Kualitas Air Kesimpulan dan Saran 32

organ pencernaan, juga lewat sensor dan berhubungan dengan saraf motorik pada epitelium dari kulit Dennis et al., 2006. Gejala klinis khas VNN pada beberapa jenis ikan antara lain: perilaku ikan terserang berenang tak menentu dan ikan mengapung dengan perut di atas disebabkan oleh pembengkakan gelembung renang swim bladder, warna tubuh terlihat lebih gelap dan selera makan berkurang. Ikan yang terkena infeksi VNN biasanya memperlihatkan keadaan gangguan saraf yang berhubungan dengan vakuolisasi kerusakan kuat sistem saraf pusat dan retina Thie´ry et al., 2006. Serangan VNN lebih ganas pada ikan yang masih muda terutama pada masa awal perkembangannya. Larva dan benih ikan kerapu sangat sensitif dimana kekebalan tubuh pada fase ini relatif masih lemah, sehingga kedaan ini mengakibatkan serangan VNN menjadi lebih akut Nguyen et al., 1996.

2.3 Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan budidaya. Dalam kajian ilmiah maupun biologi setiap organisme akuatik memiliki kisaran minimum dan maksimum untuk mempertahankan kehidupan. Pengelolaan kualitas air adalah salah satu usaha untuk menstabilkan parameter lingkungan yang sesuai dan dibutuhkan oleh organisme tersebut. Adapun pengelolaan kualitas air tersebut dibagi ke dalam tiga aspek yaitu biologi, kimia dan fisika. Dari beberapa parameter fisika, kimia maupun biologi, parameter yang menjadi prioritas pada media air laut diantaranya adalah: salinitas, pH, temperatur, BOD, nitrit, amoniak, dan DO Anonim, 2004c. Secara visual air yang memiliki kualitas baik dapat ditandai dengan kejernihan, karena pada umumnya mempunyai kandungan partikel-partikel terlarutnya rendah. Pada air yang kecerahannya tinggi, beberapa parameter kualitas air lain yang terkait erat hubungannya dengan bahan organik seperti pH, nitrit, dan amoniak cenderung rendah atau layak untuk kegiatan budidaya Anonim, 2004a. Universitas Sumatera Utara Salah satu faktor kualitas air laut yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan kerapu macan yang dibudidaya selain temperatur, kekeruhan siltasi, kadar oksigen terlarut DO dan senyawa organik adalah kadar garam salinitas dan derajat keasaman pH. Kisaran salinitas pada budidaya ikan dalam tambak optimal pada 12 - 20 ppt sehingga dibutuhkan untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh dan air tambak proses osmoregulasi. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-hari biasanya menggunakan refraktometer yang telah dikalibrasikan untuk digunakan pada temperatur kamar Anonim, 2004c. Menurut Nontji 1993, di samudera salinitas berkisar antara 34 – 35 ppt. Variasi salinitas di permukaan air sangat mirip dengan keseimbangan evaporasi dan presipitasi Meadows Campbell, 1988. Salinitas merupakan faktor pembatas bagi organisme perairan terutama yang berada pada range yang sempit. Densitas air laut naik sejalan dengan kenaikan salinitas dan tekanan serta penurunan temperatur. Satu bagian per 1000 garam kenaikan densitasnya sekitar 0,8 bagian per 1000 Meadows Campbell, 1988. Air laut mengandung 3,5 garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Kandungan garam 3,5 sebanding dengan 35 o oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida 55, natrium 31, sulfat 8, magnesium 4, kalsium 1, potasium 1 dan sisanya kurang dari 1 terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Ikan kerapu macan dapat hidup di perairan berkarang dengan kisaran salinitas 30 - 35 ppt. Kisaran salinitas akan naik turun tergantung pada musim. Dari hasil di lapangan kisaran salinitas 35 - 36 ppt menunjukan bahwa salinitas masih cukup terkendali Anonim, 1999. Stickney, 1979 dalam Suratmi Aryani, 2007, menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Universitas Sumatera Utara Dalam kondisi salinitas yang berbeda maka ikan akan melakukan proses adaptasi yaitu melalui pengaturan osmotik cairan tubuhnya yang disebut dengan istilah osmoregulasi. Pengaturan osmotik cairan bertujuan untuk menyamakan konsentrasi garam internal dengan konsentrasi garam di lingkungan sekelilingnya. Mekanisme pengaturan osmotik pada tubuh ikan yaitu dengan cara mengeluarkan kelebihan air tanpa kehilangan garam atau mengeluarkan air dan garam dan mengganti garam yang hilang dengan mengambil ion dari lingkungan secara aktif Nybakken, 1992. Melalui proses ini maka ikan dapat beradaptasi dan mampu berkembang dalam lingkungan salinitas yang baru. Kemampuan adaptasi terhadap salinitas yang baru akan berbeda-beda tergantung jenis ikan dan tingkat perbedaan salinitas. Ada kelompok ikan yang mampu beradaptasi dalam kisaran salinitas yang luas yang disebut eurihalin dan juga ikan yang hanya mampu beradaptasi dalam kisaran salinitas yang sempit disebut stenohalin. Ikan yang hidup pada salinitas yang sedikit perbedaannya dengan salinitas asal, maka proses adaptasi yang dilakukan tidak terlalu berat dan semakin jauh perbedaan salinitas maka semakin berat proses osmoregulasinya. Maka semakin berat proses osmoregulasi yang dilakukan maka semakin besar pula energi yang dikeluarkan, maka semakin berat pula untuk melakukan proses metabolisme yang lain. Sebagai akibatnya proses pertumbuhan, proses reproduksi dan lainnya dari kehidupan ikan tersebut terganggu Sutomo, 2005. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmotik antara substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan, terutama salinitas Fujaya, 2004. Sifat osmotik dari air berasal dari seluruh ion yang terlarut tersebut. Semakin besar jumlah ion yang terkonsentrasi di dalam air, maka tingkat salinitas dan Universitas Sumatera Utara kepekatan osmolar larutan semakin tinggi, sehingga tekanan osmotik media semakin membesar. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi, atau rendah dan fluktuasinya lebar, dapat menyebabkan kematian pada ikan Anggoro, 1992. Menurut Kinne, 1990 dalam Anggoro, 1992 kematian tersebut disebabkan gejala osmolaritas internal, yaitu terganggunya keseimbangan osmolaritas antara media hidup, dengan cairan tubuh Internal dan eksternal, serta berkaitan dengan perubahan daya absorpsi terhadap oksigen. Semakin tinggi salinitas media makin rendah kapasitas maksimum kelarutan oksigen dalam air Smith, 1982. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 menerbitkan baku mutu air laut untuk biota laut Tabel 1.. Tercantum didalamnya persyaratan kualitas air yaitu: Tabel 1. Baku Mutu Air Laut No. Parameter Satuan Baku mutu FISIKA 1. Kecerahan a m coral: 5 mangrove: - lamun: 3 2. Kebauan - alami 3 3. Kekeruhan a NTU 5 4. Padatan tersuspensi total b mgl coral: 20 mangrove: 80 lamun: 20 5. Sampah - nihil 14 6. Suhu c o C alami 3c coral: 28-30 c mangrove: 28-32 c lamun: 28-30 c 7. Lapisan minyak 5 - nihil 15 KIMIA 1. pH d - 7 - 8,5 d 2. Salinitas e ‰ alami 3e coral: 33-34 e mangrove: sd 34 e lamun: 33-34 e 3. Oksigen terlarut DO mgl 5 4. BOD5 mgl 20 5. Ammonia total NH 3 -N mgl 0,3 6. Fosfat PO 4 -P mgl 0,015 7. Nitrat NO 3 -N mgl 0,008 8. Sianida CN - mgl 0,5 Universitas Sumatera Utara 9. Sulfida H 2 S mgl 0,01 10. PAH Poliaromatik hidrokarbon mgl 0,003 11. Senyawa Fenol total mgl 0,002 12. PCB total poliklor bifenil µgl 0,01 13. Surfaktan deterjen mgl MBAS 1 14. Minyak lemak mgl 1 15. Pestisida f µgl 0,01 16. TBT tributil tin 7 µgl 0,01 Logam terlarut: 17. Raksa Hg mgl 0,001 18. Kromium heksavalen CrVI mgl 0,005 19. Arsen As mgl 0,012 20. Kadmium Cd mgl 0,008 21. Tembaga Cu mgl 0,008 22. Timbal Pb mgl 0,05 23. Seng Zn mgl 0,05 24. Nikel Ni mgl BIOLOGI 1. Coliform total g MPN100 ml 1000 g 2. Patogen sel100 ml nihil 1 3. Plankton sel100 ml tidak bloom 6 RADIO NUKLIDA 1. Komposisi yang tidak diketahui Bql 4 Catatan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan sesuai dengan metode yang digunakan 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat siang, malam dan musim 4. Pengamatan oleh manusia visual 5. Pengamatan oleh manusia visual. Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis thin layer dengan ketebalan 0,01mm 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 10 kedalaman euphotic b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 10 konsentrasi rata2 musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 2 o C dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 5 salinitas rata-rata musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 10 konsentrasi rata-rata musiman Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat