Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

perburuhan, pengembangan riset, teknologi dan sebagainya. 5 Dengan adanya perhatian terhadap masalah tersebut sebagaimana tercantum di dalam platform Gerindra, Partai Gerindra yakin bahwa berbagai masalah sosial di Indonesia akan mudah teratasi. Meskipun keberadaan Partai Gerindra masih baru di kancah perpolitikan nasional, namun Partai Gerindra memiliki perhatian yang tinggi terhadap perubahan system dan pendekatan dalam pembangunan ekonomi. Pendekatan yang dilakukan Partai Gerindra adalah dengan mengganti pendekatan neo-liberal dengan pendekatan ekonomi kerakyatan. 6 Gagasan ekonomi kerakyatan yang ditawarkan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi- organisasi ekonomi. 7 Orientasi dari usaha yang dibangun tersebut ialah untuk meperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan, mengembangkan citra positif partai, dari suatu badan khusus dan masyarakat pada umumnya. 8 Organisasi yang dekat dengan Gerindra diantaranya adalah APPSI Asosiasi Pedagang SeIndonesia, HKTI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, terlebih lagi Prabowo Subianto secara personal memiliki kedekatan dengan kedua organisasi tersebut. 9 5 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 19-39. 6 A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, Jakarta: Penerbit Narasi, 2009, h. 124. 7 DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Gerindra, Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,Jakarta: Gerindra, 2008, h. 40-42. 8 Ibid, 9 A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 103-105. Dalam kampanye politik pada pemilu pemilihan umum 2009, Partai Gerindra mengangkat isu ekonomi kerakyatan sebagai bagaian dari produk politiknya. Hal ini terlihat pada tulisan Prabowo Subianto yang berjudul “Membangun Kembali Kemakmuran Indonesia Raya, Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat ”, delapan aksi yang dimaksud semua berisi masalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kerakyatan. 10 Pemilu 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra menjadi kontestan politik di pentas nasional. Berbekal kerja keras para elit partai, kharismatik ketokohan, serta dukungan finansial yang cukup tinggi hingga mencapai 15 Miliar untuk biaya oprasional kepartaian, maka Partai Gerindra tergolong sebagai partai yang diperhitungkan oleh kontestan lainnya partai peserta pilpres 2009. 11 Termasuk oleh partai-partai besar yang telah lebih dahulu berkecimpung di politik Indonesia, seperti Golkar Partai Golongan Karya, PDIP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, maupun Partai Demokrat. Perolehan kursi di legislatif yang di dapat Partai Gerindra pada pemilu 2009 merupakan bukti rill kekuatan Partai Gerindra. Berkisar 26 kursi 4,8 DPR dari 560 kursi 100 yang diperebutkan berhasil diperoleh oleh Partai Gerindra. 12 Jumlah ini merupakan prestasi yang luar biasa untuk kategori partai baru dan sekaligus menempatkan Partai Gerindra pada posisi setrategis dalam persaingan antar partai. 10 Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, Malang: Lembaga Suprimasi Media Indonesia, 2009, h. 58. 11 Mohammad Choiruman, Dana Kampanye Gerindra Paling Besar, Rp 15 Miliar, artikel diakses pada 15 Agustus 2011 http:forum.detik.com t90781.html. 12 Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009, h. 12. Faktor keberhasialan Partai Gerindra pada pemilu 2009 tidak hanya dipengaruhi oleh kehebatan dalam menajemen pemasaran partai, atau besarnya ketersediaan finansial saja. Hal lain yang penting diperhatikan adalah keberadaan figur politik sekelas Prabowo Subianto di dalam kepengurusan partai tersebut Gerindra. Kehadiran Prabowo berpengaruh besar terhadap peningkatan popularitas partai. Inilah yang menjadi salah satu inisiatif Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai salah satu figur utama politiknya. Telah umum ketahui bahwa Prabowo Subianto adalah figur kontroversial yang telah berpengaruh sejak reformasi awal 1998, maka Prabowo Subianto sedikit banyak telah dikenal publik. Realitas seperti ini memberikan keuntungan bagi Partai Gerindra untuk mendongkrak popularitas partai serta kandidatnya Prabowo Subianto. 13 Dalam pilpres pemilihan presiden maupun pilkada pemilihan kepala daerah langsung, kepopuleran sangat mendominasi dan menentukan bagi pilihan- pilihan yang dilakukan oleh rakyat. 14 Selain itu garis ideologis Prabowo Subianto memiliki kesamaan visi dan misi dengan Partai Gerindra yaitu memperjuangkan konsep ekonomi kerakyatan. 15 Paling tidak, inilah yang menjadi alasan Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai figur politik dan capresnya pada pilpres 2009. 13 Selanjutnya, sepuluh tahun sejak reformasi 1998, Prabowo Subianto masih memiliki popularitas. Survei yang dilakukan Pride Indonesia Political Research Institute For Democracy periode Juni-Juli 2008 menunjukan bahwa Prabowo meraih popularitas paling tinggi. Survei ini ditujukan untuk mengetahui tingkat popularitas para mantan tentara dan polisi. Sebanyak 89,9 responden mengaku mengenal nama Prabowo. Berturut-turut eks militer yang dikenal publik adalah Adang daradjatun 78,3, Sutanto 75,3 , Mardiyanto 50,4, Ryamizard Ryacudu 49,2. Lihat, A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 139. 14 Pahmy Sy, Politik Pencitraan, Jakarta: Gaung Persada Pers 2010, h. 37. 15 Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, Yogyakarta: Galangpress, 2009, h. 195-196. Sepak terjang Prabowo di belantika politik Indonesia memang penuh dengan kontroversial, berbagai spekulasi negatif tidak jarang dilontarkan pada pribadinya, terutama isu tentang pelanggaran HAM Hak Asasi Manusia. 16 Kemudian Prabowo Subianto pernah menjadi bagian dari keluarga penguasa otoriter yaitu mantan presiden Soeharto. Posisi Prabowo sebagai bagian dari mantan keluarga Soeharto jelas berpengaruh pada citranya sebagai figur politik. Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya Prabowo Subianto bisa kembali diterima oleh masyarakat. Upaya membangun citra agar sampai di masyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan, maka diperlukan adanya komunikasi politik. Komunikasi politik di sini dipahami sebagai usaha terus-menerus oleh suatu partai untuk melakukan komunikasi yang bersifat dialogis maupun monologis dengan masyarakat. Komunikasi politik yang dibangun tidak hanya berisifat temporal dilakukan hanya pada waktu kampanye politik, melainkan melekat juga pada pemberitaan dan publikasi atas apa saja yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh partai politik bersangkutan. Tujuan dari komunikasi politik ini menciptakan kesamaan pemahaman politik misalnya pesan, permasalahan, 16 Selanjutnya, Prabowo di duga kuat terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM di Timor Timur. Dia mengirimkan pasukan “ninja” ke Timor Timur pada tahun 1995, untuk melancarkan aksi teror yang membuat Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, geram dan nyaris baku hantam dengan Prabowo di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiatna. Lihat, Siar Xpos,” Prabowo Come Back,” Artikel diakses pada tanggal 21 Maret 2011 dari http:laleristana.dagdigdug.com20090209.html. Selanjutnya, dia juga di duga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro- Reformasi dan dalang kerusuhan pada Mei 1998. Lihat, Arifin Asydhad, 14 Korban Penculikan yang Diyakini Sudah Meninggal, artikel diakses pada 21 Maret 2011 dari http:www.detiknews.comread20050614.html. isu, kebijakan politik antara satu partai politik dengan masyarakat. 17 Apabila proses komunikasi ini dibangun, maka konstruksi citra image akan terbentuk pada masyarakat. 18 Keputusan Partai Gerindra mengusung figur Prabowo Subianto sebagai kandidat Presiden pada pemilu 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah kasus HAM pada saat dia masih aktif di militer, maka sedikit banyak telah mempengaruhi citra positifnya. Skripsi ini berusaha mengangkat fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009. Dan penulis menggunakan sebagian dari metodelogi marketing politik, seperti iklan politik adverstising, pendekatan citra politik political image, untuk dijadikan sebagai salah satu kerangka teoritisnya. Meskipun istilah marketing politik baru berkembang akhir-akhir ini, namun aktifitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan akademisi mempelajarinya. 19 Di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal untuk membangun citra dan popularitas partai maupun kandidatnya. Di dalam 17 Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, h. 242. 18 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, h. 176. 19 Selanjutnya, di Inggris pada pemilu 1929, aktivitas marketing politik political Marketing telah banyak dilakukan oleh partai politik Inggris. Partai Konservatif menjadi partai pertama yang menggunakan agen biro iklan Holford-Bottomley Adverstising Service dalam membantu mendesain dan mendistribusiakn poster dan pamfletnya. Lihat, Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 149-150. Sementara Partai Buruh mulai menggunakan marketing nya pada saat diresmikanya departemen publikasi ditahun 1917 dan dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan aktif dalam kampanye Partai Buruh. Selain itu, media-media massa seperti TV, radio, koran juga turut mewarnai kehidupan politik di inggris. Media massa bernama Saatchi dan Saatchi sangat berperan dalam penciptaan slogan “Labour isn’t Working” yang mampu mempengaruhi penurunan tingkat kepercayaan massa Partai Buruh dan mengantarkan Parati Konservatif memenangkan pemilu di tahun 1979 . Ibid, h. 150. konstelasi politik, citra dan popularitas menduduki posisi penting. Selain bertujuan untuk menjaring suara konstituen, popularitas juga berperan sebagai jalan untuk mengkonstruksi citra partai atau kandidat. Hasil studi Fritz Plasser e al, menunjukan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk menang pemilu di Eropa adalah image atau citra. 20 Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004. Citra adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada Lippman, citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya. 21 Pentingnya citra diri dalam peta politik juga dikemukakan oleh Yasraf Amir Piliang. Ia menyatakan: “Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui mantra elektronik itu, maka presepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik”. 22 Berkaitan dengan Partai Gerindra, dari awal telah di singgung bahwa Partai Gerindra merupakan partai baru dari 38 partai politik yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai Capres. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus. Pertama, berada dalam posisi limited populerities popularitas terbatas, dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan 20 Adam Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, h. 75. 21 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001, h. 223. 22 Sumbo Tinarbuko, Iklan politik dalam realitas media, Yogyakarta: Jalasutra, 2009,h.7. persepsi publik terhadap Capres yang diusung Partai Gerindra Prabowo Subianto, sebagai figur kontroversial. Kehadiran tokoh dalam partai juga memiliki pengaruh besar terhadap politik pencitraan partai. Neil Postman, seorang pedagang dan kritikus media mengatakan bahwa politik adalah bisnis. Dalam masyarakat, citra, kesan dan penampilan luar adalah segalanya. Di Indonesia tipe pemilih masih termasuk tradisional. Dalam politik tradisional, politik ditandai oleh ketergantungan partai pada kharisma individu pemimpinnya. Realitas yang diperoleh dari survei yang dilakukan majalah MIX-MarketingXtra menujukan, citra yang dibangun oleh partai sebagian besar ditentukan oleh tokohnya. 23 Oleh kerena itu, wajar apabila Partai Gerindra sangat gencar melakukan pencitraan tokoh dan promosi partai karena terdapat kecenderuangan simbiosis mutualistik saling menguntungkan antara keduanya Gerindra dan Parbowo. Untuk merekam usaha politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009, bisa terlihat pada strategi kampanye Partai Gerindra terutama melalui berbagai media massa. Dengan memanfaatkan kelebihan media inilah Partai Gerindra mampu mempromosikan pesan, gagasan, ideologi, pandangan politik, serta pencitraan figur Parbowo Subianto yang dikemas dalam iklan politiknya. 24 Hasil dari usaha politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra pada pemilu 2009, mengalami peningkatan cukup baik atau dengan kata lain, Partai 23 Aruman , “Tirani Citra”, Majalah Mix Marketing Xtra, edisi 01VI12 Januari-8 Februari 2009, h 28. 24 Selanjutnya, iklan politik pencitraan pertama Prabowo Subianto adalah, Parbowo ditampilkan sebagai Ketua Umum HKTI yang berusaha mempopulerkan pengutamaan produksi petani. Iklan kedua Prabowo, sebagai Ketua Umum Assosiasi Pedagang Pasar Tradisional, mengajak masyarakat membeli prodak dalam negeri. Kemudian pada iklan ketiga Prabowo mengenalkan visi dan misi Partai Gerindra dan iklan ini diperkirakan AC Nielsen telah menghabiskan biaya sekitar Rp 8 Miliar per-bulan pada periode Juli-Oktober. Lihat, Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations Jakarta: PT Grafindo, 2007, h. 61. Gerindra berhasil melakukan politik pencitraan tokoh Parbowo Subianto. Hasil ini bisa dilihat pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia LSI pada 2008. Berdasarkan Survei menyebutkan, simpati dan dukungan massa terhadap Partai Gerindra beserta Prabowo pada Juni 2008 berada pada tingkatan 1,0 . Namun, pada September dan November mengalami peningkatan menjadi 3,0 dan 4,0 . Kemudian hasil survei Cirus Surveior Group pada November menunjukan, dukungan terhadap Gerindra sekitar 5,5 . 25 Di luar media, upaya pencitraan Prabowo tercermin pada keputusan Partai Gerindra untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Landasan paling fundamental dari koalisi yang dibangun oleh kedua partai ini Gerindra dan PDIP ialah adanya kesamaan ideologi nasionalis di antara keduanya. Dalam teori koalisi, corak koalisi seperti ini disebut koalisi berbasis ideologi yang menekankan pentingnya ideologi partai dalam pembentukan koalisi. 26 Meraih kekuasaan dipemerintahan bukanlah tujuan akhir politisi partai, tetapi sarana untuk menjalankan program ideologis dan menerapkan berbagai kebijakan yang didasarkan pada ideologi. Kemudian koalisi yang dibangun bertujuan agar membentuk pemerintahan yang kompak. 27 Dilihat dari target pemilih atau basis massa, kedua partai ini juga memiliki kesamaan yaitu kalangan menengah ke bawah atau biasa di sebut wong cilik, yang tinggal di pelosok desa maupun pelosok kota seperti kaum petani, nelayan, buruh dan lainya. Identitas wong cilik yang sebelumnya identik dengan PDI Perjuangan, kini mengalami perluasan. Partai Gerindra juga turut mempromosikan dirinya 25 Soempeno, Prabowo Berbintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 209. 26 Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi, Jakrta: Gramedia, 2009, h. 26. 27 Ibid, h. 27. sebagai bagian dari partai untuk masyarakat kecil atau wong cilik. Seperti disebutkan oleh M. Asrian Mirza ketika memberikan argumentasinya mengenai positioning Partai Gerindra mengatakan : “Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar, partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media. Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya berusaha kita rangkul”. 28 Dari argumentasi ini semakin mempertegas bahwa Partai Gerindra memposisikan dirinya sebagai partai untuk rakyat kecil wong cilik. Pembelaan terhadap rakyat kecil ini sekaligus menjadi positioning Partai Gerindra yang bertujuan untuk memberikan kesan di benak masyarakat agar bisa membedakan pesan-pesan yang berkaitan dengan nilai, visi, misi tujuan dan cita-cita politik Partai Gerindra sehingga dapat diterima oleh masyarakat. 29 Dengan positioning masyarakat dapat membedakan karakterristik Partai Gerindra dengan partai lain dan karakteristik partai menjadi image citra di mata msyarakat. Berdasarkan analisa di atas, memberikan deskripsi bahwa pilpres 2009 merupakan ajang bagi Partai Gerindra untuk melakukan konstruksi image citra ketokohannya Parbowo Subianto, untuk proyek masa depan partai. Besarnya 28 Arifi Bambani Amri , “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http:sorot.vivanews.comnewsread27935-kepak_sayap_gerindra. 29 Positioning dalam marketing di definisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di rekam dalam bentuk image citra yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik kesan mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Gerindra, Acuan Kompanye manajemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28. suara yang diperoleh Partai Gerindra hingga mencapai 26 kursi 4,8 di DPR dari 560 kursi 100 yang diperebutkan pada pemilu 2009. Serta meningkatnya presentasi simpati publik terhadap Prabowo Subianto LSI Juli 2008, 1,0 . September dan November 2008 3,0 dan 4,0 . Cirus Surveror. November 2008, 5,5 , mengindikasikan bahwa Partai Gerindra telah berhasil membangun citra image figur Prabowo Subianto di mata publik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra. Judul yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah “Politik Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2009. ”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pesatnya arus perkembangan media informasi, serta diberikannya hak masyarakat untuk dapat memilih secara langsung pemimpin nasional dan daerah di legeslatif serta eksekutif, maka semakin memperketat persaingan antar partai dan kandidatnya pada arena-arena politik. Realitas seperti ini menuntut hampir semua institusi politik dan figur-figur politik untuk terjun secara langsung ke masyarakat serta berupaya keras membangun citra politik yang baik, berwibawa, populis, cerdas, bermoral dan lain-lain. Konstruksi citra yang dikembangkan di percaya sebagai strategi positif untuk menarik simpati masyarakat. Sehingga ketika pemilu digelar, masyarakat sudah dapat mengenali figur mana yang telah di kenal dan akan dipilihnya. Pemilu 2009 adalah ajang di mana aktivitas politik pencitraan begitu mendominasi politik Indonesia. Fenomena ini bisa terlihat pada peningkatan jumlah iklan politik dibeberapa media massa yang ditampilkan pada saat pemilu akan diselenggarakan. Hasil riset AC Nielsen dalam kuartal pertama pemilu 2009 memperlihatkan, Partai Golkar menempati posisi teratas dengan belanja iklan sebanyak Rp. 185 Miliar dengan 16 ribu spot iklan. Kemudian disusul oleh Partai Demokrat Rp. 123 Miliar dalam 11 ribu spot dan Partai Gerindra Rp. 66 Miliar yakni 4 ribu spot iklan. 30 Analisa Neilsen di atas, tidak hanya memprediksiakan partai-partai lama yang sibuk melakukan pencitraan, namun terlihat jelas Partai Gerindra sebagai kontestan baru pada pemilu 2009, turut terlibat didalamnya. Upaya Partai Gerindra melakukan sebuah pencitraan dipengharuhi oleh adanya figur politik Prabowo Subianto yang identik dengan figur kontroversial. Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis akan memfokuskan pada penelitian tentang politik pencitraan Parbowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009. Maka dari itu, pertanyaan yang akan diteliti pada skripsi ini adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Itulah yang menjadi fokus perumusan masalah dalam penelitian ini.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian skripsi ini penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana peran dan strategi politik Partai Gerindra dalam mengkonstruksi reputasi image citra positif Prabowo Subianto yang dianggap buruk pada masa 30 Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses pada 6 Agustus 2011 http:www.tempo.cohgbisnis20090428brk,20090428-173209,id.html.