47
BAB IV DZIKIR DALAM PANDANGAN SYAIKH MUHAMMAD HISYÂM
KABBÂNÎ
Berbicara mengenai dzikir, Syaikh Hisyâm Kabbânî banyak sekali memberikan pandangan-pandangannya. Begitu banyak pandangan-pandangannya
yang dapat dikaji. Ia mengatakan, bahwa dzikir bisa dilakukan dengan lidah, sesuai dengan kalimat yang diajarkan Nabi Muhammad saw., atau dengan
rumusan lain; mengingat Allah di dalam hati, atau dengan lidah dan hati sekaligus. Dzikir terkadang berarti ingatan batin dan penyebutan lahir,
82
seperti di dalam firman-Nya,
˶ϥϭ˵ή˵ϔ˸Ϝ˴Η Ύ˴ϟ˴ϭ ϲ˶ϟ ϭ˵ή˵Ϝ˸η˴ϭ ˸Ϣ˵ϛ˸ή˵ϛ˸Ϋ˴ ϲ˶ϧϭ˵ή˵ϛ˸ΫΎ˴ϓ
“Ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingatmu, dan bersyukurlah kepada- Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” QS. Al-Baqarah [2]:
152. Selanjutnya, dari kesekian banyak pembahasan mengenai dzikir yang
ditawarkan oleh Syaikh Hisyâm Kabbânî, yang termuat di dalam karyanya, dalam tulisan ini akan dicoba untuk mengkaji sebagian saja, yaitu:
A. Dzikir Kewajiban Terbesar dan Perintah Allah yang Kekal QS. Al-
Ahzâb [33]: 41
Ajaran Islam paling dasar dan paling penting tersirat dalam ajaran syah
â
dah atau “pengakuan keimanan”, L
â
il
â
ha illall
â
h, yang berarti “tidak ada Tuhan selain Allah ” atau “ tidak ada objek yang layak dan pantas disembah
kecuali Allah”. Dan ini tak lain dan tak bukan adalah terus menerus mengingat
82
Syaikh Muhammad Hisyâm Kabbânî. Remembrance of Allah and Praising the Prophet, vol. 2 United Stated of America: al-Sunna Foundation of America, 1998, h. 8.
48 Allah. Segenap bentuk ibadah lainnya menekankan pentingnya mengingat Allah
ini. Ruh doa ialah mengingat. Meretas keterikatan dengan dunia dan menjauhi sensualitas dilakukan dengan memperoleh waktu luang guna menyibukkan diri
dengan mengingat Allah saja. Tujuan dari perintah dan larangan Allah adalah juga dzikir atau “mengingat Allah”. Sebagai hasil dari dzikir, hati pun kosong dari
cinta pada segala sesuatu serta terputus dari semua. Syar
î
’at cukup jelas dan setiap orang mengetahui kewajiban ini, sebagaimana diajarkan di dalam firman-Nya,
˱ήϴ˶Μ˴ϛ ˱ή˸ϛ˶Ϋ ˴Ϫ͉Ϡϟ ϭ˵ή˵ϛ˸Ϋ Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ Ύ˴Ϭ͊ϳ˴ Ύ˴ϳ
“Hai orang-orang yang beriman, banyak-banyaklah mengingat Allah.” QS. Al-Ahzâb [33]:41
Dalam ayat ini, kaum beriman diperintahkan untuk berdzikir dan menyucikan Allah dari segala kekurangan. Yakni, ingatlah, renungkanlah, serta
sebut-sebutlah kebesaran dan nama Allah dengan dzikir yang banyak. Syaikh Hisyâm Kabbânî memberikan penjelasan atas ayat ini,
“Remembrance of Allah dhikr, is the most excellent act of Allah’s servants, and is stressed over a hundred times in the Holy Quran. It is the most praiseworthy
practice to earn Allah’s pleasure, the most effective weapon to overcome the enemy, and the deed most deserving of reward. It is the flag of Islam, the polished
heart, the essence of the science of faith, the immunization against hypocrisy, the foremost worship, and the key of all success.”
“Dzikir adalah amal para hamba Allah yang paling utama. Dzikir merupakan amal yang paling utama untuk mendapatkan keridhaan Allah, senjata yang paling
ampuh untuk mengalahkan musuh dan perbuatan paling layak untuk memperoleh pahala. Dzikir adalah bendera Islam, pembersih hati, inti ilmu agama, pelindung
dari sifat munafik, ibadah yang paling mulia, dan kunci semua keberhasilan.”
83
Hal ini – baginya, selaras dengan dengan firman-Nya,
83
Syaikh Muhammad Hisyâm Kabbânî. Remembrance of Allah and Praising the Prophet, vol. 2 United States of America: al-Sunna Foundation of America, 1998, h. 2.
49
˱ΩϮ˵ό˵ϗ˴ϭ Ύ˱ϣΎ˴ϴ˶ϗ ˴Ϫ͉Ϡϟ ˴ϥϭ˵ή˵ϛ˸ά˴ϳ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ
“Orang yang mengingat Tuhan mereka sambil berdiri duduk, dan ketika berbaring.” QS. Ali Imr
â
n [3]: 91.
Allah berfirman:
˲ήϳ˶Ϊ˴ϗ ˳˯˸ϲ˴η ͋Ϟ˵ϛ ϰ˴Ϡ˴ϋ ˵Ϫ͉Ϡϟ˴ϭ ˶ν˸έ˴΄˸ϟ˴ϭ ˶Ε˴ϭΎ˴Ϥ͉δϟ ˵Ϛ˸Ϡ˵ϣ ˶Ϫ͉Ϡ˶ϟ˴ϭ .
˶Ε˴ϭΎ˴Ϥ͉δϟ ˶ϖ˸Ϡ˴Χ ϲ˶ϓ ͉ϥ˶· ˶ΏΎ˴Β˸ϟ˴΄˸ϟ ϲ˶ϟϭ˵΄˶ϟ ˳ΕΎ˴ϳ˴˴ϟ ˶έΎ˴Ϭ͉Ϩϟ˴ϭ ˶Ϟ˸ϴ͉Ϡϟ ˶ϑΎ˴Ϡ˶Θ˸Χ˴ϭ ˶ν˸έ˴΄˸ϟ˴ϭ
. ˱ΩϮ˵ό˵ϗ˴ϭ Ύ˱ϣΎ˴ϴ˶ϗ ˴Ϫ͉Ϡϟ ˴ϥϭ˵ή˵ϛ˸ά˴ϳ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang
berpikir, yaitu yang mengingat Allah seraya berdiri, duduk dan berbaring.” QS. Ali Imrân [3]: 190-191.
Imam al-Qusyairi, seorang ulama sufi, di dalam tafsirnya mengatakan yang dimaksud dengan surat Al-Ahzâb [33]: 41,
ϲΒϨϟ ͉ϥϷ ˭Ϳ Ϯ͊Β˶Σ˴ Ϫϴϓ ΓέΎηϹ -
ϝΎϗ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ ϰϠλ :
» ϩήϛΫ Ϧϣ ήΜϛ ˱ΎΌϴη ͉ΐΣ ˸Ϧ˴ϣ
« ϝϮϘΗ ϥ ΐΠϴϓ
“ Ϳ
” ˴βϨΗ ϻ ϢΛ ˬ
“ Ϳ
” ϙήϛΫ ΪόΑ
“ Ϳ
” .
Menurut Imam al-Qusyairi, ayat ini mengandung sebuah isyarat bahwa cintailah Allah… Disebutkan di dalam sebuah hadis Nabi, Beliau berkata,
“Barang siapa yang mencintai sesuatu, dia banyak-banyak menyebutnya,” maka diwajibkan baginya untuk mengatakan ”Allah”, kemudian tidak melupakan Allah
setelah mengingat-Nya. Sedangkan Syaikh Muhyiddin Abi Muhammad Abdul Qâdir al-Jailâni,
yang baru-baru ini karya tafsirnya yang bernuansa isyâri
84
ditemukan dan
84
Tafsir Isyâri adalah latihan ruhani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan al-Qur’an, dan akan tercurah pula
ke dalam hatinya, dari limpahan ghaib, pengetahuan subhâni yang dibawa ayat-ayat. Setiap ayat memiliki makna zâhir dan makna batin. Yang zahir adalah apa yang segera mudah dipahami akal
pikiran sebelum yang lain, sedang yang batin adalah isyarat-isyarat tersembunyi dibalik itu yang hanya Nampak bagi ahli sulûk. Lihat, Mannâ Khalil al-Qattân. Studi Ilmu-Ilmu Qur’ân. Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2007.
50 kemudian dicetak dan menjadikan khazanah pengetahuan Islam semakin luas,
memberikan penjelasan mengenai ayat ini,
˴ϳ΄ ˸Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴˯ ˴Ϧ˸ϳ˶ά͉ϟ Ύ˴Ϭ͊ϳ
ϪΗΎϔλ ϭ ϪΎϤγ ϝΎϤϛ ϭ ϩΪϴΣϮΗ ϭ ϪΘϓήόϣ ϖΣ ϩϮϓήϋ ϭ ͿΎΑ :
ϰπΘϘϣ ϩήϛΫ ϰϠϋ ΔϣϭΪϤϟ ϢϜϧΎϓήϋ ϭ ϢϜϧΎϤϳ·
˴Ϳ ˸ϭ˵ή˵ϛ˸Ϋ Ωήϔϟ ΪΣϷ ΪΣϮϟ
ϒμΘϤϟ ΪϤμϟ ϝΎϤϜϟ ϑΎλϭ ϊϴϤΠΑ
, ϰμΤΗ ϻ ϭ ΪόΗ ϻ ϲΘϟ ϰϨδΤϟ ˯ΎϤγϷ ϊϴϤΠϟ ϊϤΠΘδϤϟ
˱ή˸ϛ˶Ϋ ˱ή˸ϴ˶Μ˴ϛ
ϢϜΗϻΎΣ ϭ ϢϜΗΎϗϭ ϊϴϤΠϟ ΎΒϋϮΘδϣ ,
ϰϟ· ϰϤϠόϟ ϦϴϘϴϟ Ϧϣ ϮϠμΗ ϲϛ ϩήϛΫ ϲϓ ϮϐϟΎΑ ϭ ϲϨϴόϟ
.
́˾
Di dalam tafsirnya, ia memberikan penjelasan atas ayat ini.
˴ϳ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ Ύ˴Ϭ͊ϳ˴ Ύ
Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴
adalah orang-orang beriman yang mengetahui kebenaran ma’rifat, keesaan,
serta kesempurnaan nama dan sifat-sifat Allah. Tetap dan beristiqamahlah dalam berdzikir kepada-Nya,
˴Ϫ͉Ϡϟ ϭ˵ή˵ϛ˸Ϋ
menurutnya merupakan satu kesatuan tunggal yang kekal abadi yang ditandai dengan kesempurnaa sifat-sifat, penyatuan nama-nama baik yang
tidak terhitung jumlahnya, dengan mengerahkan seluruh waktu dan keadaan untuk banyak-banyak berdzikir kepada-Nya agar sampai kepada keyakinan yang
sempurna.
˱ή˸ϴ˶Μ˴ϛ ˱ή˸ϛ˶Ϋ
menggunakan dengan maksimal seluruh waktu dan keadaan, dan raihlah dalam dzikir kepada Allah agar sampai dari keyakinan ilmu kepada
keyakinan yang lebih tinggi… Bisa ditarik sebuah generalisasi, bahwasannya melalui ayat ini, Syaikh
Hisyâm Kabbânî memberikan kontribusi keulamasufistikannya kepada seluruh lapisan masyarakat di dunia, bahwa betapa pentingnya manusia bahkan seluruh
makhluk untuk mengingat Tuhannya dzikir. Al-Qur’ân telah jelas memberikan
85
Abdul Qâdir al-Jailâni. Tafsîr al-Jailâni Istanbûl: Markaz al-Jailâni li al-Buhûts al- ‘Ilmiyyah, 2009, jilid. 4, h. 370.
51 perintah ini, sehingga hal ini menjadi sebuah amal ibadah yang paling mulia dan
merupakan kewajiban terbesar yang mesti dijalani oleh para hamba-Nya untuk mencapai satu titik temu dimana manusia mendapatkan keridhaan dan cinta
Tuhannya. Bisa dilihat, meskipun kesemua ulama diatas memiliki pandangan dengan
corak isyâri, akan tetapi terasa ada perbedaan, khususnya Syaikh Abdul Qâdir al- Jailâni, bahwa penafsirannya terhadap ayat ini begitu memperlihatkan cita rasa
yang tinggi atas nuansa sufistik yang dibawa olehnya. Tak ada aktivitas yang akan menenteramkan hati dan melembutkan jiwa
selain senantiasa ingat dan berdzikir kepada Allah. Tak ada aktivitas yang melegakan jiwa dan menyejukkan nurani selain dzikir kepada Allah. Karena itulah
Allah menyeru kepada hamba-Nya agar senantiasa berdzikir pada-Nya.
B. Perkumpulan Dzikir QS. Al-Anbiya [21]: 20