BAB I PENDAHULUAN
A. Pengantar
Buku morfologi Bahasa Indonesia telah banyak ditulis para ahli bahasa, baik buku yang berupa buku tatabahasa maupun
buku khusus morfologi; entah itu buku besifat preskriptif, deskriptif, diakronis, maupun diakronis. Dicermati dengan
seksama, buku-buku itu belum memperhatikan pembentuan kata-kata baru yang muncul akibat perkembangan ilmu
pengetahuan, misalnya di bidang telekomunikasi, kedokteran property, bisnis, dan teknologi informasi. Buku-buku itu belum
menjawab lima pilar sebagai berikut:
1. Apakah gejala pembentukan kata ber+feysen;
meN+twitter; ber+watch-app; meN+branding;
ber+deviasi; di+fleksi+kan; ter+fleksi; meN+fiksasi kaidah morfologi bahasa Indonesia yang menyesuaikan;
ataukah kata-kata baru itu yang mengalami proses morfologi?
2. Bagaimanakan prefiks {di-}; {meN-}; {ter-}; dapat
diimbuhkan pada morfem verifikasi, sedangkan prefiks {ber-} tidak dapat? Secara realita, kata-kata seperti
aplikasi, menjadi diaplikasi, mengaplikasi, teraplikasi, diverifikasi, memverifikasi, terverfikasi berterima, tetapi
kata berverfikasi tidak berterima?
3. Bagaimana prefiks {ber-}, {ter-}; {meN}; {peN}; {di-}
dapat diimbuhkan pada morfem akar karbonasi, sedangkan prefiks {se-} tidak dapat?
4. Mengapa prefiks {ber-}; {meN-}; {di-} dapat
diimbuhkan pada morfem promosi, nutrisi sedangkan {peN-} tidak?
5. Mengapa imbuhan gabung {me-kan } dapat diimbuhkan
pada morfem dasar misalnya cipta, suntik, efisien, kontribusi, sharing,
menjadi menciptakan,
membisniskan, mengefisienkan, mengkontribusikan, mengsharingkan tetapi imbuhkan gabung {me-i } tidak
berterima bila diimbuhkan pada kata dasar cipta, menjadi menciptai, membisnisi, mengefiesiensi dan
mengkontribusii?
1
Buku morfologi yang sudah ada belum membahas berbagai aspek kebahasaan yang berkaitan dengan lima pilar dalam
kaitannya dengan kosakata yang muncul dari ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, maupun teknologi
informasi. Buku morfologi yang telah ada masih terbatas pada analisis hanya didasarkan kepada pendeskripsian kaidah yang
tampak secara fisik berasal dari data ujaran maupun tulisan. Perbedaan buku morfologi bahasa Indonesia yang sudah ada
dengan buku morfologi ini terletak pada beberapa aspek, yaitu:
1 buku ini mendeskripsikan kaidah yang tampak secara
fisik, mengenai pembentukan kata baru yang muncul pada ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis,
dan teknologi informasi;
2 buku ini mendeskripsikan ciri-ciri semantik dari setiap
satuan bahasa akar atau leksem yang dianggap menjadi dasar pembentukan kata.
3 buku ini menganalisis leksem dalam kaitannya dengan
makna gramatikal dan semantik. Contohnya pengimbuhan prefiks {ter-} dengan leksem integrasi
menjadi {terintergrasi} ‘tergabung’, imbuhan {ter-} ditinjau dari segi fungsi membentuk kata kerja pasif,
selain itu, imbuhan {ter-} memberi makna gramatikal, yaitu ‘dalam keadaan’; sedangkan leksem integrasi
memiliki komponen makna + keadaan atau situasi. Contoh lain, pengimbuhan {meN-} dengan leksem
branding menjadi {membranding} ‘mencap; memberi merek’. Pengimbuhan {meN-} pada leksem branding,
membentuk kata kerja transitif, imbuhan {meN-} itu memiliki makna gramatikal ‘membubuhi’, leksem
branding memiliki komponen makna + menaruh sesuatu pada; menambahkan pada
B. Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia