Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Dayo sinamo

Umur : 60 tahun

Pekerjaan : Budayawan, Pemain musik, Petani

Alamat : kecamatan Kerajaan, Kabupaten pakpak bharat.

2. Nama : Pandapotan Solin

Umur : 54 tahun

Pekerjaan : Praktisi kesenian Pakpak

Alamat : Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat.

3. Nama : J.H Manik

Umur : 72 Tahun

Pekerjaan : Budayawan Pakpak.

Alamat : Kecamatan Salak, Kabupaten Pakpak Bharat.

4. Nama : Benyamin Berasa

Umur : 32 Tahun

Pekerjaan : Pemusik Pakpak, Petani.

Alamat : kecamatan Kerajaan, Kabupaten pakpak bharat.

5. Nama : Mardi Boang Manalu

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Pemusik Pakpak

Alamat : kecamatan PGGS, Kabupaten pakpak bharat.

6. Nama : Mansehat Manik

Umur : 51 Tahun

Pekerjaan : Budayawan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Tarsito: Bandung.

Banjarnahor, Erni Juita, 2014. Tangis Beru Si Jahe di Desa Sukaramai, Kecamatan

Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual, dan Musikal. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Marpaung, Yenni Alexandra, 1014. DESKRIPSI STRUKTUR TATAK NANTAMPUK MAS DAN MUSIK IRINGAN YANG

DIPERTUNJUKKAN OLEH SANGGAR NINA NOLA DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT

Bogdan, R. and Taylor, S. J. 1975. Introduction to Qualitative Resarch Method. Newyork: John Willey and Sons.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative

Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritme Gendang

Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Kartomi, Margareth J., (1990), On Concepts and Classifications of Musical

Instruments. Chicago dan London: The University of Chicago Press.

Keraf, Goris, 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980a. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Koentjaraningrat, 1980b. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koentowidjojo, 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Penerbit Mizan.

Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(3)

138

Lomax, Alan P. 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New Jersey. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New

Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur

Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan:

Universitas Sumatera Utara Press.

Merriam, Alan P 1964The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern Univercity Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nasution, S., 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.

Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free Press Of Glencoe.

Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Nettl, Bruno, 1992. ―Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.‖ Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.).

California: University California Press.

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks

Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra, Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Perlman, Marc. 1994. Unplayed Melodies: Music Theory in Postcolonial Java. Ph.D. dissertation, Wesleyan University.

Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purba, Setia Dermawan, 1994. Penggunaan, Fungsi, dan Perkembangan Nyanyian

Rakyat Simalungun bagi Masyarakat Pendukungnya: Studi Kasus di Desa Dolok Meriah, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis S-2. Jakarta: Universitas Indonesia.


(4)

Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. ―Systematik der Musikinstrumente.‖ Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga

terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von

Hornbostel, 1992. ―Classification of Musical Instruments.‖ Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.

Saragih, Tumpal H.F.M., 2013. Teknik Permainan Sarune oleh Bapak Kerta

Sitakar. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Sebayang, Vanesia Amelia 2011. DALAN GENDANG: ANALISIS POLA RITEM DALAM ANSAMBEL

GENDANG LIMA SENDALANEN OLEH TIGA MUSISI KARO. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Sihotang, Batoan L., 2013. Kajian Organologi Kucapi Buatan Bapak Kami Capah

di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Medan: Departemen

Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Farhan, Andi., 2014. ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM

UPACARA

MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN KATEMAN, RIAU. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Tyas, Andijaning Hartaris 2007 Musik Modern Seni Musik 2 SMA kelas XI. Jakarta, Erlangga

Sidabutar, Mona salam, 2015.ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NANGEN

NANDORBIN PADA MASTARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI

KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT2015

Berutu, Lister. Padang, Nurbani 2008 Menenal Uacara Adat Pada Masyarakat

Pakpak di Sumatera Utara, PT. Grasindo Monoratama

Kerja Njahat Mate Ncayur Ntua Dekket Kerja Mende Merbayo Sinima-nima i Sim-sim Kabupaten Pakpak Bharat, 2010. Dinas Kebudayaan, Pariwisata,


(5)

50 BAB III

GENDANG MENGKERBOI DALAM UPACARA ADAT KERJA NJAHAT NCAYUR NTUA

3.1 Kerja Njahat Ncayur Ntua pada Suku Pakpak

Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara ―hidup‖ dan ―mati,‖1 yang menjadi paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini (Sumardjo, 2002:107). Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia. Namun, wajar bila kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai usaha akan selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak memperlambat kematian itu datang. Idealnya kematian itu datang pada usia yang sudah sangat tua.

Pada umumnya di Provinsi Sumatera Utara, jika seseorang meninggal dunia sebelum dan sesudah jenazah dikebumikan biasanya keluarga akan melaksankan kegiatan-kegiatan adat menurut etniknya masing masing. Di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak, Karo, Toba, Simalungun, dan Mandailing Angkola, jika seseorang meninggal dalam usia tua karena secara manusiawi tanggung jawab di dalam keluarga sudah selesai, maka akan dirayakan secara meriah. Demikian juga

1Dalam perspektif hidup, dua kutub yang saling bertentangan ini sebenarnya adalah saling

mengisi. Keduanya menjadi sifat alamiah dari dunia dan segala isinya ini. Dua kutub tersebut di antaranya adalah siang dan malam, pagi dan petang, laki-laki dan perempuan, baik dan jahat, bodoh dan pintar, cantik dan jelek, utara dan selatan, timur dan barat, kiri dan kanan, bangun dan tidur, tinggi dan pendek, terang dan gelap, dan masih banyak kutub-kutub yang saling berlawanan tetapi intinya saling mmerlukan di ala mini.


(6)

dengan suku Pakpak selalu melaksanakan upacara atau kegiatan adat sebelum dan sesudah jenazah seseorang dikebumikan, sesuai dengan adat yang berlaku.

Kerja njahat bagi masyarakat Pakpak berarti upacara adat yang bersifat

duka cita, pada umumnya bersifat upacara kematian, meskipun didalam kerja

njahat ada juga upacara lainnya seperti menghubungkan manusia dengan dunia

roh. Pada hakekatnya semua kematian dalam masyarakat Pakpak disertai dengan upacara adat. Jenis dan bentuk upacaranya ditentukan oleh kategori jenis kematiannya.

Dalam konsep etnosains etnik Pakpak, terdapat lima jenis kematian, yang dilihat dari sisi usia dan kualitas yang meninggal saat hidup di dunia. Kelima jenis kematian itu adalah sebagai berikut.

(1) Mate bura-bura koning jika yang meninggal dunia berusia satu hingga lima tahun,

(2) Mate bura-bura cipako jika yang meninggal dunia berusia enam sampai lima belas tahun,

(3) Males bulung buluh jika yang meninngal dunia dana meninggalkan anak yang masih kecil,

(4) Males bulung sampula yang meninggal dunia sudah termasuk berusia tua tetapi keturunannya belum semua berkeluarga, dan

(5) Males bulung sibernae (ncayur ntua ) adalah kategori kematian yang paling tinggi tingkatannya karena meninggal dalam usia tua dan semua keturunannya sudah berkeluarga dan mempunyai cucu dan bahkan sudah meningglakan cicit juga.


(7)

52

Mate ncayur ttua bagi masyarakat Pakpak juga disebut palit omban. Palit

berarti membuat coretan atau tanda dengan kapur sirih dan omban berarti sepotong kayu yang digunakan untuk mengorek lobang atau kubur. Terkhusus upacara ncayur tua atau yang disebut juga males bulung sibernae pada masyarakat Pakpak adalah upacara yang paling tinggi tingkatannya karena pada upacara ini disarankan memotong kerbau atau lembu yang nantinya akan dijadikan sulang. Proses pemotongan inilah yang disebut mengkerboi.

Dahulunya pelaksanaan upacara kerja njahat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak bisa samapai tujuh hari lamanya, itu desebabkan karena hanya orang yang tergolong kaya yang sanggup untuk melaksanakan upacara tersebut. Pada saat sekarang pelaksanaan upacara kerja njahat ncayur ntua paling lama dilakukan empat hari.

3.2 Tahapan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Menurut teori Koentjaraningrat mengenai upacara,ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam sebuah upacara, yaitu: (1) peralatan dan benda upacara, (2) lokasi upacara, (3) pelaku upacara, (4) jalannya upacara, dan (5) pemimpin upacara. Kelima aspek ini dalam kaitannya dengan upacara kematian di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

Untuk melaksanakan upacara adat kerja njahat ncayur ntua ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan mulai dari persiapan sebelum upacara, saat upacara berlangsung, setelah upacara selesai dan apa saja yang diperlukan dalam upacara tersebut. Berikut adalah uraian proses upacara dimaksud.


(8)

3.2.1 Tenggo Raja

Jika seseorang meninggal dunia dan tergolong mate ncayur ntua pada

masyarakat Pakpak, sudah sepatutnya dilakukan upacara adat. Pertama sekali keluarga melakukan diskusi terutama keturunan almarhum (almarhumah) termasuk juga saudara dari almarhum, dapat juga di diskusikan dengan istri yang meninggal apabila yang meninggal laki-laki, dan suami yang meninggal dunia apabila yang meninggal perempuan. Apabila pihak keluarga sudah membuat rencana tentang bagaimana proses adat yang harus dilaksanakan sebelum jenazah dikebumikan maka setelah itu ditetapkanlah waktu untuk tenggo raja, yang jika diartikan ke bahasa Indonesia yaitu memanggil raja-raja. Pada tahapan ini yang harus hadir adalah pihak-pihak berikut.

(1) Dengan sibeltek, yaitu keturunan kandung atau saudara kandung yang meninggal dunia apabila yang meninggal laki-laki, jika yang meninggal adalah perempuan, dengan sibeltek disini tetap pada saudara dari suami yang meninggal dunia,

(2) Sinina, yaitu saudara yang semarga dengan keluarga yang berkabung,

(3) Berru takal peggu yaitu saudara perempuan yeng tertua dari ayah yang meninggal dunia (bibi),

(4) Berru ekur beggu yaitu saudara perempuan yang paling kecil dari ayah yang meninggal dunia,

(5) Puang benna pihak keluarga yang memberi istri sebagai ibu dari yang meninggal dunia,

(6) Puang pengamaki pihak keluarga yang memberi istri kepada yang meninggla dunia,


(9)

54

(7) Dengan kuta yaitu masyarakat yang berdomisili sama dengan almarhum, (8) Raja kuta yaitu pihak yang mewakili marga sebagai tuan tanah suatu desa

atau kampung,

(9) Pengetuai kuta adalah para orang-orang tua, dan

(10) Partua ibale, partua ibages dekket simatah daging, yaitu kaum bapak dan kaum ibu serta pemuda/pemudi2.

Hasil dari wawancara penulis dengan Bapak Hendri Solin sebagai

perkata-kata/persinabul3 pada saat upacara yang menjadi kesukuten mbellent4 dalam

upacara ini adalah Marga Solin, karena yang meninggal adalah Alm. Drs. Tigor Solin (pejabat Bapati Pakpak Bharat tahun 2003-2005) maka yang menjadi

berru takal peggu adalah marga Padang, berru ekur peggu adalah marga Berutu, uang benna adalah marga Limbong, dan puang pengamaki adalah marga

Simanullang.

Jika semua pihak yang tersebut di atas sudah hadir, di sinalah saat dimana

sukut menyampaikan maksud dan tujuan mereka sesuai kemampuan keluarga

kepada orang yang hadir di dalam tenggo raja, seperti rencana sukut untuk turut mengundang pergotci untuk membunyikan koling-koling tasak5 dalam upacara tersebut sebagai pengganti tangisan kepada segenap keluarga yang ditinggalkan

2Hasil wawancara dengan A.Pandapotan Solin pada tanggal 22 Oktober 2015 di Desa

Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat.

3Persinabul adalah orang menjadi protokol atau yang mengkomandoi sebuah acara adat.

Syarat-syarat untuk menjadi persinabul tentu saja harus memahami adat Pakpak, pandai berpidato dalam bahasa Pakpak, dan memiliki jiwa kepemimpinan menurut ukuran kebudayaan Pakpak.

Persinabul ini dalam realitas sosial sangat dihargai dan dihargai oleh masyarakatnya. Ia juga

dipandang sebagai peemimpin adat, ersama tokoh-tokoh adat lainnya.

4Sukut adalah pihak yang menyelenggarakan sebuah kegiatan pesta adat. Mereka adalah

tuan rumah dalam sebuah kegiatan pesta adat. Di dalam beberapa kebudayaan masyarakat di Sumatera Utara, pihak penyelenggara pesta ini disebut pula suhut dalam budaya Batak Toba dan Mandailing Angkola. Etnik Karo menyebutnya sukut juga.

5

Walaupun tidak sering digunakan, namun istilah ini merupakan istilah lain untuk menyatakan alat musik genderang bagi masyarakat Pakpak.


(10)

dan sukut juga menyampaikan rencana mereka untuk melaksanakan upacara adat

mengkerboi untuk menjalankan hutang adat yaitu sebagai sulang nantinya dalam

upacara. Sesuai dengan hasil musyawarah juga, karena yang meninggal dunia beragama Kristen Protestan, maka upacara secara keaagamaan juga secara Kristen Protestan.

Puang6 pada musyawaraah ini berperan sebagai pengambil keputusan atas apapun rencana-rencana yang ada dalam musyawarah sesuai kemampuan ekonomi Sukut. Pelaksanaan musyawarah ini biasanya dilakukan pada malam hari.

3.2.2 Memasukken Bangke mi Rumah-Rumahna

Memasukken bangke mi rumah-rumahna yang berarti memasukkan jenazah

ke dalam peti matinya. Seseorang yang meninggal dunia dalam usia tua pada masyarakat Pakpak, maka keesokan harinya setelah tenggo raja, jenazahnya akan dimasukkan ke dalam peti mati apabila beragama Kristen. Tahap ini harus dilakukan pada pagi hari pada saat matahari terbit.

Bagi masyarakat Pakpak ini berarti agar semua keluarga yang ditinggalkan mendapat kemudahan rezeki. Menantu perempuan yang paling tua mewakili semua menantu meletakkan blagen mbentar7 kedalam peti mati sambil meminta

maaf atas semua kesalahan-kesalahan mereka sewaktu mertua mereka masih hidup dan setelah itu Uang benna juga membentangkan tikarnya disusul oleh

6Pihak pemberi istri, dalam struktur sosial di dalam masyarakat Pakpak, beserta berru

dan dengan sibeltek.

7Blagen mbentar adalah berupa tikar yang dianyam dari daun pandan yang telah

dikeringkan sedemikian rupa. Di dalam kebudayaan-kebudayaan etnik di Sumatera Utara, daun pandan yang dibuat menjadi tikar ini adalah sebagai bagian dari teknologi tradisi mereka. Di dalam


(11)

56

puang pengamaki. Jenazah tidak dapat dimasukkan apabila puang benna belum

hadir dan meletakkan tikarnya kedalam peti.

Gambar 3.1

Memasukkan Jenazah ke Dalam Peti (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

3.2.3 Mengapul Pergenderrang (Sipalu Koling-koling Tasak)

Mengapul pergenderrang bagi masyarakat Pakpak berarti mengundang

pemusik Pakpak yang nantinya akan mengiri seluruh kegiatan adat yang berlangsung. Sukut akan mengutus beberapa orang untuk mengundang

pergenderrang8 dengan membawa tembakau dan sirih. Sore harinya pergenderrang sampai ketempat dimana upacara adat akan berlangsung dengan

membawa seperangkat genderrang silima dan gung sada rabaan sesuai dengan

8

Pergenderrang adalah sebutan bagi pemukul genderrang, dalam kebudayaan musikal


(12)

adat istiadat Pakpak yaitu genderrang yang dipakai apabila upacara yang akan dilaksanakan adalah upacara adat kerja njahat.

Gambar 3.2

Genderang Sisibah

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Keterangan: lingkaran merah pada setiap gendang adalah gendang yang diambil untuk


(13)

58

a

b

c

d Gambar 3.3

Gung Sada Rabaan


(14)

Genderrang silima pada masyarakat Pakpak adalah bagaian dari genderrang sisibah tetapi yang dipakai hanya lima buah gendang saja yaitu Raja Gumruhguh, Raja Menak-enak, Raja Mengampu, Raja Dumerendeng, Raja Kumerincing. Bagi pergenderrang sendiri apabila mendapat undangan untuk

mengiringi upacara kematian mereka menyebutnya Mengendasi atau Merkata

silima. Dahulunya genderang yang dibawa pergenderrang akan dilumuri darah

ayam ini diyakini jika pergenderrang memainkan genderrangnya suaranya akan semakin terdengar nyaring dan dan semakin enak untuk menari. Setelah itu

pergenderrang akan melakukan pengregamenken yaitu menyelaraskan genderrangnya sesuai dengan ketentuan nada yang ada pada suku Pakpak.

Gambar 3.4

Pergenderrang


(15)

60

Persiapan pergenderrang ini dilakukan sembari sukut menyiapkan makanan untuk mereka, setelah makanan selesai dipersiapkan sukut akan memanggil mereka untuk makan sebelum mereka melakukan tugasanya dalam upacara nantinya. Makanan akan diserahkan kepada benna kayu9 dan selanjutnya benna kayu akan membagikan kepada personil lainnya. Setelah makan pergenderrang

akan beristirahat sembari sukut juga mempersiapkan acara yang akan dimulai yaitu acara tatak tikan ibages sapo yaitu acara tarian yang dilakukan masih di dalam rumah duka sebelum keesokan harinya akan dilanjutkan lagi di halaman rumah duka.

Malam harinya ketika upacara adat akan segera dimulai disini secara langsung sukut meminta dan memohon kepada pergenderrang untuk ikut senasib sepenanggungan dalam acara ini dan juga meminta arahan dan petunjuk tujuannya agar semua acara lancar dan juga terlebih dahulu sukut meminta maaf apabila ada kekurangan-kekurangan dalam pelayanan sukut kepada

pergender-rang sambil menyerahkan sirih.

9

Benna kayu adealah istilah musikal dalam kebudayaan Pakpak untuk menyebutkan


(16)

Gambar 3.5

Pihak Sukut Memnyerahkan Sirih kepada Pergenderrang (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Sirih yang diserahkan sukut ini disebut gatap persintabin oleh

pergenderrang yang artinya sirih ini sebagai simbol bagi mereka untuk permisi

dan meminta kekuatan kepada leluhur suku Pakpak yang memulai musik dan tari bagi masyarakat Pakpak. Kemudian setelah itu genderang akan dimainkan sebagai tanda dimulainya acara tatak.

Genderang yang dibunyikan adalah Gendang Simemubuh atau Sisangkar Mula. Bagi masyarakat Pakpak ini artinya musik pembuka dalam upacara

tersebut dan tidak akan ada lagi gendang pembuka selama upacara berlangsung sampai nantinya akan ada juga gendang penutup di akhir upacara.


(17)

62

3.2.4 Tatak Ipas Ulan Kerja Njahat Ncayur Ntua

Tatak bagi masyarakat Pakpak adalah tari dalam pengertian luas. Tatak ipas ulan kerja njahat ncayur ntua berarti menari pada saat upacara ncyur ntua

berlangsung. Hal ini sejalan dengan deskripsi Merriam (1964), bahwa upacara yang berkaitan dengan doa kepada Tuhan berkaitan dengan mekanisme lainnya, dalam hal ini adalah menari. Bagi masyrakat Pakpak menari dalam suasana duka bukan berarti keluarga yang ditinggalkan tidak bersedih hati, tetapi tarianlah sebagai pengganti tangisan mereka. Tarian yang dimaksud di sini bukan berarti tarian yang kita ketahui pada umumnya yang bersifat pertunjukan namun merupakan gerakan-gerakan tarian dasar suku Pakpak yang biasanya dipakai dalam setiap upacara adat apapun, misalnya seperti gerakan menerser,

mersembah, menuyuk, dan lain sebagainya yang bersifat umum pada masyarakat

Pakpak.

Ada dua tahap tatak yang harus dilakukan dalam upacara kerja njahat

ncayur ntua yaitu Tatak Tikan Ibages Sapo dan Tatak Tikan Ikasean. Makna dan

deskripsi kedua tatak ini adalah sebagai berikut.

3.2.4.1 Tatak Tikan Ibages Sapo

Tatak Tikan Ibages Sapo berarti tatak yang dilakukan masih di dalam rumah

duka, ini dilakukan pada saat malam hari setelah pergenderrang membunyikan

gendang simemubuh sebagai tanda dimulainya acara tatak. Tatak yang dilalukan

pada malam hari ini bagi masyarakat Pakpak disebut juga tatak peparasken,

periah-riahken, dan tatak pendungo-ndungoi, ini berarti semua rangkaian acara tatak pada malam hari tersebut sebagai gambaran untuk keesokan harinya sebagai


(18)

acara puncak upacara, karena kurang lebih semua rangkaian acara tatak ini akan dilakukan lagi keesokan harinya di halaman rumah duka. Acara tatak ini yang terlebih daluhu dilakukan oleh uang benna, apabila buang benna belum memulai tariannya untuk selanjutnya barang siapaun tidak boleh melakukannya. Adapun rangkaian acara tatak pada malam hari ini yaitu:

1. Tatak Uang Benna yang disambut oleh berru takal peggu dari sukut, 2. Tatak Puang Pengamaki yang disambut oleh berru ekur peggu, 3. Tatak Benna Niari,

4. Tatak Puang Penumpak, 5. Tatak Sukut,

6. Tatak Dengan Sibeltek, 7. Tatak Perlebbuh-lebbuh,10 8. Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9. Tatak Sipemerre,11

10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, 12.Tatak Kempu,12 13.Tatak Sukut Nitalun,13 14.Tatak Cibal Baleng,14

10Perlebbuh artinya pihak yang semarga (yang ditarik secara garis kekerabatan

patrilineal) dengan sukut (tuan rumah penyelenggara upacara) yang kampung halaman mereka sama dari satu tempat.

11Pemerre adalah pihak yang sama dengan sukut,dimana istri mereka juga bermarga yang

sama, yang dikawini berdasarkan klen eksogamus (kawin di luar marga sendiri).

12Kempu artinya adalah cucu, yaitu generasi yang ketiga, dalam sistem kekerabatan

masyarakat Pakpak dalam konteks daliken sitelu.

13Sukut nitalun adalah pihak marga yang sebagai tuan rumah di kampung di mana upacara

dilaksanakan, ini berlaku jika memang pihak sukut sebagai marga pendatang di kampung tersebut, artinya sukut nitalun inilah yang menggantikan kedudukan sukut.


(19)

64 15.Tatak Pulung-pulungen,15

16.Tatak Pergemgem,16 17.Tatak perkebbas17

Gambar 3.6

Berru Takal Peggu Menyambut Kedatangan Uang benna

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Sesampainya uang benna ke dalam rumah duka, di sini juga berru takal

peggu dari sukut akan menyerahkan oles tatakenken. Oles bagi masyarakat

Pakpak berarti sehelai kain yang ditenun berbentuk selendang sedangkan

15Pulung-pulungen adalah kegiatan-kegiatan kelompok yang diikuti sukut, misalanya

arisan-arisan atau serikat tolong menolog.

16Pergemgem biasanya disebut juga pemerintah setempat, bisa saja terdiri dari kepala

desa, sekretaris desa, ketua LKMD, ketua RT, ketia RW, dan lain-lainnya.

17

Perkebbas adalah orang-orang yang menyiapkan seluruh kebutuhan pesta, seperti


(20)

tatakenken adalah yang ditarikan. Oles tatakenken yang diserahkan bagi

masyarakat Pakpak berarti simbol pemberitahuan bahwa jumlah anggota keluarga sudah berkurang oleh kematian.

Gambar 3.7

Berru Takal Peggu Menyerahkan Oles Tatakenken

kepada Uang benna

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Semua pihak yang melakukan tariannya pada saat acara Tatak Tikan Ibages

Sapo bagi masyarakat Pakpak ini bukan hanya sekedar menari saja, sebelum

mereka memulai tarian terlebih dahulu menyampaikan kata-kata perpisahan kepada almarhum dan kata-kata penghiburan terlebih kepada keluarga yang ditinggalkan.


(21)

66 3.2.5 Tatak Tikan Ikasean

Tatak Tikan Ikasean berarti acara tatak di halaman rumah duka. Acara tatak

ini dilaksanakan pagi hari setelah acara tatak pada malam hari sebelumnya. Sebelum melaksanakan acara tatak dihalam rumah duka, terlebih dahulu sukut mengadakan acara keluarga seperti permohonan maaf terakhir keluarga kepada almarhum mengingat kesalahan-kesalahan yang dilakukakan keluarga terlebih anak-anak almarhum (almarhumah) semasa hidupnya.

Gambar 3.8

Acara Keluarga Sebelum Jenazah Dibawa ke Halaman Rumah (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Setelah acara keluarga selesai ditutup dengan doa, maka jenazah dibawa ke halaman rumah duka untuk melaksanakan acara Tatak Tikan Ikasean. Jenazah akan diarak mengelilingi tempat yang sudah ditentukan untuk menempatkan peti jenazah sebanyak tujuh kali keliling.


(22)

Gambar 3.9

Jenazah Dibawa ke Halaman Rumah Duka (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

3.2.5.1Mengkerboi

Sebelum acara Tatak Tiakan Iaksean dilanjutkan, selanjutnya adalah acara

mengkerboi. Mengkerboi bagi masyarakat Pakpak yaitu acara penyembelihan

kerbau yang dibawa oleh kula-kula atau puang yaitu uang benna dan puang

pengamaki untuk dijadikan persulangen. Perlengkapan dalam upara adat mengkerboi adalah sebagai berikut.

1. Belagen mbentar dari puang (puang benna dan puang pengamaki), 2. Oles dari berru takal peggu,

3. Sarkea,

4. Bulung silinjuhang, 5. Jabi-jabi,


(23)

68 7. Rih ntua,

8. Sanggar, dan 9. Sangka sapilit.

Gambar 3.10

Era-era, Kujur Sarke, dan Jeretten

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Adapun tahapan yanag harus dilakukan pada acara ini yaitu sebagai berikut.

a) Memasekken Jeretten

Puang benna dan puang pengamaki akan datang memikul jeretten dengan

posisi Puang Benna di bagian depan jereten dan puang pengamaki dibagian belakang. Puang akan disambut oleh berru takal peggu sambil mengera-era


(24)

diiringi Genderang Sisangkar oleh pergenderrang. Sebelum menancapkan tiang

ieretten terlebih dahulu mereka mengelilingi lubang di mana jeretten akan

ditancapkan sebanyak tujuh kali.

Gambar 3.11

Berrru Takal Peggu Memegang Era-era Berru Ekur Peggu

Memegang Kujur Sarkea (Dokumentasi Surung Solin, 2015)


(25)

70

Gambar 3.12

Kedatangan Puang Membawa Jeretten dan Disambut olek Berru (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

b) Mangiring Gajah

Sebutan gajah dalam hal ini bukan berarti gajah yang sebenarnya yang kita ketahui, bagi masyarakat Pakpak gajah merupakan sebutan simbolik untuk hewan yang berkaki empat dan berukuran besar untuk disembelih pada upacara-upacara adat yaitu kerbau atau lembu pada umumnya. Kerbau akan digiring puang lalu disambut lagi oleh berru takal peggu menuju tiang jeretten yang sudah ditancapkan dan diiringi oleh gendang Mangiring Gajah oleh pergenderrang. Setelah kerbau sampai ke tempat dimana jeretten ditancapkan, lalu kerbau diikat di jeretten untuk selanjutnya akan dipantem18.

18Pantem atau memantem artinya adalah menombak. Bagi masyrakat Pakpak memantem

kerbau dalam acara mengkerboi adalah sebagai simbol penyembelihan kerbau yang sebenarnya kerbau akan disembelih dengan benar setelah acara mengkerboi selesai.


(26)

Gambar 3.13 Kerbau Diikat di Jeretten (Dokumentasi Surung Solin, 2015)

c) Gajah Mangiring

Gajah mangiring adalah proses memantem kerbau, berru takal peggu

membawa kujur sinane yang digantikan oleh sarkea sebagai alat untuk menombak kerbau. Sambil menari diiringi oleh gendang Gajah Mangiring oleh

pergenderrang, berru takal peggu diikuti oleh seluruh keluarga mengelilingi

kerbau yang diikat di jeretten sebanyak tujuh kali. Pada hitungan ketujuh oleh

perkata-kata maka berru takal peggu menombak kerbau dan pada saat itu juga


(27)

72

Kemudian Puang Benna menaburkan page tumpar ( padi ) di sekeliling jerretten untuk diambil oleh seluruh keluarga.

Gambar 3.14

Kerbau Akan Dipantem (Ditombak) (Dokumentasi Surung Solin, 2015)


(28)

Gambar 3.15

Puang Benna Menaburkan Padi

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Setelah seluruh keluarga selesai memungut padi yang ditaburkan oleh Uang

benna, maka kerbau yang telah ditombak dibawa oleh perkebbas untuk

disembelih dan dipotong bagian-bagian tertentu dari tubuh kerbau tersebut untuk dijadikan sulang. Selanjutnya pihak berru takal peggu mengambil tikar uang

benna yang diikat pada jeretten, begitu juga dengan berru ekur peggu mengambil

tikar puang pengamaki. Ini adalah tahap terakhir dalam acara Mengkerboi pada masyarakat Pakpak.

Kemudian acara kembali lagi kepada acara tatak, namun acara tatak tikan

ikasean yang terlebih dahulu tumatak (menari) adalah sukut, berbeda dengan Tatak Tikan Ibagas Sapo pada malam hari sebelumnya dimana acara tatak dimulai

oleh uang benna. Tatak sukut di sini menyimbolkan penghormatan kepada roh-roh leluhur suku Pakpak berharap agar semua kegiatan upacara dapat berjalan


(29)

74

dengan lancar. Setelah sukut selesai tumatak, maka dilanjutkan dengan acara tatak yang lainnya seperti:

1. Tatak Dengan Sibeltek,

2. Tatak Dengan Sibeltek Marga, 3. Tatak Berru,

4. Tatak Berru Takal Peggu, dan 5. Tatak Berru Ekur Peggu.

Upacara adat kerja njahat maupun kerja mbaik bagi masyarakat Pakpak secara umum adalah tempat dimana pihak-pihak yang terlibat dalam upacara memyelesaikan atau membayar hutang-hutang adat, seperti misalnya kula-kula membawa ayam dan kembal/blagen mbentar balasannya dari sukut adalah oles atau kain sarung dan uang, dengan kata lain setiap orang yang menghadiri suatau upacara adat tentunya pasti membawa hutang sesuai dengan kedudukannya pada upacara tersebut. Pada tahapan acara adat di halaman rumah duka ini, semua pihak yang melaksanakan tataknya tentunya sambil membawa hutang adat sesuai dengan kedudukan.

3.2.6 Peberkatken Bangke mi Pendebaen

Peberkatken bangke mi pendebaen artinya memberangkatkan jenazah

ketempat peristirahatan terakhir dengan kata lain tahapan ini adalah proses penguburan jenazah. Tahapan ini dilakukan setelah semua acara tatak selesai. Kewajiaban berru takal peggu dan berru ekur peggu di sini adalah meletakkan

oles di atas peti jenazah sambil mengucapkan kaka-kata perpisahan, oles ini


(30)

mengambil oles tersebut juga mengucapkan kata-kata perpisahan seraya berdoa kepada Tuhan supaya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan rezeki di kemudian hari.

Selanjutnya adalah acara pergenderrang yaitu meyampaikan kata perpisahan juga kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan, karna ini adalah puncak upacara adat yang telah dilaksanakan di sini pergenderang juga menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh hadirin yang ada terlebih kepada sukut apabila ada keksalahan-kesalahan pergenderrang selama upacara berlangsung. Pergenderrang pun memainkan genderang sisangkar laus, semua keluarga mengelilingi jenazah sebanyak tujuh kali dan pada hitungan ketujuh

genderang berhenti dan para pergenderrang akan menangkepken genderang

(membalikkan genderang dengan posisi membran genderang menjadi kebawah) Sebelum upacara secara keagamaan dilaksanakan untuk penguburan, disini

sukut akan memaparkan secara singkat riwayat hidup anggota keluarga mereka

yang meninggal dunia dan sukut juga megucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh hadirin yang datang juga meminta maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada selama upacara berlangsung. Apabila semasa hidupnya almarum (almarhumah) ada hutang piutang, maka keluarga akan siap untuk menyelesaikannaya.

Setelah acara pemakaman selesai, maka seluruh pelaksana upacara tersebut makan di rumah pihak sukut (tuan rumah), setelah itu dilaksanakan penyelesaian hutang-hutang dan biaya keseluruhan dari upacara yang telah dilaksanakan serta bantuan yang mereka peroleh. Dalam pelaksanaan pembayaran adat kematian,


(31)

76

masih ada jenis hutang yang harus dibayar pihak sukut kepada pihak puang yang disebut dengan lemba.

Lemba adalah hutang adat kepada paman (puhun) atau keturunannya setelah

seseorang meninggal dunia. Lemba menunjukkan bahwa adanya ikatan darah antara pihak sukut dengan puang melalui perkawinan. Seseorang yang tidak membayar lemba maka diyakini bisa terkena hukuman gaib yang disebut dengan

idendeni lemba. Kelompok kerabat yang menerima lemba antara laki-laki dan

perempuan berbeda. Bila laki-laki yang meninggal, maka yang berhak menerima

lemba adalah saudara laki-laki ibu atau anak laki-laki ibu. Bila perempuan yang

meninggal yang berhak menerima lemba adalah si ayah atau saudara laki-lakinya atau anak dari saudara laki-lakinya. Jenis lemba yang harus dibayarkan oleh keluarga yang meninggal dapat berupa emas, tanah, kebun, sawah atau sejumlah uang. Jenisnya itentukan setelah melakukan musyawarah antara kerabat dari kedua belah pihak. Keadaan keluarga yang mampu secara ekonomi, maka biasanya hutang adat ini disertai dengan pemberian emas.

Ada beberapa jenis lemba dalam konsep masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan pemberian dari pihak keluarga yang meninggal yaitu: 1. Siempat

berngin, bila pemberian disertai dengan emas atau sawah. 2. Sidua berngin, bila

pemberian hanya oles (sarung) dan sejumlah uang. Kewajiban yang menerima juga sesuai dengan jenis lemba yang diterima. Bila jenisnya sidua berngin, maka kewajiban puang yang menerima hanya seperangkat adat dengan lauk ayam. Bila jenisnya siempat berngin, maka pihak puang wajib menyerahkan seperangkat adat dengan hewan berkaki empat seperti kambing atau babi. Berdasarkan hubungan harmonis atau tidak harmonisnya hubungan kerabat yang meninggal dengan pihak


(32)

kerabat puang yang menerima lemba, maka lemba juga dibedakan ke dalam 2 jenis yaitu: 1. Lemba nggelluh maksudnya bila hubungan harmonis antara kedua belah pihak kerabat dan ada kemungkinan besar akan saling kawin antara kedua kerabat. 2. Lemba mate maksudnya bila hubungan yang terjadi selama ini tidak harmonis dan kecil kemungkinan untuk saling kawin antara kedua belah pihak. Pemberian lemba dilakukan pada saat kelompok puang datang ke rumah keluarga orang yang meninggal tersebut dengan membawa makanan pada hari yang telah disepakati (1 sampai 4 hari setelah pemakaman). Kegiatan ini disebut dengan upacara mengari-ari tendi.

Maksud pemberian makanan ini adalah karena pada saat kematian pihak keluarga menjadi sedih dan takut (terari tendi) disebabkan karena kematian dari salah satu anggota keluarga tersebut maka pihak puang perlu melindunginya dengan memberi makan untuk memulihkan seperti kondisi semula. Biasanya makanan ini dilengkapi dengan lauk hewan berkaki empat (babi) dan hewan berkaki dua (ayam) serta dilengkapi juga dengan sambal cina matah (sambal mentah) yang bermakna menjera-jerai artinya supaya tidak ada lagi anggota keluarga yang meninggal. Pada saat pemberian lemba, maka hutang lemba tersebut diletakkan di atas kembal (sumpit) yang berisi beras yang diletakkan di atas pinggan (piring kaca kecil) dilengkapi dengan uang, sarung atau sesuai dengan yang disepakati. Lemba tersebut diberikan kepada salah satu yang mewakili dari pihak puang dan menjungjung di atas kepalanya sambil berkata ―

en mo tuhu enggo kujalo lemba, asa merkiteken en asa njuah-njuah kita karina, panjang umur dekket kade si kita cita-citaken imo menjadi”. Yang artinya “inilah


(33)

78

panjang umur, dan apa yang kita cita-citakan dapat tercapai‖sambil

menghamburkan beras yang dijunjung tersebut. Prinsip adat dalam pembayaran adat lemba disebut dengan istilah ulang telpus bulung yang artinya pihak penerima tidak boleh rugi secara ekonomi.

Pada saat mengari-ari tendi, maka pihak sukut (tuan rumah) biasanya akan memberi beberapa jenis barang peninggalan orang yang meninggal tersebut, anatara lain:

a. Manoh-manoh, adalah barang peninggalan orang yang meninggal tersebut seperti sawah, kebun, perhiasan dan hewan ternak seperti babi atau kambing. b. Bau-bau, adalah berupa pakaian bekas dari orang yang meninggal tersebut. c. Penabar-nabari, adalah ucapan terimakasih kepada pihak kula-kula yang sudah

dianggap ikut mengobati, diberikan berupa pinggan (pinggan pasu) namun dapat juga diganti dengan uang.

d. Ribak-ribak sarkea adalah beerupa makanan orang yang meninggal tersebut. e. Upah mertatah adalah upah pengasuh orang yang meninggal tersebut ketika

masih kecil.

Semua jenis tersebut berhak diminta/dipilih oleh pihak puang kepada keluarga sukut (tuan rumah) dan mereka wajib memberikannya jika permintaan tersedia. Hal ini sebagai kenang-kenangan dari orang yang meninggal tersebut dan untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Demikianlah deskripsi upacara kematian pada masyarakat Pakpak yang saya teliti di desa siompin yang penulis peroleh dari hasil penelitian langsung di lapangan.


(34)

Tabel 3.1

Proses Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

No. Tahapan Pelaku upacara Peralatan (Benda) Upacara

Jenazah Tatak Gendang Keterangan

I Tenggo Raja (1) Dengan sibeltek, yaitu keturunan kandung atau saudara kandung yang meninggal dunia, (2) Sinina, yaitu saudara yang semarga dengan keluarga yang berkabung, (3) Berru takal peggu yaitu saudara perempuan yeng tertua dari ayah yang meninggal dunia (bibi), (4) Berru ekur beggu yaitu saudara perempuan yang paling kecil dari ayah jenazah,

(5) Puang benna pihak keluarga yang memberi istri sebagai ibu dari jenazah,

(6) Puang pengamaki pihak keluarga yang memberi istri jenazah, (7) Dengan kuta yaitu masyarakat yang berdomisili sama dengan almarhum,

(8) Raja kuta yaitu pihak yang mewakili marga sebagai tuan tanah suatu

--- Jenazah

disemayamkan dalam rumah

--- --- Seseorang meninggal mate

ncayur ntua ,dilakukan upacara

adat. Pertama sekali keluarga keturunan almarhum (almarhumah) termasuk juga saudaranya berdiskusi, dapat juga didiskusikan dengan istri yang meninggal apabila yang meninggal laki-laki, dan suami yang meninggal dunia apabila yang meninggal perempuan. Apabila pihak keluarga sudah membuat rencana tentang bagaimana proses adat yang harus dilaksanakan sebelum jenazah dikebumikan, maka ditetapkanlah waktu untuk tenggo raja (arti


(35)

80

desa atau kampung, (9) Pengetuai kuta adalah para orang-orang tua, (10) Partua ibale, partua

ibages dekket simatah daging, yaitu kaum bapak

kaum ibu, serta pemuda/pemudi

II Memasukken Bengke ni Rumah-rumah

(1) Menantu perempuan yang paling tua, (2) Uang benna, (3) Puang pengamaki,

--- Jenazah

disemayamkan di dalam peti di dalam rumah

--- --- Memasukken bangke mi

rumah-rumahna yang berarti

memasukkan jenazah ke dalam peti matinya. Seseorang yang meninggal ncawir ntua maka keesokan harinya setelah tenggo

raja, jenazahnya akan

dimasukkan ke dalam peti mati apabila beragama Kristen. Tahap ini harus dilakukan pada pagi hari pada saat matahari terbit. Berarti agar semua keluarga yang ditinggalkan mendapat kemudahan rezeki. Menantu perempuan yang paling tua mewakili semua menantu meletakkan blagen

mbentar ke dalam peti mati

sambil meminta maaf atas semua kesalahan-kesalahan mereka sewaktu mertua mereka masih hidup dan setelah itu

Uang benna juga

membentangkan tikarnya disusul oleh puang pengamaki. Jenazah tidak dapat dimasukkan apabila puang benna belum


(36)

hadir dan meletakkan tikarnya kedalam peti.

III Mengapul Pergender-rang

Bebebrapa orang utusan

sukut (tuan rumah

upacara) mengundang

pergenderrang.

Tembakau dan sirih; seperangkat

genderrang silima

dan gung sada

rabaan

Jenazah disemayamkan di dalam peti di dalam rumah

--- Alat-alat ensambel

genderrang

diletakkan di pentas pertunjukan

Mengapul pergenderrang bagi

masyarakat Pakpak berarti mengundang pemusik Pakpak yang nantinya akan mengiri seluruh kegiatan adat yang berlangsung. Sukut akan mengutus beberapa orang untuk mengundang pergenderrang dengan membawa tembakau dan sirih. Sore harinya pergenderrang sampai ketempat dimana upacara adat akan berlangsung dengan membawa seperangkat

genderrang silima dan gung sada rabaan sesuai dengan adat istiadat

Pakpak yaitu genderrang yang dipakai apabila upacara yang akan dilaksanakan adalah upacara adat

kerja njahat.

IV Tatak Ikan Ulan Kerja Njahat Ncayur Ntua Pergenderang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat Genderrang silima

dan gung sada rabaan Pakaian adat

Jenazah disemayamkan di dalam peti di dalam rumah

Melakukan tatak Memainkan

genderrang

Tatak ipas ulan kerja njahat ncayur ntua berarti menari pada

saat upacara ncayur ntua berlangsung. Bagi masyrakat Pakpak menari dalam suasana duka bukan berarti keluarga yang ditinggalkan tidak bersedih hati, tetapi tarianlah sebagai pengganti tangisan mereka. Tarian yang dimaksud di sini bukan berarti tarian yang kita ketahui pada umumnya yang bersifat pertunjukan namun merupakan


(37)

82

1. Tatak Tikan

Ibages Sapo [malam hari] pergenderrang (pergotci) daliken Sitelu, masyarakat Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian

adat

Jenazah disemayamkan di dalam peti di dalam rumah 1.Tatak Uang Benna yang disambut oleh Berru Takal Peggu dari sukut,

2. Tatak Puang

Pengamaki yang disambut oleh Berru Ekur Peggu, 3.Tatak Benna Niari, 4.Tatak Puang Penumpak, 5.Tatak Sukut, 6.Tatak Dengan Sibeltek, 7.Tatak Perlebbuh-lebbuh, 8.Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9.Tatak Sipemerre, 10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, Gendang Simemubuh dan seterusnya dengan berbagai repertoarnya

gerakan-gerakan tarian dasar suku Pakpak yang biasanya dipakai dalam setiap upacara adat apapun, misalnya seperti gerakan

menerser, mersembah, menuyuk,

dan lain sebagainya yang bersifat umum pada masyarakat Pakpak. Ada dua tahap tatak yang harus dilakukan dalam upacara kerja

njahat ncayur ntua yaitu Tatak Tikan Ibages Sapo dan Tatak Tikan Ikasean.

Tatak Tikan Ibages Sapo

berarti tatak yang dilakukan masih di dalam rumah duka, ini dilakukan pada saat malam hari setelah pergenderrang membunyikan Gendang

Simemubuh sebagai tanda

dimulainya acara tatak. Tatak yang dilalukan pada malam hari ini bagi masyarakat Pakpak disebut juga tatak peparasken,

periah-riahken, dan tatak pendungo-ndungoi, ini berarti

semua rangkaian acara tatak pada malam hari tersebut sebagai gambaran untuk keesokan harinya sebagai acara puncak upacara, karena kurang lebih semua rangkaian acara tatak ini akan dilakukan lagi keesokan harinya di halaman rumah duka. Acara

tatak ini yang terlebih daluhu

dilakukan oleh uang benna, apabila puang benna belum


(38)

2. Tatak Tikan Ikasean [pagi hingga siang hari keesokan-nya] Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian

adat

Jenazah disemayamkan di dalam peti di halaman rumah 12.Tatak Kempu, 13.Tatak Sukut Nitalun, 14.Tatak Cibal Baleng, 15.Tatak Pulung-pulungen, 16.Tatak Pergemgem, 17.Tatak Perkebbas

Tatak Uang Benna

yang disambut oleh Berru Takal

Peggu dari sukut,

2. Tatak Puang

Pengamaki yang disambut oleh Berru Ekur Peggu, 3.Tatak Benna Niari, 4.Tatak Puang Penumpak, 5.Tatak Sukut, 6.Tatak Dengan Sibeltek, 7.Tatak Perlebbuh-lebbuh, 8.Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9.Tatak Sipemerre, 10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, 12.Tatak Kempu, 13.Tatak Sukut Nitalun, Gendang Simemubuh dan seterusnya dengan berbagai repertoarnya

memulai tariannya untuk selanjutnya barang siapaun tidak boleh melakukannya.

Tatak Tikan Ikasean berarti

acara tatak di halaman rumah duka. Acara tatak ini dilaksanakan pagi hari setelah acara tatak pada malam hari sebelumnya. Sebelum melaksanakan acara tatak di halaman rumah duka, terlebih dahulu sukut mengadakan acara keluarga seperti permohonan maaf terakhir keluarga kepada almarhum/ah mengingat kesalahan-kesalahan yang dilakukakan keluarga terlebih anak-anak almarhum

(almarhumah) semasa hidupnya. Setelah acara keluarga selesai ditutup dengan doa, maka jenazah dibawa ke halaman rumah duka untuk melaksanakan acara Tatak

Tikan Ikasean. Jenazah akan

diarak mengelilingi tempat yang sudah ditentukan untuk menempatkan peti jenazah sebanyak tujuh kali keliling.


(39)

84 14.Tatak Cibal Baleng, 15.Tatak Pulung-pulungen, 16.Tatak Pergemgem, 17.Tatak Perkebbas

V Mengkerboi Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian adat, Kerbau, ditambah perlengkapan upacara mengkeboi, yaitu:

1.Belagen mbentar

dari puang (puang

benna dan puang pengamaki), 2.Oles dari berru

takal peggu, 3.Sarkea, 4.Bulung

silinjuhang, 5.Jabi-jabi, 6.Lambak buluh, 7.Rih ntua, 8.Sanggar, dan Sangka sapilit.

Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian

adat,

Kerbau, ditambah

Jenazah disemayamkan di dalam peti di halaman rumah

Jenazah disemayamkan di dalam peti di halaman rumah --- Tatak Genderrang Sisangkar --- Genderrang Sisangkar

Sebelum acara Tatak Tiakan

Iaksean dilanjutkan, selanjutnya

adalah acara mengkerboi.

Mengkerboi bagi masyarakat

Pakpak yaitu acara

penyembelihan kerbau yang dibawa oleh kula-kula atau puang yaitu uang benna dan puang

pengamaki untuk dijadikan persulangen.


(40)

1.Memasukken Jerreten 2.Mangiring Gajah Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat perlengkapan upacara mengkerboi, yaitu: 1. Belagen mbentar

dari puang (puang

benna dan puang pengamaki),

2.Oles dari berru

takal peggu, 3. Sarkea, 4. Bulung

silinjuhang, 5. Jabi-jabi, 6. Lambak buluh, 7. Rih ntua, 8. Sanggar, dan Sangka sapilit.

Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian adat, Kerbau, ditambah perlengkapan upacara mengkerboi, yaitu: 1. Belagen mbentar

dari puang (puang

benna dan puang pengamaki), 2. Oles dari berru takal peggu, 3. Sarkea, 4. Bulung silinjuhang, 5. Jabi-jabi, 6. Lambak buluh,

Jenazah disemayamkan di dalam peti di halaman rumah Tatak Mangiring Gajah Gendang Mangiring Gajah

Uang benna dan puang pengamaki akan datang memikul jeretten dengan posisi Puang Benna di bagian depan jereten

dan puang pengamaki dibagian belakang. Puang akan disambut oleh berru takal peggu sambil

mengera-era diiringi Genderrang Sisangkar oleh pergenderrang.

Sebelum menancapkan tiang

jeretten terlebih dahulu mereka

mengelilingi lubang di mana

jeretten akan ditancapkan

sebanyak tujuh kali.

Sebutan gajah dalam hal ini bukan berarti gajah yang sebenarnya yang kita ketahui, bagi masyarakat Pakpak gajah merupakan sebutan simbolik untuk hewan yang berkaki empat dan berukuran besar untuk disembelih pada upacara-upacara adat yaitu kerbau atau lembu pada umumnya. Kerbau akan digiring

puang lalu disambut lagi oleh berru takal peggu menuju tiang jeretten yang sudah ditancapkan


(41)

86 3. Gajah Mangiring Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat 7.Rih ntua, 8. Sanggar, dan Sangka sapilit.

Genderrang silima

dan gung sada

rabaan, pakaian adat, Kerbau, ditambah perlengkapan upacara mengkerboi, yaitu: 1. Belagen mbentar

dari puang (puang

benna dan puang pengamaki), 2. Oles dari berru takal peggu, 3. Sarkea, 4. Bulung silinjuhang, 5. Jabi-jabi, 6. Lambak buluh, 7.Rih ntua, 8. Sanggar, dan Sangka sapilit.

Jenazah disemayamkan di dalam peti di halaman rumah

Tatak Gajah Mangiring dan 1. Tatak Uang

Benna yang

disambut oleh

Berru Takal Peggu dari sukut,

2. Tatak Puang

Pengamaki yang disambut oleh Berru Ekur Peggu, 3.Tatak Benna Niari, 4.Tatak Puang Penumpak, 5.Tatak Sukut, 6.Tatak Dengan Sibeltek, 7.Tatak Perlebbuh-lebbuh, 8.Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9.Tatak Sipemerre, 10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, 12.Tatak Kempu, 13.Tatak Sukut Nitalun, Gendang Gajah Mangiring

dan diiringi oleh gendang

Mangiring Gajah oleh pergenderrang. Setelah kerbau

sampai ke tempat dimana jeretten ditancapkan, lalu kerbau diikat di

jeretten untuk selanjutnya akan

dipantem.

Gajah mangiring adalah proses memantem kerbau, berru takal peggu membawa kujur sinane

yang digantikan oleh sarkea sebagai alat untuk menombak kerbau. Sambil menari diiringi oleh gendang Gajah Mangiring oleh pergenderrang, berru takal

peggu diikuti oleh seluruh

keluarga mengelilingi kerbau yang diikat di jeretten sebanyak tujuh kali. Pada hitungan ketujuh oleh perkata-kata maka berru

takal peggu menombak kerbau

dan pada saat itu juga reportoar yang dimainkan pergenderrang berganti menjadi Gendang Raja. Setelah seluruh keluarga selesai memungut padi yang ditaburkan oleh Uang benna, maka kerbau yang telah ditombak dibawa oleh perkebbas untuk disembelih dan dipotong bagian-bagian tertentu dari tubuh kerbau tersebut untuk dijadikan sulang. Selanjutnya pihak berru takal

peggu mengambil tikar uang benna yang diikat pada jeretten,


(42)

14.Tatak Cibal Baleng, 15.Tatak Pulung-pulungen, 16.Tatak Pergemgem, 17.Tatak Perkebbas

peggu mengambil tikar puang pengamaki. Ini adalah tahap

terakhir dalam acara Mengkerboi pada masyarakat Pakpak. Kemudian acara kembali lagi kepada acara tatak, namun acara

tatak tikan ikasean yang terlebih

dahulu tumatak (menari) adalah

sukut, berbeda dengan Tatak Tikan Ibagas Sapo pada malam

hari sebelumnya dimana acara

tatak dimulai oleh uang benna. Tatak sukut di sini menyimbolkan

penghormatan kepada roh-roh leluhur suku Pakpak berharap agar semua kegiatan upacara dapat berjalan dengan lancar. Setelah sukut selesai tumatak, maka dilanjutkan dengan acara

tatak yang lainnya.

Upacara adat kerja njahat maupun kerja mbaik bagi masyarakat Pakpak secara umum adalah tempat dimana pihak-pihak yang terlibat dalam upacara memyelesaikan atau membayar hutang-hutang adat, seperti misalnya kula-kula membawa ayam dan kembal/blagen mbentar balasannya dari sukut adalah oles atau kain sarung dan uang, dengan kata lain setiap orang yang menghadiri suatau upacara adat tentunya pasti membawa hutang sesuai dengan kedudukannya pada upacara tersebut. Pada tahapan acara adat


(43)

88

di halaman rumah duka ini, semua pihak yang melaksanakan

tataknya tentunya sambil

membawa hutang adat sesuai dengan kedudukan.

VI Peberkatken Bangke ni Pendebaen Pergenderrang (pergotci), daliken Sitelu, masyarakat

oles Jenazah

ditataki dan kemudian diberangkatkan di persema-yaman akhir dan dikubur-kan Tatak mengelingi jenazah Genderrang Sisangkar

Peberkatken bangke mi pendebaen artinya

memberang-katkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir dengan kata lain tahapan ini adalah proses penguburan jenazah. Tahapan ini dilakukan setelah semua acara

tatak selesai. Kewajiaban berru takal peggu dan berru ekur peggu

di sini adalah meletakkan oles di atas peti jenazah sambil mengucapkan kaka-kata perpisahan, oles ini disebut dengan oles sintaken. Kemudian

puang benna dan puang pengamaki mengambil oles

tersebut juga mengucapkan kata-kata perpisahan seraya berdoa kepada Tuhan supaya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan rezeki di kemudian hari. Selanjutnya adalah acara

pergenderrang yaitu

meyampaikan kata perpisahan juga kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan, karna ini adalah puncak upacara adat yang telah dilaksanakan di sini

pergenderang juga


(44)

kepada seluruh hadirin yang ada terlebih kepada sukut apabila ada kesalahan-kesalahan

pergenderrang selama upacara

berlangsung. Pergenderrang pun memainkan Genderang Sisangkar

Laus, semua keluarga

mengelilingi jenazah sebanyak tujuh kali dan pada hitungan ketujuh genderang berhenti dan para pergenderrang akan

menangkepken genderang

(membalikkan genderang dengan posisi membran genderang menjadi ke bawah). Sebelum upacara secara keagamaan dilaksanakan untuk penguburan, di sini sukut akan memaparkan secara singkat riwayat hidup anggota keluarga mereka yang meninggal dunia dan

sukut juga megucapkan rasa

terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh hadirin yang datang juga meminta maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada selama upacara berlangsung. Apabila semasa hidupnya almarum (almarhumah) ada hutang piutang, maka keluarga akan siap untuk


(45)

90 BAB IV

GUNA DAN FUNGSI GENDANG MENGKERBOI

PADA UPACARA NCAYUR NTUA DALAM BUDAYA PAKPAK

4.1 Pengantar

Dalam bab ini kajian akan berfokus pada masalah guna dan fungsi

Gendang Mengkerboi pada upacara cawir ntua dalam budaya Pakpak, terutama

yang dapat dilihat dan ditafsir dari penelitian di Dese Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, kabupaten Pakpak Bharat. Adapun kajian terhadap penggunaan dan fungsi Gendang Mengkerboi ini adalah berdasarkan kepada teori fungsionalisme yang ditawarkan Radcliffe-Brown dan Merriam, seperti telah diuraikan pada Bab I. Penggunaan dan fungsi musik di dalam masyarakat merupakan dua hal yang dibedakan di dalam disiplin etnnomusikologi. Namun keduanya biasanya diulas dalam rubric teori fungsionalisme, berdasarkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Merriam (1964) yang membedakan antara penggunaan dan fungsi.

Bila ditinjau dari penggunanya maka Gendang Mengkerboi adalah berguna untuk berikut ini.

(1) Untuk mengiringi upacara adat kerja njahat ncayur ntua.

(2) Gendang Mengkerboi ini juga memiliki kegunaan sebagai memeriahkan jalannya upacara, dan

(3) Gendang Mengkerboi ini gunanya adalah sebagai sarana memberitahu

dilaksanakannya penyembelihan hewan kerbau atau lembu untuk sulang dalam upacara ncayur ntua.


(46)

Adapun fungsi Gendang Mengkerboi ini, berdasarkan teori fungsi yang ditawarkan oleh Merriam adalah sebagai berikut.

(i) Untuk mengabsahkan upacara adat ritual kerja njahat ncayur ntua;

(ii) Sebagai sarana integrasi sosial terutama kerabat-kerabat dalam konteks

dali-ken sitelu yang terdiri dari: dengan sibeltek (sinina), kula-kula, dan anak berru, juga masyarakat luas dalam upacara ncayur ntua ini;

(iii) Sebagai ekspresi emosi gembira, yang merupakan bahagian dari emosi kegembiraan karena jenazah mati dalam status sangat terhormat yaitu ncayur ntua, dan juga sekaligus sebagai ekspresi emosi sedih karena mereka yang hidup terutama keluarga yang ditinggalkan akan berpisah dengan almarhum (almarhumah);

(iv) Sebagai sarana doa kepada Tuhan, agar yang meninggal diterima di sisi Tu-han dengan sebaik-baiknya.

(v) Sebagai sarana hiburan, bagi semua yang terlibat di dalam upacara kematian ini, baik pihak sukut, sulang silima, pargotci, dan masyarakat yang hadir dalam aktivitas ini.

(vi) Sebagai salah satu upaya masyarakat pendukungnya untuk memelihara kebudayaan tradisional Pakpak dalam konteks perubahan zaman.

4.2 Pengertian Penggunaan dan Fungsi

Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur


(47)

92

kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.1

Sesuai dengan pendapat Malinowski, Gendang Mengkerboi dapat bertahan di dalam kebudayaan Pakpak karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang cinta dan merasa memiliki kebudayaan Pakpak, yang perlu dilestarikan oleh mereka. Bentuk-bentuk pemuasan itu dapat berupa tingkatan nilai kesadaran kultural.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal.

Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, Gendang Mengkerboi merupakan bahagian dari struktur sosial masyarakat Pakpak. Gendang Mengkerboi merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada

1Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha

kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).


(48)

keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini masyarakat Pakpak. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya.

Masih berdasar dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurut Merriam, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan kedua istilah yang sangat penting ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik yang dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas yang lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. ―Use‖ them, refers to the

situation in which music is employed in human action; ―function‖

concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves (1964:210).


(49)

94

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagian dari situasi tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian (lagu) yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, menikah, dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang mengguna-kan musik untuk mendekatmengguna-kan diri kepada Tuhan, maka memengguna-kanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan kegiatan-kegiatan upacara.

Istilah ―penggunaan‖ menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam

kegiatan manusia; sedangkan ―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktikal, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

4.3 Penggunaan Gendang Mengkerboi

Melihat fakta-fakta di lapangan dan kemudian mencoba mnafsirkan dan membangun pemikiran yang berakar dari kebudayaan Pakpak, maka menurut penulis, penggunaan Gendang Mengkerboi di dalam kerja njahat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut.


(50)

4.3.1 Untuk Mengiringi Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Gendang Mengkerboi sebagai repertoar yang terdiri dari tiga gendang

(dalam pengertian lagu), terdiri dari: Gendang Gajah Mangiring, Gendang

Mangiring Gajah, dan Gendang Raja. Menurut pengamatan dan pengalaman

penulis adalah selalu digunakan dalam upacara kerja njahat ncayur ntua, di samping kerja njahat yang lain.

Dengan keberadaan Gendang Mengkerboi yang seperti ini, maka penggunannya di dalam upacara ncayur ntua, adalah untuk mengiringi salah satu aktivitas dari serangkaian aktivitas upacara ini. Kata mengiringi dalam hal ini bermaksud adalah menjadi salah satu bahagian yang tidak terpisahkan dari upacara. Kalau tidak ada Gendang Mengkerbaoi dalam upacara tersebut, maka tidak akan lengkaplah suasana dan keberadaan upacara secara keseluruhannya.

Menurut pengalaman penulis, sebahagian besar upacara kerja njahat ncayur

ntua di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak, baik yang berada di wilayah

budayanya di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat maupun di wilayah-wilayah perantauan mereka, selalu menyertakan penyembelihan hewan kerbau atau lembu, dan menggunakan Gendang Mengkerboi yang disajikan melalui ensambel

genderrang ditambah gung sada rabaan. Dengan demikian guna mengiringi

upacara ini sangatlah penting dilihat dari sisi kebudayaan dan nilai-nilai pelestariannya.


(51)

96 4.3.2 Memeriahkan Jalannya Upacara

Selanjutnya, dalam hubungannya Gendang Mengkerboi dengan upacara kerja njahat ncayur ntua ini, maka guna musik ini adalah untuk memeriahkan jalannya upacara, terutama upacara mengkerboi, salah satu dari sekian rangkaian dalam upacara ncayur ntua. Kata memeriahkan di dalam konteks ini adalah merujuk kepada jenis kematian ncayur ntua, yaitu setiap orang yang terlibat dalam konsep budaya Pakpak adalah bergembira walaupun sekaligus adalah bersedih juga.

Pesta adat yang bersifat kemeriahan ini adalah sebagai ekspresi dari rasa senang, karena sang jenazah telah mencapai kematian sempurna, kematian yang ideal, yang dicita-citakan oleh semua orang Pakpak di dalam mengisi kehidupannya dengan berdasar kepada ajaran Tuhan Yang Maha Kuasa. Kemeriahan itu tampak dengan jelas melalui kegiatan upacara, kemudian semua orang baik dari pihak sukut (tuan rumah penyelenggara pesta), sulang silima yang terdiri dari dengan

sibeltek, kula-kula, anak berru (situaan, siditengah, siampun-ampun), dan

masyarakat luas. Jadi guna mengiringi dan memeriahkan jalannya upacara ini menjadi bahagian yang menyatu. Kemeriahan tersebut memiliki nilai dan kearifannya sendiri, yaitu kemeriahan yang berakar dari budaya Pakpak, gembira karena jenazah mati secara ncayur ntua (juga bersedih karena ditinggalkan jenazah), kemudian semua orang dapat belajar banyak mengenai semua kebaikan jenazah semasa hidupnya.


(52)

4.3.3 Sarana Memberitahu Penyembelihan Hewan untuk Sulang

Guna lainnya Gendang Mengkerboi dalam upacara adat kerja njahat ncayur

ntua di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak adalah untuk memberitahu semua

orang yang hadir di dalam upacara tersebut, bahwa akan segera dilaksanakan penyembelihan hewan (terutama kerbau, sesuai dengan judul repertoarnya). Guna memberitahu ini sangatlah penting dalam konteks komunikasi secara budaya.

Dalam prosesnya tiga repertoar digunakan di dalam konteks menyembelih kerbau ini, yaitu Gendang Raja Mengiring, Gendang Mangiring Gajah, dan

Gendang Raja. Ketiga gendang tersebut penuh dengan makna-makna komunikasi

yang memberitahukan dan mengajak partisipasi semua yang hadir dalam rangka menyelembelih hewan untuk sulang.

Sulang ini sendiri memiliki fungsi untuk memperkuat integrasi sosial di

antara kerabat dan juga masyarakat secara luas. Secara adat telah ditentukan siapa memperoleh daging (sulang) bahagian yang mana. Jadi di dalamnya juga terdapat nilai dan kearifan lokal, berupa menjaga keutuhan klen, kegiatan yang memiliki nilai meningkatkan gizi melalui kuliner, serta sifat selalu ingin berbagi dan tidak egosentris.

Selain itu, penyembelihan kerbau untuk kerabat dan masyarakat luas ini juga adalah memberikan tanda prestise adat sukut. Bahwa dalam realitas sosial,

sukut dan keluarganya adalah orang yang mampu secara ekonomis, yang juga telah

diberikan karunia oleh Tuhan, yaitu salah seorang kerabatnya meninggal dalam keadaan ncayur ntua, kematian ideal dalam konteks kebudayaan Pakpak. Namun demikian penyembelihan hewan untuk sulang ini bukan untuk menjadikan sukut


(53)

98

bangga diri dan sombong, sebaliknya adalah untuk merendah hati sesuai dengan tuntutan dalam norma-norma adat Pakpak.

4.4 Fungsi

4.4.1 Untuk Mengabsahkan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua

Salah satu fungsi repertoar Gendang Mengkerboi (Gendang Gajah

Mangiring, Gendang Mangiring Gajah, dan Gendang Raja) adalah untuk

mengbsahkan upacara adat kerja njahat ncayur ntua secara umum, dan secara khusus adalah mengabsahkan subupacara mengkerboi di dalam keseluruhan rangkaian upacara tersebut. Menurut penulis, jika gendang ini tidak dipertunjukkan dalam upacara tersebut, maka menurut pendapat para informan tidak sahlah upacara dimaksud.

Selanjutnya menurut pendapat para informan, baik itu pemuka adat, budayawan, dan pergotci, tidak pernah dijumpai di dalam upacara adat kerja njahat

ncayur ntua, yang tidak disertai dengan pertunjukan gendang dan tatak sesuai

dengan perannya masing-masing. Sebuah upacara ncayur ntua akan sah secara budaya dan adat, apabila disertai dengan penggunaan gendang. Jadi pemungsian

gendang terhadap jalannya upacara ncayur ntua ini adalah hal yang wajib. Upacara ncayur ntua tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya gendang dalam konsep

kebudayaan Pakpak.

Demikian pentingnya pertunjukan gendang, yang terdiri dari alat-alat musik dan pemain genderrang (silima), ditambah gung sada rabaan, maka dapatlah dikatakan bahwa gendang adalah mengabsahkan upacara ncayur ntua di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Secara lebih khusus lagi, yaitu repertoar Gendang


(54)

Mengkerboi adalah mengabsahkan upacara penyembelihan hewan kerbau

(mengkerboi), dalam konteks rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua.

4.4.2 Sebagai Sarana Integrasi Sosial

Fungsi lainnya dari Gendang Mengkerboi dalam konteks upacara adat kerja

njahat ncayur ntua di dalam kehidupan masyarakat Pakpak adalah sebagai sarana

integrasi sosial. Seperti diketahui bahwa orang Pakpak secara kekerabatan berdasar kepada konsep daliken sitelu dan sulang silima, yang berdasar kepada garis keturunan dari pihak ayah (patrilineal). Konsep tersebut berdasarkan kepada hubungan darah dan perkawinan. Kemudian perkawinan di dalam kebudayaan Pakpak adalah berdasar kepada klen eksogamus (eksogami), artinya seseorang dilarang kawin dengan orang satu marga atau satu induk marga secara patrilineal. Ia diarahkan untuk kawin dengan orang di luar marganya.

Seperti telah diuraikan sebelumnya orang-orang Pakpak ini membagi kelompok kerabatnya ke dalam daliken sitelu, yaitu: (a) dengan sibeltek atau sinina, yaitu saudara satu marga, baik itu dalam satu keluarga inti maupun keluarga luas (batih); (b) kula-kula, yakni pihak keluarga luas pemberi istri kepada pihak kita, yang keberadaannya sangat dihormati secara adat; dan (c) anak berru (situaan,

siditengah, dan siampun-ampun), yaitu pihak keluarga luas yang menerima istri

dari pihak kita.

Gendang Mengkerboi yang dipertunjukkan di dalam upacara kerja njahat ncayur ntua, menurut penulis fungsinya adalah sebagai sarana untuk integrasi sosial

kekerabatan ini. Integrasi tersebut lebih terungkap ketika semua pihak melakukan


(55)

100

menuju kepada bagaimana integrasi sosial harus diutamakan di atas kepentingan setiap individu dan kelompok di dalam sistem kekerabatan tersebut. Bahkan karena pentingnya integrasi sosial dalam kekerabatan ini, tatak yang dipersembahkan juga mengikutkan semua unsur kerabat ini. Di antara tatak tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Tatak Puang Benna yang disambut oleh Tatak Berru Takal Peggu dari sukut,

2. Tatak Puang Pengamaki yang disambut oleh Tatak Berru Ekur Peggu, 3.Tatak Benna Niari,

4.Tatak Puang Penumpak, 5.Tatak Sukut,

6.Tatak Dengan Sibeltek, 7.Tatak Perlebbuh-lebbuh, 8.Tatak Dengan Sibeltek Marga, 9.Tatak Sipemerre,

10.Tatak Sinina, 11.Tatak Berru, 12.Tatak Kempu, 13.Tatak Sukut Nitalun, 14.Tatak Cibal Baleng, 15.Tatak Pulung-pulungen, 16.Tatak Pergemgem, 17.Tatak Perkebbas

Judul repertoar dan sekaligus pelaku tatak tersebut adalah mengekspresikan setiap unsur dalam sistem kekerabatan dengan sibeltek atau sulang silima dalam kebudayaan Pakpak. Dengan demikian, nilai dan kearifan lokal yang terkandung di


(56)

dalam Gendang Mengkerboi (termasuk tatak) di dalam rangkaian upacara kerja

njahat ncayur ntua adalah pentingnya mewujudkan integrasi sosial di kalangan

kerabat dan juga masyarakat luas. Jadi nilai-nilai persatuan dan kesatuan ini sangat penting dilakukan bagi setiap orang Pakpak di manapun dan kapanpun ia berada dan bersosialisasi. Integrasi sosial ini akan menumbuhkan keadaan budaya dan sosiologis damai, tenteram, saling percaya, saling membantu dan menolong, dan peka terhadap kondisi sosial. Demikian yang diajarkan melalui norma-norma adat Pakpak, terutama yang dapat dikaji dari Gendang Mengkerboi ini.

4.4.3 Sebagai Ekspresi Emosi Gembira dan Sekaligus Sedih

Kemudian salah satu fungsi Gendang Mengkerboi di dalam rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua di dalam masyarakat Pakpak adalah sebagai ekspresi emosi gembira dan sedih sekligus. Ini merupakan salah satu keunikan atau keeksotikan budaya Pakpak.

Khusus di dalam kematian ncayur ntua, masyarakat Pakpak pada umumnya memandang kematian tersebut sebagai kematian yang sempurna, kematian yang ideal, dan menjadi cita-cita setiap orang. Kondisi kematian ncayur ntua adalah seorang jenazah itu semasa hidupnya bekeluarga, memiliki anak, cucu (atau juga cicit), yang keturunannya telah berhasil secara sosioekonomis atau juga sosiopolitis, dan anak-anaknya semua telah berkeluarga. Kondisi kematian seperti inilah yang dipandang sebagai kematian sempurna di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

Dengan kematian seperti itu, maka segenap kerabatnya bergembira. Kemudian kegembiraan tersebut diekspresikan melalui gendang dan tatak.


(57)

102

Repertoar Gendang Mengkerboi juga adalah ekspresi dari emosi gembira para kerabat dari sang jenazah. Hal ini tergambar dari ekspresi wajah mereka yang gembira, bersemangat, dan penuh energi ketika melakukan tatak. Mereka bangga secara sosial atas pencapaian kematian ncayur ntua salah seorang kerabatnya yang dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula Gendang Mengkerboi aalah sebagai sarana bergembira ketika pihak sukut dan kerabat luasnya memotong hewan kerbau untuk menjadi sulang, yang memiliki niali-nilai integrasi dan prestise sosial baik di kalangan mereka sendiri atau masyarakat luas.

Gendang Mengkerboi ini juga sekaligus menjadi ekspresi emosi kesedihan bagi segenap kerabat yang ditinggalkan oleh jenazah. Artinya di dalam pelaksanaan upacara ini, emosi gembira dan sedih berbaur menjadi satu di dalam diri setiap orang. Selain emosi gembira mereka juga sedih, karena mereka yang hidup terutama keluarga yang ditinggalkan akan berpisah dengan almarhum (almarhumah). Kesedihan itu, terutama diekspresikan oleh orang-orang terdekat jenazah semasa hidupnya, seperti istri atau suami, anak-anaknya, orang-orang yang secara sosial sehari-hari dekat dengannya. Kesedihan itu dilatarbelakangi oleh alasan berpisahlah ia dengan jenazah, terputuslah komunikasi sosial yang terajut selama ini, betapa kebaikan-kebaikan sang jenazah tak mungkin ia lupakan, dan faktor-faktor sosial dan budaya yang lain. Dengan demikian salah satu fungsi

Gendang Mengkerboi dalam upacara adat kerja njahat ncayur ntua masyarakat


(1)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...iii

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR BAGAN ...xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pokok Prmasalahan ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan ... 10

1.3.2 Manfaat ... 10

1.4 Konsep da Teori ... 11

1.4.1 Konsep ... 11

1.4.2 Teori ... 11

1.5 Metode Penelitian ... 21

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 22

1.5.2 Kerja Lapangan ... 23

1.5.2.1 Wawancara ... 23

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 24


(2)

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

2.1 Letak Geografis Kab. Pakpak Bharat ... 27

2.2 Sistem Kepercayaan ... 29

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa ... 29

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh ... 31

2.3 Sistem Bahasa ... 32

2.4 Sistem Kekerabatan ... 33

2.4.1 Marga ... 33

2.4.2 Sulang Silima ... 33

2.5 Sistem Kesenian ... 36

2.5.1 Seni Musik ... 36

2.5.2 Seni Suara ... 42

2.5.3 Seni Tari ... 45

2.6 Sistem Mata Pencaharian ... 47

2.7 Proses Kesinambungan dan Perubahan Budaya Masyarakat Pakpak ... 48

BAB III. GENDANG MENGKERBOI DALAM UPACARA ADAT KERJA NJAHAT NCAYUR NTUA SUKU PAKPAK ... 50

3.1 Kerja Njahat Ncayur Ntua Pada Suku Pakpak ... 50

3.2 Tahapan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua Suku Pakpak ... 52

3.2.1 Tenggo Raja ... 53

3.2.2 Memasukken Bangke mi Rumah-Rumahna ... 55

3.2.3 Mengapul Pergenderrang ( sipalu koling-koling tasak) ... 56


(3)

ix

3.2.4.1 Tatak Tikan Ibages Sapo ... 62

3.2.5 Tatak Tikan Ikasean ... 66

3.2.5.1 Mengkerboi ... 67

3.2.6 Peberkatken Bangke mi Pendebaen ... 74

BAB IV. GUNA DAN FUNSI GENDANG MENGKERBOI PADA UPACARA NCAYUR NTUA DALAM BUDAYA PAKPAK ... 90

4.1 Pengantar ... 90

4.2 Pengertian Penggunaan dan Fungsi ... 91

4.3 Penggunaan Gendang Mengkerboi ... 94

4.3.1 Untuk Mengiringi Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua ... 95

4.3.2 Memeriahkan Jalannya Upacara ... 96

4.3.3 Sarana Memberitahu Penyembelihan Hewan Untuk Sulang ... 97

4.4 Fungsi ... 98

4.4.1 Untuk Mengabsahkan Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua ... 98

4.4.2 Sebagai Sarana Integrasi Sosial ... 99

4.4.3 Sebagai Sarana Gembira dan sekaligus Sedih ... 101

4.4.4 sebagai Sarana Doa kepada Tuhan ... 103

4.4.5 Sebagai Sarana Hiburan ... 104

4.4.6 Sebagai Upaya Memelihara Budaya ... 105

BAB V. TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR RITME REPERTOAR GENDANG MENGKERBOI ... 107

5.1 Transkripsi Gendang Mengkerboi ... 107


(4)

5.1.2 Transkripsi Gendang Gajah Mangiring ... 112

5.1.3 Transkripsi Gendang Mangiring Gajah ... 116

5.2 Analisis Meter ... 122

5.3 Analisis Taktus ( Pulsa Dasar ) ... 126

5.4 Analisis Unsur-unsur Waktu ... 130

BAB VI. PENUTUP ... 134

5.1 Kesimpulan ... 134

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137


(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bahrat ... 28

Gambar 2.2 Genderang Sisibah ... 39

Gambar 3.1 Memasukkan Zenazah ke Dalam Peti ... 56

Gambar 3.2 Genderang Sisibah ... 57

Gambar 3.3 Gung Sada Rabaan... 58

Gambar 3.4 Pergenderrang ... 59

Gambar 3.5 Pihak Sukut Menyerahkan Sirih Kepada Pergenderrang ... 61

Gambar 3.6 Berru Takal Peggu Menyambut Kedatangan Puang Benna ... 64

Gambar 3.7 Berru Takal Peggu Menyerahkan Oles Tatakenken Kepada Puang Benna ... 65

Gambar 3.8 Acara Keluarga Sebelum Jenazah di Bawa ke Halaman Rumah .... 66

Gambar 3.9 Jenazah di Bawa ke Halaman Rumah Duka... 67

Gambar 3.10 Era –Era, Kujur Sarke, dan Jeretten ... 68

Gambar 3.11 Berru Takal Peggu Memegang Era-Era dan Berru Ekur Peggu Memegang Kujur Sarkea ... 69

Gambar 3.12 Kedatangan Puang Membawa Jeretten dan Disambut Oleh Berru70 Gambar 3.13 Kerbau Diikat di Jeretten ... 71

Gambar 3.14 Kerbau Akan di Pantem (ditombak) ... 72


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Alat Musik Berdasarkan Cara Memainkannya ... 41 Tabel 3.1 Proses Upacara Adat Kerja Njahat Ncayur Ntua... 79

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Latar Belakang Kajian Etnomusikologis terhadap Fungsi dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat ... 26 Bagan 2.1 Sulang Silima dalam Kebudayaan Pakpak ... 36


Dokumen yang terkait

MAKNA DAN FUNGSI TANGIS MILANGI PADA UPACARA MATE NCAYUR TUA ETNIS PAKPAK DI DESA LAE LANGGE NAMUSENG KECAMATAN SITELU TALI URANG JULU KABUPATEN PAKPAK BHARAT.

2 12 23

STRUKTUR TATAK MAMURO PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT.

0 10 23

TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA UPACARA KEMATIAN NCAYUR NTUA ADAT BATAK PAKPAK.

2 6 17

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 0 12

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 0 1

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 1 26

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 1 23

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat Chapter III V

0 4 87

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 0 3

Analisis Fungsi Dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi Dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak Di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajann , Kabupaten Pakpak Bharat

0 0 1