pH Air Oksigen Terlarut DO

Bila dibandingkan dengan nilai kecerahan yang dimiliki oleh Danau Rawa Pening yaitu berkisar antara 0,4375 – 0,825 m Rovita et al. 2012 maka nilai penetrasi cahaya yang dimiliki oleh Danau Siais merupakan nilai parameter yang cukup tinggi dan baik mendukung kegiatan organisme aquatik khususnya fitoplankton dalam melakukan fotosintesis. Sebagaimana Adriman 2004 menyatakan bahwa nilai penetrasi cahaya yang baik dapat mendukung kelangsungan hidup organisme perairan untuk melakukan fotosintesis adalah 0,45 m. Sehingga kondisi lingkungan Danau Siais dari nilai Intensitas cahaya masih dapat mendukung kehidupan organisme aquatik dan keberlangsungan kegiata KJA.

4.2.3. pH Air

pH merupakan faktor pembatas karena masing-masing orgnanisme memiliki toleransi minimum dan maksimum terhadap pH. pH suatu perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang mendiami perairan tersebut, baik tumbuhan maupun hewan. pH merupakan faktor penting untuk menentukan ambang batas organisme aquatik dan berkaitan dengan berbagai pelarut senyawa- senyawa tertentu. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktifitas fitoplankton, manusia sekitarnya dan juga musim. Berdasarakan pengukuran terhadap nilai pH pada masing-masing stasiun penelitian, diperoleh nilai yaitu 6,4 – 6,9. Nilai ini masih dalam ambang batas baku mutu air PP No. 82 tahun 2001 bahwa kualitas perairan tersebut dikatakan baik dan mampu mendukung terhadap kelangsungan hidup organisme aquatik. Universitas Sumatera Utara Hal ini didukung oleh Effendi 2003 yang menyatakan bahwa kisaran nilai pH yang dapat ditoleransi bagi kehidupan organisme perairan adalah 6 – 9,5. Nilai pH yang dimiliki Danau Siais merupakan nilai pH yang menunjukkan batas minimum pada tingkat kesuburan cukup produktif bagi perkembangan fitoplankton. Sebagaimana yang dikemukaan oleh Sutrisno, 1991 bahwa kebanyakan mikroorganisme seperti fitoplankton tumbuh baik pada kisaran pH 6,0 – 8,0. Jika dibandingkan dengan pH yang dimiliki oleh Danau Toba, Maninjau dan Rawa Pening masing-masing 7,12 – 7,44 Benny, 2009, 5,62 – 7,45 Erlania, et al., 2010 dan 7 Rovita, et al., 2012, maka dari nilai pH yang dimiliki oleh perairan Danau Siais menunjukkan kondisi lingkungan yang masih baik untuk mendukung kehidupan organisme aquatik dan kegiatan KJA. Dengan demikian nilai pH yang diperoleh di Danau Sias yaitu 6,4 – 6,9 merupakan nilai yang masih berada dalam kisaran toleransi organisme aquatik.

4.2.4. Oksigen Terlarut DO

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai oksigen terlarut pada masing masing stasiun penelitian maka diperoleh nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar antara 6,0 – 7,4 mgL. Nilai oksigen terlarut dari keempat stasiun masih berada di atas batas minimum baku mutu air kelas 3 PP No. 82 Tahun 2001. Dari hasil ini menunjukkan nilai oksigen terlarut danau tersebut masih tergolong baik dan mampu mendukung kehidupan organisme aquatik sebagaimana yang dinyatakan oleh Barus, 2004 bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mgL. Universitas Sumatera Utara Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, dan nilainya berbanding terbalik. Jika suhu tinggi maka konsentarsi oksigen terlarut akan rendah dan sebaliknya jika nilai suhu rendah maka konsentrasi oksigen terlarut akan tinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi yang ditemukan di Danau Siais dimana perairan Danau Siais memiliki suhu yang berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3, sehingga dengan kisaran suhu yang dimiliki perairan Danau Siais ini menyebabkan nilai DO yang normal dan di atas minimum ambang batas baku mutu air yang jumlahnya dapat mendukung bagi kelangsungan hidup organisme aquatik di perairan tersebut. Bila dibandingkan dengan nilai DO yang dimiliki oleh Danau Batur dan Rawa Pening masing-masing 3,62 – 9.96 mgl Wijana, 2010 dan 0,64 – 7,52 mgl Rovita et al. 2012, serta PP No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa nilai DO yang diperoleh di Danau Siais menunjukkan kualitas perairan Danau Siais yang masih baik dan mampu mendukung kelangsungan hidup organisme aquatik serta kegiatan KJA 4.2.5. Kebutuhan Oksigen Biologi BOD Kebutuhan oksigen biologi BOD sangat erat hubungannya dengan kadar DO perairan, karena BOD merupakan banyaknya jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses mikroba aerob yang terdapat dalam perairan tersebut. Dari hasil pengukuran nilai BOD 5 pada masing – masing stasiun penelitian diperoleh nilai 1,0 – 1,7 mgL. Nilai BOD 5 perairan Danau Siais yang diperoleh masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 3 Universitas Sumatera Utara PP No. 82 Tahun 2001 sehingga perairan danau tersebut masih dalam kondisi kualitas perairan yang baik. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik tersebut akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Diperolehnya nilai BOD 5 Sama halnya dengan nilai BOD yang rendah di perairan Danau Siais disebabkan bahwa jumlah bahan organik yang ada di dasar perairan berasal dari aktifitas KJA masih dalam jumlah yang sedikit atau sesuai dengan Carrying Capacity. Selian itu dalam kegiatan KJA di Danau Siais terjadinya proses pemulihan lingkungan perairan dalam setahun atau penghentian masa KJA selama 1 bulan setelah pasca panen, sehingga bahan organik yang berasal dari pakan KJA tidak menumpuk di dasar perairan yang mengakibatkan organisme membutuhkan oksigen untuk memineralisasi bahan organik tersebut. 5 yang dimiliki oleh Danau Toba dan Maninjau akibat dari adanya aktivitas KJA dan limbah domestik yaitu : 0,67 – 1,42 mgL Benny, 2009 dan 4,76 – 6,34 mgL Erlania et al. 2012. Dimana dengan nilai BOD 5 yang dimiliki periaran tersebut, masih mampu mendukung kehidupan organisme aquatik dan kegiatan KJA. Perairan alami biasanya memiliki nilai BOD sebesar 0,5 – 7,0 mgL Jeffries dan Mills, 1996, dalam Effendi, 2003 dan perairan yang memiliki nilai BOD 10 mgl dianggap telah mengalami pencemaran. Dengan nilai kisan BOD yang dimiliki oleh Danau Siais yaitu 1,0 – 1,7 mgL, disimpulkan bahwa perairan Danau Siais belum mengalami pencemaran. Universitas Sumatera Utara

4.2.6. Chemical Oxygen Demand COD

Dokumen yang terkait

Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat Berkelanjutan di Danau Toba

8 102 161

Etnografi mengenai Berbagai Aturan Hukum Pengelolaan Keramba Jaring Apung di Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun

2 84 125

Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba

6 46 116

Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung

18 137 102

Perbandingan Makrozoobenthos di Lokasi Keramba Jaring Apung dengan Lokasi yang tidak Memiliki Keramba Jaring Apung

0 51 62

Analisis daya dukung lingkungan perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan bagi pengembangan budidaya bandeng dalam keramba jaring apung

0 3 296

Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi KAsus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan)

3 20 166

MONITORING STATUS DAYA DUKUNG PERAIRAN WADUK WADASLINTANG BAGI BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG Monitoring of Carrying Capacity Status of Wadaslintang Reservoir on Cage Net ) | Widyastuti | Jurnal Manusia dan Lingkungan 18700 37313 1 PB

0 0 8

Cover Perbandingan di Lokasi Keramba Jaring Apung dengan Lokasi yang tidak Memiliki Keramba Jaring Apung

0 0 12

Daya Dukung Lingkungan (Carrying Capacity) Danau Siais Terhadap Kegiatan Keramba Jaring Apung

0 0 14