUC vs konsentrasi adisi baku

bisfenol A pada ekstrak air

Replikasi I Replikasi II Replikasi 3 Linear (Replikasi I)


(2)

171

4. Perhitungan persen recovery pada ekstrak botol

Konsentrasi adisi (µg/mL)

Replikasi AUC

Konsentrasi terukur (µg/mL)

Konsentrasi teoritis (µg/mL)

Perolehan kembali

(%)

Rata rata perolehan

kembali (%)

0

I 2182 0,0410 II 2173 0,0406 III 2384 0,0522 0,3

I 8103 0,3675 0,3117 104,72

101,66 II 8463 0,3873 0,3116 111,26

III 7419 0,3297 0,3118 89,01 0,4

I 9978 0,4708 0,4156 103,41

102,78 II 9679 0,4543 0,4155 99,58

III 10329 0,4902 0,4158 105,34 0,5

I 11118 0,5337 0,5195 94,82

97,24 II 11798 0,5711 0,5194 102,15

III 11315 0,5445 0,5197 94,73 0,6

I 14140 0,7002 0,6234 105,74

102,83 II 13554 0,6679 0,6233 100,66

III 13932 0,6888 0,6236 102,08 0,7

I 15991 0,8023 0,7273 104,67

98,98 II 14939 0,7443 0,7272 96,78

III 14988 0,7470 0,7276 95,50


(3)

5. Perhitungan persen CV pada ekstrak botol

Konsentrasi adisi (µg/mL)

Replikasi

Konsentrasi terukur (µg/mL)

Rata-rata konsentrasi

(µg/mL)

SD % CV

0

I 0,0410

0,0446 0,0066 14,75 II 0,0406

III 0,0522 0,3

I 0,3675

0,3615 0,0292 8,09 II 0,3873

III 0,3297 0,4

I 0,4708

0,4718 0,0179 3,80 II 0,4543

III 0,4902 0,5

I 0,5337

0,5498 0,0193 3,51 II 0,5711

III 0,5445 0,6

I 0,7002

0,6857 0,0164 2,39 II 0,6679

III 0,6888 0,7

I 0,8023

0,7645 0,0327 4,28 II 0,7443

III 0,7470

6. Kurva AUC vs konsentrasi adisi baku bisfenol A pada ekstrak botol

0 5000 10000 15000 20000

0 0,2 0,4 0,6 0,8

AUC

Konsentrasi (µg/mL)

Kurva AUC vs konsentrasi adisi

baku bisfenol A pada ekstrak botol

Replikasi I Replikasi II Replikasi III Linear (Replikasi I)


(4)

173

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Optimasi dan Validasi

Metode Penetapan Kadar Bisfenol A dalam Ekstrak Air dan Ekstrak Botol Air Minum Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” ini memiliki nama lengkap Ina Juni Natasia. Penulis dilahirkan di Buntok pada tanggal 22 Juni 1991 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Lidiafran dan Rayaniati. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu di TK Kemala Bhayangkari Buntok (1995– 1997). Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Buntok (1997– 2003), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Dusun Selatan (2003–2006), Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Dusun Selatan (2006–2009) dan pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama mengenyam pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis pernah ikut serta dalam berbagai kegiatan antara lain Kampanye Informasi Obat (KIO) 2010 sebagai volunteer, Hari Anti Tembakau (HAT) 2011 sebagai sekretaris, Camp Kasih Komisi Pemuda GKI Gejayan 2012 sebagai anggota seksi acara, asisten dosen praktikum Kimia Organik (2011), peserta Program Kreativitas Mahasiswa Pendanaan Bidang Pengabdian Masyarakat Tahun 2012, asisten dosen praktikum Kimia Analisis (2012), dan asisten dosen praktikum Farmakognosi Fitokimia (2012).


(5)

xxi INTISARI

Bisfenol A merupakan monomer dari polikarbonat, bahan pembuat botol minum, yang dapat terlepas dari botol akibat hidrolisis karena peningkatan suhu dan degradasi oleh sinar ultraviolet. Bisfenol A dapat menghalangi aktivitas hormon estrogen yang penting dalam sistem imunitas dan reproduksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi optimum dan validitas dari metode KCKT sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol yang telah diberi perlakuan dengan sinar matahari.

Jenis rancangan penelitian ini adalah eksperimental deskriptif. Sistem KCKT fase terbalik dalam penelitian ini menggunakan fase diam C-18, detektor UV pada λ 278 nm. Optimasi dilakukan pada komposisi fase gerak asetonitril : air serta kecepatan alir.

Kondisi optimum yang diperoleh, yaitu komposisi fase gerak asetonitril : air (70 : 30) dengan kecepatan alir 1 mL/menit yang memenuhi kriteria untuk resolusi, tailing factor, N, HETP, ∝, dan k’. Metode ini pada kondisi yang optimum dapat memenuhi parameter validasi yang baik dengan selektifitas yang baik (resolusi > 1,5); linearitas dengan r > 0,98; recovery 80,13 – 104,34%; CV 0,72 – 10,13%; rentang 0,3 – 5 µg/mL; LOD 0,0473 µg/mL; LOQ untuk ekstrak air dan ekstrak botol, masing-masing 0,0063 µg/mL dan 8,4701 µg/g.


(6)

xxii ABSTRACT

Bisphenol A is a monomer of polycarbonate, material for drinking bottle, which can be released from the bottle because of the increased temperature due to hydrolysis and degradation by ultraviolet ray. Bisphenol A can block the activity of the hormone estrogen which is important in the immune and reproductive systems. The purpose of this study is to determine the optimum conditions and the validity of the HPLC method that can be used for the determination of bisphenol A in water extract and bottle extract that had been treated with sunlight.

This research design is experimental descriptive. Reversed-phase HPLC system in this study uses a C-18 stationary phase, UV detector at λ 278 nm. Optimization is done on the mobile phase composition of acetonitrile : water and flow rate.

The optimum conditions are obtained where mobile phase composition of acetonitrile : water (70: 30) with a flow rate of 1 mL/minute those meet the criteria for resolution, tailing factor, N, HETP, ∝, and k’. This method at optimum conditions has a good validation parameters with good selectivity (resolution > 1,5); linearity with r > 0,98; recovery 80,13 – 104,34%; CV 0,72 – 10,13%; range of 0,3 - 5 µg/mL; LOD 0,0473 µg/mL; LOQ for water extract and bottle extract, each of 0,0063 µg/mL and 8,4701 µg/mL.

Keywords: bisphenol A, method optimization, method validation, reversed-phase HPLC

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Skripsi Berjudul OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN SERBUK BERAROMA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

0 1 130

Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

0 1 116

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Penetapan kadar teobromin dan kafein dalam ekstrak serbuk cokelat merk ``X`` menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 119

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196