Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 Inflasi mencapai 78 persen dan harga-harga kebutuhan bahan pokok melambung sampai sekitar 118 persen. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 berdampak tidak hanya pada tahun itu saja melainkan sampai beberapa tahun setelahnya. Penelitian menunjukan bahwa sesudah krisis moneter tingkat kerawanan terhadap kemiskinan diantara orang Indonesia meningkat tinggi. Jenis kemiskinan yang paling rawan adalah kemiskinan kronis. 3 Kemiskinan kronis mendapatkan perhatian khusus dari pakar dan juga pembuat kebijakan termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Mereka bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan Milenium MDGs. Kemiskinan kronis dialami oleh mereka yang terperangkap dalam kemiskinan dalam jangka panjang. Ada standar umum di dunia internasional dalam hal kemiskinan, yakni bahwa warga yang miskin adalah mereka yang hidup dengan pendapatan di bawah USD 1 per hari. Sementara itu program tujuan-tujuan Pembangunan Milenium berupaya untuk mengurangi sampai lima puluh persen jumlah yang hidup dengan pendapatan di bawah USD 1 per hari antara tahun 1990-2015. 4 Selain kemiskinan kronis yang terjadi di Jakarta, jenis kemiskinan yang ditemukan adalah kemiskinan perkotaan urban poverty. Tingkat urbanisasi di Indonesia seperti halnya Negara-negara berkembang lainnya terus melaju pesat. 5 3 Badan Perencanaan Nasional, Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010, h.6. 4 Millennium Development Goals report 2010, United Nation, New York, 2010 5 Mirah Sakethi, Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Provinsi DKI Jakarta, hal. 6. 4 Menurut prediksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN, arus urbanisasi ke Jakarta dan wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi meningkat 200.000 sampai 300.000 orang setiap kali usai lebaran. Prediksi itu dilakukan berdasarkan arus urbanisasi rata-rata setiap tahun di kawasan ini. Bahkan dari tahun ke tahun angka tersebut cenderung menunjukan peningkatan. Secara nasional, tahun 2010 arus urbanisasi mencapai 49,8 persen. Diproyeksikan pada tahun 2015 arus urbanisasi mencapai 53,5 persen dan tahun 2025 diperkirakan mencapai 60 persen. 6 Tidak lama lagi kota Jakarta akan menjadi Mega City kota yang berpenduduk lebih dari 10 juta Jiwa. Terbentuknya Mega City merupakan kecenderungan yang ditemukan di kota-kota besar di kawasan Asia Timur dan Pasifik. 7 Penduduk kota Jakarta pada tahun 2011 mencapai 9.729.523 Jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 13.268 JiwaKm 2 . Sementara itu menurut sensus penduduk tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta tahun 2000-2010 sekitar 1,42 persen. Sedangkan menurut sensus penduduk pada tahun 2000, angka ini meningkat 10 kali lipatnya bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 1990-2000. 8 Jakarta adalah kota yang memiliki tingkat urbanisasi tinggi. Ini merupakan suatu kewajaran karena daerah perkotaan dapat memberikan peluang kerja dan 6 Artikel tersebut diakses pada 23 Desember 2014 pukul 21.04 dari http:poskotanews.com20140807jakarta-kian-sesak 7 Mirah Sakethi, Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Provinsi DKI Jakarta, hal. 4. 8 BPS Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2012 Jakarta: BPS DKI Jakarta, 2012, h. 5. 5 juga akses kepada layanan-layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan yang relatif lebih lengkap di bandingkan dengan pedesaan. Meskipun demikian, seperti terlihat pada krisis moneter pada tahun 1998, penduduk perkotaan ternyata jauh lebih rentan terhadap guncangan ekonomi makro yang berdampak langsung pada kebutuhan tenaga kerja dan peningkatan harga-harga bahan pokok. Pokok permasalahan yang dihadapi kota Jakarta bukan hanya pada besarnya kota tetapi pesatnya pertumbuhan kota ini. Kesejahteraan warga bergantung pada kemampuan pemerintah memberikan layanan-layanan dasar bagi seluruh warga, mengelola penataan ruang dengan baik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan perkotaan seperti yang ditemukan di Jakarta mempunyai beberapa ciri khas yang berbeda dengan kemiskinan di pedesaan. Selain menghadapi tantangan terhadap keselamatan diri dan komunitasnya, kaum miskin perkotaan juga menghadapi tantangan ekonomi yang bersumber dari ketidakpastian tempat tinggal dan guncangan ekonomi makro. Tambahan pula meskipun secara fisik berada dekat dengan pusat kekuasaan dan pembuat kebijakan, kaum miskin tidak memiliki akses terhadap penyusunan kebijakan. Selain itu, suara kaum miskin umumnya kurang dipertimbangkan dalam arena penyusunan kebijakan sehingga kebutuhan mereka sering terabaikan. 9 Untuk membekali warga miskin di Jakarta agar mampu memperbaiki nasib mereka sendiri perlu pembinaan dari pemerintah seperti bina ekonomi, bina fisik 9 Mirah Sakethi, Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Provinsi DKI Jakarta, hal. 7. 6 dan bina sosial agar memberikan kemampuan pada dirinya untuk mengatasi kemiskinan yang ada pada warga Jakarta. Upaya pengembangan dan pemberdayaan perekonomian rakyat perlu diarahkan untuk mendorong terjadinya perubahan struktur yang meliputi proses perubahan dari pola ekonomi lemah ke ekonomi tangguh. Mulai dari ketergantungan kepada kemandirian, sampai dari konglomerat ke rakyat. Upaya untuk memperkuat posisi rakyat atas negara tidak saja membutuhkan peran pemerintah, tetapi juga dari peran aktif masyarakat sendiri. 10 Untuk menanggulangi permasalahan sosial yang ada, pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk menjalankan sebuah program yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK. Pelaksanaan PPMK ini merupakan wujud nyata keinginana Pemerintah Propinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan paradig ma baru pembangunan, yakni “masyarakat membangun” dan bukan lagi “membangun masyarakat”. Masyarakat bukan lagi diperlakukan sebagai obyek pembangunan tetapi telah menjadi subyek atau pelaku pembangunan. Harapan pemerintah dengan pendekatan pembangunan berbasis komunitas community development dan partisipatif, berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat di kelurahan dapat diselesaikan secara lebih mendasar oleh masyarakat sendiri. 10 Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, h.70. 7 Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemberdayaan empowering, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk memberikan bantuan masyarakat dengan pendekatan Bantuan Langsung Masyarakat BLM. Bantuan ini disalurkan melalui program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK. Program tersebut bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang memperkuat perkembangan masyarakat di masa mendatang. Program PPMK merupakan dana bantuan langsung kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan Tribina sebagai model pendekatan dalam pemberdayaan dan pembangunan masyarakat RW di kelurahan, yaitu meliputi Bina Sosial, Ekonomi dan Fisik Lingkungan. Alokasi dari ketiga pendekatan ini akan dilihat dari prioritas kebutuhan dasar masyarakat masing-masing RW di kelurahan melalui hasil identifikasi bersama-sama masyarakat dan Fasilitator Kelurahan, yang korelasinya terwujud dalam penggunaan dana Bantuan Langsung Masyarakat BLM. Bantuan kepada masyarakat diberikan dalam bentuk dana yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang diusulkan. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif, pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan serta pengembangan sumber daya manusia dalam penguatan kelembagaan yang disalurkan kepada kelompok-kelompok Masyarakat Pemanfaat KOMAT. Dana yang disalurkan di RW-RW ditindaklanjuti melalui kelembagaan Dewan Kelurahan DK dan TPK RW di masing-masing kelurahan. Posisi Lurah berfungsi sebagai pembantu Pimpinan Proyek Pimpro. 8 Program PPMK telah mulai dilaksanakan pada tahun 2001 dalam bentuk Pilot Proyek pada lima Kelurahan di setiap Kotamadya yang salah satunya adalah Kelurahan Kramat Pela dari Kotamadya Jakarta Selatan. Pada tahun 2015, Kelurahan Kramat Pela kembali menyelenggarakan kegitan PPMK sebanyak empat kegiatan Bina Sosial dan tiga kegiatan Bina Fisik Lingkungan dengan anggran sebesar 200 juta rupiah 11 . Dari latar belakang di atas, disusunlah skripsi ini dengan judul: “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN PPMK DI KELURAHAN KRAMAT PELA KECAMATAN KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN ”.

B. Batasan dan Rumusah Masalah

1. Batasan Masalah

PPMK merupakan sebuah program yang dibentuk oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan masalah kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk menciptakanmeningkatkan kapasitas masyarakat menuju kemandiannya. PPMK mempunyai dua pendekatan program yaitu, Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial. Dalam penelitian ini penulis 11 http:poskotanews.com20160106dimodali-dana-ppmk-puluhan-remaja-dilatih-rias- pengantin artikel diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 pada jam 01.53. 9 memfokuskan permasalahan pada evaluasi program bina sosial di Kelurahan Kramat Pela. Dalam evaluasi ini, penulis menggunakan model CIPP Context, Input, Proces, Product hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Permasalahan pokok yang akan dibahas adalah pada penerima manfaat dari program PPMK bina sosial yang berada di Kelurahan Kramat Pela pada periode 2016.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK di Kelurahan Kramat Pela? 2. Bagaimana evaluasi terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK bina sosial di Kelurahan Kramat Pela dengan menggunakan model evaluasi CIPP Context, Input, Process, Product ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK di Kelurahan Kramat Pela. b. Untuk mengevaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Kramat Pela dengan menggunakan model evaluasi CIPP. 10

2. Manfaat Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah: 1 Manfaat Akademis a Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah. b Memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswamahasiswi yang tertarik terhadap permasalahan kemiskinan di perkotaan dan sebagai tambahan bacaan bagi yang berminat membahas evaluasi program pemberdayaan di perkotaan. c Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan evaluasi program pemberdayaan masyarakat di perkotaan. 2 Manfaat Praktis a Sebagai bahan bagi pengurus dan pelaksana PPMK di Kelurahan Kramat Pela dalam rangka meningkatkan kualitas pembangunan sosial sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai evaluasi program PPMK. c Untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya dan para calon pekerja sosial agar