BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh salinitas air terhadap tingkat patogenitas viral nervous necrosis pada benih kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus dapat disimpulkan bahwa, salinitas berpengaruh pada tingkat patogenitas VNN, pada perlakuan S30 merupakan tingkat patogenitas VNN yang
paling tinggi yaitu 96,67. Sedangkan pada perlakuan S25 merupakan tingkat patogenitas VNN yang paling rendah yaitu 76,67.
Uji konfirmatif untuk uji hematologi menunjukkan adanya penurunan jumlah Hb sampai 5 gdl, hematokrit sampai 18, eritrosit sampai 200.000 selmm
3
. Penurunan jumlah leukosit sampai 144.000 selmm
3
sedangkan peningkatan jumlah leukosit sampai 844.000 selmm
3
. Untuk uji histopatologi, pada perlakuan salinitas memperlihatkan adanya vakuolisasi disekitar sel glia dan adanya pembendungan yaitu
pembuluh darah berisi eritrosit. Untuk uji RT-PCR, pita yang terbentuk menunjukkan pada perlakuan S30 merupakan tingkat patogenitas yang paling tinggi sedangkan pada
S25 merupakan tingkat patogenitas yang paling rendah. Dari semua uji konfirmatif membuktikan adanya pengaruh salinitas terhadap tingkat patogenitas VNN pada benih
kerapu macan.
5.2 Saran
Diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang pencegahan dan pengobatan benih ikan kerpu macan terhadap tingkat patogenitas VNN.
Universitas Sumatera Utara
Baratawidjaya, K.G. 1991. Imunologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. hlm. 217. Bastiawan, D., A. Wahid., M. Alifudin, I. Agustiawan. 2001. Gambaran darah lele
dumbo Clarias spp. yang diinfeksi Aphanomyces sp. pada pH yang berbeda. Jurnal penelitian Indonesia 73: 44-47.
Blaxhall, P.C. 1972. The haematological assessment of the health of fresh water fish:
a review of selected literature. Journal Fish Biology 4:593-604.
Benjamin, M.M. 1978. Outline of Veterinary Clinical Pathology. Third Edition. USA: The IOWA State University Press Atmes, IOWA. hlm. 48-75.
Brown, K.M.T. 2000. Applied Fish Pharmacology. Netherland: Kluwer Academic Publisher. hlm. 309.
Chi, S.C. 2006. Piscine nodavirus infection in asia. Journal of Fish Disease 24: 3-13. Chinabut, S., C. Limsuwan P. Kitsawat. 1991. Histology of the Walking Catfish
Clarias batrachus. Canada: International Development Research Centre IDRC. hlm. 96.
Dennis, K.G., J.L. Dong, W.B. Gun, J.Y. Hee, S.S. Nam, Y.Y. Hwa, Y.H. Cheol, H.P. Jun, C.P. Se, 2006. Detection of betanodaviruses in apparently healthy
aquarium fishes and invertebrates. Zoonotic Disease Priority Research Institute, and College of Veterinary Medicine. Korea: Seoul National
University. hlm.151-742.
Fenner, F.J., E.P.J. Gibbs, F.A. Murphy, R. Roil, M.J. Studdert D.O. White. 1993. Virologi Veteriner. California: Academic Press.
Fletcher, T.C. 1982. Non Spesific Defence Mechanism of Fish. Developmental
Comparative Immunology 2: 123-127.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 84.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan. Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. hlm: l401-431.
Guyton, A.C. 1987. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 5. Jakarta: EGC. hlm: 148-168. Hutabarat, S. 1986. Pengantar Oseanografi. Cetakan Ketiga. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Ul-Press. IQ 2000, 2003. Detection and Prevention System for Nodaviruses of Marine Fishes.
Taiwan: Sea Farming Interregence.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk
Biota Laut. Lampiran III. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
Kuswardani, Y. 2006. Pengaruh pemberian Resin Lebah Terhadap Gambarab Darah Maskoki Carassius auratus Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in
Aquaculture. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Centre. Philipines: Tigbauan, Hoilo. hlm.187.
Malole, M.B.M., S. Murtini, F.C. Zenal. 2006. Modul praktikum penyakit viral ikan. hlm: 1-14.
Meadows, P.S. J.I. Campbell, 1988. An Introduction to Marine Science. New York: John Wiley and Sons.
Nguyen, H.D., K. Mushiake, T. Nakai, K. Muroga. 1997. Tissue distribution of striped jack nervous necrosis virus SJNNV in adult striped jack. Diseases of
Aquatic Organism 28:87-91.
Nishizawa, T., K.I. Mori, T. Nakai, I. Furusawa, K. Muroga. 1994. Polymerase chain reaction PCR amplication of rna of stripped jack viral nervous necrosis
SJVNN. Diseases of Aquatic Organism 18: 103-107.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nybakken, W.J. 1992. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. hlm. 459. Pikarsky, E., A. Ronen, J. Abramowitz, B. Lovali-Sivan, M. Hutoran, Y. Saphira, M.
Steinitz, A. Parelberg, D. Soffer M. Kotler. 2005. Pathogenesis of acute viral disease induce in fish by carp interstitial nephritis and gill necrosis virus.
Journal of Virology 7817: 9544-9551.
Purwanto, A. 2006. Gambaran Darah Ikan Mas Cyprinus carpio Yang Terinfeksi Koi Herpes Virus. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rachman, S. 2003. Kajian Potensi Anti Fungi dari Ekstrak Seduh Daun Ketapang Terminalia catappa L, Daun Sirih Piper betle L, Daun Jambu Biji Psidium
guajava L dan Daun Sambiloto Andrographis peniculatala Burm F Nees terhadap Pertumbuhan Cendawan Akuatik Aphanomyces sp. Secara in vitro.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Santoso, S. 1998. Toksisitas air limbah industri pulp proses soda terhadap benih Ikan
mas Cyprinus carpio L. Jurnal Universitas Sudirman 214: 5.
Universitas Sumatera Utara
Smith, L.S. 1982. Introduction to Fish Physiology. USA: TFH Publication. Inc. Seattle Washington. hlm.19-58.
Subiyanto, I. Adisuko, S. Anwar, N. Yustiningsih, S. Prayitno P. Sumardika. 2001. Pengkajian dan Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Nasional.
Jakarta: Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. hlm. 61-67.
Subyakto, S. S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan kerapu skala rumah tangga. Agromedia Pustaka. hlm. 57.
Sunaryat. H. Minjoyo, 2004. Perbedaan frekuensi pemberian pakan pada kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di karamba jaring apung. Bull. Budidaya
Laut 17: 27-33.
Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan: Histologi dan Histokimia. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. hlm. 48-77.
Suratmi, S. N.L.T. Aryani. 2007. Kasus infeksi penyakit viral nervous necrosis
VNN pada ikan kerapu di pulau bali. Bul. Tek. Lit. Akuakultur 71: 59-63.
Sutomo. 2005. Pengaruh salinitas dan jenis mikroalga Chaetoceros gracillis dan Nannochloropsis oculata terhadap perkembangan nauplii dan pertumbuhan
kopepoda, Tigriopus brevicornis. Oseanologi Limnologi 38:47-67.
Tang, U.M. R. Affandi. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: UNRI-Press. Tarwiyah. 2001. Pembenihan Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus.
Pembenihan. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian. hlm. 2.
Thie´ry, R. J. Cozien, J. Cabon, F. Lamour, M. Baud, A. Schneemann. 2006. Induction of a protective immune response against viral nervous necrosis in the
european sea bass dicentrarchus labrax by using betanodavirus virus-like particles. Journal of Virology 8020: 10201-10207.
Walczak, B. Z. 1985. Immune Capability of Fish. A Literatur Review. Canadian
Technical Report of Fisheries and Aquatic Science 1334: 1-33
Yuasa, K., I. Koesharyani, D. Roza, F. Jhonny, I. Zafran. 2001. Manual for PCR Procedure. Rapid Diagnosis on Viral Nervous Necrosis VNN in Grouper.
Lolitkanta-JICA Booklet. hlm.13-35. Yukio, M., L.D.D.L. Pena E.R. Cruz-lacierda. 2007.Susceptibility of fish species
cultured in mangrove. Japan Agricultural Research Quarterly 411: 95-99.
Zaneveld, L.J.D Polakoski, K.L. 1977, Techniques of Human Andrology: 160. Dalam: Zaneveld L.J.D, Fulgham D.L. Short course: Male
reproductionAndrology and Non-Hormonal Contraception. Chicago, IL: 19.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran A. Isolat Virus Metode Malole et al. 2006:
Diambil organ mata dan otaknya. Digerus dengan mortal.
Ditambahkan NaCl fisiologis. Disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit dengan
temperatur 5 °C. Diambil supernatant.
Disaring dengan kertas saring miliphore 0,45 µm.
Ditambahkan antibiotik Penicilin 10.000 IU dan Streptomicin 10.000 µg tiap mililiter suspensi.
Disimpan dalam deep freezer suhu -40 ºC.
Hasil Inokulan baku virus
Virus konsentrasi 10 Ikan kerapu macan positif VNN
Universitas Sumatera Utara
Lampiran B. Uji FID
50
Metode Reed Muench 1938 dalam Amrullah 2004:
Diinfeksi virus VNN dengan konsentrasi masing-masing 10
-1
, 10
-2
, 10
-3
, 10
-4
, 10
-5
, 10
-6
, 10
-7
, 10
-8
, 10
-9
, 10
-10
sebanyak 0,1 mlekor. Diamati gejala klinis dan dicatat Kesakitan.
Hasil Ikan kerapu macan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran C. Uji Hematologi Metode Benjamin 1978:
1. Penentuan Hemoglobin
Dimasukkan ke dalam 2 cuvet sebanyak 2,5 ml.
Dimasukkan sampel 10 µ l ke dalam cuvet pertama Dimasukkan akuades 10 µ l ke dalam cuvet ke dua sebagai
blank Dihomogenkan masing-masing campuran dan biarkan selama
tiga menit di temperatur kamar Dinolkan spektrofotometer dengan blank
Dimasukkan nilai faktor hemoglobin Dimasukkan sampel dan baca hasilnya pada panjang
gelombang 540 nm.
2. Pemeriksaan Hematokrit PCV
Dimasukkan ke dalam tabung Hematoktrit sebanyak 23 atau 34 tabung dan tutup ujungnya dengan lilin.
Disentrifugasi pada 11.000 rpm selama 4-5 menit. Dilakukan penghitungan nilai pada microhematocrit reader.
Working Reagent
Hasil
Darah
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3. Pemeriksaan Eritrosit
Dihisap dengan aspirator hingga angka 0,5 Dibersihkan ujung pipet dengan tissue
Dihisap larutan Hayem sampai tanda 101 tanpa menimbulkan gelembung udara
Dilepaskan aspirator Dilakukan pengadukan
Dibuang cairan di ujung pipet yang tidak ikut terkocok Disiapkan kamar hitung dan mikroskop
Diteteskan suspensi darah pada bagian pinggir kamar hitung, dimana tetes 1-2 dibuang terlebih dahulu
Diamati di bawah mikroskop Dihitung jumlah sel darah merah pada kotak menengah di
bagian tengah kamar hitung Dihitung jumlah eritrosit dengan menggunakan rumus:
HPA= n x 10.000 Darah
Hasil
Universitas Sumatera Utara
4. Pemeriksaan Leukosit
Dihisap dengan aspirator hingga angka 0,5 Dibersihkan ujung pipet dengan tissue
Dihisap larutan Turk sampai tanda 11 tanpa menimbulkan gelembung udara
Dilepaskan aspirator Dilakukan pengadukan
Dibuang cairan di ujung pipet yang tidak ikut terkocok Disiapkan kamar hitung dan mikroskop
Diteteskan suspensi darah pada bagian pinggir kamar hitung
Dimana tetes 1-2 dibuang terlebih dahulu Diamati di bawah mikroskop
Dihitung jumlah sel darah putih pada kotak menengah di bagian pinggir kamar hitung
Dihitung jumlah leukosit dengan menggunakan rumus: HPA= n x 40
Darah
Hasil
Universitas Sumatera Utara
Lampiran D. Uji Histopatologi Menurut Suntoro 1983:
Dicuci dengan NaCl 0,95. Difiksasi dimasukkan ke dalam fiksatif BNF selama 1 malam.
Washing, dengan menggunakan alkohol 70 dilakukan secara berkali-kali direndam 1 malam.
Dehidrasi dilakukan dengan merendam otak dan mata ke dalam alkohol bertingkat yaitu 70, 80, 96 dan 100 masing-
masing 2 kali pengulangan selama 1 jam. Clearing dilakukan dengan merendam otak dan mata ke dalam
xylol selama 1 malam.
Infiltrasi dilakukan dengan merendam otak dan mata ke dalam xylol yang telah dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven pada
temperatur 56 C, selama 1 jam. Dilanjutkan dengan merendam
otak dan mata ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 56
C. Embedding dilakukan dengan meletakkan otak dan mata pada
kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, menuang parafin yang telah cair
kedalam kotak tersebut, dan diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke
dalam kulkas. Kemudian dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk
persegi.
Otak dan mata
Blok parafin
Universitas Sumatera Utara
Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang
telah di holder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6-10 µm.
Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin dengan skapel, kemudian diletakkan pada objek glass, dan,
dicelupkan pada air dingin dan air hangat. Kemudian diletakkan diatas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin
pada objek glass.
Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama ± 15 menit.
Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol absolut, alkohol 96, alkohol 80 dan alkohol
70. Pewarnaan sediaan otak dan mata diwarnai dengan
menggunakan Hematoxilin Eosin. Pewarnaan dilakukan dengan cara objek glass dimasukkan ke dalam larutan pewarna
Hematoxilin Erlich selama 3-7 menit, dicuci dengan dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan ke dalam alkohol 70,
dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5 kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 70 selama 1-3 menit, preparat
dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 70, 80, 96, dan alkohol absolut, dikeringkan dengan kertas pengisap
selanjutnya, preparat dimasukkan ke xylol.
Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara.
Diberi label. Diamati di bawah mikroskop.
Blok Parafin
Pita Parafin
Hasil
Universitas Sumatera Utara
Lampiran E. Uji RT-PCR Menurut panduan IQ 2000 2003:
a. Dimasukkan sampel ikan 20 mg sampel otak, atau 20 mg
sampel mata ke dalam tabung mikro 1,5 ml kemudian dilarutkan dengan 500 µl RNA Extraction Solution.
Digerus sampai hancur, diamkan pada suhu kamar selama 5 menit.
Ditambahkan 100 µ l CHCl
3,
kemudian vortex 20 detik. Biarkan pada suhu kamar selama 2 sampai 3 menit, lalu disentrifugasi
pada 12.000 rpm selama 15 menit. Dipipet 200 µ l dari fase atas bagian jernih ke dalam tabung
mikro 0,5 ml dengan 200 µl 2-propanol isopropanol, IPA. Divortex sebentar, lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama
10 menit, lalu dibuang isopropanol tersebut. Dicuci pelet dengan 0,5 ml etanol 75, kemudian di spin down
9.000 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan pelet RNA, kemudian tuang etanol dan dikeringkan pelet.
Dilarutkan pelet dengan 200 µ l air DEPC dd H
2
O.
Sampel Ikan
Pelet
Universitas Sumatera Utara
Disiapkan RT-PCR dan Nested PCR campuran dibutuhkan sesuai jumlah sampel. Untuk setiap campuran reaksi, perlu
mempertimbangkan 3 standar positif 10
3
, 10
2
dan 10
1
dan 1 kontrol negatif ddH
2
O atau ragi tRNA. Dipipet 8
µl campuran reaksi reagen RT-PCR ke masing- masing 0,2 ml tabung reaksi dengan label yang tepat.
Ditambahkan 2 µl ekstrak sampel RNA atau standar ke masing-
masing campuran reaksi. Dimasukkan ke dalam thermal cycle untuk proses amplikasi
tahap 1 RT-PCR reaction.
Ditambahkan 15 µl campuran reaksi reagen Nested PCR untuk
setiap tabung setelah RT-PCR reaksi selesai. Dimasukkan ke dalam thermal cycle untuk proses amplikasi
tahap 2 Nested PCR reaction. Setelah selesai, Nested PCR reaction ditambahkan 5
µl 6X loading dye untuk masing-masing tabung reaksi dan aduk rata.
sampel siap untuk elektroforesis.
Dimasukkan Gel agarose 2 2 gram agarose dilarutkan dengan 100 ml TAE 1x ke dalam erlenmeyer.
Dipanaskan larutan menggunakan microwave, sampai mendidih dan berubah menjadi bening.
Didinginkan gel agarose pada temperatur kamar sampai temperatur sekitar 50
o
C dan perlahan-lahan tuangkan gel ke dalam kotak gel dengan ketinggian gel agarose sekitar 0,5 - 0,3
cm, dan total ketebalan disarankan untuk tidak lebih besar dari 0,8 cm.
Dimasukkan sisir plastik comb ke dalam gel agarose. Diangkat blocker pada kedua sisi kotak gel saat gel agarose di
dalam benar-benar memadat.
Dilakukan proses elektroforesis.
Hasil Pelet
Elektroforesis
Universitas Sumatera Utara
Ditambahkan buffer elektroforesis 1X ke dalam kotak gel sampai tuas penyangga hanya menutupi gel.
Ditambahkan 8 µl sampel ke dalam sumur satu per satu.
Dimasukkan marker ke sumur pertama sebanyak 5 µl, dan
kontrol negatif ke sumur kedua, diikuti dengan sampel dan terakhir kontrol positif.
Running pada tegangan 100 - 150 Volt. Elektroforesis dihentikan bila warna biru gelap mendekati 12 untuk 23 dari
gel.
Dikeluarkan gel dari kotak gel. Dimasukkan 10
µl Ethidium Bromida EtBr ke dalam 100 ml akuades.
Direndam agarose hasil elektroforesis dengan larutaan EtBr ke dalam wadah plastik selama 10 menit dan sesekali digoyang.
Dikelurkan agarose dan dicuci dengan akuades steril ke dalam wadah plastik selama 10 menit.
Diletakkan gel pada pertengahan transilluminator UV gelombang untuk membaca akhir hasil.
Dilakukan analisis kerja.
Elektroforesis
Hasil
Universitas Sumatera Utara
Lampiran F. Amplikasi Protokol PCR
1. Kondisi Reaksi dalam mesin PCR RT-PCR
a. Profil suhu Reaksi PCR tahap l:
42
o
C 30 menit; 94
o
C 2 menit, kemudian 94
o
C 30 detik; 62
o
C 30 detik; 72
o
C 30 detik, ulangi 20 siklus, kemudian tambahkan 72
o
C 30 detik; 20
o
C 30 detik pada akhir siklus akhir.
b. Profil suhu reaksi PCR tahap 2 Nested PCR:
94
o
C 20 detik; 62
o
C 20 detik; 72
o
C 30 detik, ulangi 30 siklus, kemudian tambahkan 72
o
C 30 detik; 20
o
C 30 detik pada akhir siklus akhir. 2.
Persiapan Reagent a.
RT-PCR Reaction: 8 µlreaksi
RT-PCR Pre-Mixed Reagent 7,0
µl IQzyme
TM
, 2 unit µl
0,5 µl
Reverse Transcription RT Mix Enzim 0,5
µl b.
Nested PCR Reaction: 15 µlreaksi
Nested PCR Pre-Mixed Reagent 14
µl IQzyme
TM
, 2 unit µl
1 µl
Universitas Sumatera Utara
Lampiran G. Diagnosis RT-PCR
1. Sampel positif dan standar akan menunjukkan pola-pola berikut pada gel:
Lane 1: standar 1, 2000 copy reaksi Lane 2: standar 2, 200 copy reaksi
Lane 3: standar 3, 20 copy reaksi Lane 4: ddH
2
O Lane 5: sampel dengan infeksi VNN berat
Lane 6: sampel dengan infeksi VNN ringan Lane 7: sampel negatif VNN
Lane M: penanda berat molekul, 848 bp, 630 bp, 333 bp 2. Prosedur Diagnosis:
a. pita terbentuk hanya pada 289 bp saja: ringan P + b. pita terbentuk pada 289 dan 479 bp: sedang P +
c. pita terbentuk pada 289, 479, dan 1160 bp: berat P + d. hanya satu pita terbentuk pada 665 bp: VNN negatif -
3. Setiap eksperimen memerlukan kontrol positif dan negatif, jika standar 10
2
positif tidak menimbulkan sebuah pita di 289 bp, yang berarti reaksi RT-PCR gagal. Di
sisi lain, jika kontrol negatif menghasilkan sebuah pita di 289 bp, yang berarti terjadi kontaminasi.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran H. Pengamatan Harian Ikan Kerapu Macan Diinfeksi VNN a. Data Pengamatan Perlakuan Ikan Kerapu Macan Diinfeksi VNN
Keterangan: 1-7
Waktu pengamatan hari ke- A
Jumlah ikan yang mati hingga akhir percobaan B
Jumlah ikan pada awal percobaan C
Tingkat kesakitan ikan hingga akhir percobaan D
Rataan tingkat kesakitan ikan pada masing-masing perlakuan
b. Analisis Statistik Tests of Normality