lengkap serta sempurna secara hukum untuk keamanan kredit dan kepentingan Bank SUMUT.
C. Upaya Yang Dilakukan Bank SUMUT Untuk Mengatasi Kredit
Macet.
Adanya kredit macet yang menjadi beban bagi pihak bank menjadi salah satu indikator penentu kinerja bank, oleh karena itu adanya kredit macet
memerlukan penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat dan memerlukan tindakan penyelamatan dan penyelesaian dengan segera. Menurut Nasrun Tamin, fasilitas
kredit yang berjalan dalam penilaian Bank Indonesia dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu:
149
a. Golongan 1: Lancar Tanpa tunggakan.
b. Golongan 2: Special MentionPerhatian Khusus Menunggak 1 Bulan.
c. Golongan 3: Kurang Lancar Menunggak 3 Bulan.
d. Golongan 4: Diragukan Menunggak 6 Bulan.
e. Golongan 5: Macet Menunggak lebih dari 6 Bulan
Golongan 1 disebut sebagai Performing Loan PL, sedangkan golongan 2-5 disebut dengan Non Performing Loan NPL.
Upaya yang dilakukan Bank SUMUT untuk mengatasi kredit macet akan sangat bergantung pada kondisi kredit yang bermasalah itu sendiri. Untuk
mengatasi kredit macet tersebut bank melakukan 3 tiga langkah strategis, yaitu:
150
149
Nasrun Tamin, Kiat Menghindari Kredit Macet, Jakarta: Dian Rakyat, 2012, hlm. 2
150
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 71
Universitas Sumatera Utara
a. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi:
Penyelesaian melalui jalur ini dilakukan melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat dalam
perjanjian kredit tersebut. Jadi dalam tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur masih kooperatif
dan dari prospek usahanya masih layak feasible. Penanganan kredit perbanakan yang bermasalah menurut ketentuan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 2312BPPP tanggal 28 Februari 1991 tentang Penggolongan
Kolektibilitas Aktiva
Produktif dan
Upaya Penyelamatan Kredit, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan
penyelamatan sebagai berikut:
151
1 Rescheduling Penjadwalan Kembali:
Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitur. Cara ini
dilakukan jika ternyata pihak debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok
maupun bunga kredit. Rescheduling adalah penjadwalan kembali angsuran atau seluruh kewajiban debitur. Hal tersebut disesuaikan
dengan proyeksi arus kas yang bersumber dari kemampuan usaha debitur yang sedang mengalami kesulitan. Pejadwalam tersebut
bisa berbentuk:
151
Ibid
Universitas Sumatera Utara
a Memperpanjang jangka waktu kredit.
b Memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya semula
angsuran ditetapkan setaip 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan. c
Menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka kredit.
2 Reconditioning Persyaratan Ulang:
Reconditioning merupakan
usaha pihak
bank untuk
menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi persyaratan yang semula disepakati
bersama pihak debitur dan bank yang kemudian dituangkan dalam perjanjian kredit. Perubahan kondisi kredit dibuat dengan
memeperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh debitur dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya.
152
Dalam hal ini perubahan tersebut meliputi:
153
a Kapitalisasi bunga yaitu bunga yang dijadikan utang pokok
sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti uang pokoknya dapat melebihi plafon yang
disetujui. Sehingga perlu peningkatan fasilitas kredit disamping itu bunga tersebut dihitung bunga majemuk yang pada dasarnya
akan memberatkan nasabah. Cara ini dapat dilakukan jika prospek usaha nasabah baik.
b Penundaan pembayaran bunga yaitu bunga tetap dihitung.
Tetapi penagihan atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakan sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas
bunga yang terulang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah palfon kredit.
c Penurunan suku bunga yaitu dalam hal ini nasabah dinilai
masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktifitas dan
hasil usaha pada waktu itu. Cara ini ditempuh jika hasil operasi
152
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, bandung: Ghalia Indonesia, 2001 hlm. 87
153
Ibid, hlm. 88
Universitas Sumatera Utara
nasabah memang menunjukkan surplus atau laba dan likuiditas memungkinkan untuk membayar bunga.
d Pembebanan bunga yaitu dalam hal ini nasabah memang dinilai
tidak sanggup untuk membayar bunga karena usaha nasabahnya mencapai tingkat kembali pokok atau break even.
Pembebanan bunga ini dapat dilakukan untuk sementara, selamanya ataupun untuk seluruh utang bunga.
e Pengkonversian kredit jangka pendek menajdi jangka panjang
dengan syarat-syarat yang lebih ringan. f
Jaminan kreditagunan, beberapa jaminan yang semula harus diberikan atau diserahkan pada bank terpaksa tidak bisa
terlaksana karena beberapa alasan misalnya tanah yang akan dijadikan jaminan ternyata masih dalam sengketa.
g Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar oleh
debitur kepada bank, misalnya dalam kasus yang terjadi pada kredit sindikasi.
h Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai bank berdasarkan
analisis yang dilakukan bank mampu atas nasehat dari konsultan yang ditunjuk bank. hal ini dilakukan untuk
mengamankan jalannya proyek dan merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan yang diminta oleh bank yang
harus dipenuhi debitur dalam rangka penyelamatan proyek.
i Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut.
3 Restructuring Penataan Ulang:
Restructuring merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam rangka perbaikan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
154
Jadi tujuan restrukturisasi adalah:
155
a Untuk menghindarkan kerugian bagi bank karena bank
harus menjaga kualitas kredit yang telah diberikan. b
Untuk membantu memperingati kewajiban debitur sehingga dengan keringanan ini debitur mempunyai kemampuan
untuk melanjutkan kembali usahanya dan dengan menghidupkan kembali usahanya akan memperoleh
pendapatan yang sebagian dapat digunakan untuk melanjutkan kegiatan usahanya.
154
Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan
155
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi, 2005, hlm. 201
Universitas Sumatera Utara
c Dengan restrukturisasi maka penyelesaian kredit melalui
lembaga-lembaga hukum dapat
dihindarkan karena penyelesaian melalui lembaga hukum dalam praktiknya
memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit dan hasilnya lebih rendah dari hutang yang ditagih.
Dalam praktik perbankan, restrukturisasi utang dapat mengambil salah satu atau lebih bentuk-bentuk sebagai berikut:
156
a Penjadwalan kembali pelunasan hutang, termaksud
pemberian masa tenggang yang baru kepada debitur. b
Persyaratan kembali perjanjian hutang. c
Pengurangan jumlah hutang pokok haircut. d
Pengurangan atau pembebasan jumlah bunga yang tertunggak, denda, dan biaya-biaya lain.
e Penurunan tingkat suku bunga.
f Pemberian hutang baru.
g Konversi hutang menjadi modal perseroan.
h Penjualan aset yang tidak produktif atau tidak langsung
diperlukan untuk kegiatan usaha perusahaan debitur untuk melunasi hutangnya.
i Bentuk-bentuk lain yang tidak bertentangan dengan
pelunasan perundang-undangan yang berlaku. Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk dan pedoman
tentang tata cara penyelamatan kredit melalui restrukritasi kredit yaitu dengan berpedoman kepada Peraturan Bank
Indonesia Nomor 1415PBI2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Beberapa kebijakan dalam penyelamatan
kredit macet berdasarkan peraturan tersebut, yaitu sebagai berikut:
157
156
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hlm. 381
157
Pasal 1 ayat 26 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1415PBI2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
a Penurunan suku bunga kredit:
Perubahan tingkat suku bunga dilakukan dengan merubah atau menurunkan tingkat suku bunga menjadi
lebih kecil dari yang saat ini diberlakukan kepada debitur. Perubahan tingkat suku bunga tersebut yaitu
untuk
perhitungan bunga
setelah dilakukan
restrukturisasi kredit. b
Pengurangan tunggakan bunga kredit: Kreditur
dapat memberikan
keringanan berupa
mengurangi jumlah bunga yang tertunggak atau menghapus seluruh tunggakan bunga kredit. Debitur
dibebaskan dari kewajiban membayar tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya. Langkah ini diambil
agar
debitur mempunyai
kembali kemampuan
melanjutkan kegiatan
usahanya sehingga
dapat digunakan untuk membayar utang pokoknya.
c Perpanjangan waktu kredit:
Perpanjangan waktu
kredit merupakan
bentuk restrukturisasi kredit yang bertujuan memperingan
debitur untuk mengembalikan hutangnya. Diharapkan dengan perpajnjangan waktu ini dapat memberikan
kesempatan
kepada debitur
untuk melanjutkan
usahanya sehingga
pendapatan yang
harusnya digunakan untuk membayar hutang digunakan untuk
memperkuat usahanya.
158
d Penambahan fasilitas kredit:
Dalam hal ini restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara penambahan fasilitas kredit yang harus digunakan
sesuai prosedur yang ketat dan terdapat agunan yang cukup. Dengan adanya penambahan fasilitas kredit
dimana debitur diberikan kredit lagi sehingga hutang menjadi besar nantinya diharapkan debitur dapat
mempunyai kemampuan untuk menjalankan kembali usahanya dan pendapatan dari usahanya dapat
digunakan untuk membayar hutang lama dan hutang baru.
e Pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan
yang berlaku: Pengambilalihan aset debitur dapat diperhitungkan
sebagai pengurangan kewajiban debitur. Setelah memperhitungkan nilai asset debitur yang diambil alih,
pihak bank harus memperhatikan antara cash flow dan kemampuan membayar debitur untuk menetapkan
jumlah angsuran pembayaran sisa kewajiban debitur.
158
Budi Untung, Op.Cit, hlm. 89
Universitas Sumatera Utara
f Pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan
kemudian: Pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan
kemudian merupakan salah satu restrukturisasi kredit dengan cara mengangguhkan sementara pebayaran
sebagain atau seluruh beban bunga yang seharusnya dibayar oleh debitur yang terakumulasi baik sebelum
maupun selama jangka waktu restrukturisasi kredit. Bunga yang ditangguhkan pembayarannya harus
dibayar kembali oleh debitur dikemudian hari sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati antara
kreditur dan debitur. Atas bunga yang ditangguhkan tersebut tidak dikenakan bunga atau denda.
g Penjualan agunan:
Penjualan agunan merupakan penjualan asset atau agunan debitur yang diserahkan kepada debitur dengan
jangka waktu tertentu yang disepakati antara kreditur dan debitur. Apabila jangka waktu tersebut telah habis
tetapi agunan belum terjual maka penjualan agunan dapat dilakukan secara dibawah tangan atau dengan
cara lelang melalui kantor lelang negara atau swasta. Tujuan penjualan agunan adalah untuk mempercepat
penyelesaian kredit dalam rangka mengurangi resiko bank.
Bahwa dalam menentukan kriteria penilaian terhadap debitur sehingga dapat ditentukan bentuk restrukritasi mana yang
paling tepat untuk diterapkan adalah sepenuhya diserahkan kepada kebijakan bank tersebut. Bank SUMUT Cabang Utama Medan
yang menentukan bentuk restrukturisasi mana yang paling tepat diterapan kepada debitur dengan menyesuaikan kondisi debitur itu
sendiri.
159
159
Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan
Universitas Sumatera Utara
b. Penyelesaian kredit bermasalah melalui Mediasi Perbankan:
Dalam upaya mengurangi berbagai masalah dalam pratek perbankan, maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan. Mediasi perbankan adalah:
160
“Proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa
guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap
sebagian ataupun
seluruh permasalahan
yang disengketakan
”.
Sedangkan menurut Garry Goodpaster Mediasi adalah:
161
“Proses negosiasi penyelesaian masalah sengketa dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan pihak yang
bersengketa, dan membantu mereka yang bersengketa mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.”
Penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank yang dilaksanakan dengan mediasi melibatkan pihak ketiga yakni mediator.
Pada Pasal 1 Angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, mendefinisikan mediator
yaitu:
162
“Mediator adalah pihak yang tidak memihak dalam membantu pelaksanaan mediasi.”
160
Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006
161
Garry Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Seri Dasar Hukum Ekonomi 9, Jakarta: Elips, 1999, hlm. 241
162
Pasal 1 Angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006
Universitas Sumatera Utara
Dari perumusan-perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak sebagaimana halnya seorang hakim atau arbiter, seorang mediator
tidak dalam posisi atau tidak mempunyai kewenangan untuk memutus sengketa para pihak. Tugas dan kewenangan mediator hanya
membantu dan memfasilitasi pihak-pihak yang bersengketa dapat mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan kesepakatan tentang
hal-hal yang disengketakan.
163
Fungsi Mediasi Perbankan menurut Peraturan Bank Indonesia Pasal 4 Nomor. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan adalah:
164
“Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk
mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan.”
Dari ketentuan-ketentuan ini, apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan bank, maka sengketa tersebut dapat diselesaikan
melalui mediasi. Kewajiban untuk menempuh jalur mediasi dipersyaratkan pada pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor.
85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, yaitu:
165
163
Felix Oentoeng Soebagjo, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dibidang Perbankan” Bahan Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bank
Indonesia dan Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, Yogyakarta, 21 Maret 2007, hlm. 1
164
Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006
165
Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006
Universitas Sumatera Utara
“Sengketa antara Nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam
penyelesaian pengaduan
nasabah dapat
diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan
.”
Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006 tentang
Mediasi Perbankan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
166
1 Diaujukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung
yang memenuhi. 2
Pernah diajukan upaya penyelesaian oleh nasabah kepada bank. 3
Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitase atau peradilan, atau
belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya.
4 Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan.
5 Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi
perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia, dan 6
Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian
pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah. Mengenai tahapan penyelesaian melalui mediasi yang dilakukan
oleh bank dan nasabah jika dilihat dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi
Perbankan yakni dilaksanakannya penandatanganan perjanjian mediasi antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan pihak bank yang
memuat hal-hal sebagai berikut:
167
166
Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan.
167
Peraturan Bank Indonesia Nomor. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
1 Proses mediasi dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan
nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi agreement to mediate yang memuat:
a Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa, dan b
Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2 Bank wajib mengikuti dan mentaati perjanjian mediasi yang telah
ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. c.
Penyelesaian kredit bermasalah secara Litigasi: 1
Mengajukan gugatan ke Pengadilan: a
Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan ketentuan Hukum Acara Perdata:
168
Kreditur atau bank dapat memberikan somasi atau peringatan kepada debitur agar ia memenuhi kewajibannya, namun somasi
secara yuridis tidak mempunyai akibat hukum yang memaksa pada pihak debitur. Apabila somasi itu tidak ditanggapi oleh
debitur, maka kreditur atau bank dapat melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Kemudian apabila terbukti hakim akan
mengeluarkan keputusan pengadilan yang tetap atau pasti. Namun bila tergugat atau debitur tidak melaksanakan putusan
pengadilan kreditur atau penggugat dapat mengajukan permohonan eksekusi dan melakukan sita eksekusi untuk
selanjutnya melelang harta tergugat sehingga hasil lelangan dapat digunakan untuk melunasi hutang tergugat.
b Eksekusi jaminan kredit:
168
Sutarno, Op.Cit, hlm. 296
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme eksekusi jaminan kredit bila jaminan diikat secara formal atau melalui bantuan notaris untuk membuatkan aktanya
groose akta akta hipotek akta hak tanggungan maka kreditur cukup mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan
yang berkompeten.
169
Bila ternyata debitur tetap tidak melakukannya maka kreditur akan memohon sita eksekusi.
Kemudian dengan sita eksekusi tersebut juru sita pengadilan melakukan sita jaminan yang biasanya disertai permohonan
kreditur untuk
pelelangan jaminan.
Lalu, pengadilan
berdasarkan permohonan
lelang dari
kreditur akan
menghubungi kantor lelang untuk melaksanakan lelang atas jaminan tersebut. Setelah pelelangan dilakukan, kreditur bisa
mengambil pinjaman dengan perhitungan yang sudah diketahui pengadilan dari harga jaminan yang terjual.
c Parate Executie Hak Tanggungan:
Pemegang hak tanggungan dapat memiliki cara menjual lelang objek hak tanggungan berdasarkan kekuasaan sendiri Pasal 6
jo. Pasal 11 ayat 2e Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, maka pemegang hak tanggungan sama sekali tidak perlu
berhubungan dengan pengadilan. Kreditur pemegang hak tanggungan cukup meminta bantuan kantor lelang negara untuk
menjual obyek hak tanggungan tersebut.
169
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm. 121
Universitas Sumatera Utara
d Paksa Badan:
Diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 tanggal 30 Juni 2002 tentang Lembaga
Paksa Badan. Kreditur mengajukan gugatan kepada debitur dan kemudian hakim memutuskan debitur sebagai pihak yang
berhutang harus disandera karena tidak mampu melaksanakan keputusan hakim karena tidak memiliki harta yang bisa
dijual.
170
e Pailit:
Sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, bahwa pailit ialah keadaan debitur yang mempunyai
dua atau lebih kredittur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang
dinyatakan oleh Pengadilan Niaga. Debitur dinyatakan pailit oleh Keputusan Pengadilan Niaga, sehingga kreditur yang ingin
memailitkan debitur dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
170
Sutarno, Op.Cit, hlm. 331
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai bagian terakhir dari skripsi ini, maka dalam bab ini akan mengemukakan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dari masalah yang telah
dibahas sebelumnya, yaitu:
A. Kesimpulan: