Politik pencitraan partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada pilpres 2009

(1)

POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP

PRABOWO SUBIANTO PADA PILPRES 2009

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh

Ridho Abdi Winahyu NIM: 1006033201190

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat Islam dan Iman. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa misi pembebasan dari pemujaan terhadap berhala, Rasul dengan misi suci untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Semoga kesejahteraan senantiasa menyelimuti keluarga dan sahabat Nabi beserta seluruh ummat Islam.

Dengan tetap mengharapkan pertolongan, karunia dan hidayah-Nya, alhamdulillah penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat memperolah gelar sarjana dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul: “Politik Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2009.”

Penulis menyadari, penyusunan skripsi ini tentunya tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan serta menjadi pekerjaan yang berat bagi penulis yang jauh dari kesempurnaan intelektual. Namun, berkat pertolongan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

Bapak Prof. DR. Bahtiar Effendy, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Ali Munhanif, Ph. D. sebagai kepala Jurusan Ilmu Politik yang telah mendidik penulis untuk lebih teliti dan sabar dalam menyusun skripsi ini.


(6)

Bapak M. Zaki Mubarak, M. Si. sebagai Sekertaris jurusan Ilmu Politik, dengan semangat dan masukan yang bapak berikan membuat penulis termotivasi untuk mneyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Bapak Idris Thaha, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar dan bijak terus membimbing, menasehati dan mengarahkan penulis untuk menghasilkan karya terbaik yang penulis miliki. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kepada dosen-dosen Jurusan Ilmu Politik yaitu Bapak Saleh, Bapak Agus, Ibu Suryani, Ibu Haniah Hanafie, Ibu Ghefarina Djohan, dan dosen-dosen Ilmu Politik yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Jajang dan para staf ilmu politik atas kemudahan dan keramahan dalam membantu administrasi akademik dan skripsi penulis.

Bapak Adam Muhammad, ST, sebagai Wakil Kepala Sekretariat DPP Partai Gerindra dan Bapak Wendra Wizar sebagai Sekretaris Redaksi GEMA Indonesia Raya , yang telah menjembatani penulis untuk bertemu dengan Bapak Fadli Zon, SS, MSc sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Keamanan DPP Partai Gerindra. Penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis untuk mendapatkan data-data dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Wahino Widiantoro dan Ibunda Kuswandari, Spd terima kasih atas kasih sayang, bimbingan dan motivasi yang tak kenal henti dari mereka berdua sehingga penulis mampu mengenyam pendidikan yang layak untuk bekal masa depan. Sebagai wujud terima kasih, penulis persembahkan skripsi ini untuk mereka berdua. Do’a ayah dan ibu


(7)

v

khususnya, senantiasa penulis harapkan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Terima kasih juga untuk adikku Rizka Ayustinandini yang telah memberikan semangat kepada penulis, teruslah berjuang sampai titik darah penghabisan.

Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik tahun 2006/2007 yaitu Haikal, Haris, Hasyim, Hadi, Irdia, Rahmat, Thoriq, Eko, Anwar, Hawasi, Aryo, Fikri, Yebi, Bara, Rikih dan kawan-kawan sekelas lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya.

Terima Kasih kepada pengurus Sanggar Kreatif Anak Bangsa (SKAB) dan pengurus PAUD Delima Jaya yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam membuat skripsi. Terimakasih juga kepada Siti Masitoh yang menjadi teman seperjuangan penulis dan Rijal yang telah meminjamkan laptopnya. Dan buat calon istri Silmy Adiyati yang telah meminjamkan hati, pikiran, dan tenaganya untuk mempermudah penulis dalam menyusun skripsi. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Firdaus Alamhudi atas motivasi dan bimbingannya.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih banyak kepada seluruh komponen yang telah berjasa memberikan kontribusinya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan amal budi baik mereka dengan sebaik-baiknya balasan. Dan skripsi ini walaupun masih banyak kekurangan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Jakarta, 26 September 2012


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ………...…………i

HALAMAN PERNYATAAN ………..………ii

KATA PENGANTAR ……….………iii

DAFTAR ISI ………...……vi ABSTRAKSI ………..…..…ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..…..………..1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….………...11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..…………12

D. Metode Penelitian………..…………13

E. Sistematika Penulisan………..……..14

BAB II KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN A. Politik Pencitraan……….….…….19

B. Komunikasi Politik……….….…..….23

C. Wacana Politik………...27

D. Kampanye Politik……….…..34

E. Media Massa dalam Politik Pencitraan……….….……40

1. Iklan Politik………...…….43

BAB III SEKILAS TENTANG PARTAI GERINDRA DAN PRABOWO SUBIANTO A. Sejarah Singkat Partai Gerindra………..….….50


(9)

vii

B. Visi dan Misi, AD/ART, dan Struktur Organisasi Partai Gerindra…...56

C. Potret Prabowo Subianto………...…...…..62

1. Biografi Prabowo Subianto………..…...…..63

2 Kontroversi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia………66

3. Kiprah Politik Prabowo Pasca Orde Baru………...……..68

BAB IV POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP PRABOWO SUBIANTO PADA PILPRES 2009 A. Peran Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto….….72 B. Langkah-langkah Strategi Politik Partai Gerindra dalam Melakukan Politik Pencitraan Prabowo Subianto………..………...…………...73

1. Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto………75

2. Mengembangkan Wacana Ekonomi Kerakyatan sebagai Strategi Politik Pencitraan Prabowo Subianto………..77

3. Partai Gerindra dalam Mengkampanyekan Politik Pencitraan Prabowo Subianto………..…….…….80

4. Penggunaan Media Massa dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto………86

5. Mengkonstruksi Citra Prabowo Subianto Melalui Iklan Politik………...…89

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….…..93


(10)

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka………..97

LAMPIRAN – LAMPIRAN A. Print Screen dan Foto Dokumentasi...102

1. Print Screen Website Pribadi Prabowo Subianto...102

2. Print Screen Website Partai Gerindra...102

3. Print Screen Video Iklan Politik Prabowo Subianto...103

4. Foto Dokumentasi Kampanye Politik Partai Gerindra dan Prabowo Subianto Pada Pemilu 2009...103

5. Poster Kampanye Koalisi Mega-Prabowo Pada Pemilihan Presiden 2009...104

6. Foto Buku Prabowo Subianto “Membangun Kembali Indonesia Raya”...104

7. Foto Majalah Tani Merdeka...105

8. Foto Dokumentasi Penulis dengan Narasumber (Fadli Zon)...105

B. Deklarasi Partai Gerindra...106

C. Susunan Pengurus Partai Gerindra………...107


(11)

ix ABSTRAKSI

Partai Gerindra merupakan bagian dari 18 partai politik baru yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai capresnya. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus. Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas terbatas), dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan persepsi publik terhadap capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo Subianto), sebagai figur kontroversial. Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya (Prabowo Subianto) bisa kembali diterima oleh masyarakat.

Dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah sebagai acuan penulis, adapun rumusan masalahnya adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Perumusan masalah itu dijabarkan dengan menggunakan metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan jenis penelitiaan kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik. Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

Pada saat musim kampanye politik 2009 Partai Gerindra berperan dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Langkah-langkah strategi politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Intensitas komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra dengan masyarakat menghasilkan kebijakan-kebijakan politik yang pro-rakyat seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kepro-rakyatan. Selain komunikasi secara dialogis, Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media massa (televisi, koran, jurnal, radio dan jejaring sosial), baik internal maupun lokal. Di media televisi Prabowo sering ditampilkan melalui iklan-iklan politiknya bersama Partai Gerindra mengajak keseluruh masyarakat Indonesia untuk kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan, dengan harapan akan tercipta persepsi baik terhadap Prabowo


(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) merupakan bagian dari 18 partai politik baru pada pemilu 2009.1 Partai ini (Gerindra) dideklarasikan secara resmi pada 6 Februari 2008.2 Salah satu faktor yang melatarbelakangi didirikannya Partai Gerindra adalah sebagai respon terhadap kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap semakin melemah. Bahkan menurut para inisiator Partai Gerindra, upaya yang dilakukan para pemegang kebijakan dalam membangun bangsa justru terjebak pada arus ekonomi pasar, sehingga yang terjadi malah kemunduran sistem perekonomian kita (Indonesia) dan kehidupan masyarakat malah menjadi lebih sulit.3 Maka dari itu, ide untuk mendirikan partai politik oleh para elit Partai Gerindra menjadi sebuah keniscayaan.

Pokok-pokok perjuangan platform4 yang ditawarkan oleh Partai Gerindra tidak berbeda dengan partai politik di Indonesia yaitu mencakup beberapa sektor diantaranya adalah di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, pertanian dan perikanan, lingkungan hidup, sosial dan budaya, hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia), pertahanan dan keamanan, otonomi daerah, politik luar negeri,

1

Selanjutnya, menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 38 partai politik dan 6 partai lokal di Aceh yang bisa lolos menjadi peserta pemilu 2009. Kemudian dari 38 partai tersebut, terdapat 18 partai politik yang benar-benar baru dan kompetisi pada pemilu 2009 merupakan pengalaman pertamanya. Lihat, Arief Mujayatno, Gagalnya Upaya Penyederhanaan

Jumlah Parpol, artikel diakses pada 15 Agustus 2011

http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s=

2

DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra, (Jakarta: Gerindra, 2008), h. 3.

3Ibid. 4

Definiisi platform adalah pernyataan sekelompok orang atau partai tentang prinsip atau kebijakan. Lihat, Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1085.


(13)

2

perburuhan, pengembangan riset, teknologi dan sebagainya.5 Dengan adanya perhatian terhadap masalah tersebut (sebagaimana tercantum di dalam platform

Gerindra), Partai Gerindra yakin bahwa berbagai masalah sosial di Indonesia akan mudah teratasi.

Meskipun keberadaan Partai Gerindra masih baru di kancah perpolitikan nasional, namun Partai Gerindra memiliki perhatian yang tinggi terhadap perubahan system dan pendekatan dalam pembangunan ekonomi. Pendekatan yang dilakukan Partai Gerindra adalah dengan mengganti pendekatan neo-liberal

dengan pendekatan ekonomi kerakyatan.6

Gagasan ekonomi kerakyatan yang ditawarkan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi-organisasi ekonomi.7 Orientasi dari usaha yang dibangun tersebut ialah untuk meperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan, mengembangkan citra positif partai, dari suatu badan khusus dan masyarakat pada umumnya.8 Organisasi yang dekat dengan Gerindra diantaranya adalah APPSI (Asosiasi Pedagang SeIndonesia), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), terlebih lagi Prabowo Subianto secara personal memiliki kedekatan dengan kedua organisasi tersebut.9

5

DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 19-39.

6

A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, (Jakarta: Penerbit Narasi, 2009), h. 124.

7

DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42.

8Ibid, 9


(14)

Dalam kampanye politik pada pemilu (pemilihan umum) 2009, Partai Gerindra mengangkat isu ekonomi kerakyatan sebagai bagaian dari produk politiknya. Hal ini terlihat pada tulisan Prabowo Subianto yang berjudul

“Membangun Kembali Kemakmuran Indonesia Raya, Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat”, delapan aksi yang dimaksud semua berisi masalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kerakyatan.10

Pemilu 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra menjadi kontestan politik di pentas nasional. Berbekal kerja keras para elit partai, kharismatik ketokohan, serta dukungan finansial yang cukup tinggi hingga mencapai 15 Miliar untuk biaya oprasional kepartaian, maka Partai Gerindra tergolong sebagai partai yang diperhitungkan oleh kontestan lainnya (partai peserta pilpres 2009).11 Termasuk oleh partai-partai besar yang telah lebih dahulu berkecimpung di politik Indonesia, seperti Golkar (Partai Golongan Karya), PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), maupun Partai Demokrat.

Perolehan kursi di legislatif yang di dapat Partai Gerindra pada pemilu 2009 merupakan bukti rill kekuatan Partai Gerindra. Berkisar 26 kursi (4,8 %) DPR dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan berhasil diperoleh oleh Partai Gerindra.12 Jumlah ini merupakan prestasi yang luar biasa untuk kategori partai baru dan sekaligus menempatkan Partai Gerindra pada posisi setrategis dalam persaingan antar partai.

10

Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, (Malang: Lembaga Suprimasi Media Indonesia, 2009), h. 58.

11

Mohammad Choiruman, Dana Kampanye Gerindra Paling Besar, Rp 15 Miliar, artikel diakses pada 15 Agustus 2011 http://forum.detik.com/ t90781.html.

12 Inke Suharni, “Humas dal

am Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi

pemilu 2009,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif


(15)

4

Faktor keberhasialan Partai Gerindra pada pemilu 2009 tidak hanya dipengaruhi oleh kehebatan dalam menajemen pemasaran partai, atau besarnya ketersediaan finansial saja. Hal lain yang penting diperhatikan adalah keberadaan figur politik sekelas Prabowo Subianto di dalam kepengurusan partai tersebut (Gerindra). Kehadiran Prabowo berpengaruh besar terhadap peningkatan popularitas partai. Inilah yang menjadi salah satu inisiatif Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai salah satu figur utama politiknya. Telah umum ketahui bahwa Prabowo Subianto adalah figur kontroversial yang telah berpengaruh sejak reformasi awal 1998, maka Prabowo Subianto sedikit banyak telah dikenal publik. Realitas seperti ini memberikan keuntungan bagi Partai Gerindra untuk mendongkrak popularitas partai serta kandidatnya (Prabowo Subianto).13

Dalam pilpres (pemilihan presiden) maupun pilkada (pemilihan kepala daerah) langsung, kepopuleran sangat mendominasi dan menentukan bagi pilihan-pilihan yang dilakukan oleh rakyat.14 Selain itu garis ideologis Prabowo Subianto memiliki kesamaan visi dan misi dengan Partai Gerindra yaitu memperjuangkan konsep ekonomi kerakyatan.15 Paling tidak, inilah yang menjadi alasan Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai figur politik dan capresnya pada pilpres 2009.

13

Selanjutnya, sepuluh tahun sejak reformasi 1998, Prabowo Subianto masih memiliki popularitas. Survei yang dilakukan Pride Indonesia (Political Research Institute For Democracy) periode Juni-Juli 2008 menunjukan bahwa Prabowo meraih popularitas paling tinggi. Survei ini ditujukan untuk mengetahui tingkat popularitas para mantan tentara dan polisi. Sebanyak 89,9 % responden mengaku mengenal nama Prabowo. Berturut-turut eks militer yang dikenal publik adalah Adang daradjatun (78,3%), Sutanto (75,3 %), Mardiyanto (50,4%), Ryamizard Ryacudu (49,2%). Lihat, A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 139.

14

Pahmy Sy, Politik Pencitraan, ( Jakarta: Gaung Persada Pers 2010), h. 37.

15

Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, (Yogyakarta: Galangpress, 2009), h. 195-196.


(16)

Sepak terjang Prabowo di belantika politik Indonesia memang penuh dengan kontroversial, berbagai spekulasi negatif tidak jarang dilontarkan pada pribadinya, terutama isu tentang pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).16 Kemudian Prabowo Subianto pernah menjadi bagian dari keluarga penguasa otoriter yaitu mantan presiden Soeharto. Posisi Prabowo sebagai bagian dari mantan keluarga Soeharto jelas berpengaruh pada citranya sebagai figur politik.

Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya (Prabowo Subianto) bisa kembali diterima oleh masyarakat. Upaya membangun citra agar sampai di masyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan, maka diperlukan adanya komunikasi politik.

Komunikasi politik di sini dipahami sebagai usaha terus-menerus oleh suatu partai untuk melakukan komunikasi yang bersifat dialogis maupun monologis dengan masyarakat. Komunikasi politik yang dibangun tidak hanya berisifat temporal (dilakukan hanya pada waktu kampanye politik), melainkan melekat juga pada pemberitaan dan publikasi atas apa saja yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh partai politik bersangkutan. Tujuan dari komunikasi politik ini menciptakan kesamaan pemahaman politik (misalnya pesan, permasalahan,

16

Selanjutnya, Prabowo di duga kuat terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Timur. Dia mengirimkan pasukan “ninja” ke Timor Timur pada tahun 1995, untuk melancarkan aksi teror yang membuat Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, geram dan nyaris baku hantam dengan Prabowo di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiatna. Lihat, Siar Xpos,” Prabowo Come Back,” Artikel diakses pada tanggal 21 Maret 2011 dari http://laleristana.dagdigdug.com/2009/02/09.html. Selanjutnya, dia juga di duga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi dan dalang kerusuhan pada Mei 1998. Lihat, Arifin Asydhad, 14 Korban Penculikan yang Diyakini Sudah Meninggal, artikel diakses pada 21 Maret 2011 dari http://www.detiknews.com/read/2005/06/14.html.


(17)

6

isu, kebijakan politik) antara satu partai politik dengan masyarakat.17 Apabila proses komunikasi ini dibangun, maka konstruksi citra (image) akan terbentuk pada masyarakat.18

Keputusan Partai Gerindra mengusung figur Prabowo Subianto sebagai kandidat Presiden pada pemilu 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat dia masih aktif di militer, maka sedikit banyak telah mempengaruhi citra positifnya. Skripsi ini berusaha mengangkat fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009. Dan penulis menggunakan sebagian dari metodelogi

marketing politik, seperti iklan politik (adverstising), pendekatan citra politik (political image), untuk dijadikan sebagai salah satu kerangka teoritisnya. Meskipun istilah marketing politik baru berkembang akhir-akhir ini, namun aktifitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan akademisi mempelajarinya.19

Di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal untuk membangun citra dan popularitas partai maupun kandidatnya. Di dalam

17

Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 242.

18

Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 176.

19

Selanjutnya, di Inggris pada pemilu 1929, aktivitas marketing politik (political Marketing) telah banyak dilakukan oleh partai politik Inggris. Partai Konservatif menjadi partai pertama yang menggunakan agen biro iklan (Holford-Bottomley Adverstising Service) dalam membantu mendesain dan mendistribusiakn poster dan pamfletnya. Lihat, Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 149-150. Sementara Partai Buruh mulai menggunakan marketing nya pada saat diresmikanya departemen publikasi ditahun 1917 dan dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan aktif dalam kampanye Partai Buruh. Selain itu, media-media massa seperti TV, radio, koran juga turut mewarnai kehidupan politik di inggris. Media massa bernama Saatchi dan Saatchi sangat berperan dalam penciptaan

slogan “Labour isn’t Working” yang mampu mempengaruhi penurunan tingkat kepercayaan

massa Partai Buruh dan mengantarkan Parati Konservatif memenangkan pemilu di tahun 1979 .


(18)

konstelasi politik, citra dan popularitas menduduki posisi penting. Selain bertujuan untuk menjaring suara konstituen, popularitas juga berperan sebagai jalan untuk mengkonstruksi citra partai atau kandidat. Hasil studi Fritz Plasser e al, menunjukan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk menang pemilu di Eropa adalah image atau citra.20 Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004. Citra adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada Lippman, citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya.21

Pentingnya citra diri dalam peta politik juga dikemukakan oleh Yasraf Amir Piliang. Ia menyatakan:

“Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui

aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui mantra elektronik itu, maka presepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra

ketimbang kompetensi politik”.22

Berkaitan dengan Partai Gerindra, dari awal telah di singgung bahwa Partai Gerindra merupakan partai baru dari 38 partai politik yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai Capres. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus.

Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas terbatas), dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan

20

Adam Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 75.

21

Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001), h. 223.

22

Sumbo Tinarbuko, Iklan politik dalam realitas media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009),h.7.


(19)

8

persepsi publik terhadap Capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo Subianto), sebagai figur kontroversial. Kehadiran tokoh dalam partai juga memiliki pengaruh besar terhadap politik pencitraan partai. Neil Postman, seorang pedagang dan kritikus media mengatakan bahwa politik adalah bisnis. Dalam masyarakat, citra, kesan dan penampilan luar adalah segalanya. Di Indonesia tipe pemilih masih termasuk tradisional. Dalam politik tradisional, politik ditandai oleh ketergantungan partai pada kharisma individu pemimpinnya. Realitas yang diperoleh dari survei yang dilakukan majalah MIX-MarketingXtra menujukan, citra yang dibangun oleh partai sebagian besar ditentukan oleh tokohnya.23 Oleh kerena itu, wajar apabila Partai Gerindra sangat gencar melakukan pencitraan tokoh dan promosi partai karena terdapat kecenderuangan simbiosis mutualistik (saling menguntungkan) antara keduanya (Gerindra dan Parbowo).

Untuk merekam usaha politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009, bisa terlihat pada strategi kampanye Partai Gerindra terutama melalui berbagai media massa. Dengan memanfaatkan kelebihan media inilah Partai Gerindra mampu mempromosikan pesan, gagasan, ideologi, pandangan politik, serta pencitraan figur Parbowo Subianto yang dikemas dalam iklan politiknya.24

Hasil dari usaha politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra pada pemilu 2009, mengalami peningkatan cukup baik atau dengan kata lain, Partai

23

Aruman, “Tirani Citra”, Majalah Mix Marketing Xtra, edisi 01/VI/12 Januari-8 Februari 2009, h 28.

24

Selanjutnya, iklan politik pencitraan pertama Prabowo Subianto adalah, Parbowo ditampilkan sebagai Ketua Umum HKTI yang berusaha mempopulerkan pengutamaan produksi petani. Iklan kedua Prabowo, sebagai Ketua Umum Assosiasi Pedagang Pasar Tradisional, mengajak masyarakat membeli prodak dalam negeri. Kemudian pada iklan ketiga Prabowo mengenalkan visi dan misi Partai Gerindra dan iklan ini diperkirakan AC Nielsen telah menghabiskan biaya sekitar Rp 8 Miliar per-bulan pada periode Juli-Oktober. Lihat, Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 61.


(20)

Gerindra berhasil melakukan politik pencitraan tokoh Parbowo Subianto. Hasil ini bisa dilihat pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2008. Berdasarkan Survei menyebutkan, simpati dan dukungan massa terhadap Partai Gerindra beserta Prabowo pada Juni 2008 berada pada tingkatan 1,0 %. Namun, pada September dan November mengalami peningkatan menjadi 3,0 % dan 4,0 %. Kemudian hasil survei Cirus Surveior Group pada November menunjukan, dukungan terhadap Gerindra sekitar 5,5 %.25

Di luar media, upaya pencitraan Prabowo tercermin pada keputusan Partai Gerindra untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Landasan paling fundamental dari koalisi yang dibangun oleh kedua partai ini (Gerindra dan PDIP) ialah adanya kesamaan ideologi nasionalis di antara keduanya. Dalam teori koalisi, corak koalisi seperti ini disebut koalisi berbasis ideologi yang menekankan pentingnya ideologi partai dalam pembentukan koalisi.26 Meraih kekuasaan dipemerintahan bukanlah tujuan akhir politisi partai, tetapi sarana untuk menjalankan program ideologis dan menerapkan berbagai kebijakan yang didasarkan pada ideologi. Kemudian koalisi yang dibangun bertujuan agar membentuk pemerintahan yang kompak.27

Dilihat dari target pemilih atau basis massa, kedua partai ini juga memiliki kesamaan yaitu kalangan menengah ke bawah atau biasa di sebut wong cilik, yang tinggal di pelosok desa maupun pelosok kota seperti kaum petani, nelayan, buruh dan lainya. Identitas wong cilik yang sebelumnya identik dengan PDI Perjuangan, kini mengalami perluasan. Partai Gerindra juga turut mempromosikan dirinya

25

Soempeno, Prabowo Berbintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 209.

26

Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi, (Jakrta: Gramedia, 2009), h. 26.

27Ibid


(21)

10

sebagai bagian dari partai untuk masyarakat kecil atau wong cilik. Seperti disebutkan oleh M. Asrian Mirza ketika memberikan argumentasinya mengenai

positioning Partai Gerindra mengatakan :

“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar, partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media. Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya

berusaha kita rangkul”.28

Dari argumentasi ini semakin mempertegas bahwa Partai Gerindra memposisikan dirinya sebagai partai untuk rakyat kecil (wong cilik). Pembelaan terhadap rakyat kecil ini sekaligus menjadi positioning Partai Gerindra yang bertujuan untuk memberikan kesan di benak masyarakat agar bisa membedakan pesan-pesan yang berkaitan dengan nilai, visi, misi tujuan dan cita-cita politik Partai Gerindra sehingga dapat diterima oleh masyarakat.29 Dengan positioning

masyarakat dapat membedakan karakterristik Partai Gerindra dengan partai lain dan karakteristik partai menjadi image (citra) di mata msyarakat.

Berdasarkan analisa di atas, memberikan deskripsi bahwa pilpres 2009 merupakan ajang bagi Partai Gerindra untuk melakukan konstruksi image (citra) ketokohannya (Parbowo Subianto), untuk proyek masa depan partai. Besarnya

28

Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra.

29

Positioning dalam marketing di definisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman

positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik (kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.


(22)

suara yang diperoleh Partai Gerindra hingga mencapai 26 kursi (4,8 %) di DPR dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan pada pemilu 2009. Serta meningkatnya presentasi simpati publik terhadap Prabowo Subianto (LSI Juli 2008, 1,0 %. September dan November 2008 3,0 % dan 4,0 %. Cirus Surveror. November 2008, 5,5 %), mengindikasikan bahwa Partai Gerindra telah berhasil membangun citra (image) figur Prabowo Subianto di mata publik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra. Judul yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah “Politik Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2009.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pesatnya arus perkembangan media informasi, serta diberikannya hak masyarakat untuk dapat memilih secara langsung pemimpin nasional dan daerah di legeslatif serta eksekutif, maka semakin memperketat persaingan antar partai dan kandidatnya pada arena-arena politik. Realitas seperti ini menuntut hampir semua institusi politik dan figur-figur politik untuk terjun secara langsung ke masyarakat serta berupaya keras membangun citra politik yang baik, berwibawa, populis, cerdas, bermoral dan lain-lain. Konstruksi citra yang dikembangkan di percaya sebagai strategi positif untuk menarik simpati masyarakat. Sehingga ketika pemilu digelar, masyarakat sudah dapat mengenali figur mana yang telah di kenal dan akan dipilihnya.

Pemilu 2009 adalah ajang di mana aktivitas politik pencitraan begitu mendominasi politik Indonesia. Fenomena ini bisa terlihat pada peningkatan jumlah iklan politik dibeberapa media massa yang ditampilkan pada saat pemilu


(23)

12

akan diselenggarakan. Hasil riset AC Nielsen dalam kuartal pertama pemilu 2009 memperlihatkan, Partai Golkar menempati posisi teratas dengan belanja iklan sebanyak Rp. 185 Miliar dengan 16 ribu spot iklan. Kemudian disusul oleh Partai Demokrat Rp. 123 Miliar dalam 11 ribu spot dan Partai Gerindra Rp. 66 Miliar yakni 4 ribu spot iklan.30

Analisa Neilsen di atas, tidak hanya memprediksiakan partai-partai lama yang sibuk melakukan pencitraan, namun terlihat jelas Partai Gerindra sebagai kontestan baru pada pemilu 2009, turut terlibat didalamnya. Upaya Partai Gerindra melakukan sebuah pencitraan dipengharuhi oleh adanya figur politik Prabowo Subianto yang identik dengan figur kontroversial.

Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis akan memfokuskan pada penelitian tentang politik pencitraan Parbowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009. Maka dari itu, pertanyaan yang akan diteliti pada skripsi ini adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Itulah yang menjadi fokus perumusan masalah dalam penelitian ini.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian skripsi ini penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana peran dan strategi politik Partai Gerindra dalam mengkonstruksi reputasi image (citra) positif Prabowo Subianto yang dianggap buruk pada masa

30Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses


(24)

lalu karena terkait isu-isu pelanggaran HAM dan kedekatannya dengan keluraga Soeharto yang menjadi penguasa pada saat itu.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini untuk menambah wawasan mahasiswa pada umumnya dan bagi penulis pribadi pada khususnya bahwa keberhasilan politik pencitraan Prabowo Subianto tidak terlepas dari peran Partai Gerindra yang menjadi instrumen untuk membentuk politik pencitraanya. Maka dari itu, perlu kita ambil hikmah dari fenomena tersebut bahwa perlu adanya kerjasama yang baik antara partai dengan figur yang akan diusungnya, sehingga pencitraan yang dibentuk dapat diterima di benak masyarakat.

D. Metode Penelitian

Penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Metode ini lebih memengedepankan kualitas data yang diperoleh. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif . Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik pembahasan deskriptif analsis yaitu dengan memaparkan dan menggambarkan serta menganalisa data-data yang diperoleh. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu.

“Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif, ucapan atau tulisan, dan prilaku yang dapat diamati dari subjek itu sendiri. Pendekatan ini menunjukan langsung dari seting itu secara keseluruhan. Subjek setudi baik berupa organisasi, lembaga, atau pun individu tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari satu

keseluruhan”.31

31

Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodelogis Ke Arah Ragam Farian Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 31.


(25)

14

Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik.32

Data wawancara dalam penelitian ini adalah narasumber dari Partai Gerindra, Bapak Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

Mengenai teknik penulisan dalam skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance).

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini menjadi lebih sistematis, maka penulis membagi isi skripsi ini menjadi lima bab, tiap bab yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

Penulisan ini di mulai dari bab pertama, yang menjelaskan latar belakang masalah. Di mana di dalamnya mendeskripsikan usaha Partai Gerindra dalam

32

David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010), h. 240


(26)

melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto, latar belakang Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto, sekilas menguraikan tentang figur Prabowo Subianto, memotret fenomena koalisi antara Gerindra dengan PDI Perjuangan dan mengidentifikasi Partai Gerindra sebagai partai wong cilik. Bab pendahuluan juga berisikan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

Selanjutnya dalam bab kedua, berisi teori-teori politik yang berkenaan dengan rumusan masalah yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti langkah_langkah strategi politik Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto. Sehingga teori-teori yang penulis gunakan diantaranya adalah teori politik pencitraan yang dalam substansi pembahasannya berisikan pendekatan teori citra politik dan teori-teori pendukung seperti komunikasi politik, wacana politik, dan kampanye politik. Selanjutnya keterlibatan media massa sebagai penunjang saluran informasi dalam membentuk pencitraan Partai Gerindra memiliki peran penting karena kecepatan informasi yang didapatkan masyarakat melalui iklan-iklan politik, maka dari itu teori media massa turut melengkapi pada pembahasan bab ini.

Selanjutnya pada bab ketiga, menjelaskan secara umum gambaran dari Partai Gerindra sebagai partai baru pada pilpres 2009. Dari sejarah singkat berdirinya Partai Gerindra, partai ini termasuk partai termuda di belantika politik Indonesia. Partai Gerindra membawa visi-misi kerakyatan yang membedakan partai ini dengan partai-partai lainnya. Bab ini menjelaskan sekilas tentang AD/ART, struktur organisasi Partai Gerindra. Kemudian bab ini juga


(27)

16

menguraikan tentang profil Prabowo Subianto sampai pada kiprahnya di politik pasca Orde Baru.

Kemudian pada bab keempat (isi), merupakan inti dari skripsi ini, penulis akan menguraikan peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto, serta strategi politik yang terekam dalam langkah-langkah Partai Gerindra dalam membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009. Peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto terekam dari langkah-langkah srategi politik pencitraan yang dilakukan partai, diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik kepada masyarakat untuk menampung aspirasi dan membuat kebijakan politik yang populer (pro-rakyat) seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kerakyatan. Untuk menyalurkan gagasan dan wacana politik nya (ekonomi kerakyatan) Partai Gerindra memanfaatkan momentum kampanye dengan cukup baik dengan menggunakan jasa media massa (media cetak dan media elektronik) untuk mempromosikan (iklan) Partai Gerindra dan kandidatnya (Prabowo Subianto).

Selanjutnya dalam bab kelima adalah bab penutup, di mana dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan, serta menjelaskan substansi dari bab-bab sebelumnya yang menjelaskan tentang apa yang menjadi tema sekripsi ini. Ternyata politik pencitraan sangat diperlukan di era demokrasi dan teknologi informasi. Momentum tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Partai Gerindra dalam membentuk dan menjaga citra (pencitraan) Prabowo Subianto. Tujuan utama Partai Gerindra pada pilpres 2009 adalah menjadikan partai ini sebagai partai pemenang dan penguasa di negeri ini (Republik Indonesia). Untuk mencapai tujuan tersebut harus dibangun pencitraan positif dengan


(28)

langkah-langkah politik yang baik (tahapan strategi politik Partai Gerindra; membangun komunikasi politik dengan masyarakat, menciptakan kebijakan publik yang pro -rakyat, dan memanfaatkan momentum kampanye dengan baik dengan menggunakan jasa media massa) sehingga mendapat simpatik dari rakyat Indonesia. Walaupun cita-cita tersebut belum terlaksana, Partai Gerindra sebagai partai baru yang mengusung figur kontroversi (Prabowo Subianto) telah berhasil membentuk dan menjaga citra partai. Hal ini terlihat dengan perolehan suara pada pemilu 2009, Partai Gerindra menduduki urutan kedelapan dalam perolehan suara dengan meraih 26 kursi (4,5%) dari 560 kursi (100%) di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.

Selanjutnya bab penutup berisi saran-saran dari penulis yang nanti bisa bermanfaat. Terkai politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada pilpres selanjutnya. Agar sebaiknya Partai Gerindra dan Prabowo Subianto lebih mengedepankan program-program nyata yang langsung berdampak positif kepada masyarakat, karena pencitraan tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya. Pada bagian akhir penulis juga mencantumkan daftar pustaka yang digunakan penulis sebagai rujukan dalam penulisan skripsi ini.


(29)

18

BAB II

KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dalam Bab I bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parbowo Subianto pada pilpres 2009. Partai Gerindra merupakan infrastruktur politik yang melakukan proses politik pencitraan pada Prabowo Subianto. Untuk itu, penulis mengawali analisa bab ini dengan teori-teori yang mendukung pembahasan tentang usaha Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Teori yang dikemukakan penulis diawali dari fakta teori yang kemudian diikuti dengan teori-teori yang lebih spesifik penujang skripsi ini.

Tuntutan untuk membentuk strategi politik yang handal bagi para kontestan politik (partai atau kandidat partai) adalah indikator bahwa persaingan politik semakin menguat. Pengalaman di berbagai negara yang menerapkan pemilihan umum yang terbuka dan kompetitif menujukan bahwa yang paling penting di atas segalanya adalah citra si kandidat. Menurut Armando, seorang kandidat yang sudah tercemar namanya secara serius di kalangan luas, tidak akan lolos dalam kompetisi terbuka dan objektif.1 Oleh karena itu, pembentukan citra kandidat atau partai politik memegang peran penting. Ide mengembangkan politik pencitraan juga diyakini oleh Partai Gerindra sebagai strategi politik yang efektif untuk mengkonstruksi image positif beserta mendongkrak popularitas Prabowo Subianto ketengah-tengah masyarakat.

1

Ade Armando, Kampanye Melalui Media Massa: Keniscayaaan di Abad 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.185.


(30)

A. Politik Pencitraan

Hasil studi Fritz Plasser, menunjukan faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk kemenangan pemilu di Eropa adalah image atau citra.2 Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004 hingga pilpres 2009. Partai Gerindra yang merupakan bagian dari 18 partai baru juga terlibat dalam usaha pembentukan citra untuk memperoleh dukungan di masyarakat.

Keputusan Partai Gerindra untuk mengusung figur Prabowo subianto sebagai kandidat presiden pada pilpres 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo Subianto memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat Dia masih aktif di militer dan sedikit banyak telah mempengaruhi citranya. Citra kurang baik yang melekat di masyarakat mengenai Prabowo akan berdampak pada popularitas yang kurang baik juga terhadap Partai Gerindra. Untuk meningkatkan popularitas partai beserta kandidatnya, Partai Gerindra membutuhkan strategi politik pencitraan untuk membentuk image positif agar mendapatkan kesan yang baik di benak masyarakat dan memperoleh suara yang signifikan pada pilpres 2009.

Pengertian citra (image) itu sendiri adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada Lippman, citra adalah presepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas

2


(31)

20

sesungguhnya.3 Sementara menurut Peteraf dan Shanley yang dikutip oleh Firmanzah menyebutkan, citra bukan sekedar masalah persepsi atau identifikasi saja, tetapi juga memerlukan pelekatan (attachment) suatu individu terhadap kelompok atau grup. Pendekatan ini dapat dilakukan secara rasional (kognitif) maupun emosional (afektif).4

Dalam konteks politik, pendekatan kognitif beranggapan bahwa masyarakat akan menilai dan kemudian memilih partai politik yang program kerjanya paling rasional. Maka dari itu, yang menjadi perhatian Partai Gerindra ketika membangun relasi dengan masyarakat seperti ini adalah dengan menyusun dan mengimplementasikan program kerja objektif yang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, salah satu program kerja tersebut Partai Gerindra menawarkan konsep wacana ekonomi kerakyatan yang akan dibahas pada Bab IV.

Selain pendekatan kognitif Partai Gerindra juga menggunkan pendekatan afektif. Menurut prespektif ini bahwa tidak semua masyarakat memiliki kapasitas untuk berfikir dan menganalisa apa yang mereka butuhkan dan bagaimana memenuhinya. Masyarakat tipe ini adalah masyarakat yang tidak memiliki pendidikan tinggi serta berpemahaman relatif rendah mengenai hak dan kewajiban politiknya. Untuk membangun relasi dengan masyarakat seperti ini Partai Gerindra membangun ikatan emosional dengan menggunakan media informasi, salah satu nya dengan pemanfaatan iklan politik.

“Coba perhatikan iklan Partai Gerindra di TV, lewat iklan dengan tema kerakyatan berhasil menyentuh emosional dan rasional masyarakat. Dalam iklan itu

3

Rahmat, Psikologi Komunikasi, h. 223.

4

Selanjutnya, pendekatan kognitif dan akfektif berawal dari dualisme cara pandang terhadap masyarakat. Pendekatan kognitif lebih menekankan bahwa masyarakat adalah entitas yang rasional dan bisa berfikir.. Pendekatan afektif menekankan pada dimensi emosional. Lihat Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 233-240.


(32)

diangkat fenomena yang ada di Indonesia lengkap dengan solusi yang kita tawarkan. Tidak salah kalau iklan Partai Gerindra menjadi iklan terpopuler pada

pemilu 2009”.5

Untuk meningkatkan popularitas partai berserta kandidatnya, Partai Gerindra membutuhkan strategi positioning6 yang baik. Dalam konteks politik pembentukan positioning partai sangat dibutuhkan untuk mempermudah konstituen mengidentifikasi sekaligus membedakan prodak dan jasa yang dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat politik. Semakin tinggi image yang direkam dalam benak konstituen, semakin mudah pula mengigat partai dan kandidat bersangkutan.

Untuk melakukan positioning Partai Gerindra menggunakan media reputasi partai. Salah satu positioning Partai Partai Gerindra adalah dengan menempatkan posisi partai sebagai partai wong cilik atau partai yang memperjuangkan rakyat kecil. Terbukti dengan terjalinnya hubungan baik antara Partai Gerindra maupun Prabowo Subianto dengan kelompok-kelompok masyarakat, baik itu dari golongan petani, nelayan, dan kelompok lainnya.

Positioning yang dilakukan Partai Gerindra dengan menampilkan nilai-nilai

5

Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009”, h. 86

6

Positioning dalam marketing didefinisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman

positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik (kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.


(33)

22

ekonomi kerakyatan yang menjadi identitas partai.7 Sebagaimana dikemukakan oleh M. Asrian Mirza:

“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar, partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media. Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya

berusaha kita rangkul”.8

Seperti yang dikemukakan oleh Joe Marconi orang yang memandang suatu benda yang sama dapat mempunyai persepsi yang berlainan terhadap benda itu.9 Maka dari itu, dalam konteks politik pembentukan positioning partai sangat dibutuhkan untuk mempermudah konstituen mengidentifikasi sekaligus membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat politik. Semakin tinggi image yang direkam dalam benak konstituen, semakin mudah pula mengingat produk dan jasa bersangkutan.

Politik pencitraan dalam era demokrasi dan informasi menjadi keniscayaan semua partai politik di Indonesia termasuk Partai Gerindra dalam menghadapi pertarungan politik pada pilpres 2009. Hal itu dikarenakan politik pencitraan itu sendiri adalah konstruksi atas representasi dan presepsi masyarakat (publik) akan suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik.10 Dari uraian tesebut dapat dipahami bahwa Partai Gerindra

7 Suharni, “Humas dalam

Kampanye Politik: Studi Partai Partai Gerindra Menghadapi

pemilu 2009,” h. 81-13.

8

Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra.

9

Siswanto Sutojo, Manajemen Perusahaan Indonesia: Sebuah Pendekatan Filosofis dan Akademis Praktis, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2004), h. 18.

10

Selanjutnya, Citra politik tidak selalu mencerminkan realitas objektif. Suatu citra politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak nyata atau imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Citra politik dapat diciptakan, dibangun, dan diperkuat, namun bisa juga


(34)

menggunakan politik pencitraan sebagai salah satu strategi untuk membangun

image (citra) partai beserta kandidat (Prabowo Subianto) agar ingatan akan reputasi Prabowo yang buruk pada masa lalu dapat dilupakan, selain itu Partai Gerindra juga membentuk image positif supaya popularitas partai meningkat sehingga berkorelasi pada perolehan suara yang signifikan pada pilpres 2009.

Dalam mengkonstruksi image (citra) partai politik atau konstestan individu membutuhkan strategi komunikasi agar citra yang dibangun bisa sampai pada konstituen. Maka dari itu usaha pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra membutuhkan strategi komunikasi politik dalam penyampaiannya.

B. Komunikasi Politik

Tugas dari partai politik dalam negara yang menganut demokrasi adalah sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat. Dalam konteks politik di Indonesia Partai Gerindra merupakan salah satu partai politik yang ikut berpartisipasi dalam demokrasi dan sebagai penampung aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menjalankan sistem demokrasi yang maksimal Partai Gerindra membangun komunikasi yang efektif antara masyarakat dengan para elit politiknya begitu pula sebaliknya. Semakin optimal komunikasi yang dibagun oleh Partai Gerindra maka semakin penting eksistensinya dimasyarakat. Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Partai Gerindra yaitu sebagai penyalur aspirasi merupakan bagian dari komunikasi politik.

melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Citra politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Disamping itu, citra politik dapat pula mempengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makana tertentu. Firmanzah Ph.D.


(35)

24

Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik. Komunikasi politik yang dimaksud disini adalah semua hal yang dilakukan oleh partai politik untuk mentransfer sekaligus menerima unpan-balik (feedback) tentang isu-isu politik berdasarkan semua aktivitas yang dilakukannya terhadap masyarakat. Isu politik ini dilihat dalam prespektif yang sangat luas dan sangat terkait dengan usaha partai politik untuk memposisikan dirinya dan membangun identitas dalam rangka memperkuat citra di benak masyarakat. Isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja, figur pemimpin partai, latarbelakang pendirian partai, visi dan tujuan jangka panjang partai dan permasalahan-permasalahan yang diungkapkanya.

Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai komunikasi dyadic communication, (komunikasi dua arah). Dyadic communication bekerja tidak hanya dilakukan oleh suatu partai politik kepada masyarakat, tetapi ada timbal balik (feedback) dari masyarakat kepada partai yang bersangkutan.11 Melihat realitas masyarakat moderen yang cenderung plural (terdiri dari berbagai segmentasi masyarakat), tersebar dan terkadang tidak terorganisir, maka akan sulit membayangkan adanya sistematisasi komunikasi pesan yang dilakukan masyarakat terhadap partai politik. Hal ini membuat partai politik harus mengambil inisiatif untuk mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal atau pesan yang disampaikan oleh masyarakat. Berbagai permasalahan sosial-politik yang terjadi dalam masyarakat harus dipahami secara detil oleh suatu partai politik untuk kemudian dianalisis lebih dalam berdasarkan data dan peristiwa, lalu kemudian natinya akan dijadikan input sistem politik.

11Ibid.


(36)

Komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan prilaku politik yang terintegrasi kedalam sebuah sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol.12 Aplikasi dari komunikasi politik akan berpengaruh pada dinamisasi sistem politik kemudian akan berdampak juga pada sistem sosial yang berkembang dalam masyarakat. Komunikasi politik terjalin dan terdistribusi antar sistem politik dengan sistem politik lainya, seperti halnya tergambarkan antara sistem politik dan sistem sosial. Partai Gerindra memposisikan komunikasi politik menjadi hal yang penting karena komunikasi politik menjadi dasar pelaksana fungsi partai seperti sosialisasi politik, partisipasi politik, rekrutmen dan lain sebagainya.

Seperti telah disinggung di atas, bahwa komunikasi politik sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik masyarakat, kemudian dijadikan input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu.13 Proses input dalam sebuah sistem politik melibatkan partai dalam hal ini Partai Gerindra sebagai infrastruktur untuk mengumpulkan aspirasi agar Partai Gerindra mendapatkan dukungan dari masyarakat. Melalui proses komunikasi politik itu pula masyarakat akan mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari aplikasi sebagai kebijakan politik yang diambil pemerintah.

Lord Windelesham mengemukakan bahwa tujuan komunikasi adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator

12

Rochajat Harun dan Sumarno AP, Komunikasi politik (Bandung: Madar Maju, 2006), h. 5.

13

Maswardi Rauf dan Mappa Nasrun, Indonesia dan Komunikasi Politik (Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993), h. 3.


(37)

26

kepada komunikan dengan tujuan membuat yang terlibat komunikasi berprilaku tertentu.14 Komunikasi politik juga dijadikan alat untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, atau sektor kehidupan politik pemerintahan. Menempatkan komunikasi politik sebagai pendekatan politik yang merupakan alat untuk penyampain pesan-pesan yang bercirikan politik oleh para aktor-aktor politik pada pihak lain.15

Partai Gerindra sebagai Partai Politik juga melakukan komunikasi politik dengan melakukan penyampaian ide-ide dengan cara menghubungkan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat agar terciptanya perubahan di masyarakat sesuai dengan cita-cita politik yang di usung. Tujuan komunikasi politik adalah menjalankan proses komunikasi secara optimal untuk mencapai kesamaan persepsi tentang isu-isu atau ide-ide politik antara para elit politik dengan masyarakat. Komunikasi politik dianggap gagal apabila kesamaan persepsi antara komunikator dan komunikan tidak menemukan titik temu dalam kesamaan persepsi. Sebagai partai politik, Gerindra merupakan subjek dalam komunikasi politik dan Partai Gerindra membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya serta dukungan terhadap Prabowo Subianto. Dukungan tersebut tidak akan diberikan oleh masyarakat apabila nilai utama dalam komunikasi yaitu kesamaan ide dan gagasan tidak tebentuk.

Pada paruh musim pemilu 2009 gagasan tentang ekonomi kerakyatan mendominasi isu politik yang diangkat oleh Partai Gerindra. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Indonesia dianggap menjadi titik

14

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.158.

15


(38)

permasalahan utama. Isu sosial dan ekonomi yang di dapat di lapangan adalah bagian dari hasil komunikasi politik Partai Gerindra dengan masyarakat. Kemudian temuan tersebut dijadikan input yang menghasilkan output tentang gagasan ekonomi kerakyatan. Komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra juga mengandung unsur pencitraan politik (image), di mana output tentang gagasan ekonomi kerakyatan yang disosialisasikan kepada masyarakat selalu dikaitkan dengan figur Prabowo Subianto. Hal ini bisa terlihat pada beberapa iklan politik Partai Gerindra yang ditampilkan di beberapa media. Iklan politik tersebut dikemas lalu kemudian menampilkan Prabowo Subianto bersama Partai Gerindra, yang kemudian memberikan ajakan kepada publik untuk mencintai produk lokal, mengembangkan prasar tradisional dan lain sebaginya.

Seperti telah disinggung di atas, komunikasi yang dibangun oleh Partai Gerindra adalah Komunikasi dua arah (dyadic communication), yang melibatkan Partai Gerindra dengan masyarakat dan masyarakat terhadap Partai Gerindra. Proses analisis terhadap masalah publik yang dilakukan Partai Gerindra kepada masyarakat untuk dijadikan input dan output yang dihasilkan Partai Gerindra, lalu kemudian disosialisasikan kepada masyarakat termasuk proses komunikasi politik. Dengan demikian feedback yang akan didapatkan Partai Gerindra serta Prabowo adalah terbentuknya image positif di masyarakat.

C. Wacana Politik

Partai Gerindra merupakan partai baru di kancah perpolitikan nasional, namun peran Partai Gerindra dalam mempromosikan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat cukup signifikan. Terbukti dari beberapa program politik yang


(39)

28

ditawarkan oleh Partai Gerindra sebagian telah mendapatkan tempat di hati masyarakat. Sebagai contoh ide tentang wacana ekonomi kerakyatan, melalui gagasan ini Partai Gerindra mampu menjalin hubungan langsung dengan elemen masyarakat secara luas. Wacana ekonomi kerakyatan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi-organisasi ekonomi.16

Ide mengenai wacana ekonomi kerakyatan17 menjadi popular menjelang pilpres 2009. Wacana ini menjadi serangan balik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga masyarakat Indonesia terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi liberal)18 yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian yang terjadi malah sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur

16

DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42.

17

Selanjutnya, Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Di mana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Lihat, Sarbini Sumawinata, Politik ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 161.

18

Selanjutnya, sistem ekonomi pasar atau liberal adalah sebuah sistem di mana adanya kebebasan baik untuk produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme pengaturan harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand). Umumnya sistem ekonomi liberal di anut oleh negara-negara yang berada di kawasan barat (Amerika dan Eropa) seperti yang paling terkenal adalah negara adi daya Amerika Serikat yang belakangan terkena krisis keuangan. Ekonomi pasar (liberal) adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu liberal klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi liberal tersebut mempunyai kaitannya dengan "Kebebasan alami" yang dipahami oleh tokoh-tokoh ekonomi liberal klasik tersebut. Lihat Deliarnov, Ekonomi Politik,(Jakarta: Erlangga, 2006), h. 211.


(40)

ekonomi tersebut (ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan. Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa dan negara agar tercipta Indonesia makmur dan sejahtera.19

Istilah wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut pada saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Kata wacana juga sering digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Banyaknya perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana maka mempengaruhi terhadap perluasan makna atas wacana itu sendiri.

Wacana atau discourse berasal dari bahasa latin yang berati lari kian kemari. Alex Sobur memberikan definisi wacana sebagai Komunikasi pemikiran dengan kata-kata, ekspresi, ide, gagasan, konservasi atau percakapan.20 Samsuri, mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang suatu peristiwa komunikasi, terdiri dari seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu bisa menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.21

Michel Foucault mengartikan wacana tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana dapat di deteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak

19

DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9-10.

21Ibid.


(41)

30

tertentu.22 Kemudian menurut Emile Benveniste, wacana sebagai modus komunikasi verbal (kebahasaan) tempat posisi si penutur tampak dengan jelas.23

Dari sebagian penjelasan di atas, bahasa merupakan unsur pokok dan penting dalam sebuah wacana. Menurut Nimmo, bahasa adalah proses komunikasi makna melalui lambang. Bahasa salah satu sistem komunikasi yang tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang), didalamnya signifikasi lambang-lambang itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan lambang-lambang itu digabungkan menurut peraturan tertentu.24

Karena wacana memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa, bahkan wacana sering disebut peristiwa bahasa. Maka dari itu, usaha untuk menganalisa wacana banyak melibatkan bahasa atau studi kebahasaan sebagai pisau analisisnya. Dalam hal ini, penulis tidak akan terlalu memfofuskan pada kajian kebahasaan atau analisis bahasa yang begitu mendalam, akan tetapi dalam pandangan penulis ada bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam studi kebahasaan yaitu karakter bahasa itu sendiri yang memberikan ruang bebas pada subjek (penutur) untuk mengungkapkan suatu pernyataan atau dengan kata lain bahasa tidak bebas nilai. Jadi unsur subjektifitas dalam penggunaan bahasa sangat mungkin terjadi sehingga di dalam penggunaan bahasa maupun wacana sangat mungkin mengandung maksud tersendiri dari subjek (penulis/penutur). Maksud tersembunyi dari subjek tersebut bisa berupa politisasi, ideologis, kuasa,

22

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS , 2001), h. 65.

23

Pahmi Sy, Politik pencitraan, h. 48.

24

Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 84-85.


(42)

dominasi, marjinalisasi, bahkan upaya mengkontstruksi citra dengan cara memanipulasi bahasa yang didesain sedemikian rupa.

Dalam teori analisis bahasa kritis (Critical Liguistics), yang berkembang di Universitas East Angelo pada 1970-an melihat bagaimana gramatika (tata bahasa) membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Bahasa baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologis. Ideologi itu dalam taraf yang umum menunjukan bagaimana suatu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.25

Pemikir analisis wacana seperti Norman Fairclough melihat bahwa bahasa sebagai praktek kekuasaan. Bagi Fairclough bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Maka dari itu, usaha analisis wacana yang dibangun dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu. Terhadap wacana Fairclough melihat wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktek sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Wacana adalah Bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai sesuatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia atau realitas. Praktek wacana bagi Fairlough bisa jadi menampilkan efek ideologis artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang

25


(43)

32

tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktek sosial.26

Apabila ditarik pada wilayah wacana politik, telah umum diketahui bahwa wacana politik merupakan arena sosial yang mengandung kepentingan-kepentingan berbeda atau wacana politik sangat erat hubungannya dengan kepentingan dan kekuasaan yang bisa saja dominan dan juga terpinggirkan tergatung kekuatan-kekuatan yang mengendalikannya. Praktek wacana yang melibatkan disain bahasa akan diproduksi sedemikian rupa oleh subjek (pengguna) baik secara individual, kelompok, isntitusi atau pengusa dengan maksud tersendiri baik itu status quo, pencitraan, mobilisasi dan lain-lain.

Dalam skripsi ini penulis sengaja mengangkat teori wacana politik untuk digunakan sebagai bagian dari kerangka teoritis. Penulis berusaha mencari berbagai kasus yang dilakukan Partai Gerindra pada saat melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto dan kemudian penulis hubungkan dengan kerangka teori wacana politik yang penulis gunakan. Secara umum penulis sudah sedikit memaparkan perihal wacana baik secara definitif, karakteristik maupun hubungannya dengan bahasa. Fenomena pencitraan Prabowo Sobianto adalah fenomena politik, jelaslah bahwa motif kepentingan merupakan unsur yang dominan dalam segala usaha yang dilakukan Partai Gerindra.

Peristiwa penggunaan wacana politik yang dilakukan Partai Gerindra pada saat pencitraan Prabowo Subianto diantaranya adalah memproduksi wacana pembelaaan terhadap wong cilik, peduli ekonomi kerakyatan, pengembangan pasar tradisional dan lain-lain. Figur Prabowo sengaja banyak ditampilkan

26


(44)

dibeberapa statsiun televisi di tanah air sambil melakukan ajakan terhadap publik untuk kembali mencintai produksi lokal. Dengan gaya bahasa dan gaya retorika yang terlebih dahulu dipersiapkan, Prabowo Subianto terlihat lebih arif, bijaksana, dan rendah hati. Bahkan karakter militeristik yang identik dengan Prabowo seperti keras, tegas, menyeramkan sedikit pun tidak tampak. Dalam analisis wacana pemikir Sara Mills banyak berbicara tentang potret wacana seperti ini. Mills memberikan gambaran bagaimana aktor ditempatkan dalam teks, gambar, ataupun berita di media televisi. Hanya saja objek analisis Mills lebih mengarah pada wacana feminisme, namun secara umum bentuk pewacanaan yang digambarkan Mills memiliki kemiripan dengan gambaran pewacanaan Prabowo. Sudut pandang Mills terhadap wacana lebih pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks atau media. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan secara keseluruhan.27

Dalam konteks politik wacana sengaja di produksi dengan sebaik mungkin lalu kemudian disosialisasikan ke publik dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan, pencitraan, kritik terhadap penguasa, dan lain sebagainya. Pada kasus Partai Gerindra, pemanfaatan wacana sebagai alat politik pencitraan dapat terlihat pada saat menjelang kampanye pemilu 2009. Di mana hampir di seluruh statsiun televisi Prabowo sering ditampilkan bahkan dibeberapa daerah Partai Gerindra serta Prabowo melakukan kunjungan secara langsung untuk mengkampanyekan ide ekonomi kerakyatan, aksi solidaritas bencana, pembelaan terhadap wong cilik

27Ibid.


(45)

34

dan lain sebaginya.28 Kampanye yang dilakukan tidak semata-mata sebatas kampanye dan sosialisasi program partai, namun di lain pihak terselipkan muatan polititis yang dikemas melalui wacana-wacanya dan bertujuan untuk membentuk citra khusus citra ikon politiknya (Prabowo), agar lebih melekat di hati masyarakat.

D. Kampanye Politik

Partai Gerindra melakukan kampanye politik untuk menarik simpati masyarakat dengan menonjolkan daya tarik identitas partai, yang dimiliki Partai Gerindra. Partai Gerindra menonjolkan identitas sebagai partai rakyat kecil, sehingga dalam kampanye Partai Gerindra menonjolkan pembelaan nasib rakyat kecil dengan tema-tema kampanye ekonomi kerakyatan. Kesuksesan dari kampanye politik yang dilakukan Partai Gerindra dipengaruhi oleh seberapa jauh partai ini dikenal masyarakat dan seberapa banyak pesan kampanye itu disebarluaskan melalui media massa.29

Dalam perspektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan sebagai bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditunjukan khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.30 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kampanye merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara terorganisir dengan periode waktu tertentu untuk mempengaruhi publik dalam mengambil keputusn. Maka dari itu, masing-masing partai politik harus melakukan proses komunikasi seperti ini untuk

28

Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 27 Maret 2012

29

DPP Partai Gerindra, Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik, h. 79.

30


(1)

Bagaimana persepsi masyarakat terhadap calon menjadi sangat penting dan itu hanya bisa dilakukan dengan public relation yang baik, dengan pencitraan yg baik. Dan itu diperlukan di dalam suatu kampanye, kalau tidak melakukan politik pencitraan, bagaimana mau mendapatkan dukungan dari rakyat. Jadi kita harus menempatkan pencitraan itu bagi kita adalah suatu alat saja, tetapi yang sesungguhnya adalah program, program itulah yang akan menentukan penyikapan terhadap kepentingan rakyat.

3.

Menurut Anda seberapa penting citra dalam politik.?..

Jawaban:

Penting sekali.

4.

Sebagaimana telah banyak diketahui bahwa Prabowo adalah salah satu

figur yang dianggap kontroversial di Indonesia, bagaimana Partai

Gerindra memperbaiki citra negatif yang diarahkan pada Prabowo

khususnya menjelang Pilpres 2009 ?..

Jawaban:

Ketika Partai Gerindra bersaing dan mengusung Prabowo dan Mega pada pilpres 2009, banyak usaha-usaha pencitraan negatif yang dilakukan oleh lawan politik kami. Kami sadar Prabowo memiliki latar belakang yang kontroversi karena pernah dibesarkan dilingkungan militer, kedekatan dengan keluarga cendana, persoalan HAM dan kepergian prabowo ke luar negeri pasca kerusuhan Mei 1998 pada saat itu. Di dalam pemilihan presiden dimanapun, mereka akan mencari titik lemah dari lawan-lawan politiknya termasuk di Indonesia. Saya kira itu hal yang sangat wajar, tetapi dalam pilpres 2009, upaya untuk mencitrakan citra negatif terhadap mega-Prabowo itu gagal. Pada waktu itu tidak ada pencitraan negatif terhadap Prabowo


(2)

misalnya persoalan HAM, justru yang terjadi sebaliknya. Prabowo sering muncul sebagai sosok yang membela kepentingan rakyat, yang memang kami yang membingkainya. Sebagai sekertairis umum dan tim kampanye nasional, jadi saya yang mengendalikan tim kampanye ketika itu. Jadi pencitraan yang ingin kita tunjukan adalah Mega-Parbowo “pro-rakyat”pro dalam pemikiran, tindakan dan juga kebijakan, kesemuanya di kemas oleh tim untuk mencitrakan Prabowo dan Mega.

5.

Apa hambatan Partai Gerindra ketika mengusung Prabowo Subianto

sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Tidak ada hambatan, karena kami memang semula tadinya mau memberikan begitu saja kursi pada PDIP, karena kami tidak bisa mengusung Prabowo sebagai Capres. Karena tdk mungkin dengan perolehan suara dan konfigurasi politik ketika itu, jadi kita turunkanlah menjadi Wapres.

6.

Bagimana komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra pada saat

mempromosikan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden pada

Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh partai politik atau kandidat melakukan suatu kampanye melalui TV, media sosial, koran,radio,dll. Juga kampanye yang dilakukan secara tatap muka melalui rapat-rapat umum. Kami berusaha untuk menyentuh hampir seluruh Indonesia, minggu pertama kampanye ke luar Jawa sampai Jawa. Di bagi dua, Prabowo di utara dan Mega di selatan. Kemudian kami juga membangun


(3)

komunikasi politik dengan kelompok-kelompok strategis, misalnya; dengan buruh melakukan kontrak politik, dengan mahasiswa, petani, guru dan nelayan juga melakukan kontrak politik. Itu bagian dari usaha untuk transparan di dalam penyikapan tehadap berbagai kebijakan. Selain itu, gagasan ekonomi kerakyatan merupakan hasil komunikasi politik antara Partai Gerindra dengan rakyat. Gagasan itu sebagai agregasi dari masukan-masukan yang menjadi keinginan masyarakat. Kemudian, Gerindra menjadikan itu sebagai input serta tercantum dalam visi Gerindra yang nantinya akan diperjuangkan secara politik agar menjadi sebuah kebijakan khususnya kebijakan ekonomi yang pro terhadap kepentingan rakyat

7.

Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa dalam beberapa iklan politik

Prabowo terutama iklan yang berisi ajakan untuk mengembangkan

ekonomi kerakyatan adalah bagian dari politik pencitraan. Bagaimana

anda mengomentari hal ini ?..

Jawaban :

Gagasan ekonomi kerakyatan bukan politik pencitraan tetapi memang itu adalah usaha pencitraan. Partai Gerindra akan memperjuangkan ekonomi kerakyatan, di mana kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi. Sistem ekonomi liberal-kapitalistik yang selama ini diterapkan di Indonesia harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Salah satu cara yang dilakukan partai Gerindra dengan meyakinkan rakyat untuk berdaulat di negara sendiri dengan cara mengembangkan pasar-paar tradional agar naik kelas dan diterima produk-produknya tidak hanya di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, Partai Gerindra menolak segala bentuk liberalisasi


(4)

perdagangan dan mengembangkan proteksi, menolak kebijakan penjualan BUMN kepada pihak asing.

8.

Bisakah anda memberikan contoh kampanye politik yang telah dilakukan

Partai Gerindra pada saat mengusung Prabowo sebagai calaon wakil

Presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Pada Pilpres 2009 Partai Gerindra melakukan bentuk-bentuk kampanye politik seperti mendirikan posko-posko sosial untuk bencana alam, ketika itu 2008-2009 terdapat beberapa musibah bencana di negeri ini, dan partai Gerindra berusaha menjangkau dan membantu dengan cepat dan tepat. Selain itu kami juga melakukan kampanye terbuka yang telah dijadwalkan oleh KPU untuk menyapa para kader dan simpatisan kami. Kami juga menjalin hubungan baik dengan kelompok-kelompok masyarakat seperti HKTI, APSI dan lain-lain. Dan salah satu cara agar gagasan ekonomi kerakyatan dapat tersalur dengan baik ke masyarakat, kami membuat buku yang berjudul “Membangun Kembali Indonesia Raya”, tentunya buku tersebut hasil buah pemikiran Prabowo yang kami kemas menjadi sebuah buku.

9.

Media apa saja yang digunakan Partai Gerindra ketika mengusung

Prabowo sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Seperti yang saya katakan tadi ada media TV, karena media yang paling banyak ditonton oleh masyarakat, ada koran, radio, pamflet dan media sosial, ketika itu penggunaan media sosial tidak sehebat sekarang. Media sosial yang kami punya dulu seperti situs pribadi pak Prabowo dan kita juga mempunyai


(5)

Facebook, namanya FPS (Facebook Prabowo Subianto). Ketika fans pak Prabowo di Facebook mencapai 100 ribu lebih tiba-tiba dari pihak Facebook menutup akun tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Pada Pemilu 2009, Partai Gerindra juga memiliki media center. Media center ini berperan melakukan publikasi dan fokus pada kampanye politik. Tugas media center mulai dari persiapan kampanye politik sampai pada masa kampanye pemilihan presiden. Namun pada saat kampanye pilpres media center Partai Gerindra digabung dengan media center PDIP publikasi untuk kampanye dilakukan di bawah tanggung jawab media center.

10.

Pada persiapan Pilpres 2009, masing-masing partai politik serta

kandidatnya menjadikan iklan dalam media elektronik maupun cetak

menjadi alat yang seolah dianggap efektif agar mudah dikenal dan

diterima di masyarakat. Bagimana anda mengomentari terkait iklan politik

?..

Jawaban :

Iklan politik adalah alat yang paling efektif karena melalui iklan politik itu jangkauannya sangat luas, yang menonton TV rakyat Indonesia lebih dari 90%. Sehingga kalau ada iklan TV yang menonton jauh lebih banyak. Bayangkan misalnya kita hanya mendatangi lapangan untuk rapat umum, paling banyak yang terkumpul 20-30 ribu orang. Iklan adalah salah satu sarana untuk menyampaikan pesan yang paling efektif sekarang ini.

11.

Partai Gerindra adalah salah-satu dari partai politik yang juga

menggunakan jasa biro iklan dalam televisi pada Pilpres 2009. Apakah


(6)

anda masih ingat kira-kira seberapa banyak Prabowo ditampilkan dalam

iklan politik menjelang Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Waktu Pilpres kita tidak menampilkan seperti dua kandidat lain (SBY-Boediono dan JK Wiranto). Dua kandidat lain mungkin dananya lebih besar dari pada kami. Sehingga jumlah durasi iklan juga lebih banyak. Dari tiga kandidat itu kami yang frekuensi iklannya paling jarang. Tetapi kita juga tidak melanggar, frekuensi iklan SBY-Boediono itu jauh lebih banyak ketimbang kami.

12.

Bisakan anda sebutkan statsiun televisi apa saja yang digunakan Partai

Gerindra pada saat mengkampanyekan Prabowo Subianto dalam Pilpres

2009 ?..

Jawaban :

Semua stasiun TV