D. Antibiotika Profilaksis
1. Definisi antibiotika profilaksis
Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi Enzler, Berbari, Osmon, 2011.
Dasar pemilihan antibiotika profilaksis yaitu sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen
pada kasus yang bersangkutan, spektrum sempit, toksisitas rendah, bersifat bakterisidal, tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap obat anestesi dan
harga obat terjangkau. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum, saat dan hingga 24 jam setelah operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan
tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi Kemenkes, 2011.
2. Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis pada operasi sesar
Penggunaan antibiotika harus mengikuti prinsip pemilihan antibiotika yang tepat. Tujuan dari pemberian antibiotika profilaksis pada kasus
pembedahan adalah untuk menurunkan dan mencegah terjadinya infeksi luka operasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca operasi, menghambat
adanya resistensi bakteri, dan meminimalkan biaya pelayanan kesehatan Kemenkes, 2011.
Indikasi penggunaan antibiotika profilaksis didasarkan pada kelas operasi yaitu operasi bersih dan bersih-kontaminasi. Pada umumnya kelas
operasi bersih terencana tidak memerlukan antibiotika profilaksis kecuali untuk operasi mata, jantung, dan sendi, sedangkan pada operasi bersih-kontaminasi
pemberian antibiotika profilaksis harus berdasarkan pertimbangan manfaat dan
risikonya. Operasi bersih-kontaminasi adalah operasi yang dilakukan pada traktus digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium
atau operasi tanpa disertai kontaminasi yang nyata Kemenkes, 2011. Menurut National Healthcare Safety Network 2010 operasi sesar merupakan operasi
bersih-kontaminasi. Pemberian antibiotika profilaksis sangat direkomendasikan pada operasi sesar untuk mengurangi infeksi luka operasi SIGN, 2014.
Menurut Kemenkes 2011 rekomendasi antibiotika profilaksis bedah yaitu sefalosporin generasi I atau II dan tidak dianjurkan menggunakan
sefalosporin generasi III atau IV, golongan karbapenem, dan golongan kuinolon. Pemberian antibiotika profilaksis dengan spektrum yang lebih luas
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam menurunkan risiko infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat, terapi antibiotika yang
tidak komplit, dan pengunaan antibiotika dengan spektrum luas yang tidak perlu dapat meningkatkan resistensi ACOG, 2011; SOGC, 2010.
Prinsip pemilihan antibiotika profilaksis dalam operasi sesar menurut ACOG 2011, SIGN 2014, SOGC 2010, adalah sebagai berikut:
a. Semua wanita yang menjalani operasi sesar elektif atau emergency harus
menerima antibiotika profilaksis. b.
Pemilihan antibiotika untuk operasi sesar yaitu sefazolin 1 gram single dose diberikan dengan rute intravena. Jika pasien memiliki alergi penisilin
maka dapat diganti dengan klindamisin 600 mg atau eritromisin 500 mg secara intravena.
c. Waktu pemberian antibiotika profilaksis sesar yaitu 60 menit sebelum
insisi kulit. d.
Jika prosedur operasi lebih dari 3 jam atau perkiraan kehilangan darah lebih dari 1500 mL maka dosis tambahan dari antibiotika profilaksis
diberikan kembali dengan interval 1-2 kali waktu paruh antibiotika. e.
Pada pasien obesitas BMI 30 dianjurkan untuk memberikan dua kali lipat dosis anjuran.
Tabel IV. Rekomendasi antibotika profilaksis untuk prosedur obstetri SOGC, 2010; ACOG, 2011
Prosedur Antibiotik
Dosis
Operasi sesar emergency atau elektif
Sefazolin 60
menit sebelum insisi kulit
1 gram secara IV Apabila alergi penisilin
Klindamisin Eritromisin
600 mg secara IV 500 mg secara IV
Kelahiran melalui vagina Tidak direkomendasikan -
Perbaikan laserasi derajat 3 atau 4
Sefotetan Sefoxitin
1 gram secara IV 1 gram secara IV
Pengambilan plasenta secara manual
Tidak direkomendasikan -
Dilatasi postpartum dan kuretasi
Tidak direkomendasikan -
Cerclage serviks Tidak direkomendasikan
-
Prinsip penggunaan antibiotika profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga harus mempertimbangkan kadar antibiotika dalam
jaringan selama operasi berlangsung. Pemberian antibiotika single dose sudah efektif namun untuk prosedur operasi yang lebih dari 3 jam atau perkiraan
kehilangan darah lebih dari 1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan dosis ulangan dengan interval 1-2 waktu paruh obat SOGC, 2010. Tabel V
merupakan waktu paruh beberapa antibiotika pilihan yang digunakan dalam prosedur obstetri.
Tabel V. Waktu paruh antibiotika Kemenkes, 2011 Antibiotik
Waktu Paruh Jam
Sefazolin 1,5-2,5
Vancomyn 6
Sefoxitin 0,7-1,0
Sefotetan 2,8-4,6
Aminoglycosides 2-5
Metronidazole 8
Klindamycin 2,4-3
Ciprofloxacin 3-5
Pemberian antibiotika profilaksis single dose menunjukkan efektivitas yang sama dengan pemberian multiple dose ACOG, 2011. Menurut Waspodo
2008 pemberian dosis tambahan pasca operasi justru akan menimbulkan banyak kerugian yaitu risiko efek samping meningkat, dan merangsang
timbulnya resistensi bakteri. Pemberian single dose juga akan mengurangi biaya pengobatan, beban kerja staf medis, dan meningkatkan kepatuhan pasien
Westen et al., 2015. Antibiotika dapat diberikan apabila terdapat tanda infeksi hingga 48
jam atau hingga pasien sembuh. Salah satu tanda adanya infeksi adalah pasien mengalami demam dengan suhu di atas 38
C. Keadaan ini harus dicari penyebabnya apakah karena adanya infeksi atau bukan. Sebelum pasien
diijinkan untuk pulang harus dipastikan bahwa 24 jam sebelum pulang pasien tidak demam. Pasien diminta datang untuk kontrol setelah 7 hari pasien pulang
dan apabila terdapat pendarahan, demam, dan nyeri perut berlebihan, pasien diharuskan untuk segera kembali kerumah sakit. Pencegahan infeksi pasca
operasi selama proses penyembuhan dapat dilakukan dengan perawatan luka yaitu pembalutan dan penggantian kasa Kemenkes, 2013; Waspodo, 2008.
Penggunaan antibiotika juga perlu memperhatikan fungsi ginjal pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal pemberian dosis harus
disesuaikan dengan clearance creatinin. Sebagian besar antibiotika golongan beta laktam eliminasi utama adalah melalui ginjal, oleh karena itu pemberian
sefazolin untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal perlu dilakukan penyesuaian. Tabel VI menunjukkan bahwa pemberian sefazolin 1 gram single
dose masih diperbolehkan untuk diberikan pada pasien dengan clearance creatinin
≤10 mLmenit.
Tabel VI. Penyesuaian dosis sefazolin untuk pasien dengan gangguan ginjal Golightly et al., 2013
Clearance Creatinin Dosis
Frekuensi
≥55mLmenit 500 mg-2 g
Setiap 8 jam sekali 35-54 mLmenit
11-34 mLmenit 500 mg-2 g
250 mg-1 g Setiap 12 jam sekali
Setiap 12 jam sekali ≤10 mLmenit
250 mg-1 g Setiap 18-24 jam sekali
E. Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Evaluasi penggunaan antibiotika menurut pedoman penggunaan antibiotika Kemenkes 2011 dapat dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan
ATCDDD Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose 100 bed- days untuk dirumah sakit dan DDD1000 penduduk untuk dikomunitas,
sedangkan pendekatan secara kualitatif yaitu dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan pemilihan antibiotik, dosis, lama pemberian,
cara pemberian, keefektifan, dan harga antibiotika.
Evaluasi penggunaan antibiotika secara kualitatif salah satunya dapat menggunakan metode Gyssens. Metode Gyssens merupakan diagram yang
memuat alur untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika, seperti: ketepatan indikasi, lama pemberian, dosis, interval, rute pemberian, waktu
pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika Gyssens, 2001. Penilaian kualitas penggunaan antibiotika dinilai dengan menggunakan Rekam
Pemberian Antibiotika RPA, catatan medik dan kondisi klinis pasien. Data tersebut kemudian dinilai sesuai dengan alir penilaian kualitatif menggunakan
Gyssens Classification yang terbagi dalam beberapa kategori.
Tabel VII. Kategori Gyssens Kemenkes, 2011
Kategori 0 penggunaan antibiotik tepatbijak
Kategori I penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC penggunaan antibiotik tidak tepat cararute pemberian
Kategori IIIA penggunaan antibiotik terlalu lama Kategori IIIB penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA ada antibiotik lain yang lebih efektif Kategori IVB ada antibiotik lain yang kurang toksiklebih aman
Kategori IVC ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IVD ada antibiotik lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit
Kategori V penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi
Kategori VI rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi
Gambar 1. Diagram alir penjumlahan rasionalitas peresepan antibiotika metode Gyssens Gyssens, 2001
F. Keterangan Empiris