BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kawasan Danau Siais
Secara geografis Danau Siais terletak di Kelurahan Rianiate Kecamatan Angkola Sangkunur Kab. Tapanuli Selatan, dengan luas 40.50 km
2
dan berada pada 01
o
16
’
44
” –
01
o
28
’
32” LU dan 98 69
’
5
”
– 99 02
’
18
”
BT. Dengan jumlah penduduk desa berjumlah 4.759 jiwa. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa
Sangkunur, Selatan berbatasan dengan Desa Batumundom, Timur berbatasan dengan Desa Bukkas dan Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Jarak Danau ke ibukota Padangsidimpuan + 80 km
2
ke ibukota Kecamatan + 40 km
2
Topografi kawasan Danau Siais yaitu berbukit-bukit, mempunyai ketinggian 400 m dpl, merupakan desa tertinggal dan sangat terisolir. Danau Siais
memiliki 2 buah aliran sungai besar yang masuk ke dalam danau yaitu Sungai Rianiate dan Sungai Batangtoru. Kawasan Danau Siais merupakan desa binaan
menuju wisata bagi Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan sejak tahun 2008, hal ini didukung oleh kondisi dan keindahan alam yang masih memiliki udara segar serta
memiliki beberapa potensi lainnya untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Seperti terdapatnya lokasi ikan jurung di Sungai Rianiate yang model
pengelolaannya bersifat kearifan lokal. Namum hingga saat ini keadaan dan kondisi sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi merupakan faktor utama
menjadi kendala dan permasalahan pengembangan dan pembangunan kawasan tersebut Bappeda, 2011
BPS, 2012
Universitas Sumatera Utara
Danau Siais memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi kawasan sekitar, terlihat dari banyaknya pengguna yang memanfaatkan danau ini
penangkapan dan pengasapan ikan, kegiatan budidaya keramba jaring apung, pemukiman warga dipinggiran danau, jalur transportasi air serta kegiatan
pariwisata lokal lainnya.
4.2. Kualitas Air Danau Siais
Kualitas air merupakan faktor penting bagi kelangsugan hidup berbagai organisme yang tedapat di perairan. Apabila kualitas air di suatu perairan baik,
maka kelangsungan hidup organisme perairan akan baik pula, namun sebaliknya apabila kualitas air di suatu perairan buruk maka kelangsungan hidup organisme
perairan pun akan terganggu. Kualitas air Danau Siais berdasarkan stasiun pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Nilai Parameter Fisika dan Kimia Danau Siais
Keterangan:
= Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 I
= Waktu pengamatan Pkl. 08
.00
sd 08. II
= Waktu pengamatan Pkl. 09
45 .00
sd 09. III
= Waktu pengamatan Pkl. 10
45 .00
sd 10. IV
= Waktu pengamatan Pkl. 11
45 .00
sd 12.
No.
45
Parameter Unit
Baku Mutu
Stasiun Lokasi Rata
2
Fisika I
II III
IV
1. Suhu Air
o
Deviasi 3 C
27 29
29,5 29
28,6 2.
P. Cahaya M
1,32 1,32
1,43 1,23
1,33 3.
Kedalaman M
6,7 7
6,8 7,2
6,9
Kimia
5. pH Air
- 6-9
6,7 6,9
6,4 6,9
6,8 6.
DO mgL
3 7,4
6,7 6
6,4 6,7
7. BOD
mgL
5
6 1,0
1,0 1,7
1,4 1,3
8. COD
mgL 50
4,96 4,23
4,37 4,37
4,49 9.
Fosfat mgL
1 0,4
0,6 0.7
0,5 0,6
10. Nitrat
mgL 20
1,4 1,7
1,7 1,5
1,6
Universitas Sumatera Utara
Dari keempat stasiun hasil pengamatan, nilai parameter fisika dan kimia stasiun satu menunjukkan kualitas perairan yang paling baik dibandingkan stasiun
yang lainnya. Hal ini disebabkan karena stasiun satu merupakan lokasi yang terlepas dari aktivitas KJA. Tingginya nilai COD, BOD
5,
fosfat, dan nitrat yang diperoleh pada stasiun 2, 3 dan 4 dibandingkan stasiun 1, disebabkan karena
stasiun tersebut merupakan stasiun yang dekat dengan aktivitas KJA. Sehingga kondisi ini mempengaruhi kualitas perairan Danau Siais, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa aktivitas KJA memberikan pengaruh terhadap kualitas fisika dan kimia perairan. Namun secara keseluruhan nilai parameter fisika dan kimia
yang diperoleh dari keempat stasiun masih berada pada kisaran toleransi kehidupan organisme aquatik dan masih berada pada ambang batas baku mutu air
PP. No. 82 Tahun 2001 kelas 3 untuk kebutuhan budidaya perikanan.
4.2.1. Suhu
Dari hasil pengukuran suhu pada masing-masing stasiun penelitian, nilai rata-rata suhu berkisar antara 27
o
C – 29,5
o
C, nilai suhu tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 29,5
o
Adanya nilai suhu yang bervariasi pada keempat stasiun pengamatan di Danau Siais, menunjukkan bahwa suhu yang dimiliki oleh perairan Danau Siais
masih bagus dan merupakan kisaran toleransi suhu yang baik untuk mendukung kehidupan organisme aquatik di perairan Danau Siais. Khususnya untuk
kehidupan ikan-ikan budidaya KJA seperti ikan mas dan nila. Dimana kisaran C. Nilai suhu yang dimiliki Danau Siais masih berada
di dalam ambang batas nilai baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Terjadinya nilai pengukuran suhu yang bervariasi pada setiap stasiun pengamatan
disebabkan karena waktu pengambilan sampel yang berbeda pada setiap stasiun.
Universitas Sumatera Utara
toleransi suhu unutuk perkembangan jenis ikan tersebut berada pada kisaran toleransi 25 – 30
Bila dibandingkan dengan suhu yang dimiliki beberapa danau di Sumatera yang dijadikan sebagai tempat kegiatan KJA seperti Danau Toba, Maninjau dan
Singkarak masing-masing : 24,37 - 25 C Arie, 2009.
C Benny, 2009, 27,86 - 30,02 C
Erlania et al. 2010 dan 27 – 29 C Hayati, et al. 2012, maka suhu yang
dimiliki perairan Danau Siais masih baik untuk mendukung kegiatan KJA dan kehidupan organisme aquatik di perairan tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Darmono, 2001 bahwa suhu perairan dengan kisaran suhu yang optimum sekitar 25 – 36
C merupakan kisaran suhu yang mampu ditoleransi oleh organisme aquatik.
4.2.2. Penetrasi Cahaya
Hasil pengukuran penetrasi cahaya pada keempat stasiun berkisar antara 1,23–1,43 m. Penetrasi cahaya yang tinggi terdapat pada stasiun 3. Nilai penetrasi
cahaya merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting yaitu sejauh mana cahaya menembus perairan yang akan mendukung terhadap kegiatan
fotosintesis. Dengan demikian dapat diketahui sampai lapisan mana aktifitas fotosintesis dapat berlangsung. Tinggi rendahnya nilai penetrasi cahaya
dipengaruhi oleh kekeruhan dan sedimentasi perairan mempengaruhi warna perairan. Terlihat warna air yang dimiliki oleh perairan Danau Siais yaitu coklat
kejernihan sehingga nilai penetrasi cahaya yang diperoleh di Danau Siais tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Bila dibandingkan dengan nilai kecerahan yang dimiliki oleh Danau Rawa Pening yaitu berkisar antara 0,4375 – 0,825 m Rovita et al. 2012 maka nilai
penetrasi cahaya yang dimiliki oleh Danau Siais merupakan nilai parameter yang cukup tinggi dan baik mendukung kegiatan organisme aquatik khususnya
fitoplankton dalam melakukan fotosintesis. Sebagaimana Adriman 2004 menyatakan bahwa nilai penetrasi cahaya yang baik dapat mendukung
kelangsungan hidup organisme perairan untuk melakukan fotosintesis adalah 0,45 m. Sehingga kondisi lingkungan Danau Siais dari nilai Intensitas cahaya
masih dapat mendukung kehidupan organisme aquatik dan keberlangsungan kegiata KJA.
4.2.3. pH Air
pH merupakan faktor pembatas karena masing-masing orgnanisme memiliki toleransi minimum dan maksimum terhadap pH. pH suatu perairan dapat
mempengaruhi kehidupan organisme yang mendiami perairan tersebut, baik tumbuhan maupun hewan. pH merupakan faktor penting untuk menentukan
ambang batas organisme aquatik dan berkaitan dengan berbagai pelarut senyawa- senyawa tertentu. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktifitas fitoplankton, manusia
sekitarnya dan juga musim. Berdasarakan pengukuran terhadap nilai pH pada masing-masing stasiun
penelitian, diperoleh nilai yaitu 6,4 – 6,9. Nilai ini masih dalam ambang batas baku mutu air PP No. 82 tahun 2001 bahwa kualitas perairan tersebut dikatakan
baik dan mampu mendukung terhadap kelangsungan hidup organisme aquatik.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini didukung oleh Effendi 2003 yang menyatakan bahwa kisaran nilai pH yang dapat ditoleransi bagi kehidupan organisme perairan adalah 6 – 9,5.
Nilai pH yang dimiliki Danau Siais merupakan nilai pH yang menunjukkan batas minimum pada tingkat kesuburan cukup produktif bagi
perkembangan fitoplankton. Sebagaimana yang dikemukaan oleh Sutrisno, 1991 bahwa kebanyakan mikroorganisme seperti fitoplankton tumbuh baik pada kisaran
pH 6,0 – 8,0. Jika dibandingkan dengan pH yang dimiliki oleh Danau Toba, Maninjau dan Rawa Pening masing-masing 7,12 – 7,44 Benny, 2009,
5,62 – 7,45 Erlania, et al., 2010 dan 7 Rovita, et al., 2012, maka dari nilai pH yang dimiliki oleh perairan Danau Siais menunjukkan kondisi lingkungan yang
masih baik untuk mendukung kehidupan organisme aquatik dan kegiatan KJA. Dengan demikian nilai pH yang diperoleh di Danau Sias yaitu 6,4 – 6,9
merupakan nilai yang masih berada dalam kisaran toleransi organisme aquatik.
4.2.4. Oksigen Terlarut DO
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai oksigen terlarut pada masing masing stasiun penelitian maka diperoleh nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar
antara 6,0 – 7,4 mgL. Nilai oksigen terlarut dari keempat stasiun masih berada di atas batas minimum baku mutu air kelas 3 PP No. 82 Tahun 2001. Dari hasil
ini menunjukkan nilai oksigen terlarut danau tersebut masih tergolong baik dan mampu mendukung kehidupan organisme aquatik sebagaimana yang dinyatakan
oleh Barus, 2004 bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mgL.
Universitas Sumatera Utara
Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, dan nilainya berbanding terbalik. Jika suhu tinggi maka konsentarsi oksigen
terlarut akan rendah dan sebaliknya jika nilai suhu rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan tinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi yang ditemukan di
Danau Siais dimana perairan Danau Siais memiliki suhu yang berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3, sehingga dengan kisaran suhu yang dimiliki
perairan Danau Siais ini menyebabkan nilai DO yang normal dan di atas minimum ambang batas baku mutu air yang jumlahnya dapat mendukung bagi
kelangsungan hidup organisme aquatik di perairan tersebut. Bila dibandingkan dengan nilai DO yang dimiliki oleh Danau Batur dan
Rawa Pening masing-masing 3,62 – 9.96 mgl Wijana, 2010 dan 0,64 – 7,52 mgl Rovita et al. 2012, serta PP No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa nilai
DO yang diperoleh di Danau Siais menunjukkan kualitas perairan Danau Siais yang masih baik dan mampu mendukung kelangsungan hidup organisme aquatik
serta kegiatan KJA
4.2.5. Kebutuhan Oksigen Biologi BOD
Kebutuhan oksigen biologi BOD sangat erat hubungannya dengan kadar DO perairan, karena BOD merupakan banyaknya jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh proses mikroba aerob yang terdapat dalam perairan tersebut. Dari hasil pengukuran nilai BOD
5
pada masing – masing stasiun penelitian diperoleh nilai 1,0 – 1,7 mgL. Nilai BOD
5
perairan Danau Siais yang diperoleh masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3
Universitas Sumatera Utara
PP No. 82 Tahun 2001 sehingga perairan danau tersebut masih dalam kondisi kualitas perairan yang baik.
Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik tersebut akan distabilkan secara
biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Diperolehnya nilai BOD
5
Sama halnya dengan nilai BOD yang rendah di perairan Danau Siais
disebabkan bahwa jumlah bahan organik yang ada di dasar perairan berasal dari aktifitas KJA masih dalam jumlah yang sedikit atau sesuai dengan
Carrying Capacity. Selian itu dalam kegiatan KJA di Danau Siais terjadinya proses pemulihan lingkungan perairan dalam setahun atau penghentian masa KJA
selama 1 bulan setelah pasca panen, sehingga bahan organik yang berasal dari pakan KJA tidak menumpuk di dasar perairan yang mengakibatkan organisme
membutuhkan oksigen untuk memineralisasi bahan organik tersebut.
5
yang dimiliki oleh Danau Toba dan Maninjau akibat dari adanya aktivitas KJA dan limbah domestik yaitu :
0,67 – 1,42 mgL Benny, 2009 dan 4,76 – 6,34 mgL Erlania et al. 2012. Dimana dengan nilai BOD
5
yang dimiliki periaran tersebut, masih mampu mendukung kehidupan organisme aquatik dan kegiatan KJA. Perairan alami
biasanya memiliki nilai BOD sebesar 0,5 – 7,0 mgL Jeffries dan Mills, 1996, dalam Effendi, 2003 dan perairan yang memiliki nilai BOD 10 mgl dianggap
telah mengalami pencemaran. Dengan nilai kisan BOD yang dimiliki oleh Danau Siais yaitu 1,0 – 1,7 mgL, disimpulkan bahwa perairan Danau Siais belum
mengalami pencemaran.
Universitas Sumatera Utara
4.2.6. Chemical Oxygen Demand COD
Kandungan chemical oxygen demand COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai bahan organik yang terkandung di dalam air.
Selisih nilai BOD dan COD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai yang ada di dalam perairan. Dari hasil pengukuran terhadap nilai
COD pada masing masing stasiun penelitian diperoleh nilai rata-rata COD berkisar antara 4,23 – 4,96 mgL. Nilai COD terlarut dari keempat stasiun masih
jauh berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3 PP No. 82 Tahun 2001.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai COD dari danau tersebut tergolong rendah yang artinya bahwa perairan Danau Siais kondisi perairannya
dalam kualitas yang baik dan tidak tercemar atau zat-zat yang tersuspensi dan mengendap di dasar perairan masih dalam jumlah yang sedikit. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Effendi, 2003 bahwa nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mgl, sedangkan pada perairan yang tercemar
nilai COD bisa mencapai lebih dari 200 mgL. Nilai COD yang rendah dimiliki oleh perairan Danau Siais dapat diartikan
bahwa jumlah total limbah organik baik yang mudah dan sulit urai di danau tersebut masih dalam jumlah yang sedikit, hal ini dapat dilihat dari kondisi
lingkungan di Danau Siais yang masih sangat alami dan jauh dari aktifitas- aktifitas yang mencemari lingkungan dengan skala yang berat misalnya pabrik
atau industri belum ada beroperasi di sekitar danau, kondisi ini sangat perlu dipertahankan oleh pemerintah dan masyarakat setempat agar kondisi perairan
Danau Sias dapat dipertahankan kelestariannya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.7. Fosfat dan Nitrat
Nilai parameter fosfat dan nitrat hasil pengukuran dari keempat stasiun rata-rata berkisar antara 0,4 – 0,7 mgL. dan 1,4 – 1,7 mgL. Secara keseluruhan
nilai fosfat dan nitrat air Danau Siais masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3 PP No. 82 Tahun 2001. 1,4 fosfor yang terkandung dalam
pakan ikan budidaya keramba jaring apung merupakan sumber fosfat bagi danau tersebut. Fitoplankton akan menggunakan unsur fosfor dalam bentuk ikatan fosfat
bagi pertumbuhannya untuk menjaga keseimbangan kesuburan perairan. Jika nilai fosfat dan nitrat diatas ambang batas baku mutu air atau terlampu
tinggi maka akan terjadi pengkayaan unsur hara di perairan yang akan menyebabkan blooming alga sehingga keseimbangan ekosistem perairan tidak
dapat dipertahankan. Dari hasil pengukuran nilai fosfat dan nitrat perairan Danau Siais tergolong ke dalam jenis Danau Oligotrof yang artinya status trofik air
danau danatau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber
unsur hara nitrogen dan fosfor KLH, 2009. Nilai fosfat dan nitrat yang rendah yang dimiliki perai Danau Siais dapat
disebabkan oleh beberapa hal. Aktifitas manusia disekitar danau yang menggunakan bahan organik sebagai sumber penghasil fosfat dan nitrat masih dalam batas
Carrying Capacity danau, hal ini didukung dengan diperolehnya nilai DO yang tinggi, BOD
5
dan COD yang rendah pada setiap masing-masing stasiun. Artinya bahan organik yang berasal dari luar dan kegiatan KJA akan mempengaruhi persediaan
oksigen dan Carrying Capacity perairan, jika jumlah bahan organik yang menumpuk di dasar perairan dalam jumlah yang banyak maka nilai fosfat dan nitrat yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan akan tinggi sehingga kadar oksigen akan rendah, nilai BOD
5
Bila dibandingkan dengan nilai nitrat dan fosfat yang dimiliki oleh Danau Rawa Pening, Toba, Maninjau dan Singkarak, masing-masing : 0,027 – 0,303
mgL dan 0,029 – 0,048 mgL Ravita et al. 2012, 0,25 – 0,47 mgL dan 0,01 – 0,02 mgL Benny, 2009, 0,05 – 0,22 mgL dan 0,04 – 0,08 mgL
Erlania, et al., 2012 serta 0,00054 – 0,0107 mgl dan 0,0204 – 0,0513 mgL Hayati, et al., 2012, maka nilai nitrat dan fosfat yang dimiliki perairan Danau
Siais 0,4 – 0,7 mgL. dan 1,4 – 1,7 mgL. Jumlahnya lebih besar dari keempat danau yang ada. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas pertanian dan
pemukiman dibagian hulu Danau Siais, dengan adanya aktivitas masyarakat yang menggunakan pupuk pestisida yang berasal dari pertanian dan deterjen yang
berasal dari pemukiman, merupakan sumber limbah organik yang mengandung unsur fosfat diperairan bagi perairan Danau Siais.
dan COD akan tinggi karena dibutuhkan jumlah yang besar untuk memineralisai bahan organik
dimana setiap 1 kg diperlukan 0,2 kg oksigen Rustam, 2010.
Namun secara keseluruhan nilai ini masih berada di bawah ambang batas baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001 kelas 3 untuk kegiatan perikanan. Dengan
demikian bahwa kisaran nilai nitrat dan fosfat yang dimiliki Danau Siais menggambarkan bahwa kondisi lingkungan perairan Danau Siais dalam kualitas
yang masih baik, mampu mendukung kehidupan organisme aquatik dan kegiatan aktivitas KJA.
Universitas Sumatera Utara
4.2.8. Plankton
Dari hasil penelitian terhadap analisis plankton di Danau Siais dari 4 stasiun ditemukan 9 kelas Chlorophyceae, Chytridiales, Bacilarophyceae,
Mastigophora, Xanthophyceae, Cyanophyceae, Chrysophyceae, Branchiopoda dan Adenophorae, 16 genus Rhizidiaceae, Ulotrichaceae, Desmidiaceae,
Zygnemataceae, Navuculaceae, Coscinodiscaceae, Surirellaceae, Euglenaceae, Tribonemataceae, Merismopediaceae, Oscillatiriaceae, Chrysocapsaceae,
Ochromonadaceae, Basminidae, Chydiridae, dan Monhysteridae dan 25 spesies plankton Rhizoclosmatium, Ulotrix, Closterium, Pleurotaenium, Staurastrum,
Spirogira, Zygnemopsis, Caloneis, Diatomella, Gyrosigma, Navicula, Pinnularia, Coscinodiscus, Melosira, Surirella, Trachelomona, Tribonema, Merismopedia,
Lyngbya, Phormidium, Chrysocapsa, Dynobryon, Basmina, Alonella, dan Monhystera dari setiap stasiun pengamatan. Masing-masing terdiri dari 7 kelas,
13 genus dan 23 spesies fitoplankton serta 2 kelas, 3 genus dan 3 spesies zooplankton.
Diperoleh nilai kelimpahan berkisar antara 428 – 684 individuliter dengan indeks dominansi 0,000000854964 – 0,05284714 yang artinya Indeks Dominansi
D mendekati 0, nilai ini menyatakan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi di perairan Danau Sias. Jika ditinjau dari Indeks Keanekaragaman
H
’
berkisar 2,555 – 2,826 yang artinya 1 H’ 3 keanekaragaman sedang dan Indeks Keseragamannya E berkisar 0,784 – 0,867 nilai ini menunjukkan bahwa
E mendekati 1, merupakan nilai yang menyatakan bahwa perairan Danau Siais memiliki spesies plankton dengan sebaran yang merata dan seimbang adapun
hasil analisis plankton yang diperoleh terlampir pada lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
Dari keempat stasiun pengamatan, nilai kelimpahan tertinggi diperoleh pada stasiun tiga dan untuk nilai kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun satu.
Hal ini disebabkan pada stasiun tiga nilai kecerahan, total fosfat dan nitrat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya, sedangkan pada stasiun satu
nilai total fosfat dan nitrat yang diperoleh lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya, selian itu tata letak KJA stasiun 3 berada agak ditengah danau,
memungkinkan arus relatif kecil. Dengan adanya kondisi tersebut merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan plankton diperairan. Untuk nilai dominansi
pada keempat stasiun pengamatan menyatakan tidak ada spesies yang dominan, keanekaragaman spesies berada pada sebaran yang merata, hal ini ditunjukkan
dengan diperolehnya 25 spesies plankton disetiap stasiun pengamatan. Nilai keanekaragaman plankton digunakan untuk menyatakan berbagai
jenis organisme yang terdapat pada suatau ekosistem. Nilai keanekaragaman plankton yang diperoleh di Danau Siais tergolong sedang. Seperti yang
dinyatakan oleh Hayati et al. 2012 tinggi rendahnya nilai keanekaragaman plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dimana semakin
baik kondisi lingkungan maka akan tinggi keanekaragaman plankton, sebaliknya semakin buruk kondisi lingkungan maka keanekaragamn semakin rendah.
Keberadaan jumlah plankton sebagai produktifitas primer dan indikator pencemaran limbah organik di perairan, yang diperoleh di Danau Siais dilihat dari
dominansi, keanekaragaman dan keseragaman merupakan nilai yang menyatakan bahwa perairan Danau Siais masih dalam kondisi yang baik yang mampu
mendukung kelangsungan hidup organisme aquatik, dan tidak terjadinya pengkayaan unsur hara eutrofikasi yang menyebabkan bloming alga.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi plankton dengan sebaran yang merata, tidak terdapatnya spesies yang mendominasi di perairan Danau Siais terjadi disebabkan oleh jumlah bahan
organik di perairan tersebut baik yang berasal dari KJA dan aktifitas lainnya masih dalam jumlah yang kecil. Diperoleh nilai unsur hara fosfat dan nitrat di
Danau Siais 10 mgL yang artinya Danau Siais termasuk ke dalam tipe danau Oligotrof adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung unsur
hara denngan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara nitrogen dan fosfat KLH, 2009.
4.3. Kegiatan Perikanan
4.3.1. Perikanan Tangkap.
Pada perairan danau Siais terdapat dua kegiatan perikanan yaitu Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung. Kegiatan Perikanan
Tangkap dilakukan oleh nelayan tetap dan nelayan sambilan. Jumlah masyarakat Kelurahan Rianiate yang melakukan kegiatan perikanan tangkap berkisar 716
orang atau 80,63 dengan jumlah alat tangkap yang beroperasi berkisar antara 4.280 buah alat tangkap, dan kondisi ini sangat berbeda dibandingkan 5 tahun
yang lalu dimana 99 dari jumlah penduduk desa bermata pencaharian sebagai nelayan tetap. Hal ini disebabkan karena jumlah hasil tangkapan ikan yang
semakin berkurang baik dari segi jumlah dan ukurannya Bappeda, 2011 Adapun jenis ikan hasil tangkapan di Danau Siais adalah pantau Rasbora
punctatus, katung Pryptolepis bordensis, paweh Osteichilus hasselti, sepimping Chella oxylatra, barau Hampala macrolepidota, mujair
Oreochromis mosambicus, gabus Channa striata, lele Clarias batrachus., tawes Puntius javanicus, gurami Osphronemus gouramy, tambakan
Universitas Sumatera Utara
Helostema temmincki, kapiek Puntius schwanafeldi, motan Thynnicthyis tynnoides, udang Macrobrachium, dan baung Macrones brachium.
Sedangakan ikan jenis endemik Danau Siais adalah ikan kapiek
Puntius schwanafeldi atau bahasa lokalnya disebut ikan lappam. Berkurangnya hasil tangkapan ikan baik dari segi jumlah dan ukuran ikan
tangkapan yang dialami oleh masyarakat di Danau Siais disebabkan oleh eksploitasi berlebihan over fishing dilihat dari banyaknya jumlah alat tangkap
yang beroperasi di perairan Danau Siais. Seperti yang dikemukankan oleh Dahuri et al. 2001 bahwa masalah utama yang dihadapi perikanan tangkap pada
umumnya adalah menurunnya hasil tangkapan yang disebabkan oleh 1 Eksploitasi berlebihan over fishing dan 2 Degradasi lingkungan menurunnya
kualitas fisika, kimia dan biologi lingkungan perairan. Untuk mengatasi masalah perikanan tangkap di Danau Siais oleh
pemerintah dan masyarakat setempat perlu melakukan restoking pemasukan bibit ikan endemik ke dalam Danau Siais dan dilakukan managemen penangkapan
ikan dimana tidak dibolehkan melakukan penangkapan ikan untuk sementara waktu dengan tujuan agar ikan-ikan yang di restoking dapat melakukan
reproduksi untuk kelanjutan hidupnya.
4.3.2. Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung
Kegiatan Keramba Jaring Apung merupakan kegiatan Budidaya Perikanan yang telah beroperasi di Danau Sias sejak tahun 2008. Kondisi saat ini ada 3 unit
KJA yang beroperasi di Danau Siais, yang terdiri dari 31 buah. Masing-masing KJA memiliki ukuran 6 m x 12 m x 4 m, jumlah padat tebar berkisar antara
12.000 sd 30.000 ekor, ukuran benih berkisar 5 – 10 cm, dengan masa panen
Universitas Sumatera Utara
produksi KJA yaitu 4 – 5 bulan. Adapun jenis ikan yang dipelihara di KJA adalah ikan mas Cyprinus carpio., dan nila Oreochromis niloticus. Benih ikan yang
digunakan adalah benih kualitas unggul, yang didatangkan dari panti dengan kisaran harga Rp. 200 sd Rp. 500 per ekor. Luas lahan danau yang terpakai untuk
lokasi budidaya KJA + 8.964 m
3
Tabel 4.2. Data Kegiatan Keramba Jaring Apung di Danau Siais atau 0,9 ha dari luas danau keseluruhan. Adapun
data Keramba Jaring Apung yang diperoleh di perairan Danau Siais pada saat pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :
KJA Jlh KJA
lubang
Ukuran KJA
m Luas
Lahan m
Padat Tebar
3
ekor Jlh
Pakan ton
Hasil Panen
ton FCR =
jlh pakanjlh
panen
1 2
6x12x4 300
12.000 3,5
4 0,9
2 17
6x12x4 4.908
14.000 dan
20.000 3,5
4 0,9
3 12
6x12x4 3.468
25.000 dan
30.000 10
6 1,7
Jlh 31
Lubang 8.676 m
3
17 ton 14 ton
1,2
Keramba satu berjumlah 2 buah dengan ukuran 6 m x 12 m x 4 m, jenis
ikan yang dipelihara di dalam KJA ini adalah ikan mas Cyprinus carpio, jumlah padat tebar yaitu 12.000 ekor, dengan ukuran benih 5 cmekor dan telah
beroperasi selama + 6 bulan. Jarak antara keramba satu dengan keramba dua berkisar 1,5 km ke arah hilir. Pakan yang digunakan adalah merk bintang 888,
dengan jumlah pakan yang dibutuhkan hingga panen yaitu 3,5 tonpanenbuah lubang KJA. Masa panen membutuhkan waktu 4-5 bulan, dan diperoleh hasil
panen 4 tonpanenbuah. KJA ini memiliki jumlah hasil panen sebesar 16 tontahun.
Universitas Sumatera Utara
Keramba kedua berjumlah 17 buah dengan ukuran 6 m x 12 m x 4 m. Jenis ikan yang dipelihara di dalam KJA ini yaitu ikan mas Cyprinus sp., dan nila
Oreochromis sp., ukuran benih yang digunakan baik ikan mas maupun ikan nila yaitu berukuran 5 cm, dengan jumlah padat tebar masing-masing 14.000 ekor
buah dan 20.000 ekor buah. Untuk pemeliharaan ikan mas terdiri dari 12 buah lubang KJA, sedangkan ikan nila sebanyak 5 buah lubang KJA, keramba ini telah
beroperasi selama + 1,6 bulan. Jarak antara keramba dua dengan keramba tiga berkisar 500 m ke arah hilir. Pakan yang digunakan adalah bintang 888, dengan
jumlah pakan yang dibutuhkan hingga panen yaitu 3,5 tonpanenbuah lubang KJA. Baik ikan mas dan nila membutuhkan waktu 4-5 bulan untuk panen, dan
diperoleh hasil 4 tonpanenbuah. KJA ini memiliki jumlah hasil panen 136 tontahun.
Keramba ketiga berjumlah 12 buah dengan ukuran 6 m x 12 m x 4 m. Jenis ikan yang dipelihara di dalam KJA ini adalah ikan mas Cyprinus sp., dan
nila Oreochromis sp., ukuran benih yang digunakan baik ikan mas maupun ikan nila yaitu berukuran 10 cm, dengan jumlah padat tebar masing-masing 25.000
ekor buah dan 30.000 ekor buah. Untuk pemeliharaan ikan mas dan nila masing- masing terdiri dari 6 buah lubang KJA, dan keramba ini telah beroperasi selama +
5 tahun. Pakan yang digunakan adalah Comfeed. Dengan jumlah pakan yang dibutuhkan hingga panen yaitu 10 tonpanenbuah lubang KJA. Baik ikan mas dan
nila membutuhkan waktu 4-5 bulan untuk panen, dan diperoleh hasil panen 6 ton panenbuah. KJA ini memiliki jumlah hasil panen 144 tontahun.
Universitas Sumatera Utara
Dari kondisi KJA yang ada di Danau Siais, dapat dilihat padat tebar yang dimiliki masing-masing KJA jumlahnya sangat tinggi, serta efisiensi jumlah dan
waktu pemberian pakan juga tidak sesuai dengan yang disarankan oleh manajemen KJA yang ramah lingkungan, dimana padat tebar yang disarankan
yaitu 10 ekorm
3
. Maka dengan ukuran KJA 6 m x 12 x 4 m yang ada di Danau Siais, padat tebar seharusnya adalah 2.880 ekorm
3
Dari hasil kegiatan KJA diperoleh nilai FCR yang berbeda, dimana pada kegiatan KJA ke 3 nilai FCR yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai FCR KJA 1 dan 2. Hal ini disebabkan beberapa hal, diantaranya yaitu : 1 Kegiatan manajemen pemberian pakan yang kurang biak pada masing-masing
kegiatan KJA, sehingga terjadi ketidak efisiensian pemberian pakan. Semakin rendah nilai FCR yang dihasilkan maka semakin tinggi efisiensi penggunaan
pakan oleh ikan budidaya, sehingga pakan yang tersisa baik yang tidak termanfaatkan maupun sisa-sisa kotoran oleh ikan budidaya yang mengendap di
dasar perairan semakin rendah. 2 Jumlah padat tebar ikan pada KJA 3 dengan luas keramba yang sama memiliki jumlah padat tebar yang paling tinggi
dibandingkan dengan KJA 1 dan 2, hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh pakan atau makanan dan persaingan dalam pemanfaatan
ruang. 3. Tata letak KJA 3 berada pada daerah hilir, memungkinkan kondisi arus yang lebih cepat dibandingkan KJA 1 dan 2, kondisi ini menyebabkan waktu
, efisiensi jumlah dan waktu pemberian pakan yaitu 3-5 dari bobot tubuh ikan serta diberikan 3-5 kalihari.
Hal ini dimaksud untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan yang akan berakibat buruk terhadap penurunan kualitas perairan tersebut. Kadar
protein pakan disarankan berkisar 25–30 Arie, 2012.
Universitas Sumatera Utara
tinggal pakan sangat singkat sehingga cepat terbawa arus akibatnya pakan tidak termanfaatkan secara efisien.4. Keberadaan atau kelimpahan pakan alami
plankton pada KJA 3 lebih rendah daripada KJA 1 dan 2, hal ini disebabkan letak KJA 3 berada di bagian hilir, memungkinkan arus lebih cepat sehingga
keberadaan plankton sebagai pakan alami terbatas pada KJA tersebut. Dimana diketahui bahwa arus merupakan salah satu faktor pembatas keberadaan jumlah
plankton diperairan. Jika dilihat dari kualitas air secara fisika dan kimia pada masing-masing
KJA, hasilnya menunjukkan kondisi perairan pada kisaran toleransi yang masih mampu mendukung kehidupan organisme aquatik, dengan kisaran suhu yang
mampu mendorong nafsu makan ikan budidaya khususnya di perairan. Namun secara keseluruhan nilai FCR yang diperoleh pada ketiga KJA tersebut, nilainya
masih sesuai dengan nilai disarankan pada kegiatan KJA, yaitu antara 0,8 – 2 baik untuk budidaya KJA ikan mas maupun ikan nila.
Keseluruhan hasil produksi KJA Danau Siais adalah 296 tontahun. Diperoleh nilai FCR rata-rata berkisar 1,2 nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1
kg ikan konsumsi dihasilkan dari 1,2 kg pakan. Untuk Rfish diperoleh nilai sebesar 72, yang menyatakan bahwa 72 pakan yang menjadi daging dan
diserap oleh ikan, sedangkan 28 pakan menjadi sisa kotoran ikan dan terbuang ke dasar perairan tersebut. Nilai FCR KJA yang disarankan baik ikan mas dan nila
berkisar 0,8–2 dengan Rfish sebesar 60–65 Nur, 2007, sedangkan Azwar et. al., 2004 menyatakan dari jumlah pakan yang diberikan ada bagian
yang tidak dikonsumsi mencapai 20–25 dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan ke lingkungan periaran sebagai bahan pencemar. Adapun
Universitas Sumatera Utara
komposisi pakan yang digunakan pada kegiatan KJA di Danau Siais yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.3. Komposisi Pakan yang digunakan pada KJA di Danau Siais
No. Komposisi
Merk Pakan Bintang 888
Comfeed
1. Protein
28 - 29 28 - 30
2. Lemak
Min 4 Min 4
3. Serat
Max 6 Max 8
4. Abu
Max 13 Max 12
5. Kalsium
22 22
6. Phospor
1,3 1,5
7. Kadar Air
Max 12 Max 12
Jika dianalisis secara deskriptif, dari hasil yang diperoleh selama waktu
pengamatan di lapangan terhadap kegiatan KJA di Danau Siais. Jumlah padat tebar serta efisiensi jumlah dan waktu pemberian pakan tidak sesuai dengan yang
disarankan oleh manajemen KJA yang ramah lingkungan. Namun kegiatan KJA yang ada masih berada dalam Carrying Capacity lingkungan perairan Danau
Siais. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Jumlah dan luas lahan danau yang dimanfaatkan untuk kegiatan KJA, masih dalam jumlah relatif yang sedikit, yaitu 31 buah keramba dengan luas lahan
+ 0,9 ha dari luas danau secara keseluruhan. 2.
Kondisi lingkungan perairan Danau Siais secara fisika, kimia dan biologi masih baik dan mampu mendukung kelangsungan hidup organisme aquatik
di perairan khusunya ikan. Kondisi ini dibuktikan dengan diperolehnya nilai masing-masing parameter yang berada pada kisaran toleransi organisme
aquatik.
Universitas Sumatera Utara
3. Pakan yang digunakan oleh petani KJA adalah pakan ikan dengan kualitas
yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya nilai FCR yaitu sebesar 1,2. Nilai tersebut menyatakan bahwa setiap 1 kg ikan konsumsi dihasilkan
dari 1,2 kg pakan ikan. 4.
Keadaan cuaca yang baik mengikuti musim, di Danau Siais merupakan faktor pendukung yang sangat tinggi terhadap nafsu makan ikan, dengan suhu
rata-rata berkisar 27 – 29 ,5
5. Adanya sirkulasi air yang baik, hal ini dibuktikan dengan adanya manajemen
tata letak antara KJA ke arah hilir, kedalaman perairan yaitu 6,7-7,2 m dan kedalaman KJA yaitu 4 m. Dengan demikian pakan yang tersisa akan mudah
terbawa arus ke hilir perairan. Khairuman 2013 menyatakan bahwa penenmpatan KJA ke arah hilir serta kedalaman KJA minimal 3 m di perairan,
merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir sisa kotoran atau bahan organik akibat aktivitas KJA.
C, nilai ini sangat mendukung kelangsungan hidup organisme ikan di perairan 25-32 0C adalah suhu yang toleransi
terhadap kelangsungan hidup organisme ikan khususnya di daerah tropis Sihotang et al. 2007.
6. Terjadinya kondisi pemulihan lingkungan self furification, kondisi ini
dimaksudkan agar pakan dan kotoran yang menumpuk di dasar perairan tidak dalam keadaan jumlah yang banyak yang mengakibatkan pegkayaan unsur hara
eutrofikasi serta penurunan terhadap kualitas perairan Danau Siais. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya masa istirahat produksi KJA setelah pasca panen
oleh petani KJA.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai data pembanding untuk perairan danau, beberapa danau yang ada di Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan KJA yaitu Danau
Maninjau, Danau Toba dan Danau Limboto, dan dalam jumlah kecil di perairan Danau Batur Provinsi Bali. Di perairan Danau Toba, pada tahun 1999 tercatat
sekitar 2.400 unit KJA telah beroperasi, dan direncanakan akan dikembangkan lagi menjadi 55.375 unit. Pada tahun 2008 jumlah KJA di
perairan Danau Toba yang berada di wilayah kabupaten Simalungun ini mencapai 3816 unit, yang terpusat di Haranggaol dengan jumlah 2.911 unit, sedangkan
lokasi lainnya adalah Pematang Sidamanik 159 unit, Dolok Pardamean 190 unit, dan Girsang Sipangan Bolon 550 unit. Di perairan Danau
Maninjau, jumlah KJA yang tercatat pada tahun 1997 mencapai 2000 unit. Sementara itu di perairan Danau Limboto, jumlah KJA yang beroperasi mencapai
2.5 59 KJA dengan luas total perairan yang dimanfaatkan adalah 5,15 ha Lukman, 2011.
Untuk data pembanding perairan waduk, di perairan-perairan waduk di Jawa Barat, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur
perkembangan KJA demikian pesat. Pada tahun 1991 jumlah KJA dari masing- masing waduk tersebut adalah 1.800, 1.613 dan 502 unit sedangkan jumlah KJA
pada tahun 1999 masing-masing telah mencapai 4.425, 27.786 dan 2.194 unit Garno, 2002. Jumlah KJA yang beroperasi di waduk-waduk tersebut sangat tidak
direkomendasikan sebagai pembanding jumlah KJA yang dapat dikembangkan di perairan danau, terutama jika dihubungkan dengan luasan maupun volume
perairannya. Hal ini karena yang harus menjadi pertimbangan utama
Universitas Sumatera Utara
menentukan jumlah KJA yang dapat beroperasi, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, adalah waktu tinggal air dan karakteristik biologis di dalamnya.
Produksi ikan KJA dari perairan Danau Toba, di wilayah Haranggaol diperkirakan 57,3 tonhari, yang terdiri dari ikan nila 49,7 ton dan ikan mas
7,6 ton, dengan prodiksi total mencapai 20.910 tontahun Lukman, et al. 2010. Data produksi KJA di Danau Toba tersebut, belum
termasuk produksi dari Perusahaan Penanaman Modal Asing PMA, yang diperkirakan jauh lebih tinggi. Sedangkan produksi ikan dari KJA di Danau
Maninjau pada tahun 2009 sekitar 31.758 ton. Sementara produksi ikan dari KJA di Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur, sebelum krisis moneter
mencapai produksi tertinggi 49.171 ton pada tahun 1997 di Waduk Cirata, produksi tertinggi di Waduk Saguling 8.33 1 ton pada tahun 1992, dan di
Waduk Jatiluhur mencapai 3.498 ton pada tahun 1999. Tampak peningkatan produksi ikan yang sangat pesat di Waduk Cirata, dibanding waduk-waduk
lainnya. Produksi ikan tersebut didukung oleh jumlah KJA yang beroperasi mencapai 25.558 unit Garno, 2002.
Produksi ikan dari KJA di Waduk Saguling cenderung menurun, yang diduga ini terkait dengan kondisi waduk tersebut yang mengalami pencemaran
yang parah tidak hanya sebagai akibat dari aktivitas KJA itu sendiri tetapi karena pencemaran dari kawasan Bandung dan sekitarnya. Sementara itu di
Waduk Jatiluhur, produksi ikan dari KJA relatif tetap, terkait pengaturan jumlah KJA yang dapat beroperasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Purwakarta dan pengaturan dari Perusahaan Jasa Tirta PJT II karena
Universitas Sumatera Utara
kepentingan air waduk tersebut sebagai sumber pemasok air bersih Kota Jakarta Lukman, 2011
Melihat data-data pembanding dari beberapa perairan danau dan waduk di atas, dapat dilihat bahwa untuk meningkatkan hasil produksi maka terjadi
peningkatan jumlah KJA di perairan, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap penurunan kualiatas lingkungan perairan tersebut. Sehingga dari data
pembanding yang ada dapat disumpulkan, untuk perairan Danau Siais jumlah KJA dan hasil produksi masih relatif sedikit serta jauh dari jumlah produksi
maksimum. Dimana lahan danau untuk kegiatan KJA masih luas untuk dapat meningkatkan jumlah hasil produksi KJA. Untuk itu diperlukan manajemen
pengelolaan KJA yang bersifat daya dukung lingkungan, agar kelestarian lingkungan perairan dapat dipertahankan serta usaha KJA akan berkelanjutan
dimasa yang akan datang.
4.4. Kegiatan Keramba Jaring Apung KJA terhadap Kondisi Kualitas
Air
Kegiatan KJA memberikan dampak baik secara positif maupun secaca negatif terhadap lingkungan perairan. Menurut Suyanto, 2010 dampak dari
kegiatan KJA terhadap lingkungan yang utama adalah berkaitan dengan manajemen pemberian pakan. Banyaknya jumlah ikan yang dipelihara di dalam
KJA, mengakibatkan besarnya jumlah pakan yang akan diberikan. Akibatnya, banyak sekali kotoran ikan dari hasil metabolisme pakan yang terbuang ke
dalam perairan. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya kadar bahan organik, fosfat dan nitrat di dalam air. Peningkatan ini akan menimbulkan proses
Universitas Sumatera Utara
eutrofikasi perairan yang akan mengakibatkan pendangkalan sehingga fungsi dan kualitas perairan akan terganggu atau menurun.
Keberhasilan KJA juga dipengaruhi oleh kondisi perairan danau. Sebaliknya, kualitas air danau itu sendiri sangat dipengaruhi oleh aktivitas KJA yang
berlangsung di danau tersebut. Limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan budidaya dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air danau. Oleh
karena itu, dalam melakukan kegiatan budidaya juga harus mempertimbangkan, mencegah atau mengurangi kemungkinan dampak yang
dapat ditimbulkan dari kegiatan KJA terhadap kualitas perairan. Jika beban limbah organik yang masuk tidak terlalu besar, maka air dengan sendirinya
dapat melakukan self purification. Namun agar proses tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan sesuai dengan daya dukung perairan tersebut, maka
harus didukung dengan manajemen KJA serta sirkulasi air yang cukup baik. Hasil pengukuran kualitas air Danau Siais baik parameter fisika air
seperti suhu, dan intensitas cahaya perairan serta parameter kimia seperti pH, DO, BOD, COD, nitrat dan fosfat masih berada pada kisaran optimum
untuk keberlangsungan hidup organisme aquatik dan berada dalam ambang batas baku mutu air kelas 3 yang ditentukan dalam PP No. 82 tahun 2001,
sehingga Carrying capacity Danau Siais masih dapat mendukung berlangsungnya kegiatan KJA di Danau Siais.
Dari hasil pengukuran seluruh stasiun nilai suhu yang dimiliki Danau Siais berkisar 27–29,5
C nilai ini menunjukkan nilai dengan kisaran toleransi yang normal bagi organisme aquatik dan masih berada dalam ambang batas
baku mutu air kelas 3. Tingginya intensitas cahaya yang diperoleh di
Universitas Sumatera Utara
Danau Siais merupakan nilai yang baik untuk mendukung keberlangsungan proses fotosintesis.
Nilai pH perairan yang terukur masih berada pada kisaran baku mutu air untuk kegiatan budidaya perikanan yaitu 6,4-6,9, dan merupakan kisaran nilai
toleransi bagi organisme aquatik. Untuk kandungan oksigen terlarut DO yang diperoleh merupakan nilai yang bagus, yakni di atas nilai ambang
batas minimum baku mutu yang dipersyaratkan oleh PP. No. 82 Tahun 2001 3 mgL. Demikian hasil pengukuran nilai BOD berkisar 1,0–1,7 mgL, COD
4,23–4,96 mgL, fosfat 0,4-0,7 mgL dan nitrat 1,4-1,7 mgL. Nilai ini masih berada di bawah ambang batas baku mutu air untuk kegiatan budidaya.
Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik baik yang berasal dari kegiatan KJA maupun kegiatan lainnya yang ada di sekitar Danau
Siais masih dalam jumlah yang cukup rendah. Erlania et al. 2010 mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya jumlah kandungan bahan organik di
perairan dapat disebabkan oleh sisa pakan dari kegiatan budidaya, feses ikan, bangkai ikan. Selain itu, juga dapat diakibatkan oleh masukan dari darat seperti
kegiatan pertanian dan limbah domestik. Adanya aktifitas KJA di Danau Siais, masih mendukung terhadap
kondisi kualitas perairan. Hal ini dapat dinyatakan dari nilai hasil pengukuran parameter kualitas perairan danau, dimana nilai kualitas air baik secara fisik,
kimia dan biologi yang diperoleh di Danau Siais, menggambarkan kualitas perairan tersebut masih baik dan pada kisaran nilai toleransi bagi
kelangsungan hidup organisme aquatik di perairan serta masih berada dalam ambang batas baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001 kelas 3.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Daya Dukung Lingkungan