D. Bahan Penelitian
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 dengan memenuhi kriteria inklusi.
2. Kriteria inklusi: rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan
April 2015 dengan mendapatkan terapi antibiotika profilaksis. 3.
Kriteria eksklusi: a
Rekam medis pasien yang menjalani operasi sesar dengan data yang tidak lengkap, tidak terbaca dan tidak dapat dikonfirmasi
. b
Rekam medis pasien yang mendapatkan antibiotika pulang paksa atau melanjutkan pengobatan di tempat lain.
Gambar 2. Skema pemilihan bahan penelitian pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati
Bantul Yogyakarta
E. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Jalan Doktor Wahidin Sudirohusodo Bantul Yogyakarta. Waktu Penelitian
dilakukan pada Juni sampai Juli 2015.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Formulir untuk mengambil data
Formulir yang digunakan adalah untuk memuat data rekam medis pasien yaitu identitas pasien, diagnosa pasien, nama antibiotika profilaksis,
indikasi, dosis, waktu pemberian, durasi pemberian, rute pemberian, data klinis, dan data laboratorium.
2. Diagram Gyssens dan kategori Gyssens
Diagram Gyssens adalah diagram yang memuat alir untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika, seperti: ketepatan indikasi, lama pemberian,
dosis, interval, rute pemberian, waktu pemberian, efektivitas, toksisitas dan spektrum antibiotika. Kategori Gyssens digunakan untuk menggolongkan
ketepatan pemberian antibiotika profilaksis dengan skala 0-VI setelah penilaian dengan diagram Gyssens.
3. Literatur sebagai referensi evaluasi
Literatur yang digunakan sebagai referensi evaluasi, yaitu: Kemenkes 2011 2013, Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada
Clinical Practice Guideline SOGC, 2010, American College of Obstetrician
and Gynecologists ACOG, 2011, Scottish Intercollegiate Guidelines Network SIGN, 2014 dan berbagai jurnal terkait.
G. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Peneliti melakukan survei jumlah pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
kemudian membuat proposal dan melakukan pengurusan ijin untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
2. Uji coba instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu formulir untuk mencatat data rekam medis Lampiran 1 yang diuji coba untuk memastikan
apakah data yang diambil sudah memadai untuk dilakukan evaluasi. Tahap awal dari tahap ini adalah menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis
kemudian disusun dalam bentuk formulir kemudian dilakukan uji coba dengan memasukkan data dalam rekam medis dan dievaluasi dengan literatur. Tahap
selanjutnya adalah menentukan hal-hal apa saja yang perlu ditambahkan dan dikurangi dari formulir. Pengumpulan data dan analisis diulang hingga data
yang diperoleh sudah memadai untuk dilakukan analisis. 3.
Melakukan seleksi data dan pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pemilihan data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika profilaksis
yang resepkan. Data pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi kemudian disalin pada lembar formulir. Dalam tahap ini dilakukan pula wawancara
dengan salah satu dokter penulis resep yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pemilihan antibiotika profilaksis.
H. Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu dengan menguraikan data-data yang didapatkan melalui rekam medis pasien untuk
menggambarkan profil pasien, profil peresepan, dan ketepatan peresepan antibiotika profilaksis. Selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan ketentuan
Gyssens Lihat Tabel VII halaman 23 dan Gambar 1 halaman 24. Hasil evaluasi disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan diagram. Evaluasi antibiotika dengan
diagram alir Gyssens dimulai dari kotak yang paling atas adalah sebagai berikut.
a Bila data tidak lengkap, berhenti dikategori VI.
Data tidak lengkap adalah data rekam medis bila tidak mencantumkan berat badan, tanggal operasi, pemeriksaan laboratorium, atau ada halaman rekam
medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Apabila lolos kategori VI maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori V.
b Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V.
Tidak ada indikasi pemberian antibiotika profilaksis apabila pasien menjalani operasi bersih yang pada umumnya tidak memerlukan antibiotika profilaksis.
Pemberian antibiotika profilaksis diberikan untuk operasi bersih-kontaminasi apabila terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi morbiditas, infeksi luka
operasi, endometritis, dan sepsis. Apabila lolos kategori V maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVA.
c Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori
IVA.
Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif apabila antibiotika yang diberikan
bukan merupakan
lini pertama
atau antibiotika
yang direkomendasikan dan apabila antibiotika yang diberikan sudah banyak bakteri
yang resisten terhadap antibiotika tersebut. Apabila lolos kategori IVA maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVB.
d Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti dikategori
IVB.
Adanya antibiotika lain yang kurang toksik apabila antibiotika yang diresepkan kontraindikasi dengan pasien, atau terdapat interaksi dengan obat lain yang
meningkatkan efek toksik bagi pasien. Apabila lolos kategori IVB maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVC.
e Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti dikategori
IVC.
Ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah apabila pasien diresepkan antibiotika dengan merk paten meskipun terdapat antibiotika generik sehingga
meningkatkan biaya yang dikeluarkan. Apabila lolos kategori IVC maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVD.
f Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit,
berhenti di kategori IVD.
Ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit apabila pasien diberikan resep antibiotika yang tidak spesifik untuk mencegah bakteri yang
banyak ditemukan pada infeksi luka operasi. Apabila lolos kategori IVD maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIA.
g Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori
IIIA.
Durasi pemberian antibiotika terlalu panjang apabila antibiotika diberikan melebihi durasi yang direkomendasikan, misalnya pemberian antibiotika
profilaksis seharusnya diberikan maksimal hingga 24 jam setelah operasi, namun pasien masih diberikan antibiotika profilaksis hingga 48 jam atau 72
jam, sehingga tidak lolos kategori IIIA. Apabila lolos kategori IIIA maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIB.
h Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori
IIIB.
Durasi pemberian terlalu singkat apabila antibiotika diberikan kurang dari durasi yang direkomendasikan, misalnya operasi berlangsung 3 jam atau
perkiraan kehilangan darah 1500 mL maka dianjurkan untuk memberikan dosis ulangan, namun pasien tidak diberikan dosis ulangan hingga operasi
selesai. Apabila lolos kategori IIIB maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIA.
i Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA.
Dosis pemberian antibiotika tidak tepat apabila dosis yang diberikan kurang atau lebih dari dosis yang direkomendasikan. Apabila lolos kategori IIA maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIB.
j Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB.
Interval pemberian tidak tepat apabila antibiotika diberikan kurang atau lebih dari interval yang direkomendasikan, misalnya interval pemberian dosis
ulangan ketika operasi 3 jam yaitu 1-2 kali waktu paruh, namun pasien baru diberikan dosis ulangan 3 kali waktu paruh. Apabila lolos kategori IIB maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIC. k
Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC.
Rute pemberian tidak tepat apabila jalur pemberian antibiotika tidak sesuai dengan rute yang direkomendasikan atau tidak sesuai dengan kondisi pasien.
Apabila lolos kategori IIC maka analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori I.
l Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I.
Waktu pemberian antibiotika tidak tepat apabila pasien operasi sesar waktu diberikannya antibiotika profilaksis sebelum operasi terlalu lama, terlalu cepat
atau diberikan setelah operasi sesar berlangsung. Rekomendasi waktu pemberian adalah 60 menit sebelum operasi. Apabila lolos kategori I maka
analisis dilanjutkan dengan evaluasi kategori 0.
m Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai VI, antibiotika tersebut
merupakan kategori 0.
I. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut. 1.
Penelitian dengan menggunakan data yang bersifat retrospektif menyebabkan beberapa rekam medis tidak ditemukan dan peneliti tidak dapat mengamati
perkembangan kondisi pasien secara langsung. 2.
Metode Gyssens yang digunakan dalam penelitian ini tidak selalu dapat diselaraskan dengan kondisi awal pasien dan outcome terapi. Banyak kasus
yang bertentangan dengan alir Gyssens namun memberikan outcome terapi yang baik yaitu banyaknya antibiotika yang bukan terapi lini pertama dan
antibiotika yang tidak direkomendasikan namun justru memberikan outcome terapi yang baik.
3. Penelitian ini sebatas menilai ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis
berdasarkan literatur namun tidak menilai hubungan antara pemilihan jenis antibiotika profilaksis terhadap kejadian ILO.
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis dengan metode Gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, terdapat 32 pasien yang menjalani operasi sesar dibulan April dan memenuhi kriteria inklusi.
Hasil dan pembahasan akan dibahas menjadi beberapa bagian, yaitu: profil pasien,
profil peresepan, dan ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis. A.
Profil Pasien
Profil pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta didiskripsikan berdasarkan usia
pasien, usia kehamilan, riwayat kehamilan, riwayat melahirkan, riwayat sesar, jenis operasi sesar, indikasi operasi sesar. Pasien yang menjalani operasi sesar
berusia 20-44 tahun. Hasil penelitian didapatkan usia pasien yang menjalani operasi sesar terbanyak berusia 20-34 tahun dengan presentase sebesar 69.
Pada ibu dengan usia 20-34 tahun risiko komplikasi lebih rendah bila dibandingkan dengan ibu berusia 20 tahun atau ≥35 tahun Laopaiboon, 2014,
namun dalam penelitian ini kelompok usia tersebut justru yang paling banyak melakukan operasi sesar. Hal ini terjadi karena pada kelompok usia tersebut
memiliki banyak komplikasi kesehatan sehingga harus dilakukan operasi sesar. Operasi sesar dilakukan apabila ada indikasi penyakit atau kelainan pada ibu
maupun bayi sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan persalinan secara