1 Dasar Kitab Suci
Yesus mengajar semua orang dengan mengatakan bahwa anak-anak adalah gambaran dari Kerajaan Surga. Yesus secara tegas memberikan pandangan-Nya
mengenai anak-anak dan anak-anak harusnya diberikan kesempatan untuk selalu dekat dengan Tuhan. Perikop dalam Injil Lukas 18:15-17 mengatakan,
“Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya ia menjamah mereka. Melihat itu murid-
murid-Nya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus memanggil
mereka dan berkata: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang
yang seperti itulah yang empunya kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: sesungguhnya barang siapa tidak menyambut kerajaan
Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dala
mnya”
Sabda Yesus ini menunjukkan bahwa anak-anak mendapat tempat di hati Yesus. Anak-anak tidak hanya diundang untuk datang kepada Yesus, tetapi
bahkan dijadikan model bagi mereka yang menanggapi pewartaan Yesus. Teks tersebut juga menjadi dasar ajaran Yesus untuk anak-anak. Yesus sangat
menekankan bahwa semua murid-Nya wajib untuk memberikan jalan dan petunjuk yang benar bagi anak-anak.
Dalam teks yang lain Tuhan Yesus juga menerima lima roti dan dua ikan dari seorang anak Yoh. 6:1-15. Anak-anak adalah pribadi yang mempunyai hati
untuk berbagi secara tulus. Dengan pendampingan yang maksimal keutuhan pribadinya juga akan maksimal. Jika anak-anak selalu dilatih sejak dini pasti anak
“makin bertambah besar dan bertambah hikmat dan besar, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” Luk. 2:52.
2 Dasar Dokumen Gereja
Konsili Vatikan II khususnya dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani menyatakan bahwa para orang tua mengemban tugas mulia untuk
mendidik putra-putri mereka, termasuk pendidikan iman, dan mereka sendiri adalah pendidik pertama dan utama bagi putra-putri mereka. Diakui pula bahwa
tugas ini membutuhkan bantuan masyarakat dan jemaat beriman. Di samping orang tua, orang lain pun dapat menolongnya, demikian pula Gereja. Deklarasi
tentang Pendidikan Iman Kristiani, artikel 3 menyatakan bahwa tugas mendidik juga ada pada Gereja, bukan saja karena Gereja dianggap oleh masyarakat sebagai
instansi kelompok yang mampu mendidik, akan tetapi bahwa Gereja wajib mewartakan
jalan keselamatan
bagi semua
orang, sehingga
makin memperkenalkan Kristus kepada semua orang GE: art 3.
Saatnya kemampuan kanak-kanak ditampung ke dalam hubungan yang hidup dengan Allah. Itu adalah karya yang sangat penting. Oleh karena itu karya
itu memerlukan kasih yang besar dan sikap hormat yang mendalam terhadap anak-anak yang berhak atas penyajian iman Kristen yang sederhana sekali dan
benar Catechesi Tradendae art 36. Dokumen Catechesi Tradendae di atas menegaskan bahwa pendidikan
iman bagi anak sangatlah penting. Pendidikan iman bagi anak perlu dilakukan supaya anak mampu mengenal dan menghidupi Allah sejak dini. Penyajian
pendampingan iman untuk anak-anak haruslah dengan bahasa yang sederhana dan benar. Hal ini dimaksudkan supaya anak mudah menangkap makna dari ajaran
Iman Kristiani. Penyajian iman secara konkrit perlu diusahakan di dalam kegiatan pendampingan.
3 Dasar Teologis
Pendampingan Iman Anak PIA juga didasarkan pada ajaran-ajaran Gereja yang mendasari iman kristiani. Secara dogmatis iman kristiani mengakui bahwa
beriman merupakan hubungan pribadi dengan Allah. Relasi pribadi tersebut merupakan tanggapan manusia terhadap Wahyu Allah yang telah dilaksanakan
oleh Allah sendiri lewat sejarah. Karya pewahyuan Allah ini diwujudnyatakan melalui pribadi Yesus yang menjelma sebagai manusia sebagai pemenuhan janji
Allah kepada umat-Nya Dei Verbum: art 4.
4 Dasar Psikologis
Pendidikan anak-anak di segala bidang kehidupan, khususnya pendidikan iman, sebaiknya dilakukan sejak dini. Hal ini sangat penting dan mendesak untuk
dipikirkan dan dilakukan. Pendidikan iman sejak usia dini ini sangat menentukan keberadaan dan kehidupan anak-anak di masa depan, baik yang menyangkut
kepribadian hidupnya, kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun panggilan hidupnya Prasetya, 2008: 17.
Uraian Prasetya menjadi simpulan bagi penulis bahwa pendidikan iman sejak usia dini sangat penting dan mendesak untuk diperhatikan dan dilakukan
baik oleh Gereja maupun orang tua, karena berkaitan erat dengan kepribadian anak di masa depan. Dengan pendidikan iman usia dini anak-anak akan menjadi
pribadi yang utuh dan tangguh menghadapi aneka tantangan kehidupan sehari- hari. Mereka akan mempunyai iman yang mendalam untuk mencintai Yesus
Kristus dan Gereja-Nya.
c. Tujuan Pendampingan Iman Anak PIA
Orang Kristiani yang telah dilahirkan kembali dari air dan roh adalah putra- putri Allah. Oleh karena itu mereka berhak menerima pendidikan Kristiani.
Pendidikan Kristiani bertujuan untuk mematangkan pribadi manusia, yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kepenuhan Kristus bdk. Ef. 4:13.
Konsili Vatikan II juga mengingatkan agar semua orang beriman memperoleh pendidikan Kristiani, terutama anak muda yang merupakan harapan Gereja
Sugiarti, 1999: 17. Sudah sewajarnya bahwa manusia menyadari tugas mereka dalam
mendidik putra-putri mereka. Keluarga Kristiani perlu menciptakan keluarga yang dijiwai cinta kasih terhadap Allah dan sesama, menciptakan suasana supaya setiap
anggota keluarga menyembah Allah sesuai iman yang diterima pada waktu pembaptisan bdk. Yoh. 4:23. Dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa para orang tua mengemban tugas mulia untuk mendidik putra-putri mereka, termasuk dalam pendidikan iman sesuai yang
diucapkan dalam janji perkawinan, karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi putra-putri mereka. Diakui bahwa orang tua membutuhkan bantuan
orang lain untuk mendidik anak-anak mereka. Demikian juga Gereja. Deklarasi tentang Pendidikan Iman Kristiani artikel 3 menyatakan, bahwa tugas mendidik
juga ada pada Gereja, karena Gereja wajib menuturkan jalan keselamatan bagi semua orang, dan makin memperkenalkan Yesus sebagai jalan kebenaran dan
hidup kepada semua orang. Menanggapi hal ini kegiatan Pendampingan Iman Anak PIA ingin membantu orang tua kristiani dalam usaha mendampingi anak-
anak yang sedang berkembang menuju masa remaja, di dalam iman dan di dalam kepribadian mereka Sugiarti, 1999: 17.
3. Ciri Khas Pendampingan Iman Anak PIA
Kegiatan Pendampingan Iman Anak memiliki ciri-ciri yang berbeda dari sekolah formal. Perbedaan ini lebih pada suasana yang diciptakan dalam kegiatan
Pendampingan Iman Anak PIA. Suasana yang dimaksud adalah santai namun mendalam.
a. Santai
1 Gembira
Suasana gembira melekat pada sifat anak-anak bila mereka berkumpul. Di mana anak-anak berkumpul di situlah kegembiraan muncul. Pendampingan Iman
Anak PIA perlu menyenangkan, menggembirakan, menarik, sehingga anak-anak merasa krasan dan selalu ingin berkumpul lagi dengan teman-temannya dalam
suasana yang menggembirakan. Oleh karena itu pendamping perlu berusaha supaya pendampingan menjadi menarik dan tidak membosankan. Tindakan
membangun suasana gembira dapat dilakukan dengan mengajak anak-anak untuk menyanyi bersama, bermain bersama, mendengarkan cerita, berdoa bersama, dll.
Dengan demikian PIA menjadi semakin menggembirakan dan warta gembira Yesus Kristus semakin tersampaikan dalam kegiatan PIA Sugiarti, 1999: 19.
2 Bebas
Kebebasan merupakan unsur terpenting untuk beriman. Oleh karena itu suasana yang membebaskan perlu diterapkan dalam Pendampingan Iman Anak
PIA. Unsur keterpaksaan perlu dibuang jauh-jauh. Jika di sekolah anak-anak selalu merasa diabsen dan dituntut untuk selalu datang ke sekolah, dalam PIA
anak-anak perlu merasa bahwa kehadiran mereka tidak terpaksa karena diabsen atau takut dihukum, melainkan karena mereka dengan senang hati hadir dalam
PIA tersebut. Dengan suasana demikian anak dijauhkan dari suasana gelisah karena takut akan ujian, absensi, dan nilai. Memang hal tersebut ada maknanya
sendiri dalam lingkup sekolah, namun di dalam kelompok PIA bukan pada tempatnya. Pengikat pada kelompok PIA hendaknya adalah suasana yang
menyenangkan, simpatiknya pembina, dan suasana kebebasan yang dapat dirasakan Sugiarti, 1999: 19.
3 Bermain
Pertemuan – pertemuan di dalam kelompok Pendampingan Iman Anak
PIA tentu perlu memperhatikan unsur bermain. Anak umur 4-10 tahun senang sekali bermain-main. Kehidupan mereka tidak dapat dipisahkan dari bermain.
Bermain merupakan aktivitas yang mendatangkan rasa puas, dengan kegiatan
bermain kreativitas juga berkembang, sosialisasi meningkat, dan wawasan menjadi lebih luas Sugiarti, 1999: 19.
b. Mendalam
1 Berpola pada Yesus Kristus
Yesus Kristus merupakan pusat kehidupan bagi orang Kristiani. Oleh karena itu dalam usaha pembinaan iman dan pengembangan iman harus
senantiasa berpusat pada Yesus Kristus. Bisa diartikan bahwa pendampingan iman anak dilaksanakan atas dasar Yesus Kristus dan mengajak semua anak yang
didampingi untuk semakin beriman kepada-Nya Pusat Kateketik, 2002: 16.
2 Menjemaat
Dalam kegiatan pendampingan PIA anak-anak dilatih untuk belajar dan saling berkomunikasi dengan teman-temannya. Dengan kebiasaan yang demikian,
anak terbiasa hidup bersama dengan jemaat. Pengalaman ini diharapkan dapat menumbuhkan minat mereka terhadap lingkungan Gereja dan masyarakat di mana
seorang anak tinggal Pusat Kateketik, 2002: 16.
3 Terbuka
Kegiatan Pendampingan Iman Anak PIA berusaha untuk menciptakan suasana keterbukaan bagi peserta PIA. Keterbukaan dalam PIA nampak dari
situasi pesertanya. PIA tidak hanya terbatas pada anak yang sudah dibaptis,
melainkan terbuka bagi anak-anak yang belum dibaptis pula Pusat Kateketik, 2002: 16.
4. Peserta Pendampingan Iman Anak PIA
Menurut Sugiarti 1999: 22 peserta Pendampingan Iman Anak PIA biasanya adalah anak-anak berumur 5-13 tahun, atau seusia anak TK sampai
dengan kelas II SLTP. Pada dasarnya mereka sudah dianggap matang untuk bersekolah dan bergaul bersama teman-temannya. Dalam pendampingan seorang
pendamping dituntut untuk dapat memahami anak dengan baik, agar pendampingan dapat berjalan secara maksimal, sehingga anak-anak dapat
memperoleh manfaat yang maksimal atas pendampingan tersebut.
5. Spiritualitas Pendamping PIA
Tentu saja sebagai seorang pendamping PIA, terlebih dahulu pendamping harus menguasai spiritualitas pendamping PIA agar pendampingan menjadi
semakin maksimal. Spiritualitas Pendampingan Iman Anak PIA adalah sebagai berikut:
a. Kerendahan Hati
Kerendahan hati atau dengan kata lain merasul dalam arti bahwa sebagai pendamping PIA hendaknya memiliki sikap rendah hati di hadapan anak-
anak, tidak bersikap menggurui atau menguasai, tetapi bersikap seperti teladan
Yesus Kristus yang berkenan menghidupkan, membebaskan dan menyelamatkan manusia Panduan Calon Pendamping PIA, 2003: 28.
b. Beriman Dewasa
Beriman dewasa artinya memiliki keyakinan mendalam akan cinta kasih Allah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus, dan mampu
menghayati imannya dalam situasi apa pun juga serta mampu memberikan seluruh hidupnya demi keselamatan orang banyak Prasetya, 2008: 27.
c. Kristosentris
Kristosentris artinya seluruh hidup berpusat pada Yesus Kristus, seorang pendamping hendaknya terus menerus menimba kekuatan inspirasi dan
nilai-nilai hidup Kristus untuk ditularkan pada anak-anak yang didampingi Panduan Calon Pendamping PIA, 2003: 28.
d. Keterbukaan
Pendamping mampu menciptakan hubungan yang akrab dengan anak- anaknya, mampu memahami situasi masing-masing anak dan kehidupan mereka.
Dalam mewartakan Kabar Gembira pendamping PIA diharapkan menyadari sepenuhnya bahwa dasar pertama dan utama kegiatan ini adalah Roh Kudus hadir
dan berkarya tidak hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga dalam diri anak-anak dampingan Prasetya, 2008: 28.
e. Kerjasama dan Saling Melengkapi
Pendamping hendaknya mau dan mampu menjalin kerjasama dengan orang lain sesama pendamping agar dapat saling melengkapi dalam usaha
mencapai tujuan yang diharapkan oleh Gereja Panduan Calon Pendamping PIA, 2003: 28.
f. Mencintai Kitab Suci
Seorang pendamping PIA hendaknya akrab dengan Kitab Suci. Dengan membaca, merenungkan, dan menggali Sabda Allah terus menerus diharapkan
pengalaman iman dalam Kitab Suci sungguh mempengaruhi hidup pendamping dalam mendampingi hidup anak-anak, sehingga pendamping tidak hanya sekadar
membagi pengetahuan tentang Kitab Suci tetapi juga menjiwai Kitab Suci tersebut Panduan Calon Pendamping PIA, 2003: 28.
g. Semangat Pelayanan dan Rela Berkorban
Pendamping PIA hendaknya memiliki semangat pelayanan di mana dengan semangat mau datang kepada anak-anak, tidak menunggu anak-anak yang
datang kepada pendamping. Sebagai pendamping diharapkan mampu mengembangkan sikap dan semangat rela berkorban demi kepentingan anak-anak
dampingannya. Pengorbanan itu antara lain meliputi waktu, tenaga, pikiran, harta, kepentingan pribadi dan keluarga, dan sebagainya. Pengorbanan ini hendaknya
didasarkan pada kesungguhan hati dan ketulusan hati, tanpa pamrih apa pun, karena mencintai tugas perutusannya Prasetya, 2008: 28.
6. Macam-Macam Metode dalam PIA
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki KBBI, 2001. Macam-
macam metode yang ditawarkan dalam Pendampingan Iman Anak antara lain metode ekspresi, metode populer, metode dinamika kelompok, metode diskusi,
metode eksploratif dan simulatif, dan metode naratif Prasetya, 2008: 45.
a. Metode Ekspresi
Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan ide yang telah diterima dalam satu atau dua pertemuan, baik secara individual
maupun kelompok. Ekspresinya dapat berupa gerak, irama, gambar, dan puisi. Ekspresi gerak antara lain: anak-anak diminta untuk mengekspresikan idenya
dengan gerak mencipta bentuk, baik bersifat diam statis, bergerak dinamis, maupun gerak indah dengan tari. Ekspresi irama antara lain: anak-anak diminta
untuk mengekspresikan idenya dengan mencipta bunyi-bunyian, mengubah syair lagu. Ekspresi gambar antara lain: anak-anak diminta untuk mengekspresikan
gagasan atau idenya dengan membuat gambar, mencari gambar, dan sebagainya. Ekspresi puisi antara lain: anak-anak diminta untuk mengekspresikan gagasannya
dengan membuat dan membacakan puisi Prasetya, 2008: 45.
b. Metode Populer
Metode populer digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dan proses pendampingan dengan aneka teknik dan model yang populer, diminati,
dan dekat dengan hidupnya seperti acara televisi, baik talk show maupun permainan dengan kuis, gambar, dan lagu yang populer, dengan menggunakan
sarana audio visual. Prasetya, 2008: 46.
c. Metode Dinamika Kelompok
Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dan proses pendampingan dalam bentuk outbond dan aneka permainan yang
menghibur namun mendidik Prasetya, 2008: 46.
d. Metode Diskusi
Diskusi merupakan salah satu metode sebagai pengembangan keberanian anak-anak dalam mengungkapkan pendapatnya. Metode ini digunakan untuk
mengajak anak-anak berinteraksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling bertukar pengalaman, informasi, dan kerjasama dalam memecahkan
masalah.
e. Metode Eksploratif dan Simulatif
Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dan proses pendampingan dengan cara mengunjungi, melihat, mengamati, dan
mendeskripsikan aneka alat peraga, serta melakukan peragaan atau praktik secara langsung simulasi Prasetya, 2008: 46.
f. Metode Naratif
Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi melalui cerita, baik yang berkaitan dengan cerita rakyat, cerita fabel binatang,
maupun cerita bergambar yang menarik dan dekat dengan mereka Prasetya, 2008: 46.
D. Sanggar Anak Bedono
1. Arti, Latar Belakang, Dasar, Tujuan, Visi dan Misi Sanggar Anak
Bedono a.
Arti Sanggar Anak
Kata “sanggar” yang dikenal oleh banyak umat Hindu berarti tempat pemujaan yang terletak di pekarangan rumah. Jika dilihat dari konteks
p enggunaan kata, “sanggar” berarti tempat untuk berkegiatan bersama. Sanggar
Anak berarti tempat untuk berkegiatan bersama bagi anak-anak. Dalam konteks pembangunan jemaat di Paroki Santo Thomas Rasul
Bedono, “Sanggar Anak” adalah rumah tumbuh iman anak, di mana iman anak dipupuk dan disiram agar dapat bertumbuh dan berkembang secara utuh dan
berbuah, sesuai dengan potensi yang dimiliki, konteks di mana mereka tinggal dan tantangan zaman, sehingga mereka dapat mengelola kehidupannya serta turut
serta menghadirkan perubahan baik untuk sekitarnya Presentasi Sanggar Anak di Paroki Sukorejo, tanggal 6 April 2014.
b. Latar Belakang Sanggar Anak Paroki Bedono
Pendidikan formal yang terbatas dengan ruangan dan materi membuat anak semakin terpisah dengan lingkungan masyarakat dan alam. Pendampingan
Iman Anak yang terjadi seperti pada umumnya juga telah terpengaruh dengan konsep sekolah formal. Semakin terhimpitnya dengan kebudayaan global yang
semakin merajalela, membuat sekolah Minggu tidak bisa diandalkan lagi. Tergerusnya iman orang muda dan kurang partisipasi aktif dalam Gereja
merupakan tanda yang nyata bahwa pendampingan iman sangat tidak mencukupi. Dalam kesempatan ini Paroki Santo Thomas Rasul Bedono mencari alternatif
pendekatan non kelas untuk pendampingan iman anak Presentasi Sanggar Anak di Paroki Sukorejo, tanggal 6 April 2014.
Paroki Bedono dengan segala usahanya mencari sebuah alternatif baru. Alternatif yang ditemukan adalah Pendampingan Iman Anak melalui Sanggar
Anak Paroki Bedono. Sejauh pengamatan yang dilakukan oleh penulis, sanggar anak mempunyai banyak sekali keuntungan bagi pendampingan iman anak.
c. Dasar Kegiatan Sanggar Anak Bedono
1 Pendampingan Menuju Pribadi yang Utuh
Anak dalam sanggar memiliki peran sebagai subyek. Anak adalah yang diutamakan. Dalam kegiatan sanggar, pendampingan tidak lagi terpaut dengan
proses pendidikan formal. Sanggar bukan lagi mementingkan kurikulum yang bobotnya terlalu besar, sanggar juga tidak mengejar “ranking” sebagai tujuan
utama, tetapi sanggar mendasari kegiatannya dengan membentuk karakter anak
menjadi berkualitas dan utuh. Hidup dan berkembang secara utuh berarti menjadikan murid Kristus yang total.
2 Nilai Budaya Tradisional
Proses pendampingan dalam sanggar anak dilakukan dengan pendekatan “kakak – adik”. Pendekatan ini bermaksud sebagai pembangunan komunitas yang
kekeluargaan, tidak ada senioritas dan saling takut. Kakak sebagai pribadi yang dianggap lebih dewasa mampu melindungi, mengajari, mengajak bermain, dan
mengasihi dengan sepenuh hati.
3 Lokalitas
Lokalitas adalah ciri khas yang dimiliki sebuah tempat baik berupa produk fisik karya seni, arsitektur ataupun produk non-fisik budaya, ekonomi.
Lokalitas adalah sebuah lingkungan yang memiliki ciri khas dan suasana yang berarti bagi lingkungannya. Suasana itu tampak dari benda yang konkret bahan,
rupa, tekstur, warna maupun benda yang abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di tempatnya.
Prinsip lokalitas dijalankan dalam proses kegiatan pendampingan di sanggar anak. Media pendampingan adalah budaya yang ada di mana sanggar
berdiri. Sebagai contoh Sanggar Anak Sodong dengan kekhasan yang menonjol adalah lahan pertanian, dengan lahan itulah pendampingan dilaksanakan. Anak-
anak berkumpul dan bersama-sama belajar iman lewat lingkungan hidup, lewat pertanian, dan lewat media-media alam. Hasil pendampingan yang telah
dilaksanakan membuat anak menjadi orang Katolik yang mampu mencintai lingkungan hidup dan mewartakan kebaikan Kristus lewat media lahan pertanian
tersebut. Contoh lain adalah Sanggar Anak Sadang. Adanya sungai, pegunungan, perkebunan, sawah, dan fasilitas alam ciptaan membuat kreativitas sudah tersedia
bagi proses pendampingan. Dalam pendampingan, media-media tersebut bisa digunakan untuk kegiatan jalan salib, Misa Alam, dan kegiatan pengembangan
iman yang lain tanpa harus membuat acara yang rumit dan biaya yang besar karena menggunakan prinsip lokalitas. Adanya kesenian tradisional seperti dalam
Sanggar Anak Krajan membuat pendampingan iman menjadi khas. Kesenian reog membawa anak-anak untuk berkumpul dan bersama membentuk paguyuban iman
yang kompak. Dengan dasar prinsip lokalitas membawa kegiatan sanggar kepada anak-
anak yang memiliki kearifan lokal yang belum didapatkan dalam sekolah formal. Teori yang diperoleh di sekolah menjadi terpenuhi saat mengikuti kegiatan
sanggar, karena dengan kegiatan sanggar, anak-anak dengan sendirinya mempraktikkan apa yang telah mereka ketahui.
d. Tujuan Sanggar Anak Bedono
Menurut Komunitas Sanggar Anak Bedono 2015: 5 tujuan Sanggar Anak Bedono adalah sebagai berikut:
1 Sebagai usaha melaksanakan kegiatan dengan pendekatan non-kelas,
memberikan kesempatan dan ruang bebas kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dan menemukan hal-hal baru.
2 Anak mampu mencintai lingkungannya alam fisik, alam hayati,
masyarakat, budaya dan kehidupan beragama sebagai tempat dan materi belajar.
3 Menjadi wadah kegiatan dengan cakupan lebih luas, riil, holistik dan
integratif dan mengembangkan berbagai dimensi kehidupan manusia kecerdasan majemuk secara terintegrasi pendekatan utuh.
4 Mampu menjadi pendampingan iman anak yang kontekstual menggunakan
media yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. 5
Inklusif, yaitu mampu mencakup semua umat beriman teman sebaya, adik-kakak, orang tua, dan umat lingkungan sesuai dengan
kebutuhannya. 6
Menjadi kegiatan yang dapat memberdayakan setiap umat untuk menjadi pendamping sesuai dengan keahliannya.
e. Visi dan Misi Sanggar Anak Bedono