Akibat Terjadinya Wanprestasi Debitur Terhadap Bank SUMUT dan

B. Akibat Terjadinya Wanprestasi Debitur Terhadap Bank SUMUT dan

Upaya Untuk Menghindarinya. Akibat terjadinya kredit macet akan berdampak sangat luas terutama kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 112 Terhadap bank, kredit macet akan mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Pemeliharaan kesehatan bank tidak hanya penting bagi kelangsungan usaha bank tetapi juga penting bagi sistem perbankan dan perkembangan ekonomi nasional. 113 Selain tingkat kesehatan bank, timbulnya kredit macet juga akan berdampak pada profitabilitas dan bonafiditas suatu bank. 114 Bank yang terganggu kesehatannya tentunya akan mengalami kesulitan operasional melayani permintaan nasabah seperti permohonan kredit, penarikan dan pencairan deposito, sehingga secara otomatis akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Implikasi bagi pihak Bank SUMUT sebagai akibat adanya kredit macet adalah sebagai berikut: 115 a. Hilangnya kesepakatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan oleh bank, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank. b. Rasio kualitas aktiva produktif Bad Debt Ratio BDR menjadi semakin besar, yang menggambarkan situasi yang semakin buruk. c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap CAR Capital Adequancy Ratio. Menurut Lukman Dendawijaya CAR Capital Adequancy Ratio adalah: 116 112 Mahmoeddin, Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004, hlm. 111 113 Ibid, hlm. 114 114 Ibid 115 Wawancara dengan Farida, tanggal 12 Juni 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan 116 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 116 Universitas Sumatera Utara “Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari seumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman hutang, dll. ” Menurut Kasmir pengertian CAR adalah: 117 “Rasio yang dapat digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama resiko yang terjadi karena bunga gagal ditagih.” Bank for International Settlements BIS menetapkan ketentuan dan perhitungan CAR yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia, sebagai suatu level permainan dalam kompetisi yang fair dalam pasar keuangan global. Bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR minimal sebesar 8. 118 d. Return on Assets ROAProfitabilitas mengalami penurunan. Menurut Kasmir, Returns on Assets ROA adalah: 119 “Rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset”. Menurut Agus Sartono Profitabilitas adalah: 120 “Kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.” Semakin tinggi rasio ini berarti bank akan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ROA berarti kinerja bank akan semakin efektif. 121 e. Sebagai akibat komplikasi butir 2,3, dan 4 tersebut adalah menurunnya kesehatan pada bank. Selain memberikan pengaruh langsung kepada bank, kredit macet juga akan berdampak kepada karyawan bank, pemegang saham, dan nasabah. Kredit macet yang timbul dapat mempengaruhi mental, karir, pendapatan, moral dan 117 Kasmir, Op.Cit, hlm. 232 118 Ibid, hlm. 124 119 Ibid, hlm. 201 120 Agus Sartono, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE, 2001, hlm. 122 121 Brigham, Manajemen Keuangan II, Jakarta: Salemba Empat, 2001, hlm. 90 Universitas Sumatera Utara waktu serta tenaga karyawan bank, sedangkan terhadap pemegang saham, kredit bermasalah akan berdampak pada deviden, nilai saham, dan moral mereka. 122 Nasabah yang mengalami kredit macet biasanya mengalami kerugian dalam usahanya. Selain itu, citra, kepercayaan dan nama baiknya di kalangan perbankan juga akan buruk. Sisi lain, nasabah lain, baik mereka yang meminjam kredit atau mereka yang memiliki modal juga akan merasakan dampak kredit macet. Bank juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana dan akan lebih melakukan pengetatan penyaluran kredit. 123 Dampak selanjutnya pada tingginya kredit macet adalah ancaman terhadap stabilitas ekonomi karena membuat dunia usaha tidak berjalan dengan baik, menimbulkan kelesuan dalam kehidupan perekonomian, dan juga akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan penjualan dan mengganggu cash flow debitur. 124 Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka pemberian kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 125 Maka pihak bank akan melakukan upaya untuk menghindari terjadiya wanprestasi dengan melakukan pembinanan dan pengawasan kredit. Setiap kredit yang diberikan oleh bank harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, dan tetap dilakukan monitor atau pemantauan dalam penggunaannya. Fungsi pembinaan 122 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan 123 Mahmoeddin,Op.Cit, hlm. 117 124 Ibid 125 Kasmir, Op.Cit, hlm. 241 Universitas Sumatera Utara dan pengawasan kredit dalam bidang perkreditan sangatlah penting untuk mengantisipasi atas timbulnya wanprestasi dari pihak debitur. 126 Dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko terjadinya wanprestasi kredit macet, pihak bank harus melakukan penilaian yang umum untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar membutuhkan dan beritikad baik, maka dilakukan dengan analisis 5C, yaitu: 127 a. Character watak Karakter yang baik adalah faktor utama yang harus dimiliki oleh debitur. Meneliti karakter adalah meneliti watak dan sifat pribadi debitur, dan bank menginginkan agar debiturnya memiliki karakter yang baik, antara lain: 1 Berkepribadian yang baik, yaitu memiliki kejujuran dan menepati janjinya. 2 Bertingkah laku yang baik, dengan membuktikan bahwa debitur bukan seorang yang putus asa dalam menjalankan usahanya. 3 Memiliki lingkungan yang baik, dapat dilihat dari relasi yang luas. 4 Memiliki riwayat hidup yang baik, dengan melihat apakah debitur tersebut pernah bermasalah dalam hal utang piutang. b. Capacity kemampuan Bank tidak hanya memerlukan debitur yang berkarakter baik, akan tetapi diperlukan debitur yang berkemampuan baik dalam mengelola kredit yang telah diberikan. Ada beberapa kemampuan yang diharapkan bank dari debiturnya, yaitu: 1 Mampu mengelola perusahaan, dapat dilihat pada kemampuan manajemennya. 2 Mampu berproduksi dengan baik, dengan melihat kapasitas produksinya. 3 Mampu mengembalikan kredit, dilihat dari perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi keuangan, dan modal kerja yang dimiliki. 126 Ibid 127 Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010, hlm. 23-28 Universitas Sumatera Utara c. Capital modal Penilaian terhadap capital perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah modal yang dimiliki oleh calon debitur cukup memadai untuk menajalankan usahanya. Makin besar jumlah modal yang yang ditanam oleh calon debitur ke dalam usaha yang akan dibiayai dengan kredit, maka semakin menunjukan keseriusan calon debitur menjalankan usahanya. Besarnya jumlah modal yang ditanam tertutama berupa benda bergerak dan tidak bergerak akan memberi daya tahan usaha dalam menghadapi siklus atau flukuasi ekonomi. 128 d. Condition of Economy keadaan ekonomi Faktor kondisi juga harus mendukung untuk memenuhi syarat dalam memperoleh kredit, yaitu kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi adalah syarat bahwa usaha debitur secara ekonomi masih memungkinkan untuk dikembangkan, dan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional. e. Collateral agunanjaminan Kredit senantiasa dibayangi oleh berbagai resiko yang ada. Resiko yang paling wajar bagi pengusaha adalah resiko bisinis yang berada di luar kemampuan pengusaha dan bank untuk mengatasinya, untuk berjaga-jaga timbulnya resiko ini, maka diperlukannya benteng untuk menyelamatkan kredit yaitu dengan agunan. Agunan adalah jaminan untuk persetujuan pemberian dimana agunan tersebut merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin timbul atas wanprestasi debitur dikemudian hari. Selanjutnya penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut: 129 a. Personality: Yaitu mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaiakannya. b. Party: Yaitu mengklasifikasikan nasabah dalam golongan –golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang berbeda dari bank. c. Purpose: Yaitu menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai dengan kebutuhan. d. Prospect: Yaitu menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, 128 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 62 129 Kasmir, Op.Cit, hlm. 119-120 Universitas Sumatera Utara bukan saja pihak bank yang dirugikan akan tetapi juga pada pihak nasabah. e. Payment: Yaitu cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini maka semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain. f. Profitability: Yaitu menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh. g. Protection: Yaitu untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi. Selain dengan analisis dan penilaian di atas tersebut, upaya untuk menghindari terjadinya wanprestasi kredit macet yang dilakukan oleh pihak bank adalah dengan prinsip kehati-hatian prudent banking principle adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 130 Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati-hatian. 131 Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam artian harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan 130 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2001, hlm. 18 131 Permadi Gandapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004 hlm. 21 Universitas Sumatera Utara profesionalisme dan itikad baik. 132 Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian resiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan ketentuan yang berlaku secara konsisten. 133 Tujuan dari penerapan prinsip kehati- hatian ini adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan. 134 Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU tentang Perbankan No. 10 Tahun 1998 bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya haruslah berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Adapun dalam UU Perbankan yang mengandung subtansi prinsip kehati-hatian yakni pada Pasal 29 ayat 2 dan 4 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu: Pasal 29 ayat 2 UU No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa: 135 “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian.” Pasal 29 ayat 4 UU No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa: 136 “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasab ah yang dilakukan melalui bank.” 132 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009 hlm. 135 133 Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 293 134 Ibid 135 Pasal 29 ayat 2 UU tentang Perbankan Nomor. 10 Tahun 1998 136 Pasal 29 ayat 4 UU tentang Perbankan Nomor. 10 Tahun 1998 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat 2 di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian tersebut. 137 Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 138 Adapun penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank adalah sebagai berikut: 139 a. Analisis Pembiayaan: Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur harus segera diproses melalui penilaian dan selanjutnya diberikan keputusannya oleh bank. Penilaian ini diwujudkan dalam bentuk pembuatan analisis kredit. Semua pemberian kredit harus disertai dengan analisis kredit yang memenuhi ketentuan peraturan intern masing-masing bank. Analisis kredit tersebut dibuat oleh bank berdasarkan pedoman dan prosedur tertulis yang ditetapkan sebagai peraturan intern bank. Sejauh mana pendalaman penialaian atas masing-masing aspek yang harus dilakukan adalah terkait kepada jenis kredit, jumlah nilai kredit, sektor ekonomi yang akan dibiayai dari calon debitur. 137 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 135 138 Ibid 139 M. Bahsan , Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2007, hlm. 99-100 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis kredit yang telah dilakukan pihak bank antara lain untuk mengetahui kelayakan calon debitur, kelayakan usaha kegiatan atau profesi calon debiturnya, kondisi keuangan dan kemampuan membayar kredit calon debitur dari resiko yang terkait, bank dapat memberikan keputusan atas permohonan kredit dari calon debitur yang bersangkutan, yaitu menolak atau menyetujuinya. Pemberian keputusan termaksud harus oleh pejabat yang diberikan kewenangan memutus sesuai dengan peraturan intern bank. Keputusan bank mengenai permohonan kredit harus segera diberitahukan kepada calon debitur, dan dalam hal keputusan tersebut berupa persetujuan kredit harus ditindaklanjuti pelaksanaannya sesuai dengan pedoman dan prosedur tertulis yang berlaku. 140 b. Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK: Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank, maka bank wajib menerapkan sistem kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain dengan melalukan penyebaran diverifikasi portofolio penyediaan dana melalui pembatasan penyediaan dana, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait. Pembatasan penyediaan dana adalah presentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan Batas Maksmimum Pemberian Kredit BMPK. 141 Undang-undang perbankan yang mengatur Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit adalah Pasal 11 ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa Bank 140 Ibid 141 Daeng Naja, Op.Cit, hlm. 294 Universitas Sumatera Utara Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terakit, termaksud kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. 142 Untuk melaksanakan ketentuan undang-undang perbankan tersebut maka Bank Indonesia dari waktu ke waktu menetapkan ketentuan BMPK yang dikeluarkan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 813PBI2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 73PBI2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK Bank Umum. c. Kualitas Aktiva Produktif: Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dan antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia No. 72PBI2005 menyatakan: “Pelaksanaan dana oleh bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian, direksi bank wajib menilai, memantau, dan 142 Pasal 11 ayat 1 UU tentang Perbankan Nomor. 10 Tahun 1998 Universitas Sumatera Utara mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas aktiva senantiasa baik. Penilaian aktiva produktif bank dilakukan dengan beberapa penggologan kesehatan berdasarkan aspek-aspek tertentu dan terukur yang ditetapkan oleh suatu peraturan perbankan untuk menghasilkan kolektibilitas ”. d. Sistem Informasi Debitur: Kelancaran proses kredit dan penerapan manajemen resiko kredit yang efektif serta ketersediaan informasi kualitas debitur yang diandalkan dapat dicapai apabila didukung oleh sistem informasi yang utuh dan komprehensif mengenai profil dan kondisi debitur, terutama debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana. Dalam proses kredit, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dapat mendukung percepatan proses analisa dan pemngambilan keputusan pemberian kredit. Untuk kepentingan manajemen resiko, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dibutuhkan untuk menentukan profil resiko kredit debitur. Selain itu tersedianya informasi kualitas debitur, diperlukan juga untuk melakukan sinkronisasi penilaian kualitas debitur diantara bank pelapor. e. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah: Dalam menjalankan kegiatan usaha, bank menghadapi berbagai resiko usaha dan untuk menguranginya bank wajib menerapkan prinsip kehati- hatian yang salah satunya penerapan prinsip mengenal nasabah. Hal tersebut sesuai dengan PBI No. 310PBI2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan prinsip mengenal nasabah, maka bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengindentifikasi nasabah, menetapkan kebikajan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, dan menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berakaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. 143 Oleh karena iu, sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, identitas pihak lain, apabila calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain. 144 Selain prinsip kehati-hatian yang telah diuraikan di atas, penerapan prinsip kehati-hatian juga dapat diterapkan dalam penyusunan perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur. Dalam perjanjian kredit tersebut diatur hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik debitur, maupun kreditur. Kewajiban atau affirmative covernant debitur adalah: 145 a. Debitur harus segera memberitahukan kepada kreditur tentang adanya kerusakan, kerugian atau kemusnahan atas jaminan yang diserahkan kepada kreditur. b. Debitur harus menyerahkan kepada kreditur laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia. 143 Pasal 2 ayat 2 PBI Nomor. 310PBI2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah 144 Pasal 4 PBI Nomor. 310PBI2001 tentang Prinsip Mengenail Nasabah 145 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada bank, Bandung: Alfabeta, 2004 hlm. 120-121 Universitas Sumatera Utara c. Memberitahukan kepada kreditur apabila ada perubahan dalam susunan direksi, komisaris, pemegang saham dan perubahan anggaran dasar debitur dan lain sebagainya. d. Larangan menjalankan kembali harta kekayaan debitur yang telah diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan berdasarkan perjanjian kredit ini. e. Larangan merubah susunan direksi dan komisaris. f. Larangan menjual saham sebagian atau seluruhnya. g. Membubarkan perusahaan debitur atau meminta perusahaan debitur untuk dinyatakan pailit. Ketentuan ini menunjukkan bank benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka mengajaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank yang bersangkutan. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dengan nasabahnya, yang bukan hanya sekedar hubungan debitur dengan kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan fiduaciary relationship. 146 Maka dari itu, dalam rangka mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Farida pegawai Bank SUMUT bagian kredit, bank wajib menerapkan dan melaksanakan fungsi pembinaan dan 146 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009, hlm. 275 Universitas Sumatera Utara pengawasan kredit yang bersifat menyeluruh. Prinsip pembinaan dan pengawasan kredit meliputi: 147 a. Setiap tahapan pemberian kredit harus didasarkan atas azas-azas perkreditan yang sehat. b. Pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dual control dan pengawasan melekat yang berkesinambungan. c. Pembinaan kredit merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan yang dimulai sejak pemohon kredit sampai dengan pelunasannya, agar bermanfaat atau memberikan keuntungan bagi debitur maupun pihak bank. d. Pemantauan perkembangan usaha debitur dimaksudkan untuk memberikan arahan agar kredit yang diberikan mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit. Pembinaan dan pengawasan kredit memberikan arah agar kredit yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuannya, dapat mengindetifikasi kelemahan yang terjadi dalam proses pemberian kredit, serta mencari solusi memperbaiki kelemahan yang ada dengan memastikan tujuan dari pembinaan dan pengawasan kredit, diantaranya adalah: 148 a. Kebijakan sistem dan prosedur operasional serta ketentuan atau peraturan kredit lainnya telah dipenuhi. b. Penggunaan kredit telah sesuai dengan rencana atau tujuannya. c. Resiko-resiko yang tidak diharapkan seperti perubahan kondisi perekonomian, perubahan kapasitas bank dalam memberikan kredit, serta perubahan kondisi idustri dapat segera di identifikasi. d. Pengelolaan, penjagaan dan pengamanan kredit sebagai assetkekayaan bank telah dilakukan dengan baik, sehingga tidak timbul resiko-resiko kredit yang diakibatkan dari penyimpangan, baik oleh debitur, pihak eksternal lainnya maupun dari pihak iternal Bank SUMUT. e. Dokumen-dokumen pemeriksaan kredit seperti surat pengakuan hutang, surat bukti kepemilikan, agunan dan pengikatannya telah ada dalam berkas sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam putusan atau ketentuan kredit dan dokumen-dokumen tersebut telah benar dan 147 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan 148 Wawancara dengan Farida, tanggal 13 Maret 2015 di Kantor Pusat Bank SUMUT Medan Universitas Sumatera Utara lengkap serta sempurna secara hukum untuk keamanan kredit dan kepentingan Bank SUMUT.

C. Upaya Yang Dilakukan Bank SUMUT Untuk Mengatasi Kredit