Buku morfologi Bahasa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengantar
Buku morfologi Bahasa Indonesia telah banyak ditulis para ahli bahasa, baik buku yang berupa buku tatabahasa maupun buku khusus morfologi; entah itu buku besifat preskriptif, deskriptif, diakronis, maupun diakronis. Dicermati dengan seksama, buku-buku itu belum memperhatikan pembentuan kata-kata baru yang muncul akibat perkembangan ilmu pengetahuan, misalnya di bidang telekomunikasi, kedokteran property, bisnis, dan teknologi informasi. Buku-buku itu belum menjawab lima pilar sebagai berikut:
1. Apakah gejala pembentukan kata ber+feysen;
meN+twitter; ber+watch-app; meN+branding; ber+deviasi; di+fleksi+kan; ter+fleksi; meN+fiksasi
kaidah morfologi bahasa Indonesia yang menyesuaikan; ataukah kata-kata baru itu yang mengalami proses morfologi?
2. Bagaimanakan prefiks {di-}; {meN-}; {ter-}; dapat diimbuhkan pada morfem verifikasi, sedangkan prefiks {ber-} tidak dapat? Secara realita, kata-kata seperti
aplikasi, menjadi diaplikasi, mengaplikasi, teraplikasi, diverifikasi, memverifikasi, terverfikasi berterima, tetapi kata berverfikasi tidak berterima?
3. Bagaimana prefiks {ber-}, {ter-}; {meN}; {peN}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem akar karbonasi, sedangkan prefiks {se-} tidak dapat?
4. Mengapa prefiks {ber-}; {meN-}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem promosi, nutrisi sedangkan {peN-} tidak?
5. Mengapa imbuhan gabung {me-kan } dapat diimbuhkan pada morfem dasar misalnya cipta, suntik, efisien, kontribusi, sharing, menjadi menciptakan, membisniskan, mengefisienkan, mengkontribusikan, mengsharingkan tetapi imbuhkan gabung {me-i } tidak berterima bila diimbuhkan pada kata dasar cipta, menjadi menciptai, membisnisi, mengefiesiensi dan mengkontribusii?
(2)
Buku morfologi yang sudah ada belum membahas berbagai aspek kebahasaan yang berkaitan dengan lima pilar dalam kaitannya dengan kosakata yang muncul dari ranah
telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, maupun teknologi informasi. Buku morfologi yang telah ada masih terbatas pada analisis hanya didasarkan kepada pendeskripsian kaidah yang tampak secara fisik berasal dari data ujaran maupun tulisan. Perbedaan buku morfologi bahasa Indonesia yang sudah ada dengan buku morfologi ini terletak pada beberapa aspek, yaitu:
1) buku ini mendeskripsikan kaidah yang tampak secara fisik, mengenai pembentukan kata baru yang muncul pada ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, dan teknologi informasi;
2) buku ini mendeskripsikan ciri-ciri semantik dari setiap satuan bahasa akar atau leksem yang dianggap menjadi dasar pembentukan kata.
3) buku ini menganalisis leksem dalam kaitannya dengan makna gramatikal dan semantik. Contohnya pengimbuhan prefiks {ter-} dengan leksem integrasi
menjadi {terintergrasi} ‘tergabung’, imbuhan {ter-} ditinjau dari segi fungsi membentuk kata kerja pasif, selain itu, imbuhan {ter-} memberi makna gramatikal, yaitu ‘dalam keadaan’; sedangkan leksem integrasi
memiliki komponen makna (+ keadaan atau situasi). Contoh lain, pengimbuhan {meN-} dengan leksem
branding menjadi {membranding} ‘mencap; memberi merek’. Pengimbuhan {meN-} pada leksem branding,
membentuk kata kerja transitif, imbuhan {meN-} itu memiliki makna gramatikal ‘membubuhi’, leksem
branding memiliki komponen makna (+ menaruh sesuatu pada; menambahkan pada)
B. Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia
Perkembangan atau pertambahan kosakata bahasa Indonesia bertumbuh sangat pesat. Kosakata sebagai satuan analisis terbesar dalam kajian morfologi merupakan salah satu komponen bahasa yang dalam linguistik diberi istilah leksikon (lexicon). Pertanyaan yang dapat diajukan: “Bagaimana kosakata bahasa Indonesia dapat terus bertambah dan berkembang?” Pertambahan dan perkembangan kosakata
(3)
bahasa Indonesia dapat terjadi karena berbagai aspek. Salah satu aspek yang dapat menggambarkan bahwa bahasa Indonesia terus bertambah dan berkembang adalah aspek penggunaan bahasa Indonesia yang menjadi peranti utama untuk memaparkan perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai disiplin ilmu, umpamanya ilmu kedokteran, telekomunikasi, bisnis, properti, teknologi informasi, dls. Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan peranti komunikasi yang mumpuni untuk menceritakan kondisi ekonomi, sosial, kesehatan, pertumbuhan penduduk, pendidikan, budaya, politik, lingkungan alam, bencana alam, konservasi alam, dan sebagainya.
Globalisasi diidentifikasi sebagai suatu era yang sangat berpengaruh kepada pertambahan dan perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Kosakata banyak bermunculan pada kurun waktu ini. “Bagaimana hal itu dapat terjadi? Ada beberapa hal yang menyebabkan kosakata itu lahir, yakni: 1) kosakata muncul dari hasil penelitian terhadap suatu objek, dari objek itu diciptakan nama, contoh kosakata android, blackberry, akun, rekening, markah buku, tembolok, situs web lapuk, cakram digital, lema, entri, folder, cakram keras, online web, prosesor, jejaring, laman web, situs web, wireless, peramban web dan lain sebagainya, kata-kata itu kemudian sering digunakan oleh penutur bahasa Indonesia baik secara perorangan, kelompok, perusahaan, komunitas, maupun profesi; 2) kosakata itu sengaja diserap dari bahasa lain untuk keperluan penggambaran makna suatu objek, konsep, proses, situasi, teks, konteks, karakter, ataupun sifat tertentu. Penciptaan dan penyerapan kosakata dalam ranah-ranah tersebut, tentu ada alasan atau persoalan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan, contoh kosakata yang muncul dari ranah teknologi informatika:
diinstal; menginstal, terinstal; partisi, dipartisi, mempartisi, diformat, memformat, terformat, meramban, pemampatan, sambungan peramban, caiberlaw atau hukum telematika, mengheker, obrol siar internet wizard atau wisaya, webcasting atau siaran web, display atau tampilan, feedback atau balikam, output atau keluaran, scanner atau pemindai, preview atau pratonton, seup atau tatan dls.
(4)
Perhatikan kutipan data asal teks bisnis sebagai berikut:
“Ada sisi entrepreneur dalam diri kita. Sisi itu sangat menarik, apabila kita tahu: bagaimana melakukan penemuan sisi itu. Seandainya sisi entrepreneur itu telah ditemukan oleh seseorang, kemudian dia dapat secara konsisten melaksanakan dan mentransformasikan di dalam kehidupan mereka serta kehidupan orang di sekitar mereka, itulah yang dikatakan hebat. Visi seorang entrepreneur harus sangat kuat, sebab bila visi itu dilaksanakan dengan baik, maka ada beberapa dimensi dapat terwujud, umpamanya: pekerjaan akan tercipta, inventori akan tertata, kemampuan akan meningkat, karyawan akan berkembang, pemimpin akan terbimbing, kemakmuran akan tercipta, kesempatan akan terbentang hubungan relasi akan terpupuk dengan baik, masyarakat akan mendapatkan manfaat positif, gaya hidup akan meningkat, kebutuhan akan terlayani, pengetahuan akan berlipat, pola pikir akan bertransformasi, dan ekonomi akan menjadi lebih meningkat, dan orang tersebut dapat disebut kaya. (dikutip dari halaman x) …” dalam waktu 25 tahun itu, saya melalui proses belajar yang saya terapkan pada hidup dan bisnis saya. Ketika pertama kali saya memulainya, saya belajar tentang membranding diri saya sendiri sebagai model feysen…” (dikutip dari halaman 4)
(Sumber: Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the entrepreneur in you 47 Rahasa Pengusaha Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal x .
Mencermati satuan-satuan bahasa yang terdapat di dalam kutipan di atas, terdapat kata-kata yang berulang, yaitu kata: entrepreneur, penemuan, sisi, seseorang, mentransformasikan, memindahkan, kehidupan, dilaksanakan pekerjaan, tercipta, inventori, tertata, kemampuan meningkat, dan berkembang.
Selain ada satuan yang berulang pada teks itu juga terdapat kosa kata yang hampir mirip, seperti pemimpin, terbimbing,
(5)
kemakmuran akan tercipta, kesempatan, terbentang hubungan, terpupuk, mendapatkan, meningkat, kebutuhan, terlayani, pengetahuan, berlipat, dan bertransformasi.
Ditinjau dari satuan-satuan pembentuk kata-kata itu terdapat juga kesamaan makna, misalnya: terpupuk, terlayani, terbentang, pengetahuan, kebutuhan, mendapatkan, dan
mentransformasikan. Kata merubah akan sama maknanya dengan kata mentrasformasikan pada kalimat: “Seseorang dapat merubah kehidupan mereka serta kehidupan orang lain di sekitar mereka”. Kata yang hampir mirip ini tidak mempunyai kesamaan arti, tetapi memiliki kesamaan konsep, misalnya: kata kemampuan memiliki hubungan arti dengan kemakmuran. Kata mentransformasikan memiliki hubungan makna dengan bertransformasi. Mencermati secara seksama penggunaan kata dalam kutipan di atas, dapat diketahui bahwa setiap kata itu memiliki makna. Kata yang memiliki makna itu diidentifiksi sebagai bentuk bahasa (linguistic form).
C. Batasan Morfologi
Secara etimologis, istilah morfologi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata morphology dalam bahasa Inggris. Istilah itu terbentuk dari dua buah morfem, yaitu morph
‘bentuk’ dan logy ‘ilmu’. Istilah morfologi dijelaskan oleh Chaer (2008: 3) merujuk kepada ‘Ilmu yang mengenai bentuk’ Di dalam linguistik, morfologi adalah mengkaji bentuk-bentuk kata dan proses pembentukan kata. Artinya setiap bentuk bahasa (linguistic form) yang berupa seluk beluk kata, menjadi objek sasaran untuk dikaji, misalnya, selain kata desain,
terdapat kata mendesain, mendesainkan, terdesain, banyak desain, desain-desain, desain rumah, pendesainan bersusun, tampilan desain, hasil desain imaging, rancangan desain; di samping kata ekstensi terdapat kata diekstensikan, mengekstensi, pengekstensian; selain kata kontraksi terdapat kata berkontraksi, kontraksi otot, mengkontraksi, dikontraksikan, terkontraksi, otot berkontraksi; di sisi kata
telepon, terdapat kata bertelepon, menelepon, meneleponkan, diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler, telepon-telepon, telepon-teleponan, bertelepon-teleponan.
Mengamati kata-kata tersebut dapat diutarakan bahwa kata dalam bahasa Indonesia memiliki beragam bentuk. Kata desain
(6)
terdiri dari satu morfem, sama halnya dengan kata kontraksi
dan telepon. Selanjutnya, kata mendesain terdiri dua morfem, yakni morfem {meN-} sebagai imbuhan, dan morfem desain
sebagai bentuk dasar. Kata telepon-telepon terdiri dari dua morfem yaitu morfem telepon sebagai bentuk dasar, diikuti oleh morfem telepon sebagai morfem ulang. Kata telepon-teleponan, terdiri dari tiga morfem yaitu morfem telepon
sebagai morfem dasar, diikuti oleh morfem telepon sebagai morfem ulang, diikuti oleh imbuhan {-an} sebagai morfem akhiran. Satuan bahasa berupa telepon seluler terdiri dari dua morfem, demikian pula kontraksi otot, desain rumah, telepon pintar, kartu pintar yang masing-masing bentuk bahasa itu merupakan kata. Kata mendesainkan terdiri dari dua morfem, yakni {meN-kan} sebagai imbuhan berupa prefiks dan morfem
desain.
Fenomena di atas dapat dipahami bahwa setiap satuan bahasa berupa morfem dapat mengalami perubahan. Perubahan itu menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pergantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna kata. Misalnya, golongan kelas kata telepon berbeda dengan golongan kelas kata bertelepon-teleponan. Kata telepon
dikategorikan sebagai golongan kata nominal, tetapi
bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.
Ditinjau dari tataran makna kata-kata diekstensikan, mengekstensi, pengekstensian; kontraksi, berkontraksi, kontraksi otot, mengkontraksi, dikontraksikan, terkontraksi, otot berkontraksi; bertelepon, menelepon, meneleponkan, diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler, telepon-telepon, telepon-teleponan memiliki makna yang berbeda-beda. Pergantian kelas kata dan makna setiap kata seperti di atas termasuk di dalam ruang lingkup kajian morfologi. Jadi, morfologi mengkaji berbagai aspek bentuk kata, fungsi pergantian bentuk kata baik secara gramatik maupun semantik.
D. Morfologi dalam Ilmu Linguistik 1. Objek Kajian
Objek kajian morfologi adalah bentuk kata, semua satuan bahasa sebelum menjadi kata, seperti morfem dengan beragam tipe serta bentuk, dan proses pembentukan kata. Pembentukan
(7)
kata mencakupi beberapa proses seperti morfem bebas maupun terikat; imbuhan; morfofonemik, reduplikasi, komposisi, infleksi, dan derivasi.
Skema 1 Objek Kajian Morfologi
2. Linguistik Secara Hierarkis
Ilmu linguistik secara hierarkis terdiri dari beberapa tataran kajian, susunan yang bersifat hierarkis itu dapat diilustrasikan dalam skema 2, sebagai berikut :
Skema 2
Hubungan Morfologi dengan Linguistik Morfologi
Morfem Imbuhan
morfofonemik Reduplikasi
Komposisi
Infleksi dan derivasi
Linguistik
Semantik
Tatabahasa
Morfologi Sintaksis
Bunyi Bahasa
Fonologi
(8)
Skema 2 menunjukkan bahwa linguistik secara umum berarti ilmu yang mempelajari bahasa. Ilmu ini memiliki beberapa subsistem antara lain:
1) Semantik secara garis besar beranggapan bahwa setiap satuan bahasa memiliki makna. Pembicaraan makna di dalam studi semantik merujuk kepada kajian berbagai persoalan makna kalimat, seluk-beluk makna yang dikandung oleh setiap komponen bahasa, mulai dari satuan bahasa terkecil yaitu, bunyi, morfem, kata, frase, klausa, kalimat bahkan wacana.
2) Fonologi adalah subdisiplin dalam linguistik yang menelaah tentang bunyi bahasa. Bunyi bahasa dikaji dari aspek fungsi, perilaku, rangkaian bunyi sebagai yang terdiri dari unsur-unsur bahasa. Ilmu yang erat kaitan dengan fonologi adalah fonetik merupakan ilmu yang mengkaji bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur-unsur fisiologis, anatomis, neurologis, psikologis manusia yang menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.
3) Tatabahasa merupakan subsistem dalam linguistik yang terdiri dari dua kategori subsistem yaitu subsistem morfologi dan sintaksis. Secara garis besar, morfologi menelaah seluk beluk pembentukan kata, dengan objek kajian terbesarnya adalah kata, sedangkan sintaksis mempelajari seluk beluk rangkaian kata, frase, klausa dan kalimat, dengan objek telaah terbesarnya adalah adalah kalimat
3. Keterkaitan Morfologi dengan Disiplin Ilmu Lain
Morfologi merupakan ilmu yang memiliki keterkaitan dengan berbagai disiplin ilmu lain, yang masih berada dalam ruang lingkup kajian linguistik, keterkaitan dengan berbagai disiplin itu diilustrasikan dalam Skema 3 yaitu:
(9)
Skema 3
Morfologi Memadukan enamdisplin ilmu dalam Linguistik
Skema 3 itu dijelaskan secara umum sebagai berikut:
1. Penjelasan berbagai aspek pembentukan kata atau penjelasan yang berdasarkan pada sudut pandang yang bersifat morfologis pasti melibatkan aspek semantik, sebab setiap satuan bahasa memiliki makna. Berdasarkan pemahaman itu ketersusunan dan penjelasan mengenai leksem suatu bahasa ditentukan oleh kandungan semantisnya, dalam hal ini makna. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam kajian morfologi terkait pula dengan makna bahasa, dengan kata lain, ada keterkaitan antara arti atau makna dengan kata.
2. Keterkaitan morfologi dengan fonologi yang diberi istilah morfofonemik. Secara konseptual, morfofonemik merupakan sebuah kaidah. Bloomfield (1933) sebagaimana diintisarikan oleh Lass (2011: 70-72) mengemukakan bahwa terminologi morfofonemik merujuk kepada kaidah-kaidah mutasi: a) satu bunyi yang dapat merubah satu bunyi ke bunyi lain, atau mengganti satu bunyi dengan yang lainnya; b) proses perubahan bunyi sebagai akibat bertemunya dua unsur bahasa pembentuk sebuah kata; c) adanya hubungan khusus antara dua fonem atau lebih, karena hubungan itu sebagian tergantung kepada, atau dapat diperkirakan dari. Chaer (2008: 43) menjelaskan morfofonemik adalah suatu kajian disejajarkan secara konseptual dengan terminologi morfonologi atau morfofonologi. Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau fonem sebagai akibat dari
Morfologi
fonologi etimologi leksikologi sintaksis pragmatik Semantik
(10)
adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.
3. Etimologi adalah penyelidikan mengenai asal usul kata serta perubahan-perubahannya dalam bentuk dan makna, Kridalaksana (2011: 47). Misalnya, menurut hasil pengamatan penulis, dalam kamus Bahasa Indonesia yang terbit sebelum tahun 2012-an terdapat kata tablet bermakna ‘pil atau obat’; tetapi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi informasi memperkenalkan konsep baru bahwa kata tablet
bermakna ‘sistem operasi komputer yang berbasis linux untuk bertelepon’. Di samping, kata telepon, ada kata telepon pintar,
telepon genggam, teleponseluler, telepon rumah. Selain itu ada kata sel dan ada juga kata seluler. Di samping kata unduh, ada kata mengunduh; di sisi lain, ada kata unggah, mengunggah, dan ada pula kata unggas.
Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.
Perubahan-perubahan itu dapat dikatakan hanya terjadi pada kata itu saja, artinya peristiwa itu bersifat khusus, bagaimana hal itu dapat terjadi? Bagaimana asal usulnya? Pertanyaan ini dijawab menggunakan disiplin etimologi. Ditinjau dari morfologi, gejala bahasa seperti itu dipandang sebagai peristiwa umum yang terjadi dalam sistem bahasa. Keterkaitan, antara morfologi dan etimologi terletak pada cara menghadapi kata sebagai suatu bentuk. Kata tablet merupakan bentuk umum menurut morfologi, sedangkan menurut cara pandang etimologi kata tablet bersifat khusus, yang dapat ditelusuri asal usulnya.
Persoalan serupa terjadi pada ranah politik, hasil pengamatan penulis dan pengalaman sehari-hari ketika menjelang pemillu presiden, yakni pada rentang waktu pemilihan presiden RI yang baru saja berlangsung pada akhir Juli hingga awal bulan Agustus 2014, terdapat kata coblos, coblosnya, dicoblos, mencoblos, coblosan, pencoblosan. Di samping itu, ada kata uang, uang rakyat, ada pula kata politik uang. Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.
(11)
4. Leksikologi adalah cabang linguistik yang mempelajari leksikon, Kridalaksana (2011: 114). Leksikon atau kosakata memiliki beberapa batasan antara lain: 1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; 2) kekayaan kosakata suatu bahasa; 3) daftar kata yang disusun seperti kamus dengan penjelasan yang singkat.
1) ‘Android honeycomb adalah sejenis tablet berukuran layar besar’. Misalnya: Honeycomb merupakan sejenis tablet yang multi prosesor dan memiliki akselerasi perangkat keras untuk desain grafis. (Amperiyanto, 2014: 4)
2) ‘Peranti lunak dalam ranah properti untuk membuat animasi desain rumah yang berupa simulasi berkualitas bagus’. Misalnya: Virtual reality salah satu perangkat bantu pemodelan desain bangunan. (Sastra, 2014: 13) Leksikologi dan morfologi merupakan disiplin ilmu lingustik yang sama-sama menyoroti kata sebagai objek kajian. Perbedaan di antara keduanya, kalau morfologi mempelajari makna kata, yang muncul karena peritiwa gramatik, (grammatical meaning). Suatu peristiwa yang menunjukkan hubungan unsur-unsur bahasa, seperti hubungan morfem akar dengan morfem terikat untuk membentuk satuan yang lebih besar yakni kata. Sedangkan leksikologi mengkaji arti yang terkandung dalam kata yang disebut arti leksikal (lexical meaning). Contoh dalam ranah kedokteran dalam Lumbantobing (2013: 18-19) misalnya: selain kata ekstensi terdapat kata
diekstensikan. Kedua kata tersebut masing-masing memiliki arti leksikal. Kata ekstensi memiliki arti ‘tungkai diluruskan’, dan kata diekstensikan berarti ‘pasien yang sedang berbaring kedua tungkainya diluruskan’ .
5. Sintaksis merupakan tataran gramatika sama dengan morfologi. Perbedaannya, sintaksis mempersoalkan pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar dalam bahasa. (Kridalaksana, 2011: 179). Satuan terkecil analisis sintaksis adalah kata, sedangkan morfologi satuan terbesar analisisnya adalah kaat. Contoh: Bila pupil mengecil hal ini disebut miosis, dan bila pupil membesar atau
(12)
melebar disebut midriasis. Otot polos yang mengecilkan pupil disarafi oleh serabuti parasimpatis, sedangkan otot yang melebarkan pupil pupilodiator disarafi oleh serabut simpatis torakolumbal. (Lumbantobing, 2013: 41). Hubungan antar kata yang membentuk kalimat di atas menjadi fokus telaah sintaksis, sedangkan pembentukan kata seperti kata: disarafi, pupil, mengecil, serabuti serabut merupakan objek kajian morfologi.
6. Pragmatik merupakan kajian yang memberlakukan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; atau aspek-aspek pamakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Titik singgung antara pragmatik dengan morfologi adalah sama-sama mempersoalkan makna satuan bahasa. Contoh: Pertanyaan diajukan oleh penutur 1 (disingkat P1): Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan nasional?
Kalimat jawaban disampaikan oleh penutur 2 (disingkat P2): Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan produktifitas pertanian dengan cara mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia. (Suswono, 2012: 14)
Telaah pragmatik mempersoalkan maksud dan makna dibalik ujaran, atau teks. Pertanyaan yang diajukan oleh P1 kepada P2 memperlihatkan ada maksud atau ujaran itu mengandung informasi indeksal, yaitu tuturan itu disampaikan oleh seorang yang mengetahui bahwa ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil panen pangan menurun. Morfologi tidak mempersoalkan maksud ujaran tetapi mempersoalkan pembentukan kata dan makna seperti: inovasi teknologi, dilakukan, meningkatkan, produktifitas pertanian, mengembalikan, daya dukung lahan, mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintetis, pupuk kimia, pestisida kimia.
E. Fokus kajian Morfologi
Fokus kajian morfologi pada buku ini sama dengan fokus kajian yang dikemukakan oleh (Chaer, 2008: 7) tentang rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu 1) menganalisis unsur-unsur bahasa, dan 2) alat-alat analisis terjadinya pembentukan kata. Tahapan kajian, yaitu:
(13)
1) Unsur bahasa yang dianalisis mencakupi: a) morfem dasar, morfem terikat; 2) kata
2) Alat analisis pembentukan kata menggunakan peranti, yaitu: a) bentuk dasar, b) alat pembentuk kata, yaitu imbuhan, reduplikasi, komposisi, morfofonemik, infleksi dan derivasi.
3) Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses pembentukan kata, dari satu bentuk ke bentuk lain. F. Pola Analisis Morfologi
G. Pendekatan Dalam Buku ini 1. Pendekatan Sinkronis
Untuk menganalisis sistem bahasa, khususnya dari aspek morfologi buku ini menggunakan pendekatan sinkronis atau deskriptif. Bertumpu kepada pendekatan itu, perhatian penyelidikan terbatas pada sistem bahasa pada kurun waktu tertentu saja, yakni pada era global.
Buku mengenai morfologi ini mempergunakan data bahasa yang berlaku dalam abad XXI ini saja, khusus pada ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti, dan kedokteran. Buku ini tidak memperhatikan sejarah perkembangan sistem bahasa dari masa ke masa. Meskipun dipahami juga bahwa penyelidikan mengenai sistem bahasa secara keseluruhan maupun secara morfologi, dapat dilakukan baik secara secara sinkronis dan secara diakronis. Ditinjau secara historis atau diakronis, artinya kegiatan penyelidikan diarahkan pada perkembangan sistem bahasa itu dari waktu ke waktu, di sisi lain pendekatan deskriptif atau sinkronis, fokus perhatian diarahkan hanya kepada sistem bahasa, pada kurun waktu tertentu saja
Pendekatan sinkronis terhadap pelbagai gejala pembentukan kosa kata bahasa Indonesia dewasa ini, dengan segala seluk beluk kerumitannya dilihat sebagai:
1) Kekayaan bahasa Indonesia yang dapat
dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan pengungkapan bahasa Indonesia dan keperluan komunikasi luas;
(14)
2) Keunikan kaidah morfologi bahasa Indonesia yang bersifat fleksibel. Artinya pembentukan kata antara morfem terikat dengan morfem bebas yang berupa bentuk-bentuk morfem bebas yang baru muncul saat ini, baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing proses pembentukan kata dapat berlangsung dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
2. Pendekatan Ranah
Pendekatan ranah digunakan dengan dasar pemikiran bahwa penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi di berbagai bidang kehidupan. Suparno (2012: 21) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa adalah kebiasaan berbahasa seorang penutur dengan mitra tuturnya atau penggunaan bahasa dalam masyarakat di dalam suatu peristiwa bahasa tertentu. Penggunaan bahasa dalam masyarakat erat kaitannya dengan dalam bidang apa bahasa itu digunakan.
Apakah ada konsep tentang penggunaan bahasa pada suatu bidang? Penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi tidak secara acak, tetapi mengikuti pola: “Kapan, di mana, dengan siapa, dalam situasi apa dan dalam ranah apa”. Fishman (1965: 26) dalam Suparno (2012: 21) memberi batasan bahwa ranah adalah tempat penutur melakukan pemilihan bahasa yang tepat untuk digunakan. Dalam buku ini, konsep ranah dipahami bahwa keberadaan bahasa selalu ada dengan keberadaan manusia sebagai penggunanya. Pemilihan ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti dan kedokteran dianggap sebagai ranah-ranah yang banyak terdapat kosakata baru dari bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia. Berikut ini dipaparkan contoh kosa kata dalam ranah bisnis: terinfeksi, terinovasi, mengaplikasi, bermikroba, terfermentasi, direhidrasi, hidrasi, kewirausahaan, berinovasilah, diklaim, keswadayaan, berbasiskan, diimplementasikan, mengimplementasikan, mengeliminasi, pengimplementasi, tereliminasi, didelineasi, direklamasi, diterlantarkan, uji kelayakan, diverifikasi, diaplikasikan, dls.
3. Pendekatan Proses
Pendekatan proses dalam buku ini merujuk kepada tataran morfologi adalah tataran yang berurusan dengan proses
(15)
yang mengolah morfem terikat dan morfem bebas menjadi kata. Dengan menggunakan model proses dapat dipahami bedanya proses pembentukan dan makna bentuk-bentuk
diimplementasikan-mengimplementasikan. Kalau bentuk
diimplementasikan dibentuk melalui verba bahasa Inggris
implement ‘melaksanakan’ dengan awalan {di-} yang befungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif, dan makna gramatikal
diimplementasikan adalah ‘sesuatu tindakan yang dilaksanakan’, dengan kata lain makna kata itu seperti yang disebut pada bentuk dasar, sedangkan bentuk
mengimplementasikan dibentuk melalui verba implement
dengan konfiks {me-kan} dan makna gramatikalnya adalah ‘orang yang melaksanakan sesuatu’.
Pendekatan proses melihat bahwa makna gramatikal suatu bentuk bahasa dapat menjadi tanda bahwa setiap kata memiliki bentuk dasar. Umpamanya :
Bentuk bahasa Makna
1. {mentwit} ‘orang yang menulis twitter’ 2. {meretwit} ‘orang yang menjawab twitter’ 3. {mewatchup} ‘orang yang menggunakan program
watch up’
4. {pengemail} ‘orang yang mengirim surat
elektronik’ 5. {disetting} ‘ditempatkan’
Demikian halnya:
Bentuk Makna
1. {meminimalisir} ‘menjadi kecil’ 2. {terintegrasi} ‘dapat digabung’ 3. {membooming} ‘menjadi laku, besar’
4. {mengekspansi} ‘membuat sesuatu menjadi luas’ 5. {disinergikan} ‘dihubungkan; digabungkan’
Contoh lain:
Bentuk Makna
1. {diedukasi} ‘dididik’
2. {berproteksi} ‘memakai pelindung’
(16)
3. {beropsi} ‘melakukan pilihan’ 4. {memfasilitasi} ‘menyediakan fasilitas’ 5. {bernutrisi} ‘mengandung vitamin’ 6. {berteknologi} ‘menggunakan teknologi’
Inti persoalan: “Bagaimana cara mengetahui proses pembentukan kata itu?” untuk mengetahui bahwa bentuk
berproteksi bermakna ‘memakai pelindung’; bentuk
membooming bermakna ‘menjadi laku’ dan bentuk beropsi
bermakna ‘melakukan debat’ adalah komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar.
Bentuk berteknologi bermakna ‘menggunakan teknologi’, karena akar kata teknologi memiliki komponen makna [+teknik]; bentuk berproteksi mempunyai komponen makna ‘memakai pelindung, dengan akar kata proteksi memiliki komponen makna [+penjagaan] dan memfasilitasi ‘menyediakan fasilitas’ memiliki komponen makna [+kegiatan].
Model analisis ini dapat ditelusuri dengan melakukan taksonomi bahwa semua akar nomina yang memiliki komponen makna [+teknik], seperti vaksin, integrasi, dan otomotif. bila diberi prefix {ber-} akan bermakna gramatikal ‘menggunakan teknologi’, dan semua akar nomina yang memiliki komponen makna [+tindakan] atau [+pekerjaan], seperti twitter,
inkubator, dan kontribusi bermakna gramatikal ‘melakukan’. Paparan sepintas mengenai gejala morfologi pada proses afiksasi, y.ang tertera di atas menunjukkan bahwa makna gramatikal sangat erat hubungannya dengan komponen makna yang dikandung oleh bentuk dasar dari suatu pembentukan kata. Cara berpikir model ini sama dengan cara berpikir Chaer 2008, tetapi berbeda dengan pendapat Kridalaksana (1989) yang bersandar pada konsep Ferdinand de Saussure bahwa setiap tanda linguistic (signé linguistique), termasuk afiks juga memiliki makna. Oleh karena itu, menurut Kridalaksana ada 19 buah prefix {me-} dengan maknanya masing-masing, ada 21 {ber-} dengan maknanya masing-masing. Atau dengan kata lain ada 19 bentuk prefix {me-} yang berhomonimi dan ada 21 buah prefix {ber-} yang berhomonimi.
Untuk selanjutnya dalam menganalisis proses pembentukan kata melalaui afiksasi, reduplikasi dan komposisi model atau
(17)
pendekatan proses ini akan diikuti dan penentuan makna gramatikalnya dikaitkan dengan komponen makna yang menjadi bentuk dasarnya. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan mengenai pembentukan kata dengan dasar yang berasal dari unsur asing dalam berbagai ranah dapat terjawab.
4. Pendekatan Taksonomis
Buku ini selain menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif, maupun ranah, digunakan juga pendekatan yang bersifat taksonomis. Pendekatan taksonomis merujuk kepada pengklasifikasian unsur-unsur bahasa menurut hubungan hierarkis. Pendekatan ini digunakan dengan tujuan bahwa, dalam kajian tata bahasa Indonesia sampai kini, masalah penggolongan unsur-unsur bahasa masih terjadi perdebatan yang tak ada selesainya, padahal masalah itu cukup mendasar dan penting, sehingga perlu diputuskan secara tuntas. Uraian taksonomis ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kajian yang lebih mendalam dan bagi penyusunan kaidah khususnya pada tataran morfologi.
Dalam berbagai buku linguistik dewasa ini terdapat banyak aliran linguistik yang berurusan dengan tatabahasa, seperti: aliran transformasi, generatif, minimalis dan lain sebagainya untuk memaparkan morfologi. Setiap aliran itu memiliki cara berlain-lainan atau bahkanada yang bertentangan. Dalam buku ini semua aliran itu dianggap telah banyak menyumbangkan wawasan, dan kekayaan pengetahuan tentang bahasa yang beraneka ragam. Semua aliran-aliran tentang analisis bahasa dalam buku ini hanya dimanfaatkan sebagai pemerkayaan pandangan baik dari aspek teoretis, cara analisis, data yang dipakai, dan temuan yang dihasilkan. Dengan perkataan lain, hasil penelitian aliran-aliran itu yang dapat diterapkan untuk mengkaji sistem bahasa Indonesia digunakan dalam buku ini sebagai pisau analisis. Jadi, pendekatan yang digunakan dalam buku ini bersifat hibrid.
(18)
BAB II
LANDASAN TEORETIS A.Pengantar
Uraian mengenai seluk beluk kaidah morfologi bahasa Indonesia sudah banyak ditelaah para ahli. Kajian terdahulu itu digunakan dalam tulisan ini sebagai informasi. Perbedaan buku ini dengan buku morfologi terdahulu adalah sumber data dan sudut pandang teoretis.
Sudut pandang teoretis yang digunakan dalam buku ini adalah tipe baru teori morfologi bahasa Indonesia. Penggunaan sudut pandang ini dapat meninjau hubungan berbagai tataran, di antaranya tataran makna dan leksikon, leksem, kata, morfologi, sintaksis dan semantik. Leksem dalam buku ini dianggap sebagai peranti utama, mengetahui segmen-segmen bahasa.
B.Leksikon
Leksikon adalah sekumpulan informasi tentang kata atau ungkapan dalam sebuah bahasa. Murphy (2013: 4) mengemukakan bahwa leksikon memiliki beberapa rujukan makna, antara lain: 1) daftar kata dalam suatu kamus, 2) kosakata sebuah bahasa; 3) kosakata khusus berdasarkan ranah dari suatu bahasa.
Buku ini membahas leksikon dalam kapasitasnya sebagai kosakata sebuah bahasa; dan kosakata khusus yang terdapat di dalam ranah suatu bahasa. Pertanyaan yang dapat diajukan apa itu leksikon? Murphy (2013: 5) mengemukakan bahwa:
a. Leksikon adalah unsur-unsur bahasa, yang mengandung segala informasi mengenai makna suatu hal, konsep, atau benda. Leksikon itu digunakan oleh suatu masyarakat bahasa sebagai alat ekspresi, dengan kata lain, leksikon yang digunakan itu juga dianggap sebagai kosakata;
b. Leksikon adalah kosakata suatu bahasa; kekayaan kosakata seseorang, masyarakat bahkan suatu bahasa; c. Daftar kata yang tertera dalam kamus.
Murphy mengemukakan bahwa gejala unsur kebahasaan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: (a) leksikon
(19)
dan (b) gramatikal. Suatu kaidah (a grammar) adalah sebuah sistem kaidah yang terdapat di dalam suatu bahasa, sedangkan leksikon adalah sekumpulan pengetahuan bahasa yang tidak dapat dijangkau oleh kaidah.
Persoalan tatabahasa dalam isu-isu kebahasaan, mecakupi isu-isu sebagai berikut: (a) tataurutan kata (word order), (b) kaidah morfologis (regular morphological); (c) proses fonologi (phonological process). Misalnya, dalam tatabahasa Indonesia, kalimat berikut ini berbeda satu sama lain:
Contoh kalimat:
1) Pasien itu perlu minum tablet satu hari tiga kali.
2)Pasien itu menggunakan tablet untuk mendapatkan .
Perbedaan ini juga sama dengan contoh kalimat: 3)Mobil truk itu memuat 3000 liter BBM.
4) Orang itu sedang mengirim BBM.
Tatabahasa tidak member informasi apa itu BBM dan
tablet yang ada di dalam kalimat. Ditinjau dari aspek pemerolehan suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, seseorang dapat belajar bahwa bunyi tablet yang dieja dengan [t], [a], [b], [l], [e], [t] yang bermakna ‘sejenis obat untuk menyembuhkan penyakit’. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Informatika, muncul bentuk baru, yang ternyata memiliki kesamaan bentuk dengan kosa kata tablet tetapi berbeda acuan dan makna, tablet dalam ranah teknologi informatika bermakna ‘komputer mini’. Leksikon adalah kumpulan berbagai asosiasi antara ucapan (pronunciations), makna (meaning) dan kaidah tatabahasa (grammatical properties) yang dapat dipelajari bukan hasil dari kaidah gramatikal.
Leksikon terdiri dari unsur-unsur leksikal (leksikal entries), umumnya sebuah kamus tersusun oleh berbagai entri atau kata kepala dan mengandung banyak informasi mengenai kata kepala itu. Setiap entri leksikal mengandung secara tepat
(20)
informasi mengenai ungkapan bahasa secara khusus disebut sebagai sebuah leksem. Misalnya di dalam alinea berikut:
Setiap hari ada saja kasus bullying yang terjadi di sekitar kita. Bullying merupakan istilah yang merujuk pada sebuah tindak kekerasan fisik psikologis berjangka panjang yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Seringnya, orang mengira aksi bully-membully hanya dilakukan oleh orang yang usia sekolah dasar atau remaja. Itu salah besar. Pada orang dewasa, bullying juga sering dilakukan meski jarang disadari…
Sumber: Majalah Kesehatan Keluarga. Dokter Kita. Edisi 11 tahun VIII- November 2013, hal 86
Sebuah bentuk bahasa entah itu ujaran maupun tulisan merepresentasikan sebuah leksem jika bentuk itu ada hasil dari kesepakatan para pengguna yang diasosiasikan dengan makna non komposisional (non-composisional meaning). Apa yang dimaksud dengan kovensional dan makna non komposisional?
a. Konvensional
Leksikon sebagai suatu bentuk bahasa memiliki makna, makna ini diperoleh dari pengetahuan umum yang ada di kalangan para penutur bahasa dari suatu bahasa, dan leksikon perlu dipelajari secara khusus baik, bentuk maupun maknanya dari anggota masyarakat bahasa yang menggunakannya.
Bandingkan contoh kalimat, berikut:
5) Orang tua itu ingin membehel giginya. Ia pergi ke dokter gigi terdekat.
Leksikon behel ‘kawat gigi’, jika mendengar satuan bahasa behel , seseorang tidak akan mendapat informasi lain, menyangkut behel. Mengapa ada orang menggunakan behel,
membeli behel, memilih behel warna hijau atau merah, harga
behel mahal dls. Seseorang akan memahami behel dalam ranah kesehatan gigi, khususnya pada pemasangan kawat gigi atau
(21)
perawatan otordontik yang dilakukan berkaitan dengan adanya masalah ketidakharmonisan gigi atau rahang. Leksikon behel
muncul karena ada kebutuhan konsep untuk ditunjuk. Leksikon ini digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk menandai sesuatu secara khusus.
b. Non Komposisi (Non-compositionality)
Leksikon bukan merupakan sesuatu yang bersifat rangkaian. Artinya makna dari sesuatu bentuk tidak dibangun dari sesuatu yang berada di luar atau kemungkinan makna yang terkandung di dalam masing-masing unsur pembentuk satuan bahasa itu. Contoh menginhalasi bentuk ini tidak berkomposisi sebab makna yang dikandungnya tidak jelas berasal dari bunyi atau rangkaian huruf-huruf yang membentuk satuan bahasa itu. Misalnya bunyi /s/ tidak menunjukkan bagian hidung atau bunyi /h/ mengatakan kepada kita alat bantu mengobati jalannya pernafasan. Jadi, bentuk menginhalasi dan maknanya terjadi secara mana suka atau (arbitrary) yang berkaitan antara bentuk dan makna.
C.Leksem
Dalam tataran semantik, khususnya semantik leksikal terdapat suatu kajian tentang leksem. Murphy (2013: 10) mengemukakan sebagai berikut:
“… a lexeme is not the same as a word in real language use. Lexemes are, essentially abstractions of actual words that occur in real language use”. This analogous to the case of phonemes in the study of phonology. A phoneme is an abstract representation of a linguistic sound, but phone, which is what we actually say when we put that phoneme to use, has been subject to particular linguistic and physical processes and constraints.
Paparan di atas menunjukkan bahwa word ‘kata’ dibedakan dari lexeme ‘leksem’. Hal senada tentang leksem dikemukakan oleh Riemer (2013: 17) sebagai berikut :
(22)
“The lexeme is the name of the abstract unit which unites all the morphological variants of a single word”.
Uraian di atas menunjukkan bahwa semantik leksikal sebagai salah satu subsistem linguistik memandang bahwa: (a) tidak semua kata adalah leksem; dan (b) tidak semua leksem adalah kata, demikian Murphy (2013: 10).
Leksem tidak sama dengan kata yang ada di dalam bahasa secara nyata. Leksem adalah unsur leksikal dasar yang bersifat abstrak yang mendasari perubahan berbagai bentuk secara morfologis, Riemer (2013: 16)
Berbeda dengan Murphy (2013) dan Riemer (2013), Cruse (2011: 238) justru menambahkan konsep lain, ia menyatakan bahwa:
“Lexemes are the units listed in a dictionary. A dictionary provides a list of the lexemes of a language each indexed by on of its words forms. (Which word form a dictionary uses to indicate a lexeme is at least partly a matter of convention”.
Bagi Cruse (2011) bentuk leksem yang terdapat dalam kamus dapat menunjukkan sebuah bentuk kata.
Bertumpu pada paparan di atas, buku ini merujuk leksem sebagai bahan dasar dalam leksikon, yang berbeda dengan kata sebagai satuan gramatikal. Sebuah leksem yang telah mengalami proses gramatikal akan menjadi kata ditinjau dari tataran gramatika. Melalui sudut pandang gramatika, leksem diartikan juga sebagai bentuk morfem dasar atau kata, maupun bentuk terikat atau afiks. Dengan kata lain, leksem memegang peranan penting sebagai satuan dasar pembentukan kata dalam proses morfologis.
(23)
D.Kata
Pengertian kata Murphy (2013: 11) merujuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berdasarkan konsep itu dicontohkan (misalnya kata berupa morfem bebas dalam Indonesia dari ranah Teknologi Informatika terdapat morfem bebas berupa: android, animasi, random, akses, memori, digital, kapasitas, internet, ebook, aplikasi, dls. Dalam ranah Kedokteran terdapat morfem bebas berupa: saraf, sensorik, ekstensi, fleksi, dls
Morfologi memandang kata sebagai satuan terbesar dalam unit analisis. Hal yang bertolak belakang dengan morfologi, adalah sintaksis. Tataran ini memandang kata sebagai satuan analisis terkecil. Sedangkan semantik, mempelajari makna kata. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa kata merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik, yakni morfologi, sintaksis dan semantik. Ilustrasi sebagai berikut:
Kata
Morfologi merupakan sebuah tataran yang memproses leksem menjadi kata.
morfologi
semantik sintaksis
leksem
proses morfol ogis
kata
(24)
BAB III
KONSTRUKSI AFIKSASI A. Pengertian Afiksasi
Afiksasi merujuk kepada suatu runtunan perubahan yang dilalui oleh bentuk dasar atau sebuah leksem sehingga leksem itu menjadi kata, entah kata tunggal ataupun kata kompleks. Konsep ini setara dengan proses pembubuhan afiks yang dikemukakan oleh Muslich (2008: 38) tentang proses pembubuhan afiks atau afiksasi, yakni peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar.
Konstruksi yang dimaksud dalam buku ini adalah bentuk. Kontruksi afiksasi mengacu kepada bentuk afiksasi. Ditinjau dari aspek konstruksi afiksasi bahasa Indonesia, terdapat dua jenis konstruksi afikasi, yaitu:
1. Konstruksi Afiksasi Monoleksemis
Konstruksi afiksasi monoleksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada sebuah leksem untuk menjadi kata.
Afiks Leksem Kata Makna
{meN-} + {fasilitasi} → {memfasilitasi} ‘memberi fasilitas’ {meN-} + {reklamasi} → {mereklamasi} ‘pekerjaan
memperoleh tanah’ {meN-} + {bombardir} → {memborbardir} ‘diserbu’ {meN-} + {upgrade} → {mengupgrade} ‘menatar’ {meN-} + {branding} → {membranding} ‘memberi cap’
2. Konstruksi Afiksasi Polileksemis
Konstruksi afiksasi polileksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada dua leksem yang berkomposisi untuk menjadi kata.
(25)
Afiks Leksem komposisi
Kata Makna
{ber-} + {komputer tablet}
→ {berkomputer tablet} ‘mempunyai komputer tablet’ {ber-} + {struktur
android}
→ {berstruktur androidi}
‘memakai struktur android’ {meN-} + {wipe data} → {mewipedata} ‘menghapus
data’ {meN-} + {reset data} → {meresetdata} ‘menghapus
data’
Paparan di atas menunjukkan bahwa setiap leksem yang mengalami proses afiksasi dapat dilihat adanya tiga perubahan, yaitu: 1) bentuk; 2) kelas kata,; 3) makna. Catatan yang penting untuk digarisbawahi adalah pembentukan kata yang berkonstruksi polileksemis dalam bahasa Indonesia adalah afiks-asfiks itu membentuk sebuah sistsem, artinya kejadian kata dalam bahasa Indonesia merupakan runtunan proses yang berhubungan satu sama lain.
B. Macam-Macam Imbuhan (Afix)
Bahasa Indonesia memilik beberapa jenis imbuhan atau afiks yang dapat melekat kepada sebuah bentuk dasar atau leksem, yaitu: 1) awalan atau prefiks; 2) sisipan atau infiks; 3) imbuhan akhir atau sufiks; dan 4) imbuhan terbagi atau konfiks (simulfiks).
1. Prefiks
No Prefiks + Bentuk dasar bebas
→ Kata Makna
(1) {pe-} + {bisnis} → {pembisnis} {pe-} + {delegasi} → {pendelegasi} {pe-} + {stimulasi} → {penstimulasi} (2) {ber-} + {deviasi} → {berdeviasi}
{ber-} + {kontraksi} → {berkontraksi} {ber-} + {proyeksi} → {berproyeksi}
(26)
(3) {meN-} + {fiksasi} → {memfiksasi} ‘gerakan mata ke kiri dan kanan’ {meN-} + {hidu} → {menghidu} ‘mencium’ {meN-} + {fleksi} → {memfleksi} ‘menekuk’ {meN-} + {diagnosis} → {mendiagnosis} ‘menentukan
penyakit’ (4) {di-} + {install} → {diinstall} ‘dipasang’
{di-} + {output → {dioutput} ‘dikeluarkan’ {di-} + {rename} → {direname} ‘dinamakan
ulang’
{di-} + {charging} → {dicharging} ‘diisi baterei dengan setrum’ {di-} + {enter} → {dienter} ‘dimasukkan’ (5) {ter-} + {iritasi} → {teriritasi} ‘dalam
keadaan sakit’ {ter-} + {ekspansi} → {terekspansi} ‘dapat
diluaskan’ {ter-} + {globaliasi} → [terglobalisasi} ‘keadaan
mendunia’ {ter-} + {retwit} → {teretwit} ‘menjawab pesan ulang’
2. Infiks
No Infiks + Bentuk dasar bebas
→ Kata Makna
(1) {-er-} + {gerutup} → {gemerutup} ‘bunyi berdetus-detus seperti bunyi mesin’
{-er-} + {gerlap} → {gemerlap} ‘berkilau’ (2) {-em-} + {tali} → {temali) ‘banyak tali’
{-em} + {guruh} → {gemuruh} ‘banyak suara guntur’
(3) {-el-} + { tunjuk} → {telunjuk} ‘jari penunjuk’
{-el-} + { tapak} → {telapak} ‘tapak tangan; tapak kaki’
(27)
(4) {-in-} + {piuh} {piniuh} ‘dipelintir, putar balik’
{-in-} + {sambung} {sinambung} ‘sambung menyambuung’ 3. Sufiks
No Sufiks + Bentuk dasar bebas
→ Kata Makna
(1) {-an} + {aplikasi} → {aplikasian} ‘penerapan’ {-an} + {loading} → {loadingan} ‘pemuatan’ (2) {-kan} + {tap} → {tapkan} ‘tekan’
{-kan} + {release} → {releasekan} ‘bebaskan, berhentikan’ (3) {-i} + {sinyal} → {sinyali} ‘ditandai’
{-i} + {screen} → {screeni} ‘dilayari’ (4) {-or} + {sense} → {sensor} ‘perasa’
{-or} + {inovasi} → {inovator} ‘perubahan’
4. Konfiks
No Konfiks + Bentuk dasar bebas
→ Kata Makna
(1) {per-an} + {lengkap} → {perlengkapan} ‘tentang hal’ {per-an} + {reklamasi} → {pereklamasian} ‘hal tentang
rkelamasi’
(2) {peN-an} + {saraf} → {pensarafan} ‘hal tentang saraf’
{peN-an} + {iritasi} → {pengiritasian} ‘hal tentang penyakit’
(3) {me-kan} + {restorasi} → {merestorasikan} ‘melakukan perbaikan’ {me-kan} + {radiasi} → [meradiasikan} ‘memberikan
radiasi’ (4) {ke-an} + {alternatif} → {kealternatifan} ‘bersifat
pilihan’ {ke-an} + {efektif} → {keefektifan} ‘bersifat
eefektif’ (5) {di-kan} + {fleksi} → {difleksikan} ‘ditekukkan’
{di-kan} + {ekstensi} → {diekstensikan} ‘diluruskan’
(28)
(6) {ber-an} + {scalling} → {berscallingan} ‘kulit bersisik’ {ber+an} + {tinitus} {bertinitusan} ‘rasa
berdenging pada telinga’ (7) {ber-kan} + {nutrisi} → {bernutrisikan} ‘mengandung
gizi’ {ber-kan} + {tekstur} → {berteksturkan} ‘mempunyai
tekstur’
C. Morfem Terikat dengan Imbuhan
Dalam bahasa Indonesia terdapat morfem terikat atau bentuk dasar terikat yang dapat bergabung dengan imbuhan prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.
1. Penggabungan prefiks dengan bentuk dasar terikat. Prefiks + Morfem Terikat → Kata
{peN} + {halang} → {penghalang}
+ {ungkap} → {pengungkap}
{meN-} + {lekat} → {melekat}
+ {mindai} → {memindai}
+ {backup} → {membackup}
+ {merger} → {memerger}
{ter-} + {hadap} → {terhadap}
+ {capai} → {tercapai}
{di-} + {latih} → {dilatih}
+ {banding} → {dibanding}
{ber-} + {kelahi} → {berkelahi}
+ {henti} → {berhenti}
+ {situs} → {bersitus}
{se-} + {imbang} → {seimbang}
+ {iring} → {seiring}
(29)
2. Penggabungan sufiks dengan bentuk dasar terikat
Infiks + Bentuk Dasar Terikat Kata
{-el-} + {tunjuk} → {telunjuk}
+ {tapak} → {telapak}
{-em-} + {guruh} → {gemuruh}
Sisipan atau infiks dalam bahasa Indonesia tidak produktif. Model kata ini tampak terdapat data yang memperlihatkan pembentuk kata baru, sekarang ini.
3. Penggabungan konfiks dengan bentuk dasar terikat
Sufiks + Bentuk Dasar Terikat Kata
{-i} + {centang} → {centangi}
+ {milik} → {miliki}
{-an} + {tampil} → {tampilan}
+ {layan} → {layanan}
+ {kendara} → {kendaraan}
{ulas} → {ulasan}
{-kan} + {email} → {emailkan}
{setting} → {settingkan}
4. Penggabungan infiks dengan bentuk dasar terikat Konfiks + Bentuk Dasar Terikat Kata
{ber-an} + {bbm} → {berbbman}
+ {sms} → {bersmsan}
{per-an} + {tarung} → {pertarungan}
{instalasi} → {perinstalasian}
→
{peN-an} + {jelajah} → {penjelajahan}
{unggah} → {pengunggahan}
(30)
D. Pemunculan Morfem Berulang
Merujuk kepada pengulangan bentuk dasar dari sebuah morfem. Pengulangan sebuah morfem ada yang berfungsi mengubah golongan kata ada pula yang tidak. Pada bentuk ulang {urut} menjadi {urutan} menjadi {urutan-urutan}; {hari}
menjadi {sehari-hari}; proses pengulangan mempunyai fungsi membentuk kata benda dari kata kerja. Selanjutnya pada kata
{cakap} yang diulang menjadi {bercakap-cakap}, {pisah} menjadi {terpisah-pisah}; {tegun} menjadi {tertegun-tegun}; {ulang} menjadi {diulang-ulang}; {raba} menjadi {meraba-raba} proses pengulangan mempunyai fungsi membentuk kata kerja dari kata kerja. Berikut adalah contoh morfem dasar berasal dari kata benda yang mengalami proses pengulangan menjadi kata benda, artinya proses pengulangan ini tidak merubah penggolongan kelas kata.
Morfem Dasar
+ Morfem ulang
→ Kata
{fitur} + {fitur} → {fitur-fitur}
{kontes} + {kontes} → {kontes-kontes}
{efek} + {efek} → {efek-efek}
{situs} + {situs} → {situs-situs}
{aplikasi} + {aplikasi} → {aplikasi-aplikasi}
{kanal} + {kanal} → {kanal-kanal}
{subkanal} + {subkanal} → {subkanal-subkanal}
{mula} + {mula} → {mula-mula}
{sendiri} + {sendiri} → {sendiri-sendiri}
{agas} + {agas} → {agas-agas}
{aqua} + {aqua} → {aqua-aqua}
{bisnis} + {bisnis} → {bisnis-bisnis}
{detik} + {detik} → {detik-detik}
E. Keragaman Makna Pengulangan
Proses pengulangan dapat menytakan beberapa makna, makna tersebut antara lain:
1. Menyatakan makna ‘banyak’
Untuk mendapatkan makna ‘banyak’ ada baiknya diberi ilustrasi kata sahabat dan sahabat-sahabat, contoh sebagai berikut:
(31)
1) Ketika kuliah dulu, dia tidak memiliki link.
2) Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat Anda ketika kuliah dahulu atau menambah link-link baru ke berbagai perguruan tinggi di wilayah Jakarta.
Kata link dalam kalimat 1) Ketika kuliah dulu, dia tidak memiliki link menyatakan sebuah ‘link atau jaringan pertemanan’, sedangkan kata link-link dalam kalimat nomor 2)
Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat Anda ketika kuliah dahulu atau menambah link-link baru ke berbagai perguruan tinggi di wilayah Jakarta menyatakan makna ‘banyak link’. Contoh yang sama terjadi pada kata ulang:
Morfem Morfem Ulang Makna
{subkanal} → {subkanal-subkanal} ‘banyak subkanal’
{link} → {link-link} ‘banyak link’
{channel} → {channel-channel} ‘banyak channel’ {option} → {option-option} ‘banyak option’
{login} → {login-login} ‘banyak login’
{akun} → {akun-akun} ‘banyak akun’
Dalam bahasa Indonesia dalam ranah teknologi informasi makna ‘banyak’ sering juga dinyatakan tidak dengan bentuk pengulangan. Misalnya dalam kalimat:
3) Nature Sounds Beaches memiliki banyak daftar suara. Suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami relaksasi.
4) Suara yang dimiliki aplikasi ini salah satunya seperti suara saat Anda di pantai.
5) Suara-suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami relaksasi. Efek suara yang tersedia antara lain: api, bola api, hujan dan burung, hujan badai, hujan angin, dan salju.
(Sumber: Wahana Komputer, 2014: 188)
(32)
2. Menyatakan Makna ‘alasan’
6) Masyarakat petani perlu memiliki pemahaman teknologi pertanian, jika masyarakat masih menanam dengan cara-cara manual hasil panen tidak akan maksimal
“Panen akan maksimal” memerlukan “alasan, atau syarat”, yakni apabila petani memiliki pemahaman teknologi pertanian. Dengan begitu, dapat dijelaskan bahwa pengulangan kata cara menjadi cara-cara yang diiringi dengan kata jika dalam kalimat nomor 6) menyatakan makna ‘alasan atau persyaratan’. Berlainan dengan no 6) kalimat nomor 7):
7) Hierarki pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat akan diawali dengan pemenuhan zat karbohidrat pada asupan makanannya, jika tidak terpenuhi zat kabohidrat itu, maka kebutuhan dasar akan protein belum dapat tercapai. Karena swasembada daging dijadikan wacana yang sedang booming, saat ekonomi Indonesia sedang kuat.
Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 19)
“Kebutuhan protein” di dalam masyarakat mempunyai alasan atau syarat” yaitu apabila kebutuhan karbohidrat sudah terpenuhi. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kata jika dalam kalimat itu merupakan makna “alasan”.
3. Menyatakan Makna ‘Tak bersyarat atau tak beralasan’
8) Meskipun pertumbuhan industri-industri makanan dan minuman Indonesia belum meningkat, masyarakat tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam negeri.
Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 18)
(33)
“Masyarakat tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam negeri” mengindikasikan makna ‘tak bersyarat atau tak beralasan’. Makna itu dipertegas dengan penggunaan kata meskipun.
9) Poin-poin kurang penting itu sudah dijelaskan juga.
10) Walaupun poin itu kurang penting, dijelaskan juga
Sumber: Pradiyansyah (2007: 67)
Kalimat 9) dan 10) menunjukkan pengulangan pada kata poin yang bermakna sama dengan yang dikandung oleh kata walaupun yaitu bermakna ‘tak bersyarat’.
4. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada bentuk dasar’. Akhiran {-an} yang melekat pada bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan, misalnya: Bentuk berulang + {-an} Makna
{blackberry-blackberryan} ‘menyerupai blackberry’
{biji-bijian} ‘menyerupai biji’
{cincin-cincinan} ‘menyerupai cincin’
{gigi-gigian} ‘menyerupai gigi’
{komputer-komputeran} ‘menyerupai komputer’ {dokter-dokteran} ‘menyerupai dokter’
{mobil-mobilan} ‘menyerupai mobil’
{sepeda-sepedaan} ‘menyerupai sepeda’ Contoh:
1) Anak kecil itu memegang komputer-komputeran. 2) Topeng itu memiliki gigi-gigian yang besar. 3) Toko Makmur menjual cincin-cincinan.
4) Orang itu membelikan mobil-mobilan untuk anaknya. 5. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada
bentuk dasar’. Konfiks {ke-an} yang melekat pada bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan, misalnya:
(34)
Bentuk berulang + {ke-an} Makna
{kemual-mualan} ‘menyerupai rasa mual’
{keaneh-anehan} ‘menyerupai rasa aneh’
{kedokter-dokteran} ‘menyerupai dokter’ {keperawat-perawatan} ‘menyerupai perawat’ {kepemimpin-pemimpinan} ‘menyerupai pemimpin’
{kehakim-hakiman} ‘menyerupai hakim’
{kewebstore-webstorean} ‘menyerupai webstore’ {kejurnalis-jurnalisan} ‘menyerupai jurnalis’ {kebarat-baratan} ‘menyerupai orang barat’
{kecina-cinaan} ‘menyerupai orang Cina
{kebingung-bingungan} ‘menyerupai orang bingung’ Contoh:
1) Banyak pedagang di Pasar Mangga dua berbahasa
kecina-cinaan.
2) Orang tua yang berdiri di ujung jalan raya itu tampak
kebingung-bingunan.
3) Setiap kali Ia merasa kemual-mualan setiap kali mencium aroma daging sapi.
4) Anak itu pandai menulis cerita. Hasil tulisannya
kejurnalis-jurnalisan.
6. Menyatakan makna ‘perbuatan dilakukan secara berulang-ulang’. Misalnya :
Bentuk berulang Makna
{menginstal-instal} ‘menginstal berkali-kali’
{terenkripsi-enkripsi} ‘mengubah data berkali-kali ke dalam suatu kode’
{terformat-format} ‘membentuk berkali-kali’ {mendeteksi-deteksi} ‘memeriksa berkali-kali’ {mengcover-cover} ‘menyampul berkali-kali’ {terinput-input} ‘memasukkan data berkali-kali’ {diasosiasi-asosiasikan} ‘diasosiasikan berkali-kali’ {berfitur-fitur} ‘berfitur berkali-kali’ {berdeklarasi-deklarasi} ‘berkata berkali-kata’ {bernotasi-notasi} ‘bernotasi berulang kali’
(35)
{mengupdate-update} ‘memperbarui berkali-kali’ {mentwitter-twitter} ‘mentwitter berkali-kali’ {mengemail-email} ‘mengemail berkali-kali’ Contoh:
1) Motivator yang terkenal itu mentwitter-twitter para klien yang ikut seminarnya.
2) Setiap mahasiswa perlu mengupdate-update data dirinya setiap semester.
3) Setiap hari orang itu mengemail-email surat.
4) Teknisi komputer itu menginstal-instal program bahasa Arab.
7. Menyatakan makna ‘perbuatan dalam suatu keadaan tertentu’, misalnya keadaan sabar, gembira, sedih, santai, mudah dls.
Bentuk berulang Makna
{memonitor-monitor} ‘memperhatikan dengan teliti’ {memodifikasi-modifikasi} ‘mengubah dengan santai’ {berkontribusi-kontribusi} ‘mempunyai sumbangan nyata’ {membrowsing-browsing} ‘melihat-lihat dengan santai’
{tergesa-gesa} ‘keadaan cepat’
{bersabar-sabar} ‘keadaan sabar’
{membaca-baca} ‘keadaan sedang membaca’
{menimang-nimang} ‘menggendong dengan santai’
{terengah-engah} ‘keadaan lelah’
Contoh kalimat:
1) Manusia memiliki sifat tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.
2) Manusia perlu bersabar-sabar menghadapi berbagai hal dalam menjalani kehidupannya.
3) Setiap sore keluarga itu bercengkerama sambil minum-minum teh hangat di halaman rumah sambil membaca –baca surat kabar petang.
4) Ibu muda itu menimang-nimang bayinya yang baru dilahirkan di bawah sinar matahari pagi.
(36)
5) Setelah berlari sejauh lima kilometer, Amir merasa terangah-engah.
8. Menyatakan makna ‘saling’; ‘perbuatan yang dilakukan oleh subjek dan objek yang berbalas-balasan’
Bentuk berulang Makna
{sentuh-menyentuh} ‘saling sentuh’ {sandar-menyandar} ‘saling harap’ {telepon-menelpon} ‘saling menelpon’ {twiter-mentwiter} ‘saling mentwiter’ {switch-menswitch} ‘saling merubah’
{harap-mengharap} ‘saling mengharap’
{tekan-menekan} ‘saling tekan’
{teken-meneken} ‘saling menandatangan’
{bersalam-salaman} ‘saling bersalaman’ {kunjung-mengunjungi} ‘saling berkunjung’
{watchup-mewatchup} ‘saling mengirimkan berita’ Contoh:
1) Masyarakat sekarang ini sering watchup-mewatchup
berita.
2) Perjanjian kerjasama itu sudah disepakati, para anggota yang terlibat sudah teken-meneken surat kerjasama. 3) Perusahaan itu telepon menelepon para pelanggannya. 4) Para jamaah masjid itu bersalam-salaman setelah selesi
salat magrib.
9. Menyatakan makna ‘agak’
Bentuk berulang Makna
{keheran-heranan} ‘agak heran’
{kelebam-lebaman} ‘agak lebam’
{keungu-unguan} ‘agak ungu’
{kepikir-pikiran} ‘agak terpikir’
{kemaksimal-maksimalan} ‘tidak terlalu maksimal’
(37)
{kehatian-hatian} ‘agak hati-hati’
{kehitam-hitaman} ‘agak hitam’
{kerugi-kerugian} ‘agak rugi’
{kedemokratis-demokratisan} ‘agak demokratis’
{kebarat-baratan} ‘agak mirip orang barat’
Contohnya:
1) Keheran-heranan Aminah melihat adiknya yang masih kecil itu sudah pandai membaca.
2) Orang itu berbahasanya kebarat-baratan.
3) Penggambaran desain rumah tinggal menggunakan software ArchiCAD kepikir-pikiran juga olehku. 4) Orang itu tampak kelebam-lebaman.
10.Menyatakan makna keterangan waktu ‘sekali’
Bentuk berulang Makna
{siang-siang} ‘siang sekali’
{petang-petang} ‘petang sekali’
{pagi-pagi} ‘pagi sekali’
{sore-sore} ‘sore sekali’
{malam-malam} ‘malam sekali’
{tengah hari-tengah hari} ‘siang sekali’ {tengah malam-tengah malam} ‘malam sekali’ Contoh:
1) Sore-sore anak-anak itu bermain-main di lapangan. 2) Kemacetan lalu lintas tidak terjadi pagi-pagi.
3) Orang itu masih tetap bekerja tengah hari-tengah hari
begini.
4) Malam-malam aku tetap belum tertidur karena perlu mengerjakan berbagai tugas sekolah.
(38)
BAB IV MORFOFONEMIK A. Pengertian Morfofonemik
Istilah morfofonemik ditinjau dari segi bentuk, terdiri dari dua bagian yaitu unsur morfem dan unsur fonem. Oleh karena itu, morfofonemik dapat dikatakan sebagai suatu subsistem dalam linguistik yang dibentuk dari dua unsur yang berlainan, namun keduanya berkaitan dan saling membutuhkan dalam membentuk sebuah kosa kata bahasa Indonesia. Kajian morfofonemik merupakan kajian yang berorientasi kepada perubahan bunyi sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses aiksasi, reduplikasi maupun komposisi, demikian Chaer (2008: 43). Contoh morfofonemik:
Morfem + Imbuhan → Morfofonemik
{klik} + {me(N)} → {mengeklik}
{switch} + {me(N)} → {menswitch}
{proyeksi} + {me(N)} → {memproyeksi}
{okulasi} + {me(N)} → {mengokulasi}
{shooting} + {me(N)} → {menyoting}
Contoh dalam kalimat:
1) Hindari mengeklik OK untuk mengakhiri pengaturan parameter.
2) Untuk mendefault settings harus keluar dari kotak dialog.
{respon} + {me(N)} → {merespon}
{desain} + {me(N)} → {mendesain}
{layout} + {me(N)} → {melayout}
Contoh dalam kalimat:
1) Hindari merespon terlalu cepat!
2) Orang itu mendesain rumahnya sendiri.
Paparan berikut ini menunjukkan keanekaragaman tipe perubahan fonem serta berbagai bentuk morfofonemik serta beberapa proses morfologi.
(39)
B. Tipe-Tipe Morfofonemik
Proses morfologi yang terjadi pada satu morfem dengan morfem lain akan menghasilkan sebuah kata. Pada proses pembentukan kata ada beberapa model perubahan fonem. Dalam lingkup proses morfofonemik model perubahan itu antara lain. :
1. Pesenyawaan fonem merujuk kepada proses meluluhnya sebuah fonem yang disenyawakan dengan fonem lain. Contohnya dalam pengimbuhan :
{pe-an} + {suling} → {penyulingan}
{pe-} + {suling} → {penyuling}
{me-} + {kontrol} → {mengontrol}
{pe-} + {tanak} → {penanak}
Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam kalimat:
1) Sebuah inovasi yang menjungkirbalikkan proses kerja
penyulingan nilam yang rendemannya cuma berkisar antara 1,5-2%.
2) Petani dan penyuling nilam langsung frustasi karena rugi.
3) Ia hanya menambahkan sensor otomatis di boiler untuk
mengontrol suhu dan tekanan.
4) Bahan baku dan air dibatasi oleh lempeng besi nirkarat mirip alat penanak nasi.
Pada contoh proses peluluhan fonem sebagaimana tertera di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {pe-}; {pe-an}; {me} pada morfem dasar {suling}; akan memunculkan bunyi nasal [ ñ ], sedangkan pada morfem dasar {kontrol}; akan memunculkan bunyi sengau [ ŋ ]; di pihak lain pada morfem dasar {tanak}akan memunculkan bunyi nasal [ n ].
2. Penambahan fonem mengacu kepada hadirnya fonem atau bunyi dalam proses morfologi yang pada awalnya fonem itu tidak ada. Contoh:
{pe-} + {pres} → {pengepresan}
{me-kan} + {proyeksi} → {memproyeksikan}
(40)
{me-} + {fermentasi} → {memfermentasi}
{me-} + {blender} → {memblender}
{me-} + {destilasi} → {mendestilasi}
Contoh penggunaan kata hasil penambahan fonem dalam kalimat:
1) Biomassa yang tersisa diangkat dari wadah dan dipres. Larutan pengepresan dimasukkan ke cairan fermentasi. 2) Dewan Asri memproyeksikan harga nilam idealnya Rp.
500.000/kg.
3) Orang itu memfermentasi irisan daun nilam dengan bantuan air dan dua jenis kapang.
4) Herdi tak memblender daun nilam, tetapi mengiris-iris saja.
5) Sekali mendestilasi 400 kg bahan, Rudi memanen 13 kg minyak nilam.
Pada contoh proses penambahan fonem sebagaimana tertera di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {me-} pada morfem dasar {pres}; akan memunculkan bunyi nasal [ŋ] , sedangkan pada morfem dasar {proyeksi}; {fermentas}; {blender} dan {destilasi}akan memunculkan bunyi nasal [m].
3. Pelesapan fonem mengacu kepada melesap atau menghilangnya suatu fonem atau bunyi dalam proses morfologi yang pada awalnya fonem itu ada menjadi tidak ada. Misalnya:
{vulkanolog} + {-wan} → {vulkanolowan} {sejarah} + {-wan} → {sejarawan}
{kakak} + {-nda} → {kakanda}
{ter-} + {rangsang} → {terangsang} {per-an} + {rawat} → {perawatan} {ber-} + {rambut} → {mendestilasi} {ter-} + {realisasi} → {terealisasi}
Contoh penggunaan kata hasil perlesapan fonem dalam kalimat:
(41)
1) Vulkanolowan asal Indonesia itu berjalan kaki untuk mencapai puncak-puncak tertinggi dan tepian kaldera untuk mempelajari tipe-tipe gunung berapi.
2) Kakanda akan berangkat ke Surabaya besok pagi,
3) Agar akar terangsang untuk tumbuh, umumnya pekebun menggunakan zat perangsang tumbuh atau (ZPT) yang mengandung hormone auksin.
4) Pemenggalan akar dan perawatan intensif jabon tumbuh lebih cepat dan waktu panenpun singkat.
5) Rizosfer yang sudah berambut akar mengundang mikrob menguntungkan tanaman itu.
6) Gagasan itu akhirnya terealisasi pada pertengahan tahun 2014.
4. Perubahan fonem mengacu kepada sebuah fonem berubah akibat proses morfologi. Perubahan terjadi karena bertemunya dua morfem dasar yang berbeda bunyi, bersatu kemudian berubah menjadi sebuah bunyi lain yang lain dari keduanya . Misalnya:
{be-} + {ajar} → {belajar}
{ter} + {anjur} → {terlanjur}
{me-} + {asam} → {masam}
{di-} + {claim} → {diklem}
Keterangan:
Pembentukan kata belajar dari morfem {be-} + {ajar} demikian pula pada morfem {ter-} + {anjur} menjadi terlanjur
merupakan satu ciri khas yang pembentukan sangat jarang terjadi pada model kata yang lain dalam bahasa Indonesia. Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem dalam kalimat:
1) Air penyiraman bunga berasal dari air PAM yang diolah dengan teknologi reserve osmosis sehingga air bersifat masam
2) Keputusan itu banyak diklem banyak orang.
(42)
C. Pembentukan Kata Berbasis Morfofonemik
Pembentukan kata bahasa Indonesia berbasis proses morfofonemik didominasi oleh imbuhan terutama pada akhiran {-an}; imbuhan gabung atau konfiks {pe-an} dan {per-an} serta prefiks atau awalan seperti: {me-}; {pe-}; {per-}; {ber-}; {ter-}. Paparan berikut ini dimulai dari akhiran {-an}.
1. Proses Morfofonemik Akhiran {-an}
Chaer (2008: 54) mengemukakan bahwa gejala morfofonemik dalam pembentukan kata bahasa Indonesia lewat sufiksasi ada dua jenis yaitu: 1) pemunculan fonem dan 2) transisi fonem.
1) Pemunculan fonem terjadi ketika satu morfem bebas maupun terikat bertemu dengan akhiran {-an}. Pada proses ini akan muncul tiga buah fonem yaitu dua fonem semivokal atau bunyi peluncur (glider) yakni [w]; [y] dan sebuah bunyi glottal dilambangkan [?]. Catatan: Bunyi peluncur ini hanya hadir dalam bahasa lisan dan tidak muncul pada bahasa tulis, sebab bila merujuk kepada kaidah penggunaan ejaan bahasa Indonesia yaitu Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan bunyi-bunyi itu tidak dituliskan. Berangkat dari alas an itu, contoh-contoh kalimat di bawah ini bunyi peluncur itu tidak dituliskan.
(1) Fonem /w/ muncul seandainya sufiks {–an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [u]. Umpamanya :
{pantau} + {-an} → {pantauwan}
{buru} + {-an} → {buruwan}
{tumpu} + {-an} → {tumpuwan}
{ramu} + {-an} → {ramuwan}
{cemburu} + {-an} → {cemburuwan}
Contoh penggunaan kata hasil pemunculan fonem /w/ fonem dalam kalimat:
(43)
i. Gelombang laut saat musim hujan di kota Bitung terus mendapat pantauan pemerintah setempat.
ii. Hasil buruan berupa cengkih dan pala oleh para pedagang rempah di pulau Ternate menjadikan harga komiditas itu meningkat harganya.
iii. Rempah menurut salah satu suku bangsa di Sulawesi digunakan sebagai bahan penyedap makanan, kosmetik, obat-obatan hingga ramuan perangsang berahi.
iv. Sifat orang itu sangat cemburuan.
v. Ibu muda itu kini menjadi tumpuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
(2) Fonem /y/ akan hadir sekiranya sufiks {–an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [i]. Umpamanya :
{untai} + {-an} → {untaiyan} {capai} + {-an} → {capaiyan}
{isi} + {-an} → {isiyan}
{tragedi} + {-an} → {tragediyan} {tikai} + {-an} → {tikaiyan}
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /y/ dalam kalimat:
i. Harga capaian minyak kastor lebih kurang 90 sen dolar per liter.
ii. Tragedian dalam karya sastra ciptaan Ali banyak dipaparkan di akhir cerita.
iii. Untaian buah jarak kepyar atau kacang kastor bisa mencapai 3,5 meter.
iv. Isian beras setiap satu kantong sebanyak 1 liter.
v. Banyak tikaian yang terjadi di kalangan masyarakat yang diawali oleh persoalan kecil.
(3) Fonem Glotal /?/ akan muncul apabila sufiks {–an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [a]. Umpamanya:
(44)
{tetangga} + {-an} → {tetangga?an}
{sedia} + {-an} → {sedia?an}
{irama} + {-an} → {irama?an}
{mamalia} + {-an} → {mamalia?an}
{satwa} + {-an} → {satwa?an}
Keterangan simbol bunyi glotal [?]
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem glottal /?/ dalam kalimat:
i. Banyak kampung yang warganya bertetanggaan dengan hutan pinus.
ii. Sediaan makanan sudah hamper habis. iii. Iramaan lagu itu ditulis oleh ayahku.
iv. Yaki adalah orang utan jenis mamaliaan yang bermata besar dan berkaki kuat.
v. Darwin adalah geolowan pertama yang mengunjungi Galapagos pada tahun 1835, dia pada akhirnya menekuni satwaan unik di Galapagos.
2. Transisi fonem merujuk kepada peristiwa bergesernya fonem ketika bertemu sufiks an}. Hal ini terjadi sekiranya {-an} diimbuhkan dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi konsonan. Untuk melihat gejala ini digunakan parameter suku kata. Pengertian suku mengacu kepada satu kesatuan ucapan. Oleh sebab itu, setiap awal suku maupun akhir suku selalu berimpit dengan awal dan akhir suatu ucapan. Misalnya;
Data fonemis Suku Struktur suku kata /simpul/ + /-an/ → /sim/ + /pu/ +/lan/ /tulisan/ + /-an/ → /tu/+/li/+/san/ /hadapan/ + /-an/ → /ha/+/da/+/pan/ Keterangan : /…/ simbol suku kata
Alasan digunakan suku kata karena suku kata memiliki fungsi membentuk kata atau bagian kata. Ditinjau dari bentuknya suku kata itu terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
(45)
a) Bila ada dua konsonan di antara dua vokal, maka kedua konsonan itu berada dalam satu suku, mungkin pula terletak dalam suku yang berbeda tergantung letak transisinya.
b) Bila sebuah konsonan merupakan satu kesatuan ucapan, berbentuk satu gugus, transisi terletak di anatara vokal dan konsonan. Gejala itu terjadi bila konsonan itu terletak dalam sebuah suku, yaitu suku-suku yang mengikutinya.
c) Bila kedua konsonan itu tidak merupakan suatu kesatuan, maka konsonan itu berpindah letak membentuk suku kata baru dengan menggabung pada sufiks {-an }. Misalnya:
Data fonemis suku Struktur suku kata /tegur/ + /-an/ → /te/+/gu/+/ran/ /jelajah/ + /-an/ → /je/+/la/+/ja/+/han/ /tumbuk/ + /-an/ → /tum/+/bu/+/kan/ /gumpal/ + /-an/ → /gum/+/pa/+/lan/ Contoh penggunaan kata hasil transisi fonem dalam kalimat:
i. Pulau Sulawesi merupakan daerah jelajahan para pencari cengkih.
ii. Kerak samudra yang terangkat karena tumbukan
lempeng Australia
iii. Setiap perkuliahan bahasa Indonesia selesai disampaikan selalu ditutup dengan simpulan materi perkuliah itu
iv. Banyak tulisan bermutu sudah diterbitkan dalam jurnal Linguistik
v. Makalah seminar itu dibaca di hadapan para ahli bahasa.
vi. Gumpalan awan hitam akibat meletus gunung Merapi terdapat di wilayah Yogyakarta.
3. Proses Morfofonemik dalam Konfiks {pe-an}
Proses morfofonemik dalam imbuhan dipaparkan secara berurut, yaitu proses morfonemik dalam konfiks {pe-an} dan {per-an}. Uraian berikut ini dimulai dari:
(46)
1) Konfiks {per-}
Proses pengimbuhan berbasis morfofonemik dengan prefiks {per-} ada beberapa model, yaitu:
(1) persenyawaan fonem /r/; (2) perubahan fonem /r/ (3) pemertahanan fonem /r/ Paparan data berupa:
(1) Persenyawaan fonem /r/ akan terjadi seandainya bentuk dasar diawali dengan fonem /r/, dan /k/ misalnya: {per-} + {rampok} → {perampok}
{per-} + {rancang} → {perancang} {per-} + {tambak} → {petambak} {per-} + {kategori} → {pekategori} {per-} + {kerja} → {pekerja}
Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam kalimat:
i. Perampok itu sudah ditangkap polisi.
ii.Busana pengantin itu dirancang oleh perancang terkenal. iii.Petambak itu memanen ikan nila setiap minggu 100 kg. iv.Setiap hitungan dalam statistik deskriptif memiliki
varibel pekategori.
v. Setiap pekerja mendapat gaji Rp 1.000.000,- per minggu.
(2) Perubahan fonem /r/ menjadi /l/
Bahasa Indonesia perubahan fonem /r/ menjadi /l/ hanya terjadi pada morfem imbuhan {per-} + bentuk dasar {ajar}. Contoh:
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /r/ menjadi /l/ dalam kalimat:
{per-} + {ajar} → {pelajar}
(47)
Model perubahan ini tidak produktif dalam bahasa Indonesia, dan hanya ada satu kasus saja yaitu pada bentuk pelajar.
(3) Pemertahanan fonem /r/ terjadi pada satuan bahasa yang atau morfem bebas yang diawali oleh bunyi /p/, /t/, /c/, /k/, /l/, /m/, /j/ contoh:
{per-} + {lambang} → {perlambang} {per-} + {panjang} → {perpanjang}
{per-} + {tahap} → {pertahap}
{per-} + {metode} → {permetode}
{per-} + {jari} → {jari}
{per-} + {contoh} → {percontoh}
Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam kalimat:
i. Dalam tradisi budaya Cina ikan Arwana
perlambang panjang umur.
ii. Perpanjang surat tanda naik kendaraan anda! iii. Pembangunan mall itu dilakukan pertahap. iv. Penelitian jamur itu dilakukan permetode. v. Kuku itu dipotong perjari.
2) Konfiks {per-an}
Konfiks {per-an} merupakan imbuhan berupa prefiks yang sangat produktif mengalami proses morfofonemik. Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {per-an} terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem; (2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem. Paparan masing-masing model itu sebagai berikut:
(1) Persenyawaan fonem merujuk kepada fenomena, sekiranya prefiks {per-an} diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar yang diawali oleh konsonan tak bersuara, seperti:
(48)
bilabial Alveolar Velar
Hambat tak besuara /p/ /t/ /k/
Geser /s/
Contoh:
{per-an} + {tampung} → {penampungan} {per-an} + {selamat} → {penyelamatan} {per-an} + {tangkar} → {penangkaran} {per-an} + {pagar} → {pemagaran} {per-an} + {pandang} → {pamandangan} {per-an} + {kecuali} → {pengecualian} Contoh penggunaan kata hasil fonem dalam kalimat:
i. Air sumur, misalnya didiamkan di penampungan
dalam posisi terbuka selama 24 jam untuk mengikat oksigen.
ii. Arwana menjadi penyelamat bagi Suryadi ketika perusahaan tempatnya mencari nafkah gulung tikar. iii. Saya bertekad menekuni penangkaran arwana.
iv. Polisi melakukan pemagaran menggunakan pita khusus di tempat kejadian perkara.
v. Mereka tidak memiliki hak pengecualian dalam menangani kasus itu.
Catatan :
a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /t/. b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/
terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/. c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/. d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.
(49)
(2) Pemertahanan
Pemertahanan fonem merujuk kepada prefiks {per-an} diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar yang diawali oleh konsonan nasal, getar, lateral dan semivokal sebagai berikut:
bilabial Alveolar Palatal Hambat
besuara
/b/ /d/ /g/
Nasal /m/ /n/ /ñ/
Getar /r/
Lateral /l/
semivokal /y/
Contoh:
{per-an} + {laku} → {perlakuan} {per-an} + {rakit} → {perakitan} {per-an} + {yayasan} → {peryayasanan} {per-an} + {mesin} → {permesinan} {per-an} + {dagang} → {perdagangan} {per-an} + {bukit} → {perbukitan} {per-an} + {nyata} → {pernyataan} {per-an} + {nafas} → {pernafasan}
Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam kalimat:
i. Selang dua setengah jam, ia menguras akuarium karena air kotor. Lalu mengisi air baru asal galon isi ulang tanpa perlakuan terlebih dahulu.
ii. Perakitan mobil esemka buatan Indonesia terus ditingkatkan.
iii. Setiap organisasi pendidikan swasta perlu memiliki izin peryayasanan pengelola pendidikan itudi setiap jejang.
iv. Ali menekuni seluk beluk permesinan sejak masih mengikuti pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama.
v. Pernyataan orang itu sangat jelas.
(1)
BAB VI PENUTUP
Paparan mengenai proses pembentukan kata bahasa Indonesia memerlukan perhatian yang cermat dan seksama, sebab bahasa ini terus mengalami perkembangan pesat. Kata dan leksem ditinjau dari tataran morfologi merupakan dua konstituen yang berbeda. Dengan mengacu kepada Kirdalaksana (1996) dan Murphy (2013) dikemukakan bahwa kata dapat dibedakan dari tiga aspek yaitu: 1) aspek fonologis; dan 2) aspek leksem; 3) aspek gramatikal.
Untuk mengenali proses pembentukan kata dalam tulisan ini digunakan analisis kata dengan pendekatan Item and Process, dengan alasan bahwa:
1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dengan tipe yang struktur kata dan hubungan grmatikalnya ditandai oleh penggabungan unsur secara bebas;
2. Penambahan afiksasi, seperti prefiks, konfiks, infiks dan sufiks pada sebuah akar atau leksem untuk menunjukkan fungsi gramatikal
3. Fenomena peluluhan terjadi apabila sebuah leksem akar bergabung dengan leksem terikat.
Berangkat dari pendekatan tersebut diketahui bahwa pembentukan afiks dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa hal, yakni:
1. Melekatnya afiks pada sebuah bentuk dasar, maka bentuk dasar menjadi berubah, contoh: verba {tuang} secara leksikal dapat diikuti awalan {me-} jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan sufiks {-kan} atau sufiks {i}. Bentuk {me-kan}; {me-i} diistilahkan dengan konfiks.
2. Melekatnya afiks kepada bentuk dasar dapat memperlihatkan makna yang teratur atau dapat diramalkan, contoh morfem {beruang} dapat diramalkan mempunyai tiga bentuk, yaitu:
(2)
Afiks Leksem Kata Makna {be-} + {ruang} → {beruang} ‘mempunyai
ruangan’
{ber-} + {?uang} → {beruang} ‘mempunyai uang’ - - - {beruang} ‘nama hewan’ Sumber : Kridalaksana (1996: 200)
3. Kaidah umum yang dapa diformulasikan misalnya apabila afiks ditambahkan pada sebuah kelas kata maka hal yang sama dapat dilakukan pada semua anggota kelas kata yang lain. Dengan begitu dapat diketahui ada afiks-afiks yang bersifat produktif dan tidak produktif. 4. Peluluhan fonem /s/ dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /s/, yang melekat dengan prefiks {mƏñ-}, {mƏñ-kan}, {mƏñ-i}, {pƏñ-}, {pƏñ-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia, kecuali morfem dasar yang berasal dari bahasa asing. Berikut ini pasangan kata dengan peluluhan fonem awal bentuk dasar dan dengan yang tanpa peluluhan kerap digunakan oleh penutur bahasa Indonesia:
Peluluhan Fonem Awal Tanpa Peluluhan Fonem Awal
1. {menyerpis} {menserpis} 2. {menyetir} {mensetir} 3. {menyinkronkan} {mensinkronkan} 4. {menyiropi} {mensiropi} 5. {menyeketsa} {mensketsa} 6. {penyektor} {pensektor} 7. {penyaksian} {pensaksian}
Gejala seperti pembentukan afiksasi, peluluhan fonem awal dan tanpa peluluhan fonem awal, seperti tertera di atas bila ditinjau dari kaidah peluluhan fonem dapat dikatakan ada penyimpangan. Penyimpangan kecil menurut Kridalaksana (1996: 209) : “ Penyimpangan kecil tidak merusak kaidah-kaidah dalam pembentukan kata bahasa kita. Sistem morfologis
(3)
itu hanyalah berfungsi sebagai rambu-rambu bagi bentukan-bentukan baru yang masih akan terus diperkenalkan oleh para pereka cipta bahasa dalam usaha mereka memperkaya khazanah bahasa kita.
Paparan morfologi bahasa Indonesia dalam buku ini pada dasarnya adalah memperlihatkan model penataan kata melaluiberbagai proses. Morfem, alomorf merupakan konstituen utama dalam pengolahan leksem menjadi kata.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Amperiyanto, Tri. 2014. Tips Ampuh Android. Cara Tepat dan Bijak Mendayagunakan Perangkat Android. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan
Proses. Jakarta: Rineka Cipta
Cruze, D.A. 2013. “The Lexicon” in The Handbook of Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford: Blackwell.
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
---. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the entrepreneur in you 47 Rahasa Pengusaha Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lumban, Tobing. 2013. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Makarao, Nurul Ramadhani. 2013. Komunikasi Konseling Aplikasi dalam Pelayanan Kesehatan. Bandung: Alfabeta.
Manullang, Rio. 2014. Desain Rumah dengan Autocad dan Google Sketch Up Panduan Praktis Mengkreasikan Sendiri Rumah Idaman Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
(5)
Murphy, M. Lynne. 2013. Lexical Meaning. Cambridge: Cambridge University Press.
Muslich, Masnur. 2008. Tatabentuk Bahasa Indonesia. Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara. Purnanto, Dwi. 2006. “Kajian Morfologi Derivasional dan
Infleksional dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Jurna; Linguistik dan Sastra Vol 18. No. 35 hal 136-152.
Riemer, Nick. 2013. Introducing Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Sastra, Suparno. 2014. Membuat Desain Rumah Tinggal Berbagai Tipe. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sinamo, Jansen dan Eben Ezer Siadari. 2013. The Chinese
Ethos Memahami Adidaya China Abad 21 dari Perspektif Budaya dan Sejarah. Jakarta: Institut Darma Mahardika, Press.
Spencer, Andrew. 2013. “Morphology” in The Handbook of Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford: Blackwell.
Suparno, Darsita. 2012. “Pemertahanan Bahasa Ranau” Disertasi Program Linguistik Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado: Belum diterbitkan.
Suswono. 2012. “Teknologi yang Merakyat”. Dalam Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi No 2 Edisi Februari 2012. Jakarta: Balai Inkubator Teknologi Press.
Wahana Komputer. 2014. Kupas Tuntas Aplikasi Brilian Blackberry Smartphone. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
(6)