yang terjadi apabila pemilik kapal atau agen menjadi penjual sekaligus pembeli dalam suatu proses jual beli ikan. Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi
langsung dijual kepada pedagang yang sudah biasa menampungnya namun pemilik kapal tetap dikenakan retribusi, sedangkan hasil tangkapan yang bernilai
ekonomis rendah langsung diangkut ke TPI untuk dilelang. Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi langsung dijual ke market langganan dikarenakan agar
tidak terjadi kemunduran kualitas hasil tangkapan akibat lamanya proses pelelangan yang dilakukan.
Menurut pengamatan di lapangan, hasil tangkapan diangkut oleh buruh angkut yang sudah ada di dekat kapal pada saat kapal tersebut didaratkan. Buruh
angkut tersebut mengangkat trays ke troli ataupun gerobak dan mengangkutnya ke dalam TPI Gambar 12. Pengangkutan hasil tangkapan ke lantai TPI terlihat
kurang memperhatikan kualitas dan mutu ikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi alat angkut troli ataupun lori yang digunakan sudah kotor dan troli yang terbuat
dari kayu terlihat sudah membusuk karena telah digunakan sejak lama. Buruh angkut tersebut dibayar dengan sistem upah berdasarkan banyak jumlah trays
yang berhasil diangkut. Hasil tangkapan kemudian diangkut dan diletakkan di lantai lelang. Dalam peletakkannya di lantai lelang trays sering kali terlihat
dibanting oleh buruh angkut tersebut, hal ini dapat pula merusak mutu ikan karena terjadi gesekan antara ikan yang terdapat di dalam keranjang trays.
Gambar 12 Troli di TPI PPI Muara Angke.
6.1.2 Pelelangan ikan
Pelelangan merupakan proses yang terdapat pada suatu usaha penangkapan ikan. Kegiatan pelelangan ini biasanya dilaksanakan setelah kapal
mendaratkan hasil tangkapannya pada pelabuhan perikanan. Hal ini berkaitan dengan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor: 139 Tahun 1997 Tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan pasal 2 yang menyatakan bahwa ikan
hasil penangkapan harus dijual secara lelang di TPI, kecuali: 1 ikan yang digunakan untuk keperluan lauk keluarga; 2 ikan jenis tertentu yang diekspor dan
ikan hasil tangkapan pola kemitraan dengan pertimbangan dan atas dasar persetujuan dari Kepala Daerah.
Menurut pengamatan di lapangan, pelelangan dimulai pada pukul 09.30- 12.00 WIB tergantung pada waktu kedatangan kapal dan jumlah peserta lelang.
Pelelangan seharusnya dilakukan pada pagi hari agar hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari dan agar terjaga kualitas serta mutu ikan tersebut. Para
peserta lelang yang terdapat di PPI Muara Angke adalah para pedagang, baik pedagang pengumpul maupun pedagang eceran, perwakilan dari pemilik kapal
atau yang sering disebut “agen”. Para pedagang yang ingin ikut proses pelelangan harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada penyelenggara lelang dan akan
diberi tanda pengenal peserta lelang. Pedagang kemudian harus menyimpan uang di kasir lelang baru dapat mengikuti proses lelang. Penyetoran uang ke kasir
dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kerugian yang ditanggung oleh pihak TPI. Kerugian tersebut disebabkan oleh peserta lelang yang sering berhutang dalam
proses pembelian hasil tangkapan. Secara rinci dapat dilihat bentuk tanda peserta lelang di TPI PPI Muara Angke pada Gambar 13.
Gambar 13 Tanda peserta lelang di TPI PPI Muara Angke.
Ikan yang dilelang di PPI Muara Angke harus mengikuti prosedur pelelangan ikan. Berikut merupakan prosedur pelelangan ikan di PPI Muara
Angke UPT PPI Muara Angke, 2007: 1 Penimbangan hasil tangkapan di dermaga dan diawasi oleh juru timbang
dari Koperasi Perikanan Mina Jaya kemudian diberi label volume ikan dan nama kapal;
2 Ikan disusun di lantai TPI berdasarkan nomor urut lelang yang didapatkan oleh setiap kapal;
3 Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk memulai proses pelelangan;
4 Ikan dilelang oleh juru lelang dimana jumlah peserta lelang kurang lebih 70 orang dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Penawaran yang
dilakukan bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi; 5 Seluruh hasil transaksi dicatat oleh juru bakul. Pencatatan hasil transaksi
pelelangan meliputi: jenis, ukuran, berat dan harga ikan, nama nelayan dan nama pemenang lelang. Setelah proses pelelangan selesai, maka data
diserahkan kepada petugas operator pelelangan; 6 Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan hasil transaksi
dan pemenang langsung mengemasi ikannya. Setelah mencatat hasil transaksi ikan, pemilik kapal menerima uang dari petugas kasir; dan
7 Proses pembayaran oleh pemenang lelang dan penerimaan hasil penjualan oleh pemilik kapal dilakukan sebagai berikut:
1 Setelah operator menerima seluruh hasil transaksi pelelangan dari juru bakul, kemudian membuat faktur lelang dengan cara melengkapi data
dan menetapkan besarnya retribusi jasa pelelangan. Retribusi jasa pelelangan ikan yang dibebankan kepada nelayan pemilik kapal
ditetapkan sebesar 3 dari nilai lelang dan yang dibebankan kepada pemenang lelang sebesar 2. Setelah itu, faktur lelang tersebut
diserahkan kepada petugas kasir; 2 Selanjutnya petugas faktur lelang memanggil pemenang transaksi
dengan pengeras suara agar membayar nilai transaksi penjualan ikan ditambah biaya jasa pelelangan ikan 2 dan memanggil nelayan
pemilik kapal untuk mengambil hasil transaksi sebesar harga penawaran setelah dipotong biaya jasa retribusi 3;
3 Setelah uang hasil retribusi diserahkan oleh kasir bendaharawan penerima UPT PKPP dan PPI Unit Pelaksana Teknis Pengelola
Kawasan Pendaratan Ikan Muara Angke. Proses lelang dilaksanakan bila semua hasil tangkapan sudah berada di
lantai lelang dan pedagang maupun pemilik kapalagen sudah berada di TPI. Dalam pengamatan di lapangan, jumlah orang yang masuk ke area pelelangan
tidak dibatasi sehingga banyak orang yang berlalu lalang di dalam pelelangan termasuk buruh angkut yang telah di sewa oleh pedagang. Lelang dilakukan oleh
juru lelang dari koperasi Mina Jaya. Juru lelang ini berjumlah dua orang dan memimpin lelang secara bergantian. Menurut hasil wawancara dengan pihak
koperasi Mina Jaya, juru lelang ini akan digantikan oleh juru lelang lainnya bila juru lelang tersebut sakit atau berhalangan untuk memimpin jalannya lelang. Juru
lelang tersebut melelang dengan berdiri dan membawa tongkat kayu untuk menunjuk hasil tangkapan yang berada dalam keranjang trays.
Juru lelang ini akan menyebutkan jumlah harga terendah tiap kilogramnya dari satu jenis ikan tertentu dan harganya akan terus meningkat. Sistem lelang ini
biasa disebut dengan sistem Inggris. Saat pelelangan dilakukan beberapa pemilik kapal terlihat naik di atas trays dan ikut terlibat dalam proses tawar menawar.
Kegiatan naik di atas trays ini sangat sering dilakukan oleh pemilik kapal untuk melihat jumlah berat hasil tangkapannya secara lebih jelas karena trays disusun
berhimpit sehingga sulit untuk melihat jumlah berat yang sudah di letakkan dalam trays. Hal ini akan menyebabkan kualitas dan mutu ikan menjadi turun, karena
kotoran sepatu agen-agenpemilik kapal tersebut akan mencemari ikan hasil tangkapan.
Berdasarkan wawancara dengan agen yang ditunjuk oleh pemilik kapal untuk melakukan proses lelang, di PPI Muara Angke ini terdapat sistem “opouw”
dimana agen akan menjadi penjual dan sekaligus pembeli hasil tangkapan tersebut bila harga penawaran lelang tidak sesuai dengan keinginannya. Agen tersebut
akan dikenakan retribusi sebesar 5 dengan rincian 3 untuk penjual dan 2 untuk pembeli. Wistati 1997 vide Rusmali 2004 mengemukakan bahwa
pelelangan ikan dengan sistem “opouw” akan merugikan pembeli karena mereka tidak dapat bersaing untuk mendapatkan harga ikan yang sesuai seperti pada
sistem lelang murni. Berikut ini merupakan kegiatan pelelangan yang terjadi di TPI PPI Muara Angke Gambar 14.
Gambar 14 Kegiatan pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Setelah proses tawar menawar selesai dan juru lelang telah menentukan
siapa pemenang lelang per keranjangnya, maka juru lelang akan memanggil pemilik ikan serta pemenang ikan tersebut untuk membayar retribusi lelang di
kasir. Faubiany 2008 mengemukakan bahwa pelaksanaan pengambilan retribusi diatur oleh TPI, dimana setelah selesai melakukan pelelangan ikan, para pemilik
ikan yang melakukan pelelangan ikan langsung menyetor kepada kasir TPI sebesar 3 dari hasil penjualan. Pihak TPI akan mengecek apabila ada pemilik
ikan yang belum menyetorkan retribusi lelang ke kasir TPI. Proses retribusi selesai maka ikan akan diangkut oleh pemenang lelang
dan akan didistribusikan. Setelah ikan tidak terdapat lagi di lantai TPI, petugas kebersihan akan membersihkan lantai TPI dengan menggunakan air dan alat
pembersih. Air tersebut dialirkan memakai selang sehingga dapat menjangkau keseluruhan lantai TPI. Berikut ini merupakan kegiatan pembersihan lantai lelang
di TPI PPI Muara Angke Gambar 15.
Gambar 15 Kegiatan pembersihan lantai lelang di TPI PPI Muara Angke. Menurut pengamatan, proses pembersihan pada lantai lelang terlihat tidak
cukup baik karena masih terdapat genangan air ketika proses pembersihan telah selesai. Selain itu, pada pembersihan keranjang trays juga terlihat masih terdapat
kekurangan, karena masih dijumpai potongan ikan, ceceran darah dan lendir serta genangan air disekitar keranjang trays. Keranjang yang sudah rusak pun masih
tetap dipergunakan sehingga dapat merusak kulit ataupun daging ikan yang berada dalam keranjang tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas penanganan ikan yang dilakukan di PPI Muara Angke masih rendah karena tidak
memperhitungkan masalah
sanitasi. Penanganan ikan yang tidak
memperhitungkan sanitasi akan membuat kemunduran pada mutu dan kualitas ikan hasil tangkapan.
6.1.3 Aktivitas pasca pelelangan ikan