Analisis Prioritas Kebijakan Melalui M-AHP

52 b. fungsional: fungsi khusus kawasan;

3.4.2 Analisis Prioritas Kebijakan Melalui M-AHP

AHP Analytical Hierarchy Process adalah suatu proses hirarki analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks. Awalnya AHP dikembangkan oleh Saaty 1986 dari University of Pitsburgh, USA. Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, AHP memegang tiga prinsip, yaitu: prinsip meyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Dalam pelaksanannya seluruh prinsip-prinsip dimaksud harus dapat diukur, namun sesuatu tidak dapat diukur dengan tanpa skala. Untuk itu diperlukan suatu skala untuk mengukur sifat-sifat yang tanwujud. Ketiga prinsip dasar Proses Hirarki Analitik harus: 1 Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis penyusunan hirarki, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah; 2 Pembedaan prioritas dan sintesis penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya; dan 3 Mencerminkan konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Departemen Perikanan dan Kelautan telah mengembangkan M-AHP Modified AHP. Metode AHP hanya baik untuk menganalisis 10 program atau kegiatan yang akan ditentukan prioritasnya. M-AHP didesain untuk 10 prioritas dan masing-masing dikaitkan dengan sasaran atau tujuan dan bukan dengan membandingkan antar kegiatan. Metode ini dapat digunakan untuk berbagai kepentingan atau analisis lain, misalnya untuk menetapkan suatu program telah sesuai dengan perencanaan atau tidak melalui proses monitoring, dan menilai keberhasilan suatu program melalui proses evaluasi Budiharsono, 2001. 1 M-AHP Untuk Monitoring Monitoring dimaksudkan untuk “mengukur” sejauh mana suatu kebijakan dilaksanakan, berjalan sesuai rencana atau tidak. Kriteria pemantauan yang 53 digunakan adalah: realisasi fisik tata ruang, kepatuhan konsistensi pemanfaatan ruang sesuai tata ruang, ada tidaknya masalah hukum, dan ada tidaknya masalah teknis-administrasi. Sesuai dengan metode yang digunakan, maka perlu dilakukan penjenjangan hirarki, yang kemudian dari hirarki ini dapat dilakukan pembobotan atau prioritas kriteria pelaksanaan suatu program, yaitu program penataan dan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan Gambar 12. Gambar 12. Hirarki monitoring pelaksanaan kebijakan dan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan Kuesioner disusun berdasarkan analisis dengan menggunakan penjenjangan sesuai tahapan pada gambar di atas. Kuesioner ini didesain dalam bentuk matriks untuk pengisian skala Saaty. Setiap pengisian sel dalam matriks diisi dengan angka skala Saaty yang merupakan hasil diskusi dari para responden, umumnya terdiri dari lima sampai delapan orang responden, yaitu para pejabat eselon yang berada dalam suatu instansi. Sebelum pengisian kuesioner selalu diawali dengan wawancara oleh peneliti dengan para responden. LEVEL 1: FOKUS LEVEL 2: KRITERIA LEVEL 3: PELAKSANAAN PROGRAM MONITORING IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR LAUT PENCAPAIAN TARGET FISIK PENATAAN RUANG KEPATUHAN PEMANFAATAN RUANG SESUAI TATA RUANG ADA TIDAKNYA PERMASALAHAN PEMDA KAB. KEP. RIAU KECAMATAN DI KAB KEP. RIAU DESA KAB KEPULAUAN RIAU MASYARAKAT KAB. KEP. RIAU 54 2 M-AHP Untuk Evaluasi Prosedur evaluasi merupakan analisis untuk penciptaan premis-premis nilai yang diperlukan untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan. Evaluasi menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Prosedur ini dapat disamakan dengan penaksiran, pemberian peringkat, dan penilaian. Dengan demikian, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai dan manfaat hasil kebijakan, atau dengan kata lain hasil evaluasi menjawab pertanyaan: apa perbedaan yang dibuat Dunn, 1994. Pembobotan atau prioritasi setiap indikator keberhasilan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dapat dilakukan melalui analisis M-AHP. Indikator keberhasilan tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok kriteria sosial ekonomi dan kelompok kriteria konflik sumberdaya dan ekosistem lingkungan hidup. Kriteria pertama, evaluasi keberhasilan program menurut kriteria aspek sosial-ekonomi Gambar 13. Gambar 13. Hirarki evaluasi keberhasilan program menurut kriteria aspek sosial- ekonomi LEVEL 1: FOKUS LEVEL 2: KRITERIA LEVEL 3: PELAKSANAAN PROGRAM Penerimaan PAD Penerimaan Devisa Penyerapan Tenaga Kerja Pemda Kab Kepulauan Riau Camat di Kab Kepulauan Riau Desa di Kab Kepulauan Riau Masyarakat Kab Kepulauan Riau Peningkatan Pendapatan Masyarakat Peningkatan Kesempatan Berusaha EVALUASI SOSIAL-EKONOMI PROGRAM KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR LAUT 55 Selanjutnya, kriteria kedua: yaitu evaluasi pelaksanaan kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dilakukan analisis yang sama dari hasil kuesioner dan wawancara, yaitu terhadap kelompok kriteria aspek konflik sumberdaya dan ekosistem lingkungan hidup. Sama dengan metode yang telah digunakan, maka penjenjangan hirarki disusun dalam tiga tingkatan, kemudian dari hirarki ini dapat dilakukan pembobotan atau prioritas kriteria pelaksanaan suatu program, yaitu program penanganan konflik sumberdaya dan ekosistem dalam pemanfaatan ruang pesisir dan lautan Gambar 14. Aplikasi evaluasi program atau kegiatan menggunakan aplikasi yang telah dikembangkan dan digunakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Software aplikasi ini diperoleh dari Budiharsono 2001. Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui “keberhasilan” dari suatu program, yang dalam hal ini adalah program penataan dan pemanfaatan ruang pesisir dan lautan. Evaluasi keberhasilan suatu program dapat ditinjau dari berbagai aspek, namun untuk penelitian ini dan juga umumnya dapat dikategorikan ke dalam 2 dua kelompok, yaitu kelompok sosial-ekonomi dan kelompok konflik sumberdaya dan ekosistem. Gambar 14. Hirarki evaluasi keberhasilan program menurut kriteria aspek konflik sumberdaya dan lingkungan hidup LEVEL 1: FOKUS LEVEL 2: KRITERIA LEVEL 3: PELAKSANAAN PROGRAM EVALUASI KONFLIK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN HIDUP PROGRAM KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR LAUT Penurunan Pelanggaran Pemanfaatan Ruang dan SDKP Penurunan Konflik Pemanfaatan Ruang dan SDKP Perbaikan Ekosistem Lingkungan Hidup Pemda Kab Kepulauan Riau Camat di Kab Kepulauan Riau Desa di Kab Kepulauan Riau Masyarakat Kab Kepulauan Riau Peningkatan Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Rakyat Atas Pemanfaatan Ruang dan SDKP 56 Pengelompokan ini juga telah sesuai dengan asas dan tujuan penataan ruang berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, sebagai berikut: 1 Pasal 2: Penataan Ruang berasaskan: a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan; b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum; 2 Pasal 3: Penataan Ruang bertujuan: a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan; b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: • mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera, • mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, • meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, • meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, • mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta mengurangi dampak negartif terhadap lingkungan, • mewujudkan keseimbangan kepentingan, kesejahteraan, dan keamanan. 3 Pasal 15 ayat 1: Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara.

3.4.3 Analisis Riset Persepsional “Marine Cadastre”