Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Tempat dan Waktu Penelitian Alat

dilakukan pengukukuran mengenai kinerja agar dapat diketahui seberapa besar kinerja yang dilakukan TPI saat ini sesuai dengan tujuan awal pembangunan TPI itu sendiri. Pengukuran kinerja dapat diukur dari segi ekonomi dan efisiensi TPI dalam melakukan kegiatan pelelangan dan pengelolaan fasilitas. Pengukuran kinerja ini juga sangat penting agar dapat mengetahui kepuasan dari pihak pengguna jasa pelelangan, karena kepuasan pengguna pelelangan berdampak pada aktifnya kegiatan pelelangan dan pengembangan ekonomi pelabuhan. Penelitian ini sangat penting dilaksanakan untuk mengukur kinerja pengelolaan tempat pelelangan ikan TPI terhadap ekonomi dan efisiensi tempat pelelangan ikan TPI serta mengukur tingkat kepuasan pengguna tempat pelelangan ikan TPI tersebut. Penelitian mengenai TPI di Muara Angke telah dilakukan sebelumnya oleh Simarmata 2010 dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kriteria tersebut berdasarkan Pane 2009, sedangkan penelitian ini menggunakan pengukuran kinerja dengan pendekatan value for money berdasarkan Mahmudi 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Tempat pelelangan ikan TPI merupakan tempat dimana nelayan dan konsumen bertemu untuk melakukan transaksi jual beli. Tempat ini sebagai sarana pemasaran di pelabuhan perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, maka TPI harus diukur kinerja pengelolaan aktivitasnya. Saat ini pengukuran kinerja TPI telah banyak dilakukan dengan menggunakan metode DEA Data Envelopment Analysis, namun belum banyak yang menerapkan metode value for money dalam pengukuran kinerja TPI yang menekankan pada segi ekonomi dan efisiensi. Selain itu, tingkat kepuasan pengguna pelelangan di TPI PPI Muara Angke harus diketahui agar dapat mendukung aktivitas pelelangan dan kinerja TPI selanjutnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah gambaran pengelolaan aktivitas TPI PPI Muara Angke? 2. Bagaimanakah tingkat kepuasan pengguna pelelangan TPI PPI Muara Angke? 3. Bagaimanakah kinerja pengelolaan TPI dari sisi ekonomi dan efisiensi?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan pengelolaan aktivitas TPI PPI Muara Angke; 2. Mengukur tingkat kepuasan pengguna pelelangan TPI PPI Muara Angke; dan 3. Mengukur tingkat kinerja pengelolaan TPI dilihat dari segi ekonomi dan efisiensi TPI Muara Angke.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada semua pihak yang terkait dengan pengelolaan TPI di PPI Muara Angke mengenai kinerja pengelolaan TPI, sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja TPI di PPI Muara Angke selama ini. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan

2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16MEN2006 pasal 1, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat Jenderal perikanan 1994 adalah Lubis, 2006: 1 Produksi : Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya. 2 Pengolahan: Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya. 3 Pemasaran : Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 16, pelabuhan perikanan diklasifikasikan kedalam 4 empat kelas, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera PPS, Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN, Pelabuhan Perikanan Pantai PPP, dan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI. Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat kategori utama yaitu: 1 Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Pelabuhan Perikanan Samudera PPS adalah pelabuhan perikanan tipe A yang biasa disebut sebagai pelabuhan perikanan kelas 1. Pelabuhan Perikanan Samudera PPS memiliki kemampuan beroperasi di samudera dan lepas pantai yang sifatnya nasional dan internasional. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 17- pasal 20 tentang pelabuhan perikanan, Pelabuhan Perikanan Samudera PPS memiliki kriteria sebagai berikut: 1 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Esklusif Indonesia dan laut lepas; 2 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya minus 60 GT; 3 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; 4 Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; 5 Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; dan 6 Terdapat industri perikanan. 2 Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN adalah pelabuhan perikanan tipe B yang biasa disebut sebagai pelabuhan perikanan kelas II. Pelabuhan perikanan ini memiliki kemampuan beroperasi di lepas pantai yang sifatnya regional dan nasional. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 17-20 tentang pelabuhan perikanan, Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN memiliki kriteria sebagai berikut: 1 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Esklusif Indonesia; 2 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT; 3 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; 4 Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; dan 5 Terdapat industri perikanan. 3 Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Pelabuhan Perikanan Pantai PPP adalah pelabuhan perikanan tipe C. Pelabuhan Perikanan Pantai PPP ini memiliki kemampuan beroperasi di pantai yang sifatnya regional. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 17-20 tentang pelabuhan perikanan, Pelabuhan Perikanan Pantai PPP memiliki kriteria sebagai berikut: 1 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial; 2 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT; 3 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; dan 4 Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus. 4 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Pangkalan Pendaratan Ikan PPI adalah pelabuhan perikanan tipe D. Pelabuhan ini dikelola oleh daerah untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di daerah pantai. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 17-20 tentang pelabuhan perikanan, Pangkalan Pendaratan Ikan PPI memiliki kriteria sebagai berikut: 1 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan; 2 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT; 3 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; dan 4 Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus. Lubis 2010 menyatakan bahwa fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan terbagi menjadi 3 fungsi, diantaranya: 1 Fungsi maritim; 2 Fungsi komersial; dan 3 Fungsi jasa. Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya, terdapat juga fungsi pelabuhan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, pemasaran. Aspek-aspek tersebut dapat dirinci sebagai berikut Lubis, 2010: 1 Aspek produksi; 2 Aspek pengolahan; dan 3 Aspek pemasaran.

2.1.2 Fasilitas pelabuhan perikanan

Menurut Lubis 2006 dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala perikanannya. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan menyatakan bahwa fasilitas pelabuhan perikanan merupakan sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa fasilitas pokok, fungsional, dan fasilitas penunjang. 1 Fasilitas pokok Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar yang diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan guna menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok ini disebut juga dengan fasilitas infrastruktur suatu pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasiltas tersebut antara lain: 1 Fasilitas pelindung seperti breakwater, revertment, dan groin; 2 Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty; 3 Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran; 4 Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, dan jembatan; dan 5 Fasilitas lahan pelabuhan perikanan. 2 Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional dapat disebut juga suprastruktur yaitu fasilitas yang berfungsi meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang dapat menunjang kegiatan yang ada di pelabuhan perikanan. Fasilitas ini tidak harus ada pada suatu pelabuhan perikanan, disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional perikanan tersebut. Fasilitas fungsional tersebut antara lain: 1 Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan TPI; 2 Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas; 3 Fasilitas suplai air bersih, es dan listrik; 4 Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dockslipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring; 5 Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu; 6 Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; 7 Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan 8 Fasilitas pengolahan limbah seperti PAL. 3 Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan, fasilitas penunjang diantaranya adalah: 1 Fasilitas pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan; 2 Fasilitas pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu; 3 Fasilitas sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK; 4 Fasilitas kios IPTEK; dan 5 Fasilitas penyelenggaran fungsi pemerintah.

2.1.3 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Muara Angke

Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan tipe D. Pelabuhan ini dikelola oleh daerah untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di daerah pantai. PPI Muara Angke terletak di delta Muara Angke disebelah barat dan selatan berbatasan dengan kali Angke, disebelah selatan berbatasan dengan Jalan Pluit dan disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 598 tentang Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan DKI Jakarta, Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke seluruhnya seluas ±649.784 m 2 , sedangkan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1263 tentang Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke memiliki rencana reklamasi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke seluruhnya menjadi seluas ±71,72 ha. Kondisi saat ini kawasan Muara Angke secara eksisting telah dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan nelayan yang secara garis besarnya terbagi kedalam empat kawasan, yaitu: 1 Perumahan nelayan; 2 Pengolahan hasil perikanan tradisional PHPT; 3 Tambak uji coba air payau; dan 4 Pangkalan Pendaratan Ikan. PPI Muara Angke memiliki fasilitas yang menunjang kegiatannya. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa: 1 Tempat pelelangan ikan TPI; 2 Pasar grosir; 3 Pasar pengecer; 4 Pabrik es; 5 Cold storage; 6 SPBUSPBB; 7 Tempat pengepakan ikan; 8 Pusat jajanan serba ikan; dan 9 Instansi lain, Fasos dan Fasum.

2.2 Tempat Pelelangan Ikan

2.2.1 Pengertian dan fungsi TPI

Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor: 139 Tahun 1997;902KptsPL.420997;03SKBMIX1997 tertanggal 12 September 1997 tentang Penyelengaraan Tempat Pelelangan Ikan, bahwa yang disebut dengan tempat pelelangan ikan adalah tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran bertingkat. Ikan hasil tangkapan para nelayan harus dijual di TPI kecuali: 1 ikan yang digunakan untuk keperluan lauk keluarga; 2 Ikan jenis tertentu yang diekspor dan ikan hasil tangkapan pola kemitraan dengan pertimbangan dan atas dasar persetujuan dari Kepala Daerah. Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual nelayan atau pemilik kapal dengan pembeli pedagang atau agen perusahaan perikanan, sedangkan menurut Mogohito vide Priyaza 2008, fungsi tempat pelelangan ikan adalah sebagai pusat pendaratan ikan, pusat pembinaan mutu hasil perikanan, pusat pengumpulan data, pusat kegiatan para nelayan dibidang pemasaran. Menurut Hardani 2008, pelelangan ikan merupakan suatu kegiatan dimana penjual dan pembeli bertemu dalam satu tempat gedung TPI, di dalamnya terdapat proses tawar menawar harga ikan sehingga diperoleh harga yang mereka sepakati bersama. Pelelangan ikan merupakan mata rantai pemasaran nelayan sebagai produsen dengan pembeli dan konsumen lainnya atau disebut juga mata rantai tata niaga ikan. Kegiatan pelelangan berperan dalam menentukan harga hasil tangkapan yang dilelang Bustami, 2007.

2.2.2 Pengelolaan aktivitas di tempat pelelangan ikan

Aktivitas pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aktivitas di suatu pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang disepakati bersama Dwiyanti, 2010. Menurut Lubis 2010, tipe pengelolaan tempat pelelangan ikan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI termasuk kepada tipe pengelolaan oleh Pemerintah Daerah. Pengelolaan tempat pelelangan ikan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah TK IPropinsi cq Dinas Perikanan dan Kelautan setempat atau adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah Propinsi menyerahkan lagi pengelolaan lelang ikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten melalui Dinas Perikanan dan Kelautan setempat dan beberapa Pemda Propinsi atau Kabupaten menyerahkan lagi ke KUD. Kemudian hasil retribusi yang dikenakan kepada nelayan dan pembeli diserahkan ke kas Pemerintah Daerah. Menurut UPT PPI Muara Angke 2007 vide Faubiany 2008, prosedur pelelangan ikan di PPI Muara Angke adalah sebagai berikut: 1 Kapal melaporkan kedatangannya ke pengawas perikanan WASKI, dicatat dokumen dan mendapatkan nomor urut lelang; 2 Proses pembongkaran ikan dengan menyortir ikan berdasarkan jenis dan mutu lalu ditempatkan di dalam keranjang trays; 3 Penimbangan hasil tangkapan di dermaga dan diawasi oleh juru timbang dari koperasi Mina Jaya kemudian diberi label volume ikan dan nama kapal; 4 Ikan disusun di lantai TPI berdasarkan nomor urut lelang yang didapatkan oleh setiap kapal; 5 Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk memulai proses pelelangan; 6 Ikan dilelang oleh juru lelang dimana jumlah peserta lelang kurang lebih 70 orang dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Penawaran yang dilakukan bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi; 7 Seluruh hasil transaksi dicatat oleh juru bakul. Pencatatan hasil transaksi lelang meliputi: jenis, ukuran, berat dan harga ikan, nama nelayan dan nama pemenang lelang. Setelah proses pelelangan selesai, maka data diserahkan kepada petugas operator pelelangan; 8 Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan hasil transaksi pemenang lelang yang biasanya langsung mengemasi ikannya. Setelah mencatat hasil transaksi ikan, pemilik kapal menerima uang dari petugas kasir; dan 9 Pembayaran oleh pemenang lelang dan penerimaan hasil penjualan.

2.2.3 Tipe pelelangan ikan

Aktivitas pelelangan ikan di Indonesia umumnya masih dilakukan dengan cara-cara sederhana. Hal ini dikarenakan pihak pengelola pelelangan belum mampu berkoordinasi secara optimal dengan pengelola pelabuhan maupun Dinas Perikanan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta upaya untuk menarik minat masyarakat agar ikut serta dalam proses pelelangan ikan. Klemperer 1999 vide DKP 2006 menerangkan bahwa terdapat empat tipe pelelangan ikan fish action yang umum dikenal. Keempat tipe pelelangan tersebut, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Keempat tipe pelelangan tersebut adalah: 1 Tipe Inggris english type auction; 2 Tipe Belanda dutch type auction; 3 Tipe lelang tertutup first-price sealed bid auction; dan 4 Tipe Vickrey vickrey type auction atau yang lebih umum dikenal adalah second-price sealed bid auction. Tipe Inggris English type auction memiliki karateristik harga lelang ditentukan secara meningkat ascending-bid auction. Harga lelang mengalami kenaikkan hingga menyisakan seorang pelelang yang menentukan harga tertinggi. Pemenang lelang inilah yang kemudian mendapatkan barang yang dilelang. Lelang dilakukan secara terbuka dengan cara mengucapkan langsung harga lelang call out. Mekanisme lelang ini, biasanya melalui sistem elektronik dimana peserta lelang menekan tombol elektronik berdasarkan harga yang ditawarkan. Tipe pelelangan kedua yaitu tipe Belanda, pada tipe pelelangan dilakukan dengan sistem penurunan harga descending-bid auction. Harga ditentukan pada level yang sangat tinggi kemudian menurun secara kontinyu sampai ada peserta lelang yang menerima harga tersebut pertama kali. Peserta lelang ini kemudian ditentukan sebagai pemenang lelang Klemperer, 2000 vide DKP, 2006 Tipe pelelangan ketiga termasuk tipe pelelangan tertutup, lelang dilakukan secara tertutup oleh peserta lelang secara independen peserta lelang tidak mengetahui harga lelang yang ditawarkan satu sama lain. Harga lelang diputuskan dari harga tertinggi first price yang ditawarkan peserta lelang. Tipe keempat yaitu vickrey type action memiliki karateristik yang hampir sama dengan tipe lelang tertutup, namun perbedaannya terletak pada penentuan harga lelang, dimana harga lelang ditetapkan berdasarkan harga kedua second highest price bukan berdasarkan harga tertinggi. Tipe pelelangan keempat sangat jarang dilakukan bila dibandingkan dengan ketiga tipe lelang yang lain Klemperer, 2000 vide DKP, 2006. Sistem lelang yang digunakan di tempat pelelangan ikan pelabuhan perikanan Indonesia pada umumnya adalah tipe Inggris English type auction, dimana harga ditetapkan secara meningkat, disampaikan secara terbuka dan peserta lelang dengan penawaran tertinggi ditetapkan sebagai pemenang Klemperer, 2000 vide DKP, 2006.

2.2.4 Landasan hukum penyelenggaraan lelang ikan di Indonesia

Pelelangan di Indonesia memiliki aturan dan landasan hukum dalam pengaturan kegiatan maupun cara pelelangan. Landasan hukum penyelenggaraan pelelangan ikan di Indonesia diatur oleh beberapa ketentuan yang berlaku, yaitu: 1 PP No 64 Tahun 1957 pasal 7, tentang Penyerahan Sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan Perikanan laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-Daerah Swantantra Tingkat 1; 2 PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota; 3 Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor: 139 Tahun 1997902KptsPL.42099703SKBMIX1997 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan; dan 4 SK Gubernur Nomor 20742000 tanggal 10 Agustus 2000 Tentang Penetapan Presentase Pengenaan Retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya yang dipungut dari nelayan sebesar 3 dan bakul sebesar 2, sedangkan bagian Koperasi Perikanan Mina Jaya sebesar 2 dari 5 retribusi yang diterima.

2.2.5 Sarana dan prasarana tempat pelelangan ikan

Tempat pelelangan ikan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana yang menunjang untuk dilakukannya pelelangan. Sarana yang terdapat di tempat pelelangan dapat berupa keranjang trays, timbangan, alat hitung dan alat pengangkut ikan, sedangkan prasarana tempat pelelangan ikan TPI dapat berupa gedung tempat pelelangan ikan TPI. Menurut Lubis 2006 ruangan yang terdapat pada gedung pelelangan adalah: 1 Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang; 2 Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan; 3 Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap dikirim; dan 4 Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Luas gedung pelelangan ikan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan; 2 Jenis ikan yang ditangkap; dan 3 Cara penempatan ikan untuk diperagakan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per. 04Men2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 01Men2007 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Menteri Kelautan Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, bahwa persyaratan tempat pelelangan ikan TPI adalah: 1 Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan; 2 Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higienis; 3 Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan penyaring sekali pakai; 4 Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan pengawasan hasil perikanan; 5 Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam TPI; 6 Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan, wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih; 7 Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; 8 Mempunyai pasokan air bersih dan air laut bersih yang cukup; dan 9 Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan. Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu lantai tempat pelelangan harus miring kearah saluran pembuangan sekitar 2 o . Hal ini dimaksudkan agar air dari penyemprotan kotoran sisa-sisa ikan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke saluran pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa terpelihara Lubis, 2006.

2.3 Kinerja dan Pengukurannya

2.3.1 Kinerja dan penilaian kinerja

Menurut Bernadin dan Russel 1993 vide Gigentika 2010, kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Pencapaian kinerja yang tinggi merupakan suatu prestasi bagi setiap organisasi dan bagian unit organisasi yang oleh karenanya setiap organisasi dituntut untuk dapat selalu meningkatkan kinerjanya. Semakin tinggi kinerja organisasi, maka semakin tinggi pencapaian tujuan organisasi. Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi 2010 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1 Faktor personalindividual, meliputi: pengetahuan, keterampilan skill, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu; 2 Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader; 3 Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakkan dan keeratan anggota tim; 4 Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi; dan 5 Faktor konstekstual situasional, meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Pada sistem penilaian kinerja tradisional, kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun dalam kenyataannya, kinerja sering diakibatkan oleh faktor-faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem, situasi, kepemimpinan, atau tim. Proses penilaian kinerja individual tersebut harus diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektivitas manajernya. Hal itu karena yang dilakukan individu merupakan refleksi perilaku anggota grup dan pimpinan Mahmudi, 2010. Sistem penilaian kinerja dilakukan dalam sebuah proses manajemen dimana harus terjadi dan dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana, pengoperasian, penggerakan atau pengarahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya. Secara teknis penilaian kinerja harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yaitu kinerja dalam bentuk apa dan bagaimana yang ingin dicapai dalam hal ini yang menjadi objek adalah kinerja operasional Widiastuti, 2010.

2.3.2 Pengertian dan fungsi indikator kinerja

Indikator kinerja merupakan sarana atau alat means untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri ends. Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer dan pihak luar untuk menilai kinerja organisasi. Indikator kinerja akan bermanfaat apabila digunakan untuk mengukur sesuatu. Dengan demikian peran utama indikator kinerja adalah alat sebagai pengukur kinerja Mahmudi, 2010. Menurut Widiastuti 2010 secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagai berikut: 1 Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan; 2 Menciptakan consensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakanprogram dan dalam menilai kinerjanya termasuk kinerja satuan organisasikerja yang melaksanakannya; dan 3 Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja satuan organisasikerja.

2.3.3 Konsep dasar dan pengukuran value for money

Menurut Mahmudi 2010 value for money VFM merupakan konsep penting dalam organisasi sektor publik. Value for money memiliki pengertian penghargaan terhadap nilai uang. Hal ini berarti bahwa setiap rupiah harus dihargai secara layak dan digunakan sebaik-baiknya. Konsep value for money terdiri dari: 1 Ekonomi, memiliki pengertian bahwa sumber daya input hendaknya diperoleh dengan harga lebih rendah spending less, yaitu harga yang mendekati harga pasar. Secara matematis, ekonomi merupakan perbandingan antara input dengan nilai rupiah untuk memperoleh input tersebut; dan 2 Efisiensi, terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara matematis, efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input atau dengan istilah lain output per unit input. Suatu organisasi, program, atau kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya spending well. Pembuatan indikator input dan output memerlukan pemahaman mengenai konsep dasar input dan output sebagai komponen dasar kedua dari sistem pengukuran kinerja, untuk itu dapat diketahui mengenai deskripsi dari ketiga unsur tersebut, yaitu: 1 Input Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan dalam suatu proses tertentu untuk menghasilkan output. Input tersebut dapat berupa bahan baku untuk proses, orang tenaga, ketrampilan dan keahlian, infrastruktur seperti gedung dan peralatan, teknologi hardware dan software. Pengukuran input adalah pengukuran sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu proses dalam rangka menghasilkan output. Proses tersebut dapat berbentuk program atau aktivitas. Ukuran input mengindikasikan jumlah sumber daya yang dikonsumsi untuk suatu program, aktivitas dan organisasi. Pengukuran input dilakukan dengan cara membandingkan input sekunder dengan input primer. Dengan kata lain, pengukuran input adalah untuk mengetahui harga per unit input. 2 Output Output adalah hasil langsung dari suatu proses. Pengukuran output merupakan pengukuran keluaran langsung dari suatu proses. Ukuran output menunjukkan hasil implementasi program atau aktivitas. Pengukuran output ini berbentuk kuantitatif dan keuangan atau kuantitatif nonkeuangan. Setelah penentuan indikator input dan output selesai dilakukan tahap berikutnya, yaitu mendesain pengukuran ekonomi dan efisiensinya. Ukuran ekonomi mengindikasikan alokasi biaya, yaitu mengukur biaya input cost of input. Ukuran ekonomi berupa beberapa anggaran yang dialokasikan. Pemanfaatan sumber daya di bawah anggaran menunjukkan adanya penghematan, sedangkan melebihi anggaran menunjukkan adanya pemborosan. Ukuran efisiensi mengukur biaya output cost of output. Ukuran efisiensi didasarkan pada dua ukuran, yaitu input dan output. Ukuran efisiensi dapat dinyatakan dalam bentuk biaya per unit output Mahmudi, 2010.

2.4 Kepuasan Pelanggan

2.4.1 Definisi kepuasan pelanggan

Menurut Rangkuti 2002 vide Nurhayati 2007, kepuasan konsumen sebagai respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan konsumen, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja produk atau jasa yang dipilih sekurang-kurangnya memenuhi atau bahkan melebihi harapan prapembelian. Jika persepsi terhadap kinerja tidak sesuai dengan harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan Tjiptono, 2000 vide Shanticka, 2008. Kepuasan pelanggan memiliki lima driver Irawan, 2003 vide Panggabean, 2008 antara lain: 1 Kualitas produk; 2 Harga; 3 Kualitas pelayanan; 4 Emotional factor; dan 5 Biaya dan kemudahan mendapat produk dan jasa.

2.4.2 Tingkat kepentingan pelanggan

Menurut Panggabean 2008, tingkat kepentingan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut. Terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan yaitu: 1 Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. 2 Desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya. Desired service dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga pelanggan yang mendapatkan jasa merasa puas yaitu: 1 Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar; 2 Kebutuhan perorangan; 3 Janji secara langsung; 4 Janji secara tidak langsung; 5 Komunikasi mulut ke mulut; 6 Pengalaman masa lalu; dan 7 Keadaan darurat; Sedangkan adequate service dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1 Keadaan darurat; 2 Ketersediaan alternatif; 3 Derajat keterlibatan pelanggan; 4 Faktor-faktor yang tergantung situasi; dan 5 Pelayanan yang diperkirakan.

2.4.3 Pengukuran kepuasan pelanggan

Menurut Rangkuti 2006 vide Panggabean 2008, kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara berikut: 1 Traditional approach, yaitu dengan meminta konsumen memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati dengan cara memberikan rating dari sangat tidak puas sampai sangat puas sekali, kemudian konsumen juga diminta memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan. 2 Analisis secara deskriptif. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif. 3 Structured approach. Semantic differential merupakan salah satu teknik yang popular dengan menggunakan prosedur scaling. Caranya dengan meminta responden untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. 4 Analisis importance dan performance matrix, yaitu pendekatan dimana tingkat kepentingan pelanggan customer expectation atau importance diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan agar menghasilkan produk yang berkualitas baik. Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan enam konsep, yaitu Umar, 2003 vide Panggabean, 2008: 1 Kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Caranya yaitu dengan menanyakan pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan serta menilai dan membandingkan dengan kepuasan pelanggan secara kesuluruhan terhadap jasa yang mereka terima dari pesaing; 2 Dimensi kepuasan pelanggan. Dilakukan dengan empat proses yaitu pertama terlebih dahulu mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, dengan meminta pelanggan menilai jasa perusahaan berdasarkan beberapa faktor seperti kecepatan dalam proses pelayanan atau keramahan pelayanan jasa yang diberikan terhadap pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan faktor-faktor yang sama. Keempat, meminta pelanggan menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan; 3 Konfirmasi harapan. Kepuasan pelanggan tidak diukur secara langsung, tetapi berdasarkan kesesuaian dan ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan; 4 Minat pembelian ulang. Kepuasan pelanggan diukur berdasarkan apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas jasa yang sama yang dia konsumsi; 5 Kesediaan untuk merekomendasi. Hal ini merupakan suatu cara yang memiliki ukuran penting, apalagi bagi jasa yang pembelian uangnya relatif lama, seperti jasa pendidikan tinggi; dan 6 Ketidakpuasan pelanggan. Cara mengetahui ketidakpuasan ini dapat dilakukan dengan hal komplain pelanggan, biaya garansi serta kerusakan barang. 3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI TPI PPI Muara Angke berada di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Tempat pelelangan ikan tersebut dibangun oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan penerimaan pendapatan asli daerah PAD bagi Pemerintah Daerah Jakarta Utara. Pengelolaan TPI ini harus dilakukan secara ekonomis dan efisien agar aktivitas pelelangan dapat berjalan dengan lancar dan memuaskan pengguna pelelangan. Hal tersebut menjadi dasar pengukuran kinerja pengelolaan tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke guna meningkatkan aktivitas yang terdapat di TPI tersebut agar menjadi lebih ekonomis dan efisien. Selain itu, dengan kinerja pengelolaan TPI yang baik, maka akan meningkatkan kepuasan pengguna pelelangan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan beberapa pengukuran. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan aktivitas pelelangan yang terjadi di PPI Muara Angke pada saat penelitian, sehingga dapat diketahui alur aktivitas yang berlangsung di TPI tersebut. Selain analisis deskriptif terdapat pengukuran lainnya yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengukuran kinerja pengelolaan. Pengukuran kinerja pengelolaan TPI dilakukan dengan menggunakan metode value for money. Metode ini memiliki keunggulan berupa bentuk pengukuran kinerja yang spesifik serta unik pada sektor publik dan mengukur kinerja dari segi ekonomi dan efisiensi. Namun sebelum melakukan pengukuran kinerja tersebut, harus dilakukan penilaian kinerja terlebih dahulu yang terbagi ke dalam dua kategori yaitu input dan output serta mengukur tingkat kepuasan pengguna pelelangan yang terdapat di TPI PPI Muara Angke. Pengukuran tingkat kepuasan pengguna pelelangan ini menggunakan metode Importance and Performance Analysis IPA. Metode IPA tersebut melihat tingkat kinerja dan kepentingan dari tempat pelelangan ikan TPI. Data yang digunakan yaitu data kuesioner yang diberikan kepada pengguna pelelangan seperti agen dan pedagang. Pengukuran ini dilakukan agar pengelola TPI dapat mengetahui sejauh mana kepuasan pengguna pelelangan terhadap kinerja serta pelayanan yang diberikan TPI terhadap pengguna pelelangan itu sendiri. Ketiga analisis tersebut berkaitan erat dengan tempat pelelangan ikan, sehingga bila hasil ketiga analisis diketahui maka pengelolaan TPI PPI Muara Angke selanjutnya diharapkan akan lebih baik. Berikut kerangka pendekatan studi dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka pendekatan studi. Analisis deskriptif • Sarana dan prasarana TPI • Pelayanan TPI • Kegiatan pelelangan Kinerja Pengelolaan aktivitas TPI Pengukuran Kinerja • Pengukuran kepuasan dengan metode Importance Performance Analysis skala likert • Ekonomi • Efisiensi Kinerja Pengelolaan TPI Analisis deskriptif • Sarana dan prasarana TPI • Pelayanan TPI • Kegiatan pelelangan • Peraturan yang ditetapkan oleh TPI Kinerja Pengelolaan TPI 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Adapun tempat pelaksanaan penelitian yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Muara Angke.

4.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu kuisioner, komputerlaptop, kamera, serta peralatan lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data.

4.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data