2.1.2 Wartawan dan media sebagai kontruksi realitas
Dalam pandangan positivitik pers atau surat kabar diharapkan mampu menyajikan berita secara objektif dan tidak memihak. Pers surat kabar dituntut
menyajikan fakta apa adanya tanpa unsur subjektivitas pers sendiri dan kekuatan- kekuatan diluar dirinya sehingga realitas sebenarnya. Pers yang objektif biasanya
selalu dikaitkan dengan perannya sebagai pembawa amanat hati nurani rakyat dalam menciptakan pendapat umum sekaligus berfungsi sebagai kontrol sosial.
Namun pernyataan diatas berbeda dengan pandangan aliran konstruksionis mengenai berita-berita disurat kabar. Kaum konstrusionis menyatakan bahwa
realitas yang dibangun oleh surat kabar merupakan hal yang subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Fakta bukan sesuatu
yang tinggal diambil, ada dan menjadi bahan dari berita. Fakta dan realitas pada dasarnya dikontruksi oleh wartawan Eriyanto, 2002:19.
Pandangan aliran konstrusionis surat kabar sebagai agen kontruksi. Surat kabar bukanlah murni sebagai sarana saluran atau tempat bagaimana transaksi
pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Namun posisi media tidak hanya sekedar saluran yang bebas, tetapi juga sebagai subjek yang mengkontruksi
realitas. Eriyanto, 2002 : 23. Surat kabar bebas bergerak menetukan penggambaran peristiwa yang terjadi. Surat kabar memiliki standart kategorisasi
apakah peristiwa tersebut mampu untuk dijadikan sebagai bahan berita yang diutamakan, taukah peristiwanya dianggap tidak layak sebagai nilai berita.
Surat kabar adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada publik. Lewat berbagai instrument yang dimiliknya, surat kabar
ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Kalau ada demonstrasi mahasiswa selalu diberitakan anarkis, hal itu bukan menunjukan realitas
sebenarnya, tetapi menggambarkan bagaimana surat kabar ikut berperan dalam mengkontruksi realitas. Apa yang tersaji dalam berita adalah produk dari
pemberitaan realitas surat kabar melalui realitas mana yang diambil dan mana yang tidak diambil. Eriyanto,2002:23
Kaum kontruksionis berpendapat, sebuah berita itu ibarat seperti drama. Bukan menggambarkan realitas, layaknya sebuah drama ada pihak yang
didefinisikan sebgai pahlawan, tetapi ada juga pihak yang diiterpretasikan sebagai musuh. Kontruksi dibentuk layaknya cerita yang dipertontonkan kepada publik.
Eriyanto,2002:25. Karena semua drama yang ada pasti memiliki seorang dalang untuk memainkan apa yang diceritakan.
Berita adalah produk dari institusi sosial, dan melekat dalam hubungannya dengan institusi lainnya. Berita adalah produk yang profesionalisme yang
menetukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikontruksi. Karena berita merupakan hasil kerja jurnalistik yang tidak bisa dinilai dengan
menggunakan sebuah standar yang absolute Eriyanto,2002:27. Dalam paradigma konstruksionis realitas yang sama bisa jadi menghasilkan
berita yang berbeda. Perbedaan antara realitas yang sesungguhnya dengan berita tidak dianggap salah, tetapi sebagai suatu kewajaran. Berita yang tercipta dari
wartawan, sekilas pembaca dari kalangan awam memiliki persepsi bahwa proses berita merupakan semua gejala yang ada pada peristiwa. Berita telah menceritakan
peristiwa yang sesungguhnya seperti itu tidak ditambahi. Pemikiran-pemikiran
adanya keberpihakan media terhadap kelompok tertentu tidak disadari oleh pembaca. Pembaca menganggap berita hanya suatu informasi datangnya dari
wartawan kemudian ditransformasikan lewat media persnya. Begitu pula dengan sebuah berita, dimana hasil pengkontruksiannya realita
yang menarik tidak akan lepas dari peran seorang wartawan dalam merangkai sebuah peristiwa. Seorang wartawan harus memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan fakta-fakta. Fakta ini dipilih oleh wartawan menurut sudut pandangnya, mana angel yang harus ditonjolkan dan mana yang ditekankan, serta
membuang fakta tertentu yang dapat merugikan pihak pihak persnya. Peran wartawan sebagai bagian dari media adalah tidak lebih sebagai
pelapor saja, wartawan harus menyajikan realitas secara benar, dengan menyingkirkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan
murni fakta, bukan penilaian individu wartawan. Tetapi pernyataan itu ditolak keras oleh kaum kontruksionis, bahwa bukan hanya melaporkan fakta saja,
melainkan ikut mendefinisikan dan aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka. Eriyanto,2002:28.
Dalam pandangan kontruksi juga,wartawan layaknya agen atau aktor pembentuk realitas. Wartwan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu
saja. Karena dalam kenyataannya, tidak ada realitas yang bersifat eksternal dan objektif, yang benar yang seakan-akan ada sebelum diliput oleh wartawan.
Proses mengkontruksi yang berlangsung antara media dan wartawannya ini akibat dari keberpihakan dan ideologi yang dipegang oleh wartawan dan
medianya. Pendekatan kontruksinis juga menialaiaspek etika, moral dan nilai-nilai
tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliputi apa adanya apa yang dilihat. Etika moral dan keyakinana pada
kelompok adalah bagian yang intergral dan tidak bisa dihilangkan dalam membentuk dan mengkontruksi realitas. Sudibyo,2002:55
Nilai berita news value merupakan standart yang menjadi panduan bagi wartawan untuk menentukan realitas yang seperti apa yang layak diberitakan dan
realitas seperti apa pula yang tidak layak untuk diberitakan. Semakin banyak nilai berita, semakin besar pula kemungkinan dari realitas tersebut untuk diberitakan.
Namun sebaliknya, semakin sedikit nilai berita semakin kecil pula kemungkinana dari realitas tersebut untuk diberitakan. Dalam penentuan berita mana yang layak
menjadi head line pun juga demikian. Berita yang mempunyai nilai berita paling banyak dan paling tinggi semakin besar kemingkinannya menjadi headline,
sebaliknya berita yang sedikit atau rendah nilai beritanya semakin sedikit kemungkinannya menjadi head line. Pada akhirnya nilai berita menjadi landasan
atau pijakan berfikir bagi wartawan untuk memberikan realitas mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Begitu juga berita yang seperti apa yang layak untuk
dimuat dan seperti apa pula yang tidak layak untuk dimuat. Pada akhirnya media bukan hanya menetukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga
siapa yang layak dan juga tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas tersebut. Media menjadi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isis pikiran
dan keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri. Media menunjukan bukan hanya apa yang dapat dan harus dipikirkan namun juga bagaimana masyarakat harus
berfikir tentang realitas.
Demikian pula dengan pengkatogorisasian berita menjadi hard news, soft news, features
dan seterusnya. Justru menjadi landasan atau pijakan bagi wartawan untuk menetukan bukan hanya bagaimana sebuah realitas
diklarifikasikan, namun
juga menetukan
bagaimana sebuah
realitas diklarifikasikan, namun juga menetukan bagaimana peristiwa didefinisikan,
dipahami bahkan direkontruksi. Aspek apa yang diperhatikan dan bagian mana dari peristiwa yang akan ditulis diantaranya dilihat dari bagaimana sebuah realitas
hendak dilihat dalam kategori berita tertentu. Hal yang sama pula apabila berbicara tentang objektivitas berita.
Dalam proses manajemen redaksional, realitas sebenarnya selalu bersifat subjektif. Realitas bisa ada karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan.
Realitas tercipta lewat kontruksi dan sudut pandang tertentuwartawannya. Dengan demikian, tidak ada realitas yang bersifat objektif karena realitas tercipta lewat
kontruksi dan pandangan wartawan. Realitas pun dapat berbeda-beda, tergantung konsepsi ketika realitas tersebut dipahami oleh wartawan yang memiliki
pandangan yang juga berbeda. Berita merupakan hasil kontruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan,ideologi dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari
institusi medi dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan berita tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai.
Karena dalam proses kerjamanjemen redaksionalselalu akan melibatkan idiologi, motif atau kepentingan serta nilai-nilai yang ada dalam diri wartawan dan institusi
media, akan menjadikan media sebagaisaluran yang tidak bebas nilai. Sehingga dalam hal ini, media bukan sekedar objek namun juga subyek yang
mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan serta bias dan pemihaknya. Disini media dipandang sebagai agen kontruksi sosial yang mendefinisikan
realitas sesuai dengan kepentingannya. Birowo,2004:175-177.
2.1.3 Elemen-Elemen Berita