Penilaian Pembelajaran Matematika Pembelajaran Matematika di SD Istimewa Lapas

ini bukan hanya kemampuan mengajar yang diperlukan tetapi juga kemampuan membina siswa Lapas. Sarana dan prasarana yang disediakan untuk siswa di SD Lapas juga terbilang unik. Setiap kelas dan ruangan yang digunakan dipasang teralis besi di bagian pintu dan jendela-jendelanya. Selain itu tersedia juga pojok curhat dan seorang psikolog yang dapat membantu siswa saat sedang mengalami masalah. Proses pembelajaran yang berlangsung di SD Istimewa Lapas dimulai dengan perencanaan. Perencanaan pembelajaran yang dibuat setiap awal tahun pelajaran, dengan berkoordinasi dengan SDN 6 Kota Tangerang. Guru membuat perencanaan dengan berpedoman pada bahan ajar yang digunakan. Pembelajaran dibuat sesuai dengan materi yang ada di buku ajar. Materi yang dipilih guru adalah materi ringan mudah dan disenangi siswa. Materi yang disenangi siswa biasanya berupa materi yang berkaitan langsung dengan kehidupan seri-hari contextual, dan kegunaannya dapat langsung dirasakan siswa. Seperti materi tentang waktu dan operasi hitung dengan uang. Berdasarkan teori kognitif Jean Piaget yang diuraikan di Bab 2 anak usia 14-20 tahun masuk ke dalam tahap operasional formal, yaitu mampu berpikir abstrak, dapat menganalisis masalah secara alamiah dan kemudian menyelesaikannya. Namun tidak untuk siswa di SD Istimewa Lapas ini, walaupun usia mereka masuk kategori tahap operasional formal, tetapi pola berpikir mereka masih konkret dan belum bisa berpikir abstrak. Dari hasil observasi peneliti, guru matematika hanya membuat rancangan proses pembelajaran di kertas selembar dan di buku pribadi guru, tidak sesuai dengan RPP yang seharusnya. Walaupun demikian, namun hal tersebut sudah memenuhi kriteria dalam menyusun perencanaan pembelajaran yang sudah dibahas di Bab 2. Karakteristik yang terpenuhi diantaranya, signifikan karena pembelajaran penuh dengan makna dan dapat berjalan dengan waktu yang tersedia. Relevan, karena sesuai dengan karakteristik siswa SD Istimewa Lapas. Adaptabilitas, karena dapat diimplementasikan di SD Istimewa Lapas, dan kesederhanaan, karena perencanaan tersebut mudah diterapkan di SD Istimewa Lapas. Sedangkan dari segi persiapan siswa dalam belajar ada beberapa aktivitas yang dilakukan oleh siswa SD Istimewa lapas, yakni 14,2 mengerjakan PR, 14,2 ke perpustakaan, 43 mengobrol dengan sesama teman, 28,6 memilih tidur. Siswa yang mengerjakan PR karena alasan takut dihukum oleh guru jika tidak mengerjakan, sedangkan siswa yang ke perpustakaan mengaku lebih banyak membaca buku-buku di luar pelajaran. Siswa lebih senang membaca Novel dan buku tentang motivasi. Pada pelaksanaan pembelajaran matematika baik di kelas 4, 5 maupun kelas 6, terbentuk suatu pola aktivitas. Pola-pola tersebut peneliti susun menjadi tujuh aktivitas yang menjadi pengamatan peneliti. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Persentasi Aktivitas Pembelajaran Matematika Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata tertinggi terdapat pada aktivitas kehadiran dan kesiapan, mengerjakan PR dan mencatat materi pembelajaran. Berdasarkan analisis hasil pengamatan dan wawancara, hal tersebut dikarenakan saat memulai pembelajaran guru selalu mengecek kehadiran siswa, memeriksa PR yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya, dan memeriksa catatan siswa. Hal ini guru lakukan satu-persatu, sehingga jika ada siswa yang terlambat, tidak mengerjakan PR atau tidak mencatat materi yang dipelajari, guru langsung memberi hukuman tegas seperti menulis kata-kata Aktivitas Kelas Rata-rata 4 5 6 Kehadiran dan Kesiapan 100,00 98,08 98,44 98,84 Mengerjakan PR 88,75 93,88 0,00 91,31 Memperhatikan Penjelasan Guru 38,75 41,78 32,98 37,84 Mengajukan Pertanyaan kepada Guru 27,50 58,16 28,64 38,10 Mengemukakan Pendapat 17,50 45,66 30,55 31,24 Mencatat Materi Pembelajaran 71,25 91,99 89,75 84,33 Keaktifan Mengerjakan Latihan 50,00 68,06 73,78 63,95 hukuman, push up, mengitari lapangan, membersihkan WC, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera atas ketidak disiplinan yang siswa lakukan. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah SD Istimewa, bahwa guru yang mengajar di SD Istimewa ini wajib memberikan tindakan edukatif saat mengajar di kelas yakni pemberian PR, disiplin dan hukuman. Namun sangat disayangkan kedisiplinan tersebut tidak dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Karena siswa belajar bukan karena kemauan dari dalam dirinya, tapi hanya sekedar melaksanakan kewajiban yang ada di Lapas. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya persentasi aktivitas memperhatikan penjelasan guru, banyak siswa yang tidak fokus saat guru menjelaskan materi pelajaran. Sehingga siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru dengan baik. Pada tabel 4.8 juga dapat kita lihat prosentase aktivitas yang peneliti observasi lebih besar di kelas 5. Siswa di kelas 5 lebih aktif dan interaktif jika dibandingkan dengan kelas 4 dan kelas 6 saat pembelajaran matematika berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas 4, 5 dan 6, bahwa salah satu faktor yang membuat siswa menjadi semangat dalam belajar adalah jika yang mengajar guru perempuan. Siswa pun mengakuui mereka lebih senang jika yang mengajar guru perempuan, karena guru perempuan lebih sabar dan perhatian saat mengajar, sehingga siswa merasa lebih nyaman dan dapat mengekspresikan dirinya. Penilaian pembelajaran yang berlangsung di SD Istimewa Lapas adalah ulangan harian, Ujian Tengah Semester UTS, Ujian Akhir Semester UAS dan Ujian Nasional UN. Ulangan harian matematika di SD Istimewa ini dijadwalkan disetiap pertemuan, hal ini berdasarkan pertimbangan guru dengan kemampuan siswa, karena jika ulangan harian dilaksanakan sesaat setelah materi dijelaskan nilai matematika siswa relatif lebih tinggi. Namun, jika sehari