Sejarah dan Sumber Hukum Mediasi

29

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEDIASI

MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

A. Sejarah dan Sumber Hukum Mediasi

Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia sejak tiga dasawarsa terakhir. Penggunaan mediasi tidak hanya dilakukan di luar pengadilan oleh lembaga swasta dan swadaya masyarakat, tetapi juga terintegrasi dalam sistem peradilan. Perkembangan mediasi merupakan hal yang menggembirakan di tengah mandeknya mekanisme peradilan di dunia. 19 Mediasi di luar pengadilan merupakan proses penyelesaian sengketa secara damai yang biasa digunakan oleh masyarakat sehari-hari ditengahi oleh pihak ketiga yaitu tetua adat, pemimpin agama, atau tokoh masyarakat lainnya. Mediasi bentuk ini disebut dengan mediasi komunitas atau community mediation. Mediasi komunitas tidak hanya memediasi perkara perdata tetapi dapat pula mendamaikan perkara pidana, tetapi dapat pula mendamaikan perkara pidana. Perkara pidana tersebut mencakup tindak pidana ringan seperti penipuan atau pencurian maupun berat seperti pembunuhan sesuai dengan adat istiadat di daerah masing-masing. Selain jenis mediasi komunitas, berkembang pula lembaga mediasi swasta yang dikelola oleh kalangan profesional yang mayoritas fokus pada penyelesaian sengketa bisnis secara damai. Sesuai dengan karakteristik bisnis, para pengusaha berupaya mencari mekanisme penyelesaian sengketa yang 19 Fatahillah A. Syukur, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Bandung, Penerbit Mandar Maju,2012, hal. 1 Universitas Sumatera Utara 30 cepat, murah dan sederhana dan menjadikan pengadilan sebagai langkah terakhir bila tidak ada lagi pilihan lain ultimatum remedium 20 Diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai pengganti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maka setiap perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di pengadilan. Penginstitusionalisasi mediasi dalam proses berperkara di pengadilan tersebut dimaksudkan dapat menjadi salah satu instrumen efektif dalam mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan dan sekaligus memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa. Selain itu, pengaturan institusionalisasi mediasi ke dalam proses berperkara di pengadilan sebagai upaya pelembagaan dan pendayagunaan mediasi dalam sistem peradilan, sehingga dapat mendorong para pihak menempuh proses perdamaian dalam proses penyelesaian sengketanya. Hal ini sejalan dengan prinsip penyelesaian sengketa yang cepat dan murah, yang pada akhirnya dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian sengketanya secara memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. 21 Sebenarnya lembaga mediasi bukanlah merupakan bagian dari lembaga litigasi, di mana pada mulanya lembaga mediasi berada di luar pengadilan. Namun sekarang ini lembaga mediasi sudah menyeberang memasuki wilayah 20 Ibid. 21 Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. vii Universitas Sumatera Utara 31 pengadilan. Negara-negara maju pada umumnya antara lain Amerika, Jepang, Australia, Singapura mempunyai lembaga mediasi, baik yang berada di luar maupun di dalam pengadilan, dengan berbagai istilah antara lain Court Integrated Mediation, Court Annexed Mediation, Court Dispute Resolution, Court Connected ADR, Court Based ADR dan lain-lain. 22 Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar, masyarakat lebih mengutamakan tetap terjalinnya hubungan silaturahmi antar keluarga atau hubungan dengan rekan bisnis daripada keuntungan sesaat apabila timbul sengketa. Menyelesaikan sengketa di pengadilan mungkin menghasilkan keuntungan besar apabila menang, namun hubungan juga menjadi rusak. Masyarakat Indonesia juga lebih mengutamakan harmoni komunal di atas kepentingan individual. Walaupun satu pihak merasa dirinya lebih benar, namun demi menjaga keselerasan dan hubungan antar masyarakat, pihak tersebut dapat diminta untuk mengalah. Untuk itu pihak ketiga sehagai penengah sengketa haruslah orang yang dihormati karena reputasi dan integritas di tengah masyarakat untuk menjaga norma dan etika yang berlaku. Hal ini berbeda dengan konsep penyelesaian sengketa Barat yang lebih mengutamakan proses dan hasil daripada norma dan keadilan. 23 Mediasi sebenarnya bukanlah metode penyelesaian sengketa yang baru dikenal di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya mediasi mempunyai banyak unsur yang sama dengan mekanisme musyawarah mufakat 22 Ibid., hal. viii 23 Fatahillah A. Syukur, Op.Cit., hal. 4 Universitas Sumatera Utara 32 yang merupakan ruh penyelesaian sengketa masyarakat Indonesia. Musyawarah ini sama dengan esensi mediasi carabudaya timur dimana para pihak berkompromi dan saling mengalah untuk mencapai titik temu yang menguntungkan semua pihak hingga tercapai kesepakatan. Walaupun demikian mediasi cara barat cenderung untuk mencari solusi baru tanpa perlu berkompromi yang bisa merugikan salah satu pihak. Namun penggunaan istilah mediasi memang belum lama dipakai kalangan profisional hukum dan belum banyak dikenal masyarakat luas. Istilah mediasi mulai dipakai sejak metode ini diajarkan di lingkungan akademik, terutama di fakultas hukum sekitar tahun 1990-an. Istilah ini mulai disebarkan media massa sejak PerMA Mediasi diberlakukan tahun 2003. 24 Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum tidak membuat masyarakat menjadi kacau karena masih dapat dan memang terbiasa mengatur diri sendiri, termmasuk menyelesaikan sengketa. Walaupun ada beberapa tindakan “main hakim” sendiri, namun lebih banyak lagi yang dapat diselesaikan oleh masyarakat, terutama dalam kasus privat. Hal ini membuktikan bahwa budaya musyawarah masih dianut oleh masyarakat, selain karena sensitivitass sengketa yang tabu untuk diselesaikan orang luar dan sifat apatis yang timbul terhadap aparat hukum. Mantan Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, mendukung penuh upaya untuk kembali pada kebudayaan asli Indonesia dalam menyelesaikan sengketa melalui musyawarah-tanpa perlu ke pengadilan. Beliau berpendapat bahwa yang perlu dilakukan saat ini adalah merevitalisasi 24 Ibid., hal. 5 Universitas Sumatera Utara 33 mekanisme musyawarah dan memberikan kepercayaan pada masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya sendiri. Penulis berpendapat mediasi sangat cocok diterapkan sesuai dengan kebudayaan Indonesia, terutama untuk menyelesaikan sengketa keluarga yang masih mempertahankan harmoni dan menjaga privasi. Dengan banyak kelebihan yang ditawarkan, mediasi diharapkan dapat memberikan alterenatif yang efektif untuk menyelesaikan sengketa di Indonesia. 25 Penggunaan metode perdamaian secara yuridis formal di Indonesia dimulai dalam UU No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dengan memakai terminologi perantaraan. Setelah itu mediasi marak digunakan untuk menyelesaikan sengketa di akhir tahun 1990-an. Undang- Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 memberikan pilihan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan. Mediasi sebenarnya juga sudah diatur dalam Undang-Undang yaitu UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun hanyas atu pasal saja dalam UU tersebut yang mengatur mediasi sehingga tidak memadai untuk menyelesaikansengketa. Setelah itu barulah banyak bermunculan bidang yang memakai mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa, sepertu perburuhan, sumber daya air, hak atas kekayaan intelektual merk, paten, desain industri, dan rahasia dagang, jasa konstruksi, perlindungan HAM, perbankan dan asuransi. Semua produk hukum tersebut memakai istilah yang berbeda-beda, yaitu perantaraan, pilihan penyelesaian sengketa, kesepakatan atau mediasi. 26 25 Ibid., hal. 5-6 26 Ibid., hal. 6 Universitas Sumatera Utara 34 Sesungguhnya bagi bangsa Indonesia sudah sejak lama menjalankan pola- pola penyelesaian sengketa secara tradisional, yang dilakukan melalui peradilan adat maupun peradilan desa dorpsjustitie. Pada waktu itu oleh Pemerintah Hindia Belanda juga diadakan institusi lain di luar pengadilan, yang juga mempunyai tugas menyelesaikan perkara dagang, yakni arbitraseperwasitan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering RV Staatsblad 1847 Nomor 52 dan Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement HIR Staatsblad 1941 Nomor 44Pasal 705 Rechtsreglement Buitengewesten RBG Staatsblad 1927 Nomor 227. 27 Ketentuan RV yang berasal dari abad ke-19 selama berlakunya tanpa mengalami perubahan, sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan yang terus terjadi. Salah satu kekurangannya tidak diaturnya aspek-aspek internasional dari arbitrase, padahal hubungan-hubungan perdagangan internasional semakin berkembang dengan berbagai klausula arbitrasenya yang telah menjadi peristiwa sehari-hari. Untuk menjembatani kekurangan dari RV tersebut, Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional yang berkaitan dengan arbitrase internasional, seperti Konvensi Washington dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968, Konvensi New York diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981. 28 Di samping itu, HIRRBg mengatur pula lembaga perdamaian dading. Ketentuan dalam Pasal 130 HIRPasal 154 RBg, dan pasal-pasal lainnya dalam 27 Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 3-4 28 Ibid., hal. 4 Universitas Sumatera Utara 35 hukum acara perdata yang berlaku d Indonesia khususnya ketentuan dalam Pasal 132 HIRPasal 156 RBg mewajibkan hakim terlabih dahulu mengusahakan perdamaian di antara para pihak sebelum pemeriksaan perkara dilakukan oleh hakim. Sejalan itu, kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai Ex Pasal 130 HIR154 Rbg. Dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 ini, diketahui bahwa agar semua hakim majelis yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan dalam Pasal 130 HIR154 RBg, tidak hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian kepada para pihak yang sengketa. Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamaian tersebut, dapat dijadikan bahan penilaian reward bagi hakim yang menjadi fasilitatormediator. 29

B. Pengertian Mediasi