melebar disebut midriasis. Otot polos yang mengecilkan pupil disarafi oleh serabuti parasimpatis, sedangkan otot yang
melebarkan pupil pupilodiator disarafi oleh serabut simpatis torakolumbal. Lumbantobing, 2013: 41. Hubungan antar kata
yang membentuk kalimat di atas menjadi fokus telaah sintaksis, sedangkan pembentukan kata seperti kata: disarafi, pupil,
mengecil, serabuti serabut merupakan objek kajian morfologi.
6. Pragmatik merupakan kajian yang memberlakukan
syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; atau aspek-aspek pamakaian bahasa
atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Titik singgung antara pragmatik dengan
morfologi adalah sama-sama mempersoalkan makna satuan bahasa. Contoh: Pertanyaan diajukan oleh penutur 1 disingkat
P1: Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan nasional? Kalimat jawaban disampaikan oleh penutur 2 disingkat P2:
Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan produktifitas pertanian dengan cara
mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan
pestisida kimia. Suswono, 2012: 14
Telaah pragmatik mempersoalkan maksud dan makna dibalik ujaran, atau teks. Pertanyaan yang diajukan oleh P1
kepada P2 memperlihatkan ada maksud atau ujaran itu mengandung informasi indeksal, yaitu tuturan itu disampaikan
oleh seorang yang mengetahui bahwa ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil
panen pangan menurun. Morfologi tidak mempersoalkan maksud ujaran tetapi mempersoalkan pembentukan kata dan
makna seperti: inovasi teknologi, dilakukan, meningkatkan, produktifitas pertanian, mengembalikan, daya dukung lahan,
mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintetis, pupuk kimia, pestisida kimia.
E. Fokus kajian Morfologi
Fokus kajian morfologi pada buku ini sama dengan fokus kajian yang dikemukakan oleh Chaer, 2008: 7 tentang
rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu 1 menganalisis unsur-unsur bahasa, dan 2 alat-alat analisis
terjadinya pembentukan kata. Tahapan kajian, yaitu:
12
1 Unsur bahasa yang dianalisis mencakupi: a
morfem dasar, morfem terikat; 2 kata 2
Alat analisis pembentukan kata menggunakan peranti, yaitu: a bentuk dasar, b alat pembentuk
kata, yaitu imbuhan, reduplikasi, komposisi, morfofonemik, infleksi dan derivasi.
3 Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses
pembentukan kata, dari satu bentuk ke bentuk lain. F.
Pola Analisis Morfologi
G. Pendekatan Dalam Buku ini
1. Pendekatan Sinkronis
Untuk menganalisis sistem bahasa, khususnya dari aspek morfologi buku ini menggunakan pendekatan sinkronis
atau deskriptif. Bertumpu kepada pendekatan itu, perhatian penyelidikan terbatas pada sistem bahasa pada kurun waktu
tertentu saja, yakni pada era global.
Buku mengenai morfologi ini mempergunakan data bahasa yang berlaku dalam abad XXI ini saja, khusus pada
ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti, dan kedokteran. Buku ini tidak memperhatikan sejarah
perkembangan sistem bahasa dari masa ke masa. Meskipun dipahami juga bahwa penyelidikan mengenai sistem bahasa
secara keseluruhan maupun secara morfologi, dapat dilakukan baik secara secara sinkronis dan secara diakronis. Ditinjau
secara historis atau diakronis, artinya kegiatan penyelidikan diarahkan pada perkembangan sistem bahasa itu dari waktu ke
waktu, di sisi lain pendekatan deskriptif atau sinkronis, fokus perhatian diarahkan hanya kepada sistem bahasa, pada kurun
waktu tertentu saja
Pendekatan sinkronis terhadap pelbagai gejala pembentukan kosa kata bahasa Indonesia dewasa ini, dengan
segala seluk beluk kerumitannya dilihat sebagai: 1
Kekayaan bahasa Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan
pengungkapan bahasa Indonesia dan keperluan komunikasi luas;
13
2 Keunikan kaidah morfologi bahasa Indonesia yang
bersifat fleksibel. Artinya pembentukan kata antara morfem terikat dengan morfem bebas yang berupa
bentuk-bentuk morfem bebas yang baru muncul saat ini, baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa
asing proses pembentukan kata dapat berlangsung dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
2. Pendekatan Ranah
Pendekatan ranah digunakan dengan dasar pemikiran bahwa penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi
di berbagai bidang kehidupan. Suparno 2012: 21 mengemukakan bahwa penggunaan bahasa adalah kebiasaan
berbahasa seorang penutur dengan mitra tuturnya atau penggunaan bahasa dalam masyarakat di dalam suatu peristiwa
bahasa tertentu. Penggunaan bahasa dalam masyarakat erat kaitannya dengan dalam bidang apa bahasa itu digunakan.
Apakah ada konsep tentang penggunaan bahasa pada suatu bidang? Penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi tidak
secara acak, tetapi mengikuti pola: “Kapan, di mana, dengan siapa, dalam situasi apa dan dalam ranah apa”. Fishman 1965:
26 dalam Suparno 2012: 21 memberi batasan bahwa ranah adalah tempat penutur melakukan pemilihan bahasa yang tepat
untuk digunakan. Dalam buku ini, konsep ranah dipahami bahwa keberadaan bahasa selalu ada dengan keberadaan
manusia sebagai penggunanya. Pemilihan ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti dan
kedokteran dianggap sebagai ranah-ranah yang banyak terdapat kosakata baru dari bahasa asing masuk ke dalam bahasa
Indonesia. Berikut ini dipaparkan contoh kosa kata dalam ranah bisnis: terinfeksi, terinovasi, mengaplikasi, bermikroba,
terfermentasi, direhidrasi,
hidrasi, kewirausahaan,
berinovasilah, diklaim, keswadayaan, berbasiskan, diimplementasikan,
mengimplementasikan, mengeliminasi,
pengimplementasi, tereliminasi, didelineasi, direklamasi, diterlantarkan, uji kelayakan, diverifikasi, diaplikasikan, dls.
3. Pendekatan Proses
Pendekatan proses dalam buku ini merujuk kepada tataran morfologi adalah tataran yang berurusan dengan proses
14
yang mengolah morfem terikat dan morfem bebas menjadi kata. Dengan menggunakan model proses dapat dipahami
bedanya proses pembentukan dan makna bentuk-bentuk diimplementasikan-mengimplementasikan. Kalau bentuk
diimplementasikan dibentuk melalui verba bahasa Inggris implement ‘melaksanakan’ dengan awalan {di-} yang befungsi
sebagai pembentuk kata kerja pasif, dan makna gramatikal diimplementasikan
adalah ‘sesuatu tindakan yang dilaksanakan’, dengan kata lain makna kata itu seperti yang
disebut pada bentuk dasar, sedangkan bentuk mengimplementasikan dibentuk melalui verba implement
dengan konfiks {me-kan} dan makna gramatikalnya adalah ‘orang yang melaksanakan sesuatu’.
Pendekatan proses melihat bahwa makna gramatikal suatu bentuk bahasa dapat menjadi tanda bahwa setiap kata
memiliki bentuk dasar. Umpamanya :
Bentuk bahasa Makna
1. {mentwit} ‘orang yang menulis twitter’
2. {meretwit} ‘orang yang menjawab twitter’
3. {mewatchup} ‘orang yang menggunakan program
watch up’ 4. {pengemail}
‘orang yang mengirim surat elektronik’
5. {disetting} ‘ditempatkan’
Demikian halnya:
Bentuk Makna
1. {meminimalisir} ‘menjadi kecil’ 2. {terintegrasi}
‘dapat digabung’ 3. {membooming}
‘menjadi laku, besar’ 4. {mengekspansi}
‘membuat sesuatu menjadi luas’ 5. {disinergikan}
‘dihubungkan; digabungkan’ Contoh lain:
Bentuk Makna
1. {diedukasi} ‘dididik’
2. {berproteksi} ‘memakai pelindung’
15
3. {beropsi} ‘melakukan pilihan’
4. {memfasilitasi} ‘menyediakan fasilitas’
5. {bernutrisi} ‘mengandung vitamin’
6. {berteknologi} ‘menggunakan teknologi’
Inti persoalan: “Bagaimana cara mengetahui proses pembentukan kata itu?” untuk mengetahui bahwa bentuk
berproteksi bermakna
‘memakai pelindung’; bentuk membooming bermakna ‘menjadi laku’ dan bentuk beropsi
bermakna ‘melakukan debat’ adalah komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar.
Bentuk berteknologi bermakna ‘menggunakan teknologi’, karena akar kata teknologi memiliki komponen makna
[+teknik]; bentuk berproteksi mempunyai komponen makna ‘memakai pelindung, dengan akar kata proteksi memiliki
komponen makna [+penjagaan] dan memfasilitasi ‘menyediakan fasilitas’ memiliki komponen makna
[+kegiatan].
Model analisis ini dapat ditelusuri dengan melakukan taksonomi bahwa semua akar nomina yang memiliki komponen
makna [+teknik], seperti vaksin, integrasi, dan otomotif. bila diberi prefix {ber-} akan bermakna gramatikal ‘menggunakan
teknologi’, dan semua akar nomina yang memiliki komponen makna [+tindakan] atau [+pekerjaan], seperti twitter,
inkubator, dan kontribusi bermakna gramatikal ‘melakukan’.
Paparan sepintas mengenai gejala morfologi pada proses afiksasi, y.ang tertera di atas menunjukkan bahwa makna
gramatikal sangat erat hubungannya dengan komponen makna yang dikandung oleh bentuk dasar dari suatu pembentukan
kata. Cara berpikir model ini sama dengan cara berpikir Chaer 2008, tetapi berbeda dengan pendapat Kridalaksana 1989
yang bersandar pada konsep Ferdinand de Saussure bahwa setiap tanda linguistic signé linguistique, termasuk afiks juga
memiliki makna. Oleh karena itu, menurut Kridalaksana ada 19 buah prefix {me-} dengan maknanya masing-masing, ada 21
{ber-} dengan maknanya masing-masing. Atau dengan kata lain ada 19 bentuk prefix {me-} yang berhomonimi dan ada 21
buah prefix {ber-} yang berhomonimi.
Untuk selanjutnya dalam menganalisis proses pembentukan kata melalaui afiksasi, reduplikasi dan komposisi model atau
16
pendekatan proses ini akan diikuti dan penentuan makna gramatikalnya dikaitkan dengan komponen makna yang
menjadi bentuk dasarnya. Dengan demikian pertanyaan- pertanyaan mengenai pembentukan kata dengan dasar yang
berasal dari unsur asing dalam berbagai ranah dapat terjawab.
4. Pendekatan Taksonomis
Buku ini selain menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif, maupun ranah, digunakan juga pendekatan yang
bersifat taksonomis. Pendekatan taksonomis merujuk kepada pengklasifikasian unsur-unsur bahasa menurut hubungan
hierarkis. Pendekatan ini digunakan dengan tujuan bahwa, dalam kajian tata bahasa Indonesia sampai kini, masalah
penggolongan unsur-unsur bahasa masih terjadi perdebatan yang tak ada selesainya, padahal masalah itu cukup mendasar
dan penting, sehingga perlu diputuskan secara tuntas. Uraian taksonomis ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kajian
yang lebih mendalam dan bagi penyusunan kaidah khususnya pada tataran morfologi.
Dalam berbagai buku linguistik dewasa ini terdapat banyak aliran linguistik yang berurusan dengan tatabahasa,
seperti: aliran transformasi, generatif, minimalis dan lain sebagainya untuk memaparkan morfologi. Setiap aliran itu
memiliki cara berlain-lainan atau bahkanada yang
bertentangan. Dalam buku ini semua aliran itu dianggap telah banyak menyumbangkan wawasan, dan kekayaan pengetahuan
tentang bahasa yang beraneka ragam. Semua aliran-aliran tentang analisis bahasa dalam buku ini hanya dimanfaatkan
sebagai pemerkayaan pandangan baik dari aspek teoretis, cara analisis, data yang dipakai, dan temuan yang dihasilkan.
Dengan perkataan lain, hasil penelitian aliran-aliran itu yang dapat diterapkan untuk mengkaji sistem bahasa Indonesia
digunakan dalam buku ini sebagai pisau analisis. Jadi, pendekatan yang digunakan dalam buku ini bersifat hibrid.
17
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Pengantar
Uraian mengenai seluk beluk kaidah morfologi bahasa Indonesia sudah banyak ditelaah para ahli. Kajian terdahulu itu
digunakan dalam tulisan ini sebagai informasi. Perbedaan buku ini dengan buku morfologi terdahulu adalah sumber data dan
sudut pandang teoretis.
Sudut pandang teoretis yang digunakan dalam buku ini adalah tipe baru teori morfologi bahasa Indonesia. Penggunaan
sudut pandang ini dapat meninjau hubungan berbagai tataran, di antaranya tataran makna dan leksikon, leksem, kata,
morfologi, sintaksis dan semantik. Leksem dalam buku ini dianggap sebagai peranti utama, mengetahui segmen-segmen
bahasa.
B. Leksikon
Leksikon adalah sekumpulan informasi tentang kata atau ungkapan dalam sebuah bahasa. Murphy 2013: 4
mengemukakan bahwa leksikon memiliki beberapa rujukan makna, antara lain: 1 daftar kata dalam suatu kamus, 2
kosakata sebuah bahasa; 3 kosakata khusus berdasarkan ranah dari suatu bahasa.
Buku ini membahas leksikon dalam kapasitasnya sebagai kosakata sebuah bahasa; dan kosakata khusus yang terdapat di
dalam ranah suatu bahasa. Pertanyaan yang dapat diajukan apa itu leksikon? Murphy 2013: 5 mengemukakan bahwa:
a. Leksikon adalah unsur-unsur bahasa, yang mengandung
segala informasi mengenai makna suatu hal, konsep, atau benda. Leksikon itu digunakan oleh suatu
masyarakat bahasa sebagai alat ekspresi, dengan kata lain, leksikon yang digunakan itu juga dianggap sebagai
kosakata;
b. Leksikon adalah kosakata suatu bahasa; kekayaan
kosakata seseorang, masyarakat bahkan suatu bahasa; c.
Daftar kata yang tertera dalam kamus. Murphy mengemukakan bahwa gejala unsur
kebahasaan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: a leksikon
18
dan b gramatikal. Suatu kaidah a grammar adalah sebuah sistem kaidah yang terdapat di dalam suatu bahasa, sedangkan
leksikon adalah sekumpulan pengetahuan bahasa yang tidak dapat dijangkau oleh kaidah.
Persoalan tatabahasa dalam isu-isu kebahasaan, mecakupi isu-isu sebagai berikut: a tataurutan kata word
order, b kaidah morfologis regular morphological; c proses fonologi phonological process. Misalnya, dalam
tatabahasa Indonesia, kalimat berikut ini berbeda satu sama lain:
Contoh kalimat: 1
Pasien itu perlu minum tablet satu hari tiga kali. 2
Pasien itu menggunakan tablet untuk mendapatkan .
Perbedaan ini juga sama dengan contoh kalimat: 3
Mobil truk itu memuat 3000 liter BBM. 4
Orang itu sedang mengirim BBM. Tatabahasa tidak member informasi apa itu BBM dan
tablet yang ada di dalam kalimat. Ditinjau dari aspek pemerolehan suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia,
seseorang dapat belajar bahwa bunyi tablet yang dieja dengan [t], [a], [b], [l], [e], [t] yang bermakna ‘sejenis obat untuk
menyembuhkan penyakit’. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Informatika, muncul
bentuk baru, yang ternyata memiliki kesamaan bentuk dengan kosa kata tablet tetapi berbeda acuan dan makna, tablet dalam
ranah teknologi informatika bermakna ‘komputer mini’. Leksikon adalah kumpulan berbagai asosiasi antara ucapan
pronunciations, makna meaning dan kaidah tatabahasa grammatical properties yang dapat dipelajari bukan hasil dari
kaidah gramatikal.
Leksikon terdiri dari unsur-unsur leksikal leksikal entries, umumnya sebuah kamus tersusun oleh berbagai entri
atau kata kepala dan mengandung banyak informasi mengenai kata kepala itu. Setiap entri leksikal mengandung secara tepat
19
informasi mengenai ungkapan bahasa secara khusus disebut sebagai sebuah leksem. Misalnya di dalam alinea berikut:
Setiap hari ada saja kasus bullying yang terjadi di sekitar kita. Bullying merupakan istilah yang merujuk
pada sebuah tindak kekerasan fisik psikologis berjangka panjang yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Seringnya, orang mengira aksi bully-membully
hanya dilakukan oleh orang yang usia sekolah dasar atau remaja. Itu salah besar. Pada orang dewasa,
bullying juga sering dilakukan meski jarang disadari…
Sumber: Majalah Kesehatan Keluarga. Dokter Kita. Edisi 11 tahun VIII- November 2013, hal 86
Sebuah bentuk bahasa entah itu ujaran maupun tulisan merepresentasikan sebuah leksem jika bentuk itu ada hasil dari
kesepakatan para pengguna yang diasosiasikan dengan makna non komposisional non-composisional meaning. Apa yang
dimaksud dengan kovensional dan makna non komposisional?
a. Konvensional
Leksikon sebagai suatu bentuk bahasa memiliki makna, makna ini diperoleh dari pengetahuan umum yang ada di
kalangan para penutur bahasa dari suatu bahasa, dan leksikon perlu dipelajari secara khusus baik, bentuk maupun maknanya
dari anggota masyarakat bahasa yang menggunakannya. Bandingkan contoh kalimat, berikut:
5 Orang tua itu ingin membehel giginya. Ia pergi ke
dokter gigi terdekat. Leksikon behel ‘kawat gigi’, jika mendengar satuan
bahasa behel , seseorang tidak akan mendapat informasi lain, menyangkut behel. Mengapa ada orang menggunakan behel,
membeli behel, memilih behel warna hijau atau merah, harga behel mahal dls. Seseorang akan memahami behel dalam ranah
kesehatan gigi, khususnya pada pemasangan kawat gigi atau
20
perawatan otordontik yang dilakukan berkaitan dengan adanya masalah ketidakharmonisan gigi atau rahang. Leksikon behel
muncul karena ada kebutuhan konsep untuk ditunjuk. Leksikon ini digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk menandai
sesuatu secara khusus.
b. Non Komposisi Non-compositionality
Leksikon bukan merupakan sesuatu yang bersifat rangkaian. Artinya makna dari sesuatu bentuk tidak dibangun
dari sesuatu yang berada di luar atau kemungkinan makna yang terkandung di dalam masing-masing unsur pembentuk satuan
bahasa itu. Contoh menginhalasi bentuk ini tidak berkomposisi sebab makna yang dikandungnya tidak jelas berasal dari bunyi
atau rangkaian huruf-huruf yang membentuk satuan bahasa itu. Misalnya bunyi s tidak menunjukkan bagian hidung atau
bunyi h mengatakan kepada kita alat bantu mengobati jalannya pernafasan. Jadi, bentuk menginhalasi dan maknanya
terjadi secara mana suka atau arbitrary yang berkaitan antara bentuk dan makna.
C.
Leksem
Dalam tataran semantik, khususnya semantik leksikal terdapat suatu kajian tentang leksem. Murphy 2013: 10
mengemukakan sebagai berikut:
“… a lexeme is not the same as a word in real language use. Lexemes are, essentially abstractions of actual words
that occur in real language use”. This analogous to the case of phonemes in the study of phonology. A phoneme is an
abstract representation of a linguistic sound, but phone, which is what we actually say when we put that phoneme to
use, has been subject to particular linguistic and physical processes and constraints.
Paparan di atas menunjukkan bahwa word ‘kata’ dibedakan dari lexeme ‘leksem’. Hal senada tentang leksem dikemukakan
oleh Riemer 2013: 17 sebagai berikut :
21
“The lexeme is the name of the abstract unit which unites all the morphological variants of a single word”.
Uraian di atas menunjukkan bahwa semantik leksikal sebagai salah satu subsistem linguistik memandang bahwa: a
tidak semua kata adalah leksem; dan b tidak semua leksem adalah kata, demikian Murphy 2013: 10.
Leksem tidak sama dengan kata yang ada di dalam bahasa secara nyata. Leksem adalah unsur leksikal dasar yang bersifat
abstrak yang mendasari perubahan berbagai bentuk secara morfologis, Riemer 2013: 16
Berbeda dengan Murphy 2013 dan Riemer 2013, Cruse 2011: 238 justru menambahkan konsep lain, ia menyatakan
bahwa:
“Lexemes are the units listed in a dictionary. A dictionary provides a list of the lexemes of a language each indexed by
on of its words forms. Which word form a dictionary uses to indicate a lexeme is at least partly a matter of
convention”.
Bagi Cruse 2011 bentuk leksem yang terdapat dalam kamus dapat menunjukkan sebuah bentuk kata.
Bertumpu pada paparan di atas, buku ini merujuk leksem sebagai bahan dasar dalam leksikon, yang berbeda dengan kata
sebagai satuan gramatikal. Sebuah leksem yang telah mengalami proses gramatikal akan menjadi kata ditinjau dari
tataran gramatika. Melalui sudut pandang gramatika, leksem diartikan juga sebagai bentuk morfem dasar atau kata, maupun
bentuk terikat atau afiks. Dengan kata lain, leksem memegang peranan penting sebagai satuan dasar pembentukan kata dalam
proses morfologis.
22
D. Kata