Pengamatan Gejala Klinis Analisis Data Hasil Uji FID

3.5 Pengaruh Salinitas Terhadap Patogenitas VNN

Penelitian ini untuk mengkaji pengaruh kadar salinitas terhadap tingkat patogenitas virus VNN pada benih kerapu macan. Penelitian ini menggunakan model eksperimental laboratorium, dalam aplikasinya berupa penginfeksian virus positif VNN secara intramuscular Dosis FID 50 – 72 jam. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL. Terdiri dari 5 perlakuan + 1 kontrol, masing-masing perlakuan diaplikasikan dengan 3 ulangan. Adapun rancangan perlakuan adalah sebagai berikut: K30 S20 S25 S30 S35 S40 = = = = = = Kerapu macan tanpa diinfeksi virus VNN pada salinitas = 30 ppt Kontrol Kerapu macan diinfeksi virus VNN FID 50 pada salinitas = 20 ppt Kerapu macan diinfeksi virus VNN FID 50 pada salinitas = 25 ppt Kerapu macan diinfeksi virus VNN FID 50 pada salinitas = 30 ppt Kerapu macan diinfeksi virus VNN FID 50 pada salinitas = 35 ppt Kerapu macan diinfeksi virus VNN FID 50 pada salinitas = 40 ppt Ikan yang digunakan adalah ikan kerapu macan ukuran panjang ±10 cm. diaklimatisasi selama 1 minggu untuk menentukan status kesehatan ikan uji specific pathogen free SPF. Wadah penelitian adalah akuarium berukuran 60x40x40 cm 3 sebanyak 18 buah. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan dengan larutan KMnO 4 5 ppm, kemudian dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Setelah wadah disiapkan benih kerapu macan diaklimatisasi untuk penyesuaian salinitas sesuai perlakuan. Selama proses aklimatisasi kondisi kesehatan ikan dievaluasi.

3.6 Pengamatan Gejala Klinis

Pengamatan gejala abnormal ikan kerapu macan setelah diinfeksi virus VNN dievaluasi setiap 3 jam sekali, selama seminggu. Berdasarkan gejala klinis khas VNN pada setiap perlakuan secara visual dan dicatat di tabel pengamatan. Ikan abnormal yang menunjukkan gejala klinis khas VNN adalah kelesuan, perilaku renang abnormal gerakan memutar dan menabrak kasar, pembesaran gelembung renang swim Universitas Sumatera Utara bladder, perubahan warna tubuh ikan menjadi gelap dan hilangnya selera makan anorexia. Pengamatan ini dilakukan pada uji FID 50 dan pengaruh salinitas terhadap patogenitas VNN. Hasil pengamatan yang dilakukan pada setiap perlakuan digambarkan secara sistematis dan jumlah ikan matisakit karena infeksi virus VNN pada masing-masing perlakuan dihitung dari awal infeksi sampai hari ke 7. Persentase ikan matisakit dihitung berdasarkan rumus Reed Muench 1938 dalam Amrullah 2004: N t I = --------- X 100 N o Keterangan : I = Persentase ikan mati karena terinfeksi VNN N t = Jumlah ikan mati terinfeksi VNN ekor N o = Jumlah ikan tiap unit percobaan ekor 3.7 Uji Konfirmasi 3.7.1 Uji Hematologi Pemeriksaan darah ikan uji kontrol dan perlakuan dilakukan setelah penginfeksian virus dan timbul gejala klinis VNN dengan metode Benjamin 1978. Sampel darah yang telah diberi antikoagulan EDTA diambil untuk pemeriksaan hemoglobin Hb, hematokrit PCV, eritrosit dan leukosit serta pembuatan apusan darah. Pengambilan darah dilakukan di caudal pudancle karena dekat dengan tulang yang mengarah ke jantung. Penentuan hemoglobin dilakukan dengan cara memasukkan Working Reagent ke dalam 2 cuvet sebanyak 2,5 ml. Sampel dimasukkan ke dalam cuvet pertama, dan akuades ke dalam pada cuvet ke dua sebagai blank masing-masing 10 µ l, lalu masing- masing campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama tiga menit pada temperatur kamar. Untuk menentukan jumlah hemoglobin digunakan alat spektrofotometer, dimana spektrofotometer terlebih dahulu dinolkan dengan blank, kemudian dimasukkan nilai faktor hemoglobin. Sampel dimasukkan dan dibaca hasilnya pada panjang gelombang 540 nm. Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan hematokrit PCV dilakukan dengan memasukkan darah ke dalam hematocrit tube sebanyak 23 atau 34 tabung dan ujungnya ditutup dengan lilin, disentrifugasi pada 11.000 rpm selama 4 - 5 menit. Setelah selesai, tabung ditempatkan pada microhematocrit reader untuk melihat nilai hematokrit. Pemeriksaan eritrosit dilakukan dengan mengisap sampel darah dengan menggunakan pipet eritrosit sampai mencapai angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan tissue. Setelah dibersihkan larutan Hayem dihisap sampai tanda 101 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara. Pipa penghisap aspirator dilepaskan. Lalu diaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet. Cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang. Suspensi darah diteteskan pada bagian pinggir gelas penutup kamar hitung, dimana tetes 1 - 2 dibuang terlebih dahulu. Sel darah merah dihitung pada kotak menengah di bagian tengah kamar hitung sebanyak lima kotak, dimana empat kotak di bagian sudut dan satu kotak di bagian tengah. Hasil perhitungan akhir HPA yaitu jumlah seluruh sel darah merah dari lima kotak tersebut n butir dikalikan 10.000 per ml. HPA= n x 10.000 Pemeriksaan leukosit dilakukan dengan mengisap sampel darah dengan menggunakan pipet penghisap aspirator sampai mencapai angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan kapas. Larutan Turk dihisap sampai tanda 11 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara. Aspirator dilepaskan, diaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet. Cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang. Suspensi darah diteteskan pada bagian pinggir gelas penutup kamar hitung, dimana tetes 1 - 2 dibuang terlebih dahulu. Sel darah putih dihitung pada empat kotak besar pada bagian pinggir kamar hitung. Hasil perhitungan akhir HPA yaitu jumlah seluruh sel darah putih dari lima kotak tersebut n butir dikalikan 40 per ml. HPA= n x 40 Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Kamar Hitung Improved Neubauer Zaneveld et al., 1977

3.7.2 Uji Histopatologi

Perubahan histopatologi akibat yang ditimbulkan virus VNN terhadap organ otak ikan uji dilihat dengan cara pembuatan preparatslide jaringan kontrol dan perlakuan. Menurut Suntoro 1983, dengan metode parafin adalah fiksasi, pencucian washing, dehidrasi, penjernihan clearing, infiltrasi parafin, penanaman embedding, pemotongan sectioning, penempelan affiksing, deparafinasi, pewarnaan staining, penutupan dan pemberian label mounting and labelling. Sampel organ otak yang telah dicuci dengan larutan NaCl 0,95. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Buffer Neutral Formalin BNF 10 selama 2 - 10 jam tergantung dari macam jaringan dan tebaltipisnya jaringan. Setelah otak difiksasi, otak dicuci washing dengan menggunakan alkohol 70 yang berguna untuk menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan. Proses dehidrasi, otak dimasukkan ke dalam alkohol secara bertahap, dengan alkohol 30, 50, 60, 70, 80, 90, 96 dan alkohol absolut masing-masing selama 1 jam. Botol yang berisi otak tersebut digoyang-goyangkan terus menerus shaker agar proses dehidrasinya lebih cepat. Setelah dehidrasi, segera dilakukan proses penjernihan clearing, dengan menggunakan perbandingan alkohol:xylol yaitu dengan perbandingan 1:3, 1:1, 3:1 masing-masing 1 jam, berakhir di xylol murni. Proses infiltrasi parafin seluruhnya dikerjakan di dalam oven dengan suhu 56-60 C, menggunakan perbandingan xylol:parafin 3:1, 1:1, 1:3 dan berakhir di parafin murni masing-masing selama 1 jam. Proses ini dimaksudkan untuk menghindari perubahan lingkungan yang sangat Universitas Sumatera Utara mendadak terhadap jaringan tersebut. Sebelum melakukan penanaman embedding, otak dimasukkan ke dalam parafin cair yang mempunyai titik cair yang sama dengan parafin yang digunakan untuk infiltrasi selanjutnya kotak-kotak karton yang disediakan untuk tempat penanaman, ukurannya sesuai dengan besarkecil jaringan. Parafin cair dituang ke dalam kotak tersebut, lalu otak diambil dengan pinset dan diletakkan ke dalam kotak yang telah berisi parafin tadi, selanjutnya parafin dibiarkan hingga menjadi keras blok parafin. Setelah terbentuk blok parafin, blok tersebut ditempeldilekatkan pada holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi. Penyatan blok parafin dilakukan dengan menggunakan mikrotom putar. Biasanya untuk jaringan hewan pada umumnya tebal irisan adalah 6 µ m. Penyayatan dari blok parafin akan diperoleh berupa pita-pita parafin. Pita parafin yang diperoleh kemudian ditempatkan pada gelas benda yang telah ditetesi albumin-meyer. Selanjutnya pita parafin ditetesi beberapa tetes akuades agar pita parafin merentang. Gelas benda diletakkan pada hot-plate, dan dibiarkan hingga kering. Proses penempelan affiksing ini telah selesai dan dapat dimulai dengan pewarnaan staining. Deparinasi dilakukan dengan gelas benda yang telah berisi irisan jaringan tadi direndam ke dalam xylol sekurang-kurangnya 15 menit. Selanjutnya jaringan dicelupkan ke dalam alkohol absolut, 96, 80, 70, 50, 30 dan akuades masing-masing selama 1 menit. Jaringan dimasukkan ke dalam larutan Hematoxylin-Eosin Ehrlich selama 3 - 7 detik selanjutnya jaringan dicuci dengan air mengalir selama 10 menit, lalu jaringan dicuci dengan akuades. Jaringan dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin 0,5 dalam alkohol 70 selama 1 - 3 menit, preparat jaringan dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 60, 70, 80, 90, 96, dan alkohol absolut, selama 1 menit. Selanjutnya preparat dimasukkan ke dalam xylol selama 10 menit. Preparat diangkat dari xylol dan diolesi dengan Canada balsam, yang selanjutnya jaringan ditutup dengan gelas penutup. Sediaan histologis diberi label dan ditulis nama jaringan, potongan, pewarnaan yang digunakan ataupun tanggal pembuatan, kemudian diamati di bawah mikroskop. Universitas Sumatera Utara

3.7.3 Uji Reverse Transcriptase Polimerase Chain Reaction RT-PCR

Sampel ikan 20 mg sampel otak, atau 20 mg sampel mata dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml kemudian sampel dilarutkan dengan 500 µl RNA Extraction Solution. Sampel digerus sampai hancur, diamkan pada suhu kamar selama 5 menit. Sampel ditambahkan 100 µl CHCl 3 , kemudian vortex 20 detik. Sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 2 - 3 menit, lalu sentrifugasi pada 12000 rpm selama 15 menit. Sampel dipipet 200 µl dari fase atas bagian jernih ke dalam tabung mikro 0,5 ml dengan 200 µl 2-propanol isopropanol, IPA. Vortex sebentar, lalu sampel disentrifugasi pada 12000 rpm selama 10 menit, isopropanol tersebut dibuang. Sampel dicuci dengan 0,5 ml etanol 75, kemudian spin down 9000 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan pelet RNA, kemudian tuang etanol dan pelet dikeringkan. Pelet dilarutkan dengan 200 µl air DEPC dd H 2 O. Amplikasi dilakukan dengan menyiapkan campuran RT-PCR dan Nested PCR dibutuhkan sesuai jumlah sampel. Untuk setiap campuran reaksi, perlu mempertimbangkan 3 standar positif 10 3 , 10 2 dan 10 1 dan 1 kontrol negatif ddH 2 O atau ragi tRNA. Pipet 8 µl campuran reaksi reagen RT-PCR ke masing-masing tabung reaksi 0,2 ml. Masing-masing campuran reaksi ditambahkan 2 µl ekstrak sampel RNA atau standar, lalu dimasukkan ke dalam thermal cycle untuk proses amplikasi tahap 1 RT-PCR. Setelah tahap 1 selesai, reagen Nested PCR ditambahkan sebanyak 15 µl untuk setiap tabung, lalu dilakukan proses amplikasi tahap 2 Nested PCR. Setelah selesai, Nested PCR tambahkan 5 µl 6X loading dye untuk masing-masing tabung reaksi dan aduk rata. Setelah pencampuran, sampel siap untuk elektroforesis. Gel agarose 2 2 gram agarose dilarutkan dengan 100 ml TAE 1x dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan dipanaskan menggunakan microwave, sampai mendidih dan berubah menjadi bening. Gel agarose didinginkan pada temperatur kamar sampai temperatur sekitar 50 o C dan perlahan-lahan gel dituangkan ke dalam kotak gel dengan ketinggian gel agarose sekitar 0,5 - 0,3 cm, dan total ketebalan disarankan untuk tidak lebih besar dari 0,8 cm. Sisir plastik blocker Universitas Sumatera Utara dimasukkan ke dalam gel agarose. Blocker diangkat pada kedua sisi kotak gel saat gel agarose di dalam benar-benar memadat, kemudian dapat dilakukan proses elektroforesis. Buffer elektroforesis 1X dimasukkan ke dalam kotak gel sampai tuas penyangga hanya menutupi gel. Sampel ditambahkan 8 µl ke dalam sumur satu per satu. Marker dimasukkan ke sumur pertama sebanyak 5 µl, dan kontrol negatif ke sumur kedua, diikuti dengan sampel dan terakhir kontrol positif IQ 2000, 2003. Running pada tegangan 100 - 150 Volt. Elektroforesis dihentikan bila warna biru gelap mendekati 12 untuk 23 dari gel. Kemudian, gel dikeluarkan dari kotak gel untuk mempersiapkan prosedur EtBr pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan memasukkan 10 µl Ethidium Bromida EtBr ke dalam 100 ml akuades. Agarose hasil elektroforesis direndam dengan larutan EtBr ke dalam wadah plastik selama 10 menit dan sesekali digoyang. Agarose dikeluarkan dan dicuci dengan akuades steril di dalam wadah plastik selama 10 menit. Gel diletakkan pada pertengahan transilluminator gelombang UV untuk membaca akhir hasil.

3.8 Analisis Data

Data yang didapat dari setiap pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif variabel dependen yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan variabel independen dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas, uji sidik ragam ANOVA satu arah untuk data dengan pengamatan berulang lebih dari 2 kali atau lebih dari 2 perlakuan dan jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc – Bonferroni taraf 5. Untuk melihat perbedaan 2 perlakuan dilakukan dengan uji t parametrik atau Mann-Whitney non- parametrik. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji FID

50 Inokulum suspensi virus VNN diencerkan dengan larutan HBSS untuk mendapatkan konsentrasi bertingkat mulai konsentrasi 10 -2 hingga 10 -7 . Volume suspensi virus yang diinjeksikan pada ikan uji adalah 0,1 mlekor. Tingkat patogenitas suspensi virus positif VNN dinyatakan dalam Fish Infectious Dosage-50 FID 50 . Hasil perhitungan nilai FID 50 yang akan digunakan untuk menginfeksi ikan kerapu macan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Hasil perhitungan Nilai FID 50 -72 jam pada perlakuan ikan kerapu macan SPF diinjeksi inokulum suspensi virus VNN Konsentrasi Suspensi Virus-Pengenceran Jumlah ikan Jumlah Ikan Persentase Kumulatif Sakit Tidak Sakit 10 -2 6 6 100,0 10 -3 6 4 2 66,67 10 -4 6 2 4 33,34 10 -5 6 6 10 -6 6 1 5 16,70 10 -7 6 6 PD = 0,50 Berdasarkan hasil perhitungan dari data di atas didapatkan bahwa nilai FID 50 adalah 10 -3,5 0,1ml atau 10 -4,5 0,1ml dan nilai FID 50 suspensi virus VNN dibulatkan menjadi 10 -4 0,1ml. Hal ini menunjukkan bahwa virus pada konsentrasi 10 -4 0,1ml mengakibatkan nilai persentase infeksi sakit 50. Nilai persentase kematian yang sakit 50 membuktikan bahwa pada konsentrasi tersebut ikan yang Positif VNN mempunyai tingkat patogenitas yang tinggi. Universitas Sumatera Utara Nilai FID 50 inilah yang akan digunakan pada perlakuan salinitas. Konsentrasi suspensi virus ini untuk membuktikan bahwa virus VNN yang akan diinjeksikan pada uji selanjutnya mempunyai tingkat patogenitas yang tinggi. Menurut Malole et al. 2006, patogenitas merupakan studi tentang proses atau mekanisme terjadinya infeksi virus sampai menimbulkan penyakit, yang meliputi interaksi antara virus, inang dan lingkungan.

4.2 Pengaruh Salinitas terhadap Patogenitas VNN